Sabtu, 31 Desember 2011

Sajian Utama 2

KehadiranNya Membriku Pengharapan


“32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Daud, bapa leluhurNya, 33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama- lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan.” 
(Luk 1: 32-33)
“Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yoh 8: 12)


Sejak usiaku 4 tahun, inilah rumahku, tempat dimana aku telah dirawat dan dibesarkan, Panti Asuhan Kasih Bunda. 4 tahun memang usia yang terlalu dini untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi dan terlalu rumit untuk memahami masalah orang tuaku, hingga aku harus terpisah dari mereka dan menjadi warga panti.
Saat itu, aku hanyalah seorang anak yang belum paham apa arti hidup, tak tahu akan seperti apa dan bagaimana hidupku kelak. Hanya tawa bahagia, kegemaranku bermain dan kepolosan yang tampak. Dokter, itulah cita- citaku kala itu, berangan dan bermimpi tanpa tahu bagaimana meraihnya.
Tiga tahun berlalu, ku lalui dengan gembira. Kegemaranku bermain dengan kawan yang juga saudara baruku rasanya tercukupi di sana. Di tempat itu, kurasa lengkap sudah hidupku dan segalanya tercukupi untukku. Seminggu menjelang Natal, kami semua selalu diajak berlibur bersama. Bila pengeluaran panti dalam satu tahun tidak terlalu banyak, kami akan pergi ke Kebun Raya, namun bila pengeluaran cukup besar, kami akan diajak berkemah di halaman panti. Yang lebih menggembirakan untukku, ketika kami menghias pohon natal bersama. Aku pernah mendapat kesempatan meletakkan bintang terang diatasnya. Menyenangkan sekali.
Pengalaman yang tak kalah menggembirakan, ketika hari itu, keluarga kecil datang untuk merayakan ulang tahun anak mereka, Dina yang berusia 3 tahun. Berderet makanan lezat tersaji di meja makan, bingkisan besar pun berjajar menunggu dibagikan kepada kami. Namun hari itu pula yang membuatku menyadari satu hal. Kami berbeda dari anak lainnya. Sosok anak kecil yang begitu polos kini telah menjadi sosok yang ingin tahu banyak tentang jati dirinya. Siapa ayah dan ibuku, kenapa aku tidak pernah melihat mereka, kenapa kami semua tinggal di panti bukan di rumah, seperti Dina. Ulang tahun Dina membuatku merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidupku.
'Aku ingin punya orang tua', itulah yang kerap terlontar dariku. Rupanya kebosanan mulai menjalar dalam diriku. Inginku tingal bersama ayah dan ibu, bukan lagi dengan saudara- saudaraku yang cukup banyak di panti itu. Ingin sekali rasanya ada keluarga yang mengangkatku menjadi anak mereka. Ingin sekali. Mungkin pertambahan usia membuatku berpikir lebih kritis.
Beberapa bulan setelah itu, aku melihat Ayu, teman dekatku, sahabat karibku bahkan seseorang yang telah kuanggap saudara, diangkat oleh pasangan suami istri yang telah 10 tahun menikah, namun mereka belum juga dikaruniai anak. Kala itulah, aku menjadi semakin tak mengerti apa yang tengah kurasa. Ketika aku ingin sekali orang tua angkat, yang aku dapat adalah kehilangan saudara terbaikku. Entah kapan aku dapat berjumpa dengannya lagi. Ayu tinggal berpindah- pindah karena pekerjaan dinas ayah angkatnya yang memaksa ia berpindah- pindah alamat.
Sejak itu, aku yang dulu terkenal ceria, periang, lantas berubah menjadi pendiam dan penyendiri. Beberapa kali ibu panti mencoba berbicara denganku, namun tak banyak komentar terlontar dari bibirku. Namun aku tahu, tanpa aku harus banyak bercakap, ibu panti paham apa yang aku inginkan. Teringat jelas ketika usiaku 8 tahun, ibu panti menghampiriku dan bertanya,
“ Shinta, ada keluarga yang ingin kamu menjadi anak angkat mereka. Kamu mau?”
Jelas saja, itu yang kumau, itu yang kunanti. Aku dibantu kakak- kakak untuk merapihkan barang- barangku.
Namun, tak kan terlupa olehku, keesokkan harinya, ketika calon orang tua angkatku akan menjemput, Arin yang sudah kuanggap adik kandungku terjatuh di kamar mandi. Hingga ia dilarikan ke rumah sakit. Aku sebagai orang yang telah dianggap kakak olehnya, takkan rela meningalkannya dalam kondisi seperti itu. Itulah saat terberat bagiku. Pupuslah harapanku untuk memiliki orang tua angkat. Aku memang tak cukup mengerti, bagaimana aku kala itu. Satu sisi impianku memiliki orang tua angkat terasa dekat dimata. Namun di sisi lain, masih ada perasaan sangat berat untuk meninggalkan panti dan saudara- saudaraku.
Mungkin itulah jalan terbaik yang disuratkan Bapa untukku. 9 tahun usiaku saat itu, aku diangkat menjadi anak keluarga Kusuma. Orang tua angkatku begitu baik padaku. Tak hanya mereka, aku pun memiliki saudara perempuan, Laura namanya dan dia seumuran denganku. Kata orang tua angkatku, waktu itu, ketika Laura menginginkan memiliki saudara, ibu angkatku tak boleh mengandung lagi. Sehingga mereka mengangkatku yang seumuran dengan Laura. Laura, ia saudara, sahabat, teman terbaik untukku. Tak perlu waktu lama, kami sudah seperti keluarga yang harmonis.
Sekarang, aku dan Laura sudah tumbuh menjadi gadis remaja. Tahun depan, kami akan masuk perguruan tinggi. Fakultas kedokteran, itulah tujuan kami, dan kami telah diterima disalah satu perguruan tinggi swasta ternama di Indonesia. Sungguh, kegembiraanku tak dapat terbendung lagi. Aku berjanji, kelak akan aku tunjukkan kepada orang tua angkatku bahwa mereka tak salah memilih aku menjadi anak angkat dan aku akan berusaha untuk membalas semua kebaikan yang mereka beri.
Mungkin bagiku, hidup ini penuh dengan tanda tanya. Tanda tanya besar sekali. Aku tak pernah mengerti bagaimana Bapa merajut hidupku. Yang aku tahu, Ia telah datang dalam hidupku, menopang dikala aku jatuh, merangkul dikala aku merasa sendiri dan selalu bersamaku kemanapun aku melangkah. Hingga Ia datang dan juga berencana di tengah keluarga angkatku dan dengan cara ajaib, Tuhan mempertemukanku dengan mereka dan memberiku secercah harapan baru untuk hidup dalam keluarga yang aku impikan.


“13Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara- saudara yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai. 14Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita. 15Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran- ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis. 16Dan Ia, Tuhan kita Yesus Kristus, dan Allah, Bapa kita, yang dalam kasih karuniaNya telah mengasihi kita dan yang telah menganugerahkan penghiburan abadi dan pengharapan baik kepada kita, 17kiranya menghibur dan menguatkan hatimu dalam pekerjaan dan perkataan yang baik.” (II Tes 2: 13-17). 

(LKH)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^