Senin, 03 Oktober 2011

Cover Depan Oktober 2011


Redaksi Menulis


Baca : Yakobus 2:14-26
“Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.” Yakobus 2:22

Yakobus menulis bahwa iman dan perbuatan harus seimbang. Iman bila disertai perbuatan nyata akan menjadi sempurna, jika tidak iman itu kosong dan sia-sia. Contoh: bila kita beriman kepada Tuhan Yesus dan mengakui bahwa Dia adalah Sang Penyembuh dan Gembala yang baik, mengapa ketika sakit dan menghadapi masalah kita masih mengeluh, panik, bersungut-sungut, dan mencari pertolongan ke dukun atau paranormal ? Dapatkah kita membawa orang kepada Kristus bila kehidupan kita tidak mengalami kemenangan? Ini adalah tanda bahwa iman tidak disertai perbuatan.
Bila kita berpegang teguh pada iman kita kepada Tuhan Yesus, langkah tepat jika menghadapi badai dan gelombang hidup adalah lari di bawah kaki Yesus, berdoa dan membangunkan Dia yang kita taruh di belakang perahu kita. Yakobus bertanya kepada kita, “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” (Yakobus 2:14)
Dengan demikian, tidak ada jalan lain untuk mencapai iman dengan taraf sempurna selain mempraktekkan firman. Salah satu contohnya adalah hal ‘kasih’. Kita berkata bahwa kita sangat mengasihi Tuhan, tetapi kita masih menyimpan sakit hati, benci atau bahkan tidak bisa mengampuni saudara kita; apakah ini kasih? “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1 Yohanes 4:20). Kalau kita membaca dalam Ibrani 11, di situ tercaata saksi-saksi iman, seperti Henokh, Nuh, Abraham, Musa, Yusuf dan lainnya menjadi teladan dari generasi ke generasi tidak hanya karena imannya, tetapi juga ketaatan mereka dalam melakukan firman ini adalah iman yang disertai dengan perbuatan. Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan  adalah kosong.Semoga kita selalu mempunyai iman yang hidup lewat perbuatan-perbuatan kita.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Sajian Utama

Iman Tanpa Perbuatan Adalah Kosong


Perbuatan yang berasal dari kekuatan manusia tidak dapat menggantikan atau memenuhi tuntutan iman; perbuatan tanpa iman tidak akan menyelamatkan. Tetapi iman sendiri harus dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan baik dan benar yang terarah pada semakin dapat memenuhi tuntutan wahyu Allah. Iman yang tidak menumbuhkan perbuatan dan tidak menghasilkan buah-buah pertobatan dari dalamnya adalah iman kosong dan mati. (bdk Yak. 2:20). Iman tanpa perbuatan itu bagaikan cinta tanpa jasa atau tubuh tanpa roh yang berarti kosong.
Orang beriman adalah orang yang benerima kebenaran yang diwahyukan atas wibawa Tuhan. Kebenaran adalah nilai yang penting sekali untuk kesejahteraan hidup bersama. Namun kini nilai itu nampaknya telah merosot. Kebenaran sebagai nilai sepertinya telah mendapat banyak tantangan di dalam kehidupan masyarakat masa kini, kebenaran itu bagaikan tidak berdaya, terhimpit dan terpojok menghadapi serbuan yang bertubi-tubi dari para lawannya. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari dimana reklame, dunia periklanan telah merajalela untuk memengaruhi menguasai konsumen, dengan beraneka bahasa bunga, berbagai kata yang mendorong-dorong hal-hal sepele. Demikian pula dalam pilkada, sering menduduki jabatan. Sementara itu, apabila soalnya sampai pada masalah membela kebenaran di depan umum, yang ada kerap kali hanya suasana diam membisu.
Kita membutuhkan contoh dan teladan yang menyayangi dan membela kebenaran. Pada saat ini, kita memandang besar orang-orang yang menerima liputan luas, seperti para ahli politik dan sebagainya. Jika mereka yang dipandang besar itu memberikan prioritas tinggi pada kebenaran, masyarakat kita pasti merupakan masyarakat yang jauh lebih sehat.
Orang bisa berkata banyak tentang cinta, mengucapkan kata-kata penghiburan manis yang enak didengar telinga. Tetapi kalau karya amal dan jasa tidak menyertai kata-kata, semuanya itu malahan dirasa sebagai penghinaan, karena pernyataan tidak dibarengi dengan kebenaran dan kesungguhan. Perbuatan yang menjiwai iman; dengan perbuatan iman tidak hanya nampak, tetapi bertumbuh dan berkembang juga, seperti manusia bertumbuh dan berkembang dalam kesatuan jiwa-raga, tubuh dan roh, bekerja bersama.
Perbuatan menunjukkan iman, mengisi iman, membuatnya sempurna. Kalau iman Abraham ditantang, untuk mengorbankan putranya Ishak, ia menunjukkan sikap imannya dengan keluar berjalan, membawa anak memikul kayu, sendiri membawa pisau dan api, siap untuk perbuatan: korban Abraham (Kej. 22:1-14), pembawa imam yang pertama, bapa segala orang beriman, itu menunjukkan imannya dengan sikap, segala tingkah laku dan perbuatannya, pada Yakobus 2:22 dikatakan: bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu uman menjadi sempurna. Manusia bertumbuh, berkembang lewat perbuatannya, melihat, berpikir, bertindak dan demikian dengan segala perhitungan dan kekuatan melaksanakan rencananya sampai selesai. Tetapi ini bagi manusia hanya mungkin dalam kesatuan jiwa dan raga. Iman dalam kesatuan dengan perbuatan, itulah baru iman yang hidup. Iman tanpa artikulasi yang dinyatakan dalam perbuatan itu badan tanpa gerak, dan kalau jantung pun sudah tidak bergerak, orang itu mati. Hidup dinyatakan dalam gerak, gerak diarahkan pada perbuatan nyata, yang meningkatakan manusia menjadi sempurna. Begitu iman mencapai kesempurnaan dalam gerak, langkah dan dinamika perbuatan, yang memuji Tuhan. 
(Stefan Surya)

Seputar Paroki 1


Bakti Sosial Wiilayah St. Michael  (Siliwangi Dua)
Satu Hati - Satu Cinta
Berkat kasih dan kemurahan Tuhan, kami pengurus Wilayah Siliwangi Dua bekerjasama dengan Seksi PSE Wilayah telah menyelenggarakan kegiatan bakti sosial pada bulan Agustus 2011 dengan mengambil tema “Satu Hati  Satu Cinta” yang menjadi dasar dari niat kami melakukan karya amal kasih kepada sesama. Moment yang kami ambil adalah dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri 1432H yang jatuh pada akhir Agustus 2011 yang lalu. Pengurus membentuk panitia kecil untuk melaksanakan tugas kegiatan baksos ini, juga membuat proposal yang isinya menjelaskan tentang :

1. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan baksos ini, antara lain :
- Mewujudkan rasa kepedulian umat wilayah Siliwangi Dua terhadap warga lain yang kurang mampu.
- Menjalin persahabatan dan persaudaraan antar umat dan warga dimana wilayah Siliwangi Dua berada.
- Menumbuhkembangkan rasa berbagi kepada sesama.
- Membantu meringankan beban ekonomi yang dihadapi warga kurang mampu.
2. Sasaran kegiatan :
- Warga kurang mampu di daerah/lingkungan dimana wilayah Siliwangi Dua berada khususnya bagi mereka yang akan merayakan hari lebaran.
3. Bentuk kegiatan :
- Mengumpulkan sumbangan berupa uang, pakaian bekas layak pakai, sembako dan sebagainya.
- Menjual pakaian-pakaian bekas layak pakai tersebut yang mana hasilnya akan digunakan untuk membeli sembako.
- Membagikan sembako secara cuma-cuma kepada warga/keluarga kurang mampu.
4. Tempat kegiatan
- Dipusatkan di  Jl. Lawang Gintung Gg. Badak Putih No.18.

Mulai pertengahan Juli 2011, Proposal disebarluaskan kepada umat, ternyata umat menyambut niat baik ini dan memberikan sumbangan-sumbangan berupa uang, indomie, makanan kaleng dan pakaian-pakaian bekas yang cukup banyak. Tuhan Yang Maha Pengasih kiranya berkenan menggerakkan hati umat Siliwangi Dua hingga akhir Agustus 2011 sumbangan-sumbangan masih terus mengalir. Rencana menjual pakaian bekas yang telah diseleksi kami ajukan mulai tanggal 9 Agustus 2011 bertempat di Gg. Badak Putih No.18 Lawang Gintung dengan harga murah meriah ternyata cukup banyak peminatnya. Pada hari Minggu, 14 Agustus 2011 kami juga berjualan di halaman gereja Fransiskus dan banyak juga ibu-ibu yang membeli. Setelah dana terkumpul kami membeli sembako yaitu beras, minyak goreng, gula pasir, sirup, mie instant, makanan kaleng (sarden) dan makanan ringan (biskuit & kurma) serta perlengkapan kantong-kantong plastik dan sebagainya.
Tanggal 24 Agustus 2011 kami mengemasnya ke dalam kantong-kantong plastik seharga ±Rp.45.000,-/kantong, jumlah yang kami sediakan sebanyak 160 (seratus enam puluh) kantong. Jadwal pembagian sembako ditentukan hari Kamis tanggal 25 Agustus 2011 tempat di Gg. Badak Putih 18, Lawang Gintung mulai jam 8 pagi sampai jam 2 siang. Kupon-kupon untuk pengambilan sembako dibagi-bagikan kepada warga yang tinggal di Wilayah Lingkungan 1 (Asrama Paskhas/Brimob/Zeni & Sekip Lawang Gintung), Lingkungan 2 (Jaya Tunggal, Mekar Jaya & Pondok Permai) dan Lingkungan 3 (Batutulis & Kampung Sawah).
Sebelum pembagian dilaksanakan kami diingatkan oleh penasihat/sekretaris wilayah supaya berhati-hati agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pagi hari tanggal 25 Agustus 2011 kami berdoa mohon bimbingan dan penyertaan Tuhan agar pembagian pada hari itu berlangsung aman dan lancar. Satu demi satu warga berdatangan menukarkan kupon dengan bingkisan sembako, terlihat mereka sangat gembira menerima bantuan tersebut. Hingga acara selesai sekitar jam  1 siang ternyata apa yang dikhawatirkan tidak terjadi, semua berlangsung dengan aman berkat perlindungan Tuhan.
Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang telah melimpahkan berkatNya sehingga bakti sosial ini dapat berjalan dengan baik. Tak lupa kami pengurus wilayah khususnya panita baksos mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh umat wilayah St. Michael Siliwangi Dua atas dukungan dan partisipasinya dalam mensukseskan kegiatan amal ini. Kami percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Rm. 8:28). Kitalah orang-orang yang dipanggil Tuhan untuk membagikan kasihNya kepada sesama kita tanpa memandang siapa atau bagaimana mereka. Mengasihi sesama adalah wujud nyata kita mengasihi Allah seperti yang diajarkan Yesus dalam Injil Mat. 25:40 “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”. Kita yang mengasihi Allah pasti memiliki hati yang sama “Hati Tuhan” dan cinta yang sama “Cinta Tuhan” untuk diwujudkan kepada sesama.

Terima kasih juga kepada seluruh panitia baksos atas kerjasama yang baik yang sejak awal telah bekerja keras demi berhasilnya karya amal ini. “HIDUP” WILAYAH SANTO MICHAEL SILIWANGI DUA.  Maju terus dalam karya KASIH kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati kita semua. (FS)


Seputar Paroki 2


PERAYAAN ULANG TAHUN KE-4 DOA PAGI ST. CLARA


Dalam rangka ulang tahun komunitas Doa Pagi St. Clara yang ke-4 dan sebagai ungkapan syukur maka pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2011, Doa Pagi St. Clara mengadakan kunjungan ke Panti Asuhan St. Yusuf di Sindanglaya untuk berbagi sambil mengadakan jalan salib dan ekaristi.
Peserta yang ikut cukup banyak sekitar 120 orang yang pada umumnya adalah umat setia Doa Pagi St. Clara. Setelah registrasi ulang, tepat pukul 07.00 rombongan berangkat dari Jl. Batutulis No.9 dengan menggunakan dua bus besar.
Perjalanan ke Panti Asuhan St. Yusuf dipimpin oleh RD Ignatius Heru Wihardono sebagai moderator Doa Pagi St. Clara.
Saat bus mulai berjalan, Romo memimpin doa mohon perlindungan dan penyertaan Tuhan agar lancar dalam perjalanan dan tiba dengan selamat sampai tujuan. Sekitar pukul 08.30 rombongan tiba di tempat tujuan dan disambut ramah oleh Pastor Gabriel, pimpinan Panti Asuhan St. Yusuf.
Setelah beristirahat sejenak, kami pun bersiap-siap untuk melakukan jalan salib. Umat menuju pendopo patung Bunda Maria tempat dimulainya ibadat jalan salib. Buku panduan ibadat dibagikan oleh panita kepada umat dengan tema “Peningkatan Pemberian Diri Dalam Pelayanan”.
Romo membuka ibadat dengan terlebih dahulu memberikan renungan mengenai apa arti jalan salib dan hubungannya dengan kehidupan kita di masa kini. Sesungguhnya jalan salib adalah napak tilas tentang peristiwa-peristiwa yang dialami Yesus dalam perjalananNya memanggul salib ke puncak bukit Golgota sampai wafat di kayu salib. Relevansinya sebagai pengikut Kristus di masa kini sudah selayaknya kita pun ikut menghayati dan merasakan penderitaan serta penganiayaan yang dialami Yesus sebagai bentuk pernyataan iman kita kepadaNya. Untuk itulah umat bersama-sama melaksanakan jalan salibnya dengan tertib, khidmat dan penuh penghayatan sampai pada perhentian terakhir. Kemudian diadakan foto bersama seluruh peserta dengan romo, juga dengan para pengurus Doa Pagi St. Clara.
Selanjutnya kami menuju kapel untuk mengikuti perayaan ekaristi sebagai puncak dari ibadat jalan salib. Perayaan ekaristi dipimpin oleh romo Heru didampingi Pastor Gabriel. Dalam homilinya romo Heru mengutip dari bacaan Kitab Bilangan 3:23-29 mengenai Musa yang tidak diperkenankan masuk ke tanah perjanjian padahal ia telah memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan 40 tahun lamanya melayani bangsa itu di padang gurun dengan menerima banyak kecaman, hujatan, pemberontakan dari bangsa Israel. Musa hanya bisa melihat dari jauh, hal itu mungkin sangat menyakitkan hatinya. Demikian pula dalam pelayanan kepada sesama, kita sering mengalami banyak hal yang menyakitkan seperti penghinaan, salah paham bahkan ditolak. Sesuai tema jalan salib “Peningkatan Pemberian Diri Dalam Pelayanan”, maka sebagai pelayan Tuhan kita harus memberikan diri kita untuk dipakai Tuhan sesuai rencanaNya melaksanakan karyaNya sehingga kita rela dan ikhlas jika mengalami hal-hal yang menyakitkan dalam menjalankan tugas pelayanan.
Selesai homili, dibagikan kepada seluruh umat buku kesaksian iman St. Catalina Rivas tentang “Rahasia Misa Suci dan Sakramen Tobat” yang sangat bagus untuk dibaca untuk semakin mengimani kita akan makna ekaristi.
Setelah misa, acara dilanjutkan dengan penyerahan sumbangan yang dibawa umat untuk diserahkan ke Panti Asuhan St. Yusuf dalam bentuk uang tunai, beras, mie instant, minyak goreng, pakaian layak pakai, dll.
Setelah penyerahan sumbangan kami berkumpul di aula yang telah disiapkan untuk acara makan siang dan ramah tamah. Dalam suasana sukacita diadakan peniupan lilin dan pemotongan kue ulang tahun dilanjutkan makan siang, setelah dikenyangkan makanan rohani dan jasmani acara dilanjutkan dengan beberapa permainan yang membawa canda tawa dan para umat juga diberi pertanyaan-pertanyaan kuis kitab suci, kesan-kesan dari umat dan juga memilih peserta yang termuda dan tertua saat itu, bagi para peserta yang menang dan terpilih mendapat kenang-kenangan dari panitia.
Tanpa terasa waktu berlalu, pada pukul 14:00 kami menutup acara dengan doa syukur dan ucapan terima kasih dari Romo Heru atas kebersamaan umat Doa Pagi St. Clara. Rombongan naik ke bus masing-masing dan tiba dengan selamat di Bogor dengan sukacita.
Proficiat Doa Pagi St. Clara! Semoga pelayanan kasih umat dan masyarakat lebih meningkat lagi. Tuhan memberkati! (FS)

Ruang Kitab Suci

MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2011 : Mendengarkan Tuhan Bercerita
Penyembuhan Relasi
Oleh : Peter Suriadi
Alkisah ada seorang bocah di Perancis bernama Cedric. Kedua orang tuanya, Jacky Laurent (pemilik restoran di Fontvielle) dan Monique Thibon, sudah bercerai pada 4 November 1986. Pengadilan memutuskan Cedric tinggal bersama ibunya. Suatu hari, ia pergi meninggalkan rumah tanpa seizin ibunya untuk mencari ayahnya dengan melakukan perjalanan sejauh 450 km. Tetapi sesudah peristiwa itu, keputusan pengadilan ditinjau kembali. Pada 25 November 1986, setelah mendengarkan kemauan Cedric, pengadilan tinggi memutuskan ia tinggal bersama ayahnya. Ibunya masih diperbolehkan menengoknya pada hari-hari libur. Pada 30 Maret 1987 pengadilan dibuka lagi. Monique menuntut agar anak itu kembali ke pangkuannya dan tidak diasuh mantan suaminya lagi. Tatkala Monique mau mencium Cedric yang sudah lama tidak bertemu dengannya, Cedric menolaknya dan mendorongnya kuat-kuat. Kebencian Cedric terhadap ibunya ternayat sudah mendalam. Ini adalah suatu tragedi. Derita anak atau derita ibu? Yang jelas relasi keduanya sudah tidak baik lagi.

Teks : Luk 15:11-32
11Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 13Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. 14Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. 15Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. 17Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 18Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 19aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 21Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 22Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. 24Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. 27Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. 29Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. 31Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. 32Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Konteks
Injil Lukas bab 14 boleh disebut “percakapan pada perjamuan”. Sedangkan Injil Lukas bab 15 terdiri atas tiga perumpamaan mengenai belas kasihan Tuhan (ayat 1-7 : tentang domba yang hilang; ayat 8-10 : tentang dirham yang hilang; ayat 11-32 : tentang anak yang hilang). Dapat dikatakan bab 15 merupakan semacam lanjutan dari bab 14. Mengapa demikian ? Sebab Yesus “menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka" (15:2). “Makan bersama” memiliki arti yang lebih mendalam, yaitu menunjuk kepada hidup bersama dengan orang berdosa.
Tindakan Yesus itu dalam posisi-Nya sebagai Rabi dianggap memberi sandungan bagi mereka yang takut dinajiskan karena bergaul dengan kaum pendosa. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat adalah kelompok terhormat di kalangan orang Yahudi. Kaum Farisi berupaya menaati perintah Taurat sampai sekecil-kecilnya, sedangkan para ahli Taurat mempunyai pengetahuan tentang hukum Taurat lebih baik dari umat kebanyakan. Karena kesetiaan mereka pada pelaksanaan hukum Taurat, mereka menganggap diri sebagai kelompok yang harus menjauhkan diri dari para pendosa (pemungut cukai, penjahat, pencuri, pelacur, dan juga bangsa kafir). Rupanya banyak dari para pendosa itu yang tertarik untuk mengikuti Yesus dan mendengarkan ajaran-Nya. Yesus menerima mereka dengan tangan terbuka agar dapat membawa mereka pada pertobatan. Sikap dan tindakan Yesus inilah yang memicu kritik dari kaum Farisi dan para ahli Taurat. 
Yesus mengisahkan tiga perumpamaan tersebut untuk menanggapi kritik mereka. Masing-masing perumpamaan diakhiri dengan kegembiraan karena yang hilang telah ditemukan. Kegembiraan diungkapkan secara komunal, yaitu dengan mengundang orang-orang lain untuk ikut berpesta bersama. Lewat tiga perumpamaan ini Yesus menjelaskan  mengapa Dia menerima kaum pendosa dan makan bersama mereka. Jika kaum Farisi dan para ahli Taurat bersikap atas dasar perintah Taurat, Yesus memakai dasar tindakan-Nya dari sikap Allah sendiri yang menghendaki bertobatnya para pendosa. Kalau para lawan Yesus tersebut lebih mementingkan kebersihan atau ketahiran diri sendiri, Yesus lebih memikirkan keselamatan umat-Nya.
Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Luk. 15:11-32 adalah perumpamaan ketiga yang dikisahkan oleh Yesus untuk menanggapi kritikan orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Struktur dan isi perumpamaan ini berbeda dengan dua perumpamaan terdahulu. Anak yang hilang tidak dicari tetapi ditunggu kedatangannya kembali. Di dalam perumpamaan ini bukan barang atau binatang yang hilang, tetapi seorang manusia yang sengaja pergi meninggalkan orangtuanya. Di dalam perumpamaan dengan jelas digambarkan proses hilang dan kembali sebagai proses jatuh dalam dosa dan pertobatan. Perumpamaan yang ketiga ini merupakan puncak dari rangkaian tiga perumpamaan tentang “yang hilang”.

Keterangan Teks
ayat 11-12 : 
Ada seorang bapa mempunyai dua anak laki-laki. Bapa ini kemungkinan adalah seorang pemilik tanah dan peternak yang kaya. Menurut hukum warisan waktu itu (bdk Ul 21:17) anak sulung mendapatkan warisan 2/3 dari harta ayahnya, sedangkan adiknya mendapatkan 1/3 dari harta orangtuanya. Persoalan yang muncul di dalam perumpamaan ini bukanlah pada perbedaan jumlah warisan tetapi pada permintaan anak bungsu atas warisan yang menjadi haknya. Seharusnya warisan itu baru akan diterimanya setelah bapaknya meninggal. Namun, dia memintanya selagi bapanya masih hidup. Dengan meminta seluruh haknya, berarti si bungsu tersebut sudah tidak memiliki hak apapun atas harta yang tersisa pada ayahnya. Semua yang tersisi akan diwariskan kepada anak sulung. Meminta warisan ketika orangtua masih hidup, jelas suatu tindakan durhaka. Dalam masyarakat Yahudi pada waktu, kedurhakaan seorang anak kepada orang tuanya termasuk dosa yang serius dengan ancaman hukuman mati (Ul 21:18-21). Tokoh bapa dalam perumpamaan ini rupanya tidak menganggap anaknya durhaka karena meminta warisan selagi dia masih hidup. Dia mencoba berpikir positip terhadap anak-anaknya. Barangkali anak bungsunya ingin segera mandiri dan butuh modal untuk itu. Sikap bapa tersebut dapat dibilang simpatik tetapi juga lugu.
ayat 13 : 
Tetapi ternyata harta warisan itu tidak dipakai anak bungsu itu sebagai modal usaha tetapi dipakai untuk berfoya-foya. Setelah menerima haknya, anak bungsu itu menjual semua harta warisannya. Dengan uang banyak di tangannya, anak bungsu itu pergi ke negeri yang jauh, meninggalkan bapanya. Dengan pergi ke negeri yang jauh, kelihatan bahwa anak bungsu itu sengaja meninggalkan ayahnya dan tidak ambil peduli pada nasib sang ayah pada masa tuanya. Apa yang dia lakukan di negeri yang jauh itu? Dia memboroskan harta warisannya dengan hidup berfoya-foya. Dosa anak bungsu itu terhadap ayahnya berlipat-lipat, yaitu: meminta warisan selagi ayahnya masih hidup, menjual harta warisan yang sebenarnya tidak diperbolehkan karena orangtuanya masih hidup, meninggalkan bapanya dengan pergi ke negeri yang jauh, memboroskan harta warisan untuk hidup berfoya-foya.
ayat 14-16 : Ternyata uang yang diboroskan itu segera habis. Malangnya, ketika uangnya sudah habis, timbullah kelaparan di negeri itu dan ia menjadi melarat. Anak itu tidak punya jalan lain selain mencari pekerjaan demi menyambung hidup. Ia terpaksa menghamba pada seorang majikan di negeri itu, yang memberinya pekerjaan menjaga babi. Bagi orang Yahudi, pekerjaan tersebut adalah pekerjaan najis. Karena tidak ada jalan lain, pekerjaan najis itupun dijalaninya. Pekerjaan najis yang harus dikerjakannya itu mencapai puncaknya ketika dia ingin memakan ampas yang menjadi makanan babi. Dengan menginginkan makanan babi, anak bungsu itu tanpa sadar telah menyamakan dirinya (setidaknya dalam makanan) dengan babi. Kondisi yang ekstrim tersebut melengkapi proses kedosaan yang semakin lama semakin parah. Menurut cara pandang orang Yahudi pada waktu itu, anak bungsu itu layak dianggap berdosa karena telah melakukan kenajisan ganda yaitu kenajisan moral dan kenajisan kultis. Kenajisan moral dilakukannya karena karena dia telah berbuat jahat kepada bapanya. Kenajisan kultis dilakukannya karena dia dengan sadar berurusan dengan binatang najis yaitu babi. Akibat dari perbuatannya sendiri, anak bungsu itu mengalami penderitaan rohani dan jasmani. Penderitaan rohani dirasakannya ketika mulai muncul rasa bersalah di dalam dirinya terhadap Allah dan bapanya. Penderitaan jasmani dialaminya karena kelaparan. Meskipun anak itu sudah merendahkan diri sedemikian rupa, tak seorangpun memberinya makan, bahkan ampas makanan babi pun tidak didapatkannya. Kemalangan anak bungsu itu digambarkan secara lengkap dan tragis secara rohani dan jasmani. Dia menderita lapar, miskin, tidak lagi mempunyai harga diri, tidak ada yang peduli padanya, jauh dari Tuhan dan dari bapanya.
ayat 17 : 
Setelah mengalami penderitaan yang begitu tragis, dia mulai sadar bahwa semuanya itu terjadi akibat dosa-dosanya terhadap bapanya dan terhadap Allah (terhadap sorga). Kesadarannya muncul ketika dia teringat pada berlimpahnya makanan di rumah bapanya. Orang-orang upahan bapanya tidak ada yang menderita kelaparan. Padahal di saat itu dia sedang kelaparan dan tidak ada yang peduli padanya. Ada pepatah Yahudi yang mengatakan: “Ketika seorang anak (yang sedang menderita di negeri yang jauh) harus berjalan dengan kaki telanjang, dia akan teringat pada kenikmatan di rumah ayahnya.” Pepatah itu terjadi pada si anak bungsu. Penderitaannya membawa kepada penyesalan, dan penyesalannya membawa pada pertobatan, dan pertobatan membawanya kembali ke rumah bapanya.
ayat 18-19 : Setelah menyesali keadaannya, anak itu berniat untuk kembali kepada bapanya. Rumus pertobatan yang dirancangnya berisi pengakuan dosa yang disusul dengan suatu permohonan sebagai denda dosanya, yaitu kesediaan untuk menjadi salah seorang upahan bapanya: “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa”. Ia tidak hanya merasa bersalah pada bapanya, tetapi juga telah “berdosa”, artinya telah melakukan hal yang salah di mata Allah. Dalam konteks ini, berdosa terhadap bapanya dan berdosa terhadap Allah secara teologis tidak bisa dipisahkan. Anak bungsu itu pulang dengan keyakinan bahwa bapanya akan mengampuni dia. Dia merasa sudah tidak pantas lagi dianggap sebagai anak. Oleh karena itu, dia tidak berharap terlalu tinggi. Diterima sebagai orang upahan bapanya pun dia bersedia. Yang penting bapanya mau mengampuni dia. Pertobatannya membawa ke sikap pasrah.
ayat 20 : 
Apa reaksi bapanya ketika si bungsu pulang ke rumah? Dia membuktikan dirinya sebagai bapa yang baik. Keunggulannyua sebagai bapa yang baik diperlihatkan lewat sambutannya yang tak terduga pada si bungsu: “Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.”. Tidak ada kesan sedikitpun bahwa bapa itu marah atau setidaknya bersikap dingin dengan kepulangan si bungsu. Baginya si bungsu tetaplah anaknya, apapun yang telah dilakukannya dan apapun yang terjadi padanya. Melihat anak bungsunya pulang, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Dia “berlari” menyambut anak bungsunya. Menurut tradisi Yahudi, “berlari” bagi orang tua dianggap sebagai perendahan martabat. Namun karena belas kasihan dan sukacitanya begitu meluap, dia tidak peduli dengan martabatnya. Apa yang dianggap sebagai perendahan martabat ternyata justru menjadi ungkapan kasih yang mengagumkan.
ayat 21-24 : 
Begitu sampai di hadapan bapanya, anak bungsu itu mengungkapkan pertobatannya: “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.” Pengakuan dosa si anak bungsu belum selesai (setidaknya belum sesuai dengan rencana), tetapi bapanya telah memotongnya dengan seruan perintah agar para hambanya mengambilkan jubah yang terbaik, cincin dan sandal untuk dipakaikan kepada anaknya. Pada waktu itu, jubah yang terbaik adalah jubah yang dimiliki oleh bapa keluarga. Cincin adalah pertanda pengangkatan seseorang pada martabat baru, dalam konteks ini martabat seorang anak. Sandal menjadi perlambang dari status bebas. Para budak waktu itu biasanya tidak memakai sandal. Jika anak bungsu itu diberi sandal, artinya diakui sebagai orang bebas, bukan budak. Dari sikap bapanya yang luar biasa baik itu, keinginan si bungsu agar dianggap sebagai orang upahan tidak akan terjadi. Mengapa bapanya tidak menunggu sampai pengakuan dosa anaknya selesai? Kepulangan anaknya ke rumah sudah merupakan bukti pertobatan yang membuatnya amat bersukacita. Pengakuan dosa hanyalah ungkapan dari pertobatan si bungsu yang sudah jelas baginya. Bapa yang baik itu tidak menyimpan dendam, tidak menunjukkan kemarahan, tidak berniat memberi hukuman, tidak menolak kedatangan si bungsu. Ikatan kasih dengan anaknya telah membuatnya mampu mengatasi segala perasaan manusiawi itu. Sukacita atas kembalinya si anak bungsu diwujudkan dengan pesta besar bersama dengan tetangga-tetangganya. Disembelihnya lembu tambun menunjukkan secara tidak langsung bahwa tamu yang diundangnya cukup banyak, yaitu seluruh warga desanya. Para penari dan pemusik juga dipanggil untuk memeriahkannya.
ayat 25-27 : Kemeriahan pesta desa itu ternyata ditanggapi dengan sinis oleh anak sulung. Anak sulung yang tidak disebut-sebut di awal cerita, muncul dengan tiba-tiba. Ketika dia baru pulang dari ladang, didengarnya kemeriahan pesta di rumahnya. Dia sampai bertanya pada salah seorang hambanya apakah arti pesta itu. Rupanya anak sulung tidak diberitahu kepulangan adiknya. Karena marah campur iri, anak sulung tidak mau masuk ke ruang pesta. 
ayat 28-30 : 
Protes si anak sulung kepada bapanya dapat dipahami. Kendati begitu sikap dan kata-kata si anak sulung sulit dipahami sebagai sikap dan kata-kata seorang kakak mengenai adiknya. Tahu bahwa anak sulungnya tidak mau masuk, bapa itu keluar menemuinya dan berupaya mengajaknya masuk. Bapa keluar untuk keduakalinya, menyambut anak bungsu dan anak sulung. Akan tetapi anak sulung itu berkata: “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa (terjemahan aslinya: anakmu) yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.” Tanggapan si anak sulung membuka sisi negatif perilakunya yang selama ini tersembunyi di balik ketaatan melakukan perintah bapanya. Dia cemburu melihat adik bungsunya yang pernah durhaka itu dipestakan sedemikian rupa. Dia protes karena ayahnya menyembelih anak lembu tambun untuk adiknya, sementara itu tak seekor anak kambing pun pernah diberikan bapa kepadanya. 
ayat 31-32 : Nampaknya bapa yang baik itu sempat terkejut ketika mendengar jawaban anak sulungnya. Tidak terlintas baginya untuk berbuat tidak adil kepada mereka. Selama ini anak sulung ada bersama dengan, diandaikan juga selalu ada di pihaknya. Ternyata anak sulung itu justru merasa tidak diperhatikan dan diperlakukan tidak adil. Dengan halus bapa tersebut mengingatkan si sulung: “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu”. Memang benar demikian, harta milik bapanya adalah juga harta milik anak sulungnya. Seandainya anak sulung itu mau menyembelih lembu tambun atau kambing domba milik mereka, tidak ada masalah, karena itu semua miliknya juga. Jika dia sehati dan seperasaan dengan bapanya, tentu ia akan ikut bersukacita dengan kembalinya “adiknya” yang bungsu. Ternyata itu tidak terjadi karena rasa iri dan cemburunya yang berlebihan. Dia tidak mengakui anak bungsu itu sebagai adiknya lagi. Kepada bapanya, anak bungsu itu disebut “anakmu” artinya anak bapanya, dan bukan “adikku”. Betapa sedih hati bapanya. Ketika anak bungsu sudah kembali ke pelukannya lagi, ternyata anak sulung justru melepaskan diri. Dari jawabannya kelihatan bahwa anak sulung menempatkan dirinya sebagai orang upahan yang harus melayani bapanya dan diam-diam berharap mendapatkan upah. Bapa yang baik itu masih dengan sabar mengingatkan anak sulungnya: “Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali” (ay. 32). Kembalinya anak bungsu merupakan suatu kejutan yang sangat membahagiakan bagi bapanya. Sebelumnya dia sudah tidak ada harapan untuk bertemu anaknya lagi. Oleh karena itu dia diibaratkan sudah hilang dan didapat kembali, sudah mati dan hidup kembali. Wajar jika anak sulung diharapkan punya kegembiraan yang sama. Ada suatu ironi di akhir perumpamaan ini. Sebagai silih atas dosanya, anak bungsu itu bersedia menjadi salah seorang upahan bapanya. Kesediaan anak bungsu itu tidak ditanggapi oleh bapanya, karena bagaimanapun juga dia tetap anaknya. Tidak ada yang dapat memutus ikatan kasih yang telah dibuktikannya dengan pengampunan tanpa syarat itu. Ketika ikatan kasih bapa-anak itu dirayakan, ternyata si anak sulung justru kehilangan roh sebagai anak. Dia lebih memilih status orang upahan yang bekerja untuk mendapatkan upah. Sambutan bapanya terhadap kepulangan adiknya menimbulkan rasa iri bercampur marah.

Amanat Teks
Pada dasarnya dosa adalah keinginan untuk hidup tak tergantung dari Allah, keinginan untuk pergi jauh dari Allah, meninggalkan-Nya. Orang yang melakukan dosa menganggap Allah sebagai penghalang kebebasannya, sebagai musuh, bukan bapak. Secara teoritis manusia tahu bahwa Allah menghendaki kebahagiaannya. Ia tahu bahwa tujuan semua perintah Allah ialah menjadi sarana agar manusia hidup secara benar dan lengkap. Ia tahu kasih Allah tanpa pamrih. Tetapi semua “pengetahuan” itu menjadi kabur dan kehilangan kekuatannya pada saat manusia tergoda. Secara otomatis perintah Allah tampak sebagai peraturan yang dibuat oleh seorang diktator. Manusia mulai bertanya, “Mengapa Allah melarang melulu?”
Namun dalam waktu singkat dosa biasanya menampakkan wajahnya yang sebenarnya. Negeri jauh yang dirindukan dengan sekuat tenaga dan tampak indah, segera berubah menjadi daerah yang lebih buruk daripada negeri sendiri. Manusia mengalami kehampaan, kekosongan bila tercabut dari lingkungan kasih. Dosa menyebabkan cinta diri, berkebalikan dengan kasih. Itulah sebabnya orang yang melakukan dosa tidak pernah mencari kasih melainkan kesenangan dan kepuasan semata-mata.
Hubungan antara Allah dan manusia sampai kini masih banyak dipahami sebagai hubungan antara seorang tuan dan orang-orang upahannya. Kebajikan yang diwarnai oleh keinginan mendapat upah pasti berbeda dengan kebajikan yang didasari oleh kasih yang tulus. Ketika kasih yang tulus menjadi pedoman tindakan kita, maka soal untung atau rugi tidaklah menjadi perhitungan lagi. Sebaliknya, ketika mental untung rugi begitu dominan, maka kasih tidak akan pernah tulus, alias menjadi barang dagangan saja.
Bukankah tiga perumpamaan tentang “yang hilang” ini menggambarkan tiga macam kondisi pendosa? Dirham yang hilang adalah pendosa yang tidak sadar bahwa dia berdosa, domba yang hilang adalah pendosa yang sadar bahwa dia berdosa tetapi tidak punya daya dan cara untuk melepaskan diri dari dosa. Untuk kedua macam pendosa ini, yang dilakukan oleh Allah adalah mencari mereka dan membantunya untuk kembali kepada-Nya. Anak hilang adalah pendosa yang sadar akan dosa-dosanya dan mau serta mampu melakukan pertobatan. Mereka inilah yang datang kepada Yesus pada waktu itu, yaitu: para pemungut cukai dan para pendosa. Yesus tidak mencari mereka, tetap menyambut mereka dengan ramah.
Dengan perumpamaan tentang Anak yang hilang ini, kita disadarkan bahwa kasih Allah adalah suatu anugerah. Allah tidak menunggu kesiapan kita untuk mencurahkan anugerah-Nya. Bapa di dalam perumpamaan ini tampil sebagai tokoh belas kasih tanpa syarat. Demikian pula Allah bagi kita senantiasa siap menyambut kita dengan belas kasih-Nya yang tak terhingga. Ketika kita sedang jauh meninggalkan-Nya, Allah tetap menunggu pertobatan kita. Dia bukan Allah penghukum, tetapi Allah yang mengasihi setiap umat-Nya lebih lebih umat yang jatuh di dalam dosa. Ada sukacita Ilahi jika manusia mau bertobat dan kembali kepada-Nya. Relasi yang telah rusak menjadi baik kembali. Kebebasan dan keceriaan persahabatan muncul kembali!

Catatan Kecil 1

Derma Hari Minggu

Ada kisah tentang dua kepingan logam Inggris : logam merah dan logam mulia yang dilapisi emas setengah bagiannya. Ketika keduanya sedang dicetak di Royal Mint, mereka bersahabat. Mereka melewati jalur-jalur pemrosesan yang berdampingan, dan ketika meninggalkan tempat itu untuk selanjutnya diedarkan di masyarakat, mereka berjanji untuk tetap bersahabat dan menceritakan pengalaman-pengalaman petualangan mereka kapan pun mereka bertemu.
Setelah waktu yang cukup lama, mereka bertemu lagi. Logam mulia yang dilapisi emas itu mempunyai pengalaman-pengalaman petualangan yang cukup indah. Ia telah digunakan sebagai persenan di restoran-restoran dan hotel-hotel mewah. Juga telah melewati kasir-kasir mewah di toko-toko besar.
Kisah petualangan logam merah berbeda sekali. Pengalamannya lebih banyak berhubungan dengan : menjaja mesin, menumpang bus umum, membeli surat kabar...

Tentu, semuanya itu adalah hal-hal kecil yang membutuhkan recehan. Tetapi logam merah kemudian berkata dengan bangga, “Hanya ada satu hal yang dapat saya banggakan : setiap hari Minggu saya menjadi derma Gereja”. 

(Diar sanjaya  - 
Douglas Woodruff)

Catatan Kecil 2

Yesus Memberi Makan Lima Ribu Orang
Mat 14:13-21
Di tempat yang terpencil Yesus mendidik murid-muridNya yang memiliki bekal yang sama sekali tidak mencukupi untuk memberi makan pada orang banyak. Didikan dan perintah Yesus yang selalu aktual adalah untuk menaruh belas kasihan pada orang lain. Perintah ini diberikan supaya kita berkembang dalam iman pada Dia yang mampu melaksanakan perintahNya itu sendiri. Yesus iba hati melihat kesusahan serta derita jemaat dan menolong mereka yang mengharapkan Dia. Tidak ada yang dapat memisahkan mereka atau memisahkan kita dari kasih Kristus dan dari kasih Allah yang ada dalam Kristus (Rm 8:35-39).

Yesus memberi orang yang mengikutiNya suatu pengalaman akan kelimpahan berkat kerajaan Allah. Ia tidak cuma memaklumkannya dengan perumpamaan, tetapi mewujudkannya bagi orang-orang yang dalam ketidakberdayaan mengikuti Dia. Di mana Allah berkuasa melalui Yesus, disitu pengikut yang lapar menjadi kenyang. Dalam Yes 55:1-3, Allah melalui nabi mengajak umatNya yang tidak berdaya untuk datang makan dan minum sampai kenyang. Undangan ke perjamuan dengan makanan yang gratis dan paling lezat itu merupakan bahasa lambang agar mereka membuka diri bagi kasih setia Allah dalam perjanjianNya yang abadi.
Yesus mengenyangkan para pengikutNya dengan cara yang tidak sama namun sangat mirip dengan perjamuan Ekaristi, pemecahan roti guna memperingati wafatNya demi keselamatan kita. Kemiripan itu menunjukkan hubungan antara solidaritas dan Ekaristi. Pertolongan yang dialami dan diberi di tengah kesusahan hidup tidak lepas dari keselamatan yang diterima dan dibagikan dalam ekaristi. Kedua pengalaman itu berjalan berdampingan dan saling memperkuat.
Yang paling ditekankan dalam cerita ini ialah bahwa Yesus tidak bertindak sendirian, tetapi bersama dan melalui orang-orang pilihanNya. Mereka sudah diberi tugas untuk mewartakan pemerintahan Allah dan diberi kuasa untuk mengusir yang jahat dan membawa damai sejahtera (Mat 10:1, 7-8). Tetapi soalnya, mereka kurang sadar akan tugas dan tanggung jawab mereka itu dan orang percaya bahwa mereka sudah diberi kuasa dan diberdayakan untuk tugas itu. Mereka masih saja membiarkan orang dalam kesusahan mencari pemecahan sendiri, tanpa memberi pertolongan.
Orang-orang pilihan yang lalai itu bukan hanya diberi peringatan oleh Yesus, mereka diberi pengalaman akan kuasa Yesus dan dilibatkan dalam tindakan kekuasaanNya. Mereka yang merasa diri lemah diberi pengalaman bahwa bersama Dia mereka kuat asalkan mereka berani mengikuti petunjukNya, menyerahkan sedikitnya yang ada pada mereka kepadaNya, dan bersama Dia membagikannya kepada orang yang membutuhkan. Dengan demikian kekurangan kita dapat menjadi suatu kelebihan yang dapat menolong orang yang lebih banyak lagi.

(Stefan Surya T.)

Orang Kudus 1

Abraham, Bapa Bangsa

Abraham, leluhur bangsa Yahudi, diakui dalam iman Kristiani sebagai Bapa Bangsa, Bapa para beriman dan tokoh teladan iman kepercayaan kepada Allah. Di kalangan bangsa Arab beliau dikenal sebagai "Sahabat Allah". Gelaran itu terdapat di dalam Kitab II Paralipomenon 20:7.
Abraham adalah putera Terah dan lahir di Ur Kasdim. Menurut Kitab Kejadian 25:7, ia meninggal dunia pada umur 175 tahun dan dimakamkan oleh anaknya Ishak dan Ismael. Mulanya ia bernama 'Abram' yang berarti "Bapa yang Agung", diubah Tuhan menjadi 'Abraham' yang berarti "Bapa banyak orang" atau "Bapa sejumlah besar bangsa" (Kej 17:4,5). Dalam surat Roma bab 4, Paulus menunjukkan bahwa Abraham adalah bapa semua orang beriman, "bukan hanya mereka yang bersunat, tetapi juga yang mengikuti jejak iman Abraham." (Rom 4:12).
Sekitar tahun 1850 seb. masehi, Abraham dipanggil Tuhan untuk meninggalkan negerinya sendiri dan pergi ke suatu negeri baru yang akan ditunjukkan Tuhan kepadanya. Tuhan berjanji kepadanya bahwa ia akan menjadi bapa bagi suatu bangsa yang besar dan dalam namanya banyak bangsa akan diberkati. Sara, istri Abraham mandul dan tidak mungkin mempunyai anak lagi. Kanaan, tanah terjanji itu, telah dihuni oleh banyak suku bangsa yang menyembah dewa-dewi kafir. Meskipun demikian, Abraham melakukan apa yang Tuhan katakan kepadanya dengan penuh iman sehingga Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Karena imannya itu, Tuhan membuatnya kudus dan layak bagiNya.
Janji Tuhan mulai dipenuhi dalam kelahiran Ishak pada masa tua Sara. Tetapi Tuhan sekali lagi mau mencobai Abraham dengan meminta Abraham mempersembahkan Ishak, puteranya yang tunggal. Demi imannya, Abraham melakukan apa yang diminta Tuhan dari padanya. Ia membawa Ishak untuk dikorbankan di gunung Moria, tetapi Tuhan akhirnya membatalkan hal itu. Cerita ini mau menunjukkan secara tegas bahwa Tuhan tidak menghendaki lagi korban manusia, sebagaimana dipraktekkan oleh suku-suku bangsa di sekitar. Iman Abraham yang kokoh itu dipuji di dalam Kitab Sirakh 44:19-21; Rom 4; Gal 3:7, dan Hibr 11:8-12.
Kedermawanan dan keramah-tamahan Abraham ditunjukkan secara jelas di dalam hubungan pribadinya dengan keponakannya, Lot. Ketika ternak gembalaan mereka semakin banyak sehingga tidak memungkinkan mereka hidup bersama di suatu daerah, maka Abraham membiarkan Lot memilih tanah yang disukainya (kej 13:5-9).  Kejadian 18:115 menguraikan keramah-tamahan Abraham kepada 3 orang asing yang datang ke perkemahannya.
Pertemuan dengan Melkisedek yang diceritakan di dalam Kej 14: 18-20 menunjukkan hubungan pertama bangsa Hibrani dengan Yerusalem, yang kemudian menjadi Kota Suci. Dalam Kej 23 Abraham memperoleh tuntutannya atas tanah Palestina dengan membeli tanah pekuburan di Machphela. Pembelian tanah itu sesungguhnya menjadi bukti yang paling kuat dari realitas sejarah Abraham, yang kemudian dipersoalkan beberapa ahli.

Orang Kudus 2

Santo Yohanes Leonardi, Pengaku Iman

Semenjak kecilnya ia sudah menentukan imamat sebagai pilihan hidupnya. Tetapi cita-cita luhur ini tidak bisa terwujudkan karena orangtuanya tidak mampu membiayai sekolahnya. Pada umur 26 tahun, sepeninggal ayahnya, ia memutuskan untuk masuk Seminari meskipun biaya studi tetap menjadi masalah baginya. Untuk membiayai studinya, terpaksa ia belajar sambil bekerja sebagai asisten dokter di sebuah apotek di Lucca, Italia. Ia memang tekun belajar sehingga dapat menyelesaikan studinya dalam waktu singkat lalu ditahbiskan menjadi imam. Ia lalu menjadi anggota komunitas religius yang didirikan oleh Beato Yohanes Golombini.
Dari sana ia ditugaskan sebagai pastor penjara dan rumah sakit dengan sebuah rumah pusat di Lucca. Segera nyata bahwa Yohanes, seorang imam yang aktif dan sangat bertanggungjawab terhadap semua pekerjaannya. Teladan hidupnya yang luhur itu menarik simpatik banyak orang awam. Ada yang dengan rela membantu dia dalam melaksanakan tugas-tugas itu. Beberapa pemuda yang mengikutinya dididiknya secara khusus hingga ada yang menjadi imam. Bersama pemuda-pemuda itu, Yohanes merencanakan pendirian sebuah kongregasi untuk imam-imam projo. Tetapi ia mendapat tentangan politis yang hebat dari pihak penganut aliran sesat di Lucca. Yohanes kemudian dibuang dari Lucca selama masa-masa akhir hidupnya.
Dari tempat pembuangan itu, ia terus mendorong para pengikutnya agar tetap setia pada rencana pendirian kongregasi itu. Ia sendiri pergi ke Roma untuk menyampaikan rencana pendirian kongregasinya itu kepada Paus. Di sana ia mendapat bantuan istimewa dari Santo Philipus Neri. Dalam pada itu keprihatinannya yang besar pada bangsa-bangsa kafir yang belum mengenal Injil Kristus, mendorong dia untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan bagi imam-imam misionaris yang mau bekerja di luar negeri bagi penyebarluasan iman Kristiani. Lembaga ini kemudian terkenal dengan nama 'Kongregasi Penyebaran Iman' (Propaganda Fide). Untuk maksud itu, ia menyusun sebuah 'Kompendium' yang memuat ajaran-ajaran dasar Gereja. Dengan lembaga ini Yohanes Leonardi dan para imam pendukungnya menjadi sarana Tuhan untuk mempertahankan harta kekayaan iman Gereja. Kongregasinya disahkan oleh Paus Klemens VIII (1592-1605) pada tahun 1595. Yohanes wafat dalam usia 68 tahun pada tanggal 9 Oktober 1069, dan dinyatakan sebagai 'santo' oleh Paus Pius XI (1922-1939) pada tahun 1938.

Seputar Paroki 3

Sebuah Catatan
Dari Retret Pengutusan KEP X

Dahsyat!!! Mungkin itulah yang dapat menggambarkan retreat pengutusan Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) angkatan yang ke – 10.
Retreat yang diadakan di Pondok Susanto selama 3 hari 2 malam itu pada awalnya tidak dapat diprediksi. Kegelisahan tampak menggelayuti wajah beberapa orang panitia, termasuk saya pribadi. Pikiran terus saja berdatangan, entah itu memikirkan kualitas pewarta rekomendasi dari Romo Heru yang belum kami kenal, makanan yang akan disediakan, tata suara, dan banyak sekali kecemasan –kecemasan lainnya. Kami tentunya berharap dan berusaha yang terbaik, tapi tentu saja hal yang buruk pun dapat saja terjadi.
Kami berangkat dari Gereja St. Fransiskus Asissi, Bogor, pada hari Jumat (9/9/11) sekitar pukul 13.00 dengan kondisi jalan yang lengang. Puji Tuhan, hanya dalam waktu sekitar 30 menit kami semua tiba di Pondok Susanto dengan selamat. Pak Berman Ali, pewarta yang akan membawakan lima sesi selama dua hari berturut-turut pun tiba tidak lama sesudahnya.
Kecemasan tentang makanan tampaknya akan menjadi kenyataan ketika terdengar laporan dari seksi konsumsi bahwa ternyata snack yang disediakan adalah singkong goreng. Dalam hati mayoritas panitia dan peserta mungkin bertanya-tanya atau mungkin ada juga yang ngedumel, “Kok singkong goreng sih??? Di tukang gorengan juga banyak nih”. Namun setelah berpasrah diri dan bersyukur dengan kehadiran singkong goreng – singkong goreng tersebut, kami pun mencoba memakannya. Dan ternyata singkong goreng tersebut rasanya sungguh enak. Seumur hidup baru pernah memakan singkong goreng seenak itu.
Misa pembukaan retreat pun berjalan dengan baik dan khidmat, terlebih lagi Romo Garbito, memimpin misa tersebut dengan sangat baik, homili yang berbobot dan disampaikan dengan penuh semangat mulai membangkitkan optimisme panitia. Tapi, bagaimana dengan pewarta? Apakah Pak Berman memang segitu bagusnya sehingga direkomendasikan oleh Romo Heru?
Sesi demi sesi berlalu, Pak Berman Ali membawakannya dengan sangat baik. Tampak bahwa beliau memang menguasai materi yang disampaikan. Para panitia pun sampai – sampai tidak mau ketinggalan untuk duduk bersama para peserta untuk mendengarkan pengajaran beliau. Tampaknya, selain peserta, panitia pun mendapat penyegaran yang baru, bahkan ada yang tersentuh dan sampai menitikkan air mata. Kesaksian hidup beliau yang dibagikan pun begitu menginspirasi.
Pada malam kedua, tibalah giliran Romo Marcus Santoso membawakan sesi dan kemudian memberikan Sakramen Pengakuan Dosa serta dilanjutkan dengan Adorasi Sakramen Maha Kudus. Karisma yang dimiliki oleh Romo Marcus menghanyutkan peserta dan panitia, suasana begitu hening ketika melaksanakan pengakuan dosa dan tampaknya beberapa orang pun mau untuk terbuka dan sungguh – sungguh ingin menjadi anak Tuhan yang lebih baik lagi, hal ini dapat terlihat dari antusiasnya peserta untuk berkonsultasi dengan konselor yang diundang oleh panitia, yaitu Bapak T. Allen bersama istri. Puji Tuhan, pengakuan dosa dan konseling  tidak memakan waktu terlalu lama karena Romo Marcus didampingi pula oleh Romo Eeng Gunawan, sehingga Adorasi Sakramen Maha Kudus dapat dimulai tepat waktu, tampak beberapa peserta sungguh – sungguh mengalami kasih Allah yang tidak terkira melalui pencurahan Roh Kudus yang luar biasa dan penuh mujizat.
Setelah berpuncak pada Adorasi, sesi pada hari ketiga yang dibawakan oleh Bapak Yohanes Adrianto Budiarsa dan juga Frater David Lerebulan, dapat dijalani dengan baik. Seluruh rangkaian retreat akhirnya ditutup dengan cara yang tidak dapat dilupakan, yaitu misa pengutusan yang dipimpin oleh Uskup Keuskupan Bogor, Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM yang didampingi oleh Romo Heru. Hal ini merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bagi peserta KEP di wilayah Keuskupan Bogor karena hanya di Keuskupan Bogor – lah, peserta diutus secara langsung oleh seorang Uskup.
Proficiat bagi para peserta KEP angkatan ke – 10. Kalian telah berhasil melewati perjalanan yang cukup panjang, namun kalian membuktikan bahwa kalian memang orang – orang pilihan Allah untuk mewartakan “Kabar Baik” pada sesama.
Terima kasih kepada:
-    Mgr. Mikael Cosmas Angkur, OFM. yang telah berkenan untuk memimpin misa penutupan dan memberikan perutusannya.
-    Pastur Paroki, RD. Ignatius Heru Wihardono, yang begitu peduli akan kelangsungan KEP di Paroki Sukasari, terbukti dari pemberian – pemberian ijin, dana, sarana prasarana yang memadai, dan bahkan rekomendasi pewarta yang sangat baik.
-    Pastur Marcus, Pastur Garbito dan Pastur Eeng, yang berkenan untuk melayani dalam penyelenggaraan retreat pengutusan ini.
-    Badan Pelayanan Keuskupan Pembaharuan Karismatik Katolik (BPK PKK) Keuskupan Bogor, yang telah membantu dengan menyediakan materi dan pewarta – pewarta yang berkualitas.
-    Persekutuan Doa Pembaharuan Karismatik Katolik (PDPKK) St. Theresia Dari Kanak – kanak Yesus, yang telah memberikan kerja samanya melalui perlengkapan – perlengkapan yang digunakan dalam retreat pengutusan KEP X.
“Lihatlah ladang sudah menguning, telah siap dituai. Siapa yang jadi penuainya, yang mau bekerja bagiku?”
Vincentius Eric

Renungan


Semakin Cepat...
    Semakin Lambat...


Seorang bayi akan sangat mengenal suara ibunya sendiri karena sang ibu kerap kali mengajak buah hatinya berbicara meskipun bayi ini belum bisa berbicara. Bayi ini tidak mengerti apa yang dikatakan sang ibu, akan tetapi ia mengerti bahwa ungkapan hati sang ibu adalah ungkapan rasa sayang padanya. Setiap saat sang ibu mengajak buah hatinya berbicara bahkan menyanyikan lagu baginya. Ketika anak ini tumbuh, ia akan mengenali dengan sungguh suara ibunya.
Sama halnya pada saat kita mendengarkan sebuah lagu. Kita akan mengenali suara penyanyinya dari karakter suaranya. Baru bernyanyi satu kalimat saja, kita akan bisa langsung menebak penyanyinya. Hal ini bisa dimungkinkan bila sebelumnya kita sering mendengar suaranya.
Dari dua cerita diatas, kita bisa melihat proses sebuah pengenalan. Pengenalan akan sebuah suara terhadap seorang pribadi dimungkinkan mendalam bila ada sebuah frekuensi kontak. Kontinuitas. Kata ini bisa kita pakai untuk mewakilinya. Pengenalan akan menjadi semakin dekat dan akrab manakala ada sebuah kontinuitas kontak. Tidak cukup hanya sekali saja.
Dalam kehidupan iman kita kerap kita bertanya tentang rencana Allah. Saat kita mengalami sebuah kegagalan, kekecewaan, jatuh, putus asa, derita dan segala hal yang tak nyaman dengan diri kita, acap kali kita bertanya dimanakah Allah? Mengapa Allah mengizinkan pengalaman tersebut terjadi pada saya? Bila Allah sungguh Mahakuasa, mengapa ada derita? Di sini kita mulai mempertanyakan kasih Allah.
Rencana Tuhan sungguh tak terselami. Akan tetapi satu hal yang pasti bahwa rencana Tuhan selalu indah dan tepat pada waktunya. Inilah yang perlu kita pegang teguh dan kita yakini (imani). Tuhan menjanjikan sesuatu yang tak pernah ia ingkari. Bagaimana kita yakin akan hal itu?
Sama halnya seperti seorang ibu yang mengajak bicara buah hatinya, demikianlah Allah senantiasa berbicara kepada kita. Bagaikan bayi yang tak mengerti bahasa yang diucapkan ibunya, kadang kita pun seperti bayi itu. Tetapi Allah tak henti-hentinya berbicara kepada kita sampai suatu saat kita mengerti maksud pembicaraanNya. Persoalannya adalah kadang kita tak cukup sabar sampai pada pemahaman tersebut.
Allah berbicara lewat apapun. Ucapan Allah yang tertulis ada dalam Kitab Suci. Kesaksian para nabi, rasul dan penginjil merupakan ungkapan bahasa Allah. Dalam Kitab Suci tertuang secara jelas identitas Allah. Bagaimana sifat dan karakter Allah ditunjukkan dalam pengalaman para penulis Kitab Suci. Semakin sering kita membaca atau mendengarkannya serta merenungkannya, kita akan semakin mengenal dan mengerti siapa dan bagaimana Allah yang kita imani ini.
Bukan hanya dalam Kitab Suci. Allah berbicara kepada kita lewat apapun dan siapapun. Segala pengalaman yang terjadi dalam hidup kita merupakan cara Allah juga untuk berhubungan dengan manusia.
Secara jelas lewat pribadi Yesus Kristus, kita pun mengenal siapa dan bagaimana Allah. Yesus sebagai putera Allah, menunjukkan pada manusia ekspresi kasih Allah. Tindakan dan perkataan Yesus adalah tindakan dan perkataan Allah. Yesus adalah wujud Allah di dunia.
Lewat kitab suci, pengalaman dan terlebih dalam keteladanan Yesus Kristus, kita semakin diajak untuk mengerti, mengenal dan mendalami hati Allah. Pertanyaannya sekarang adalah sebarapa jauhkah kualitas dan kuantitas saya mendengarkan dan merenungkan suara Allah?
Dunia kita sekarang ini ditandai dengan budaya instant. Segala sesuatu berlangsung secara cepat. Trend yang terjadi saat ini hanya berlangsung dalam beberapa saat saja. Muncul hal-hal yang baru sementara yang lama saja kira belum memahaminya secara mendalam. Sadar atau pun tidak, kita pun digiring pada irama tersebut. Pada kesempatan seperti ini, budaya untuk merenung menjadi sesuatu yang sangat mahal. Kita belum sempat untuk mengendapkan. Tantangan inilah juga yang hendaknya kita sadari dan menimbangi percepatan dengan perlambatan.
Untuk bisa semakin mendalami dan mengenal hati Allah, kita perlu waktu untuk merenung dan mengendapkan. Inilah yang kita perlukan sebenarnya agar kita sampai pada kesadaran dan pemahaman akan hati Sang Bapa.
Pada akhirnya ketika dunia kita ditandai dengan segala sesuatu yang semakin cepat, semakin lambat kita bisa mengenal dan mendalami hati Bapa bila kita tak punya cukup waktu untuk “diam dan mendengarkan suara-Nya”.
SILENT and LISTEN. Two words with the same alphabet but both of them have a great meaning.

Frater David

Ruang Keluarga Muda 1


Keinginan Daging Membuat Terlilit Hutang
Kebiasaan hidup sederhana, jauh dari teknologi canggih, sering dijadikan cibiran anak-anak di rumah, karena bapaknya gaptek, terlebih hubungannya dengan UANG MASA DEPAN. Aku betul-betul angkat tangan, aku tidak mengerti sama sekali walaupun aku tahu itu adalah kartu kredit alias hutang, bayar belakangan. Hampir semua keluarga muda yang bercitarasa tinggi di poketnya banyak terselip kartu kredit. Gaya hidup mereka dengan kemudahan fasilitas, yang memacu orang menggunakan penghasilan bulan depan untuk berbelanja, bukankah tindakan ini membuat banyak orang terlilit hutang, bunga bank yang relatif tinggi membuat banyak orang bangkrut dan menjadi miskin.

Masyarakat di kota-kota besar di Indonesia pun mulai tertular atau sudah mengubah gaya hidupnya menjadikan uang masa depan sebagai symbol orang modern.
Ada tiga usulan yang dapat membantu kita keluar dari masalah lilitan hutang (Filipi 4:10-13) : 

Berhenti membuat hutang baru
Belajarlah mendisplinkan diri untuk melihat dan mencatat uang tunai yang anda miliki, bukan melihat pada usaha apa yang anda lakukan untuk mendapat pinjaman. Gunakan uang tunai yang ada untuk memenuhi kebutuhan dan cukupkanlah diri dengan uang yang ada pada anda.
Rencana masa depan
Perbedaan sikap si kaya dan si miskin terhadap cara mengelola keuangan. Mereka yang kaya menginvestasikan sebagian dari uang mereka dan memakai sisanya, sementara yang miskin berupaya menghabiskan uangnya dan menginvestasikan yang tersisa. Jika anda benar-benar ingin keluar dari lilitan hutang, rencanakan masa depan dengan mengelola keuangan secara benar.
Jangan mengharapkan mujizat instan, jadilah  penghasil uang yang baik.
Bekerjalah secara maksimal untuk menghasilkan uang yang anda butuhkan. Jangan mengharapkan hujan uang karena Tuhan hanya akan memberkati mereka yang bekerja keras dan cerdas.
Masalah keuangan menjadi penyebab orang kurang tidur atau tidak bisa tidur, menurunkan semangat kerja bahkan menjadi sumber keretakan orang berumah tangga. Untuk itu jadilah pengelola keuangan yang baik. Orang yang merdeka tidak mengikuti segala keinginan daging yang membuatnya terlilit hutang. (diar sanjaya)


Ruang Keluarga Muda 2


Ubahlah Dari Anda Lebih Dahulu, Maka Orang Lain Akan Berubah

Keluarga muda adalah keluarga yang penuh dengan cinta dan sukacita, tetapi jika mereka tidak berjaga-jaga dalam membinanya mereka akan mudah masuk dalam lubang godaan yang mempunyai 1001 masalah yang mudah sekali terbakar oleh api yang membara. Salah satunya mereka tidak mau mengalah walaupun dalam janji pernikahannya mereka berjanji akan saling menghargai. Tidak terpikirkan oleh mereka, mereka sering bertindak sebagai raja dan ratu yang tidak mau saling menghormati, mereka lebih banyak menurut, kita tidak suka sikap suami atau istri yang mengeluh dengan kebiasaan-kebiasaan yang aneh. Kita mencela tindakan anak kita, kita menjadi stress dengan perlakuan orang sekitar kita dan lain-lain. Semua kebiasaan ini mendorong kita untuk mengeluh dan menceritakannya kepada orang-orang dekat yang kita temui. Kita mulai menularkan sikap negatif yang akhirnya menyusahkan banyak orang lain. Padahal dengan sedikit merubah diri kita saja sudah mengatasi masalah yang ada.
Roma 15:7 berkata “Sebab itu terimalah satu akan yang lain sama seperti Kristus juga telah menerima kita untuk kemuliaan Allah.” Menerima satu dengan yang lain artinya kita tidak menuntut orang lain yang berubah. Kita lebih sering menganggap diri paling benar dan orang lain yang salah, sehingga kita berharap agar merekalah yang harus berubah. Padahal tidak selamanya penilaian kita benar, mungkin saja kita sendirilah yang mempunyai ketidakberesan. Kita perlu mengoreksi diri sendiri dengan jujur bahwa kita pun penuh dengan kelemahan dan masih perlu dibentuk dalam banyak hal. Keterbukaan untuk dikoreksi dan kesediaan untuk berubah akan menolong kita untuk semakin dewasa di dalam Tuhan. Biarlah kita meminta Tuhan agar Dia memberikan kemampuan untuk berubah, sekarang bukan waktunya melihat kelemahan orang lain, kini saatnya kita menata diri sendiri agar semakin sempurna dalam pandangan Tuhan. (diar sanjaya  Ms1011)

Sebaiknya Kita Tahu 1

Dua Macam Tradisi


Bagi orang katolik ada 2 macam tradisi, yaitu tradisi suci dan tradisi manusiawi. Allah mewahyukan tradisi suci yang tidak akan mengalami perubahan, misalnya dalam Tritunggal Kudus ada 3 pribadi tetapi hanya satu Allah. Sebaliknya tradisi-tradisi manusiawi dapat berubah, misalnya Misa Suci selama 400 tahun dipersembahkan dalam bahasa latin saja, tetapi sekarang dipersembahkan dalam bahasa-bahasa daerah.

Tradisi suci itu berarti kepercayaan yang dipegang teguh oleh umat Allah dari jaman dahulu kala. Bentuk tradisi suci ini bukan hanya tradisi manusiawi belaka, misalnya adat istiadat atau ajaran-ajaran atau paham-paham yang tidak dijamin kebenarannya. Yesus terkadang suka mengecam adat istiadat bangsa Yahudi. Misalnya: “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?” (Mat. 15:3). “Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.” (Mat. 15:6b). “Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusiawi.” (Mrk. 7:8). “Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal seperti itu yang kamu lakukan.” (Mrk. 7:13). Santo Paulus memperingatkan kepada umat di Kolose terhadap ajaran-ajaran yang tidak terjadi kebenarannya: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran yang turun temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.” (Kol. 2:8).

Alkitab menyatakan bahwa tradisi yang didukung wibawa ilahi merupakan bentuk kebenaran yang diwahyukan. Tradisi suci tidak menggantikan kitab suci, tetapi berfungsi mengabdi kitab suci. Konsili Vatikan II dalam konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi mengatakan: “Jadi tradisi suci dan kitab suci erat hubungannya satu sama lain dan saling berkomunikasi. Sebab keduanya, yang berasal dari sumber ilahi yang sama, bagaimanapun juga bergabung menjadi satu dan mengarah ke tujuan yang sama. Karena kitab suci adalah penuturan Allah sejauh dituangkan ke dalam tulisan ilham Roh Ilahi; sedangkan tradisi suci meneruskan secara utuh sabda Allah, yang dipercayakan Kristus dan Roh Kudus kepada para rasul dan para penggati mereka, agar dipelihara dengan setia, dijelaskan dan disebarluaskan di dalam pewartaan mereka sambil diterangi Roh Kebenaran. Maka Gereja menimba kepastiannya mengenai segala sesuatu yang diwahyukan tidak hanya dari kitab suci. Oleh karena itu kedua-duanya harus diterima dan dijunjung tinggi dengan perasaan saleh dan hormat yang sama. Alkitab mengajarkan kepada kita agar kita “tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini… (2 Tim. 3:14) dan berdirilah dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami baik secara lisan (tradisi suci) maupun secara tertulis” (2 Tes. 2:15). Referensi-referensi biblis yang lain yang mengacu pada tradisi suci meliputi 2 Tim. 1:13 :”Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar dari padaku sebagai contoh ajaran yang sehat dan lakukanlah itu dalam iman dan kasih dalam Kristus Yesus.” 1 Yoh. 2:24: “Dan kamu, apa yang telah kamu dengar dari mulanya itu harus tetap tinggal di dalam kamu.” 

(Stefan Surya T.)