Rabu, 27 Juli 2011

Iklan Sementara

Terima kasih untuk kunjungannya.
Kami ingin menyampaikan bahwa Paroki Sukasari telah membuat sebuah FORUM untuk umat Paroki Sukasari maupun Paroki Luar untuk bergabung dalam perbincangan-perbincangan seputar kegiatan gereja dan lain sebagainya.
Silakan masuk ke


Untuk mendaftar, silakan klik

Selasa, 05 Juli 2011

Cover Depan Juli 2011

Redaksi Menulis

Ketika badai menerjang hidupku, berlindung aku padaMu.  Ketika ombak menghempas jiwaku, bersandar aku ketanganMu. Engkaulah Tuhan penerang jalanku, Engkau cahaya jalanku. Engkau penghibur hatiku yang remuk, ketika jiwaku meredup. Hanya padaMu Tuhan harapan kupercayakan kepadaMu, ya Tuhan. Kumenyerahkan hidupku. Demikian lagu tentang iman yang berjudul Ketika Badai menerjang . Sangat indah dan mendalam maknanya dan sering kita dengar dan nyanyikan dalam misa di Gereja ,doa-doa  ibadat di rukun dan lingkungan.
Dari syair lagu tersebut kita diajarkan dan diajak agar dalam situasi sepahit apapun dalam menghadapi dan mengarungi hidup ini jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan diri sendiri atau bahkan mengandalkan kekuatan yang datang dari dunia kegelapan karena hanya akan mendatangkan kesia-siaan. Kita harus selalu mengandalkan campur tangan dan kekuatan yang berasal dari  Tuhan karena pasti ada jalan keluar yang indah karena Tuhan punya rencana terhadap hidup kita.Tangan Tuhan akan mengangkat kita dari keterpurukan dan membawa hidup kita pada kehidupan yang sejati. Sudahkah kita selalu  mengandalkan kekuatan Tuhan ? semoga !

Sajian Utama

TanganNya  Mengangkatku

Berbagai problem dalam hidup manusia sering datang silih berganti. Orang telah berusaha untuk menghindar, agar tidak timbul problem yang membuat beban penderitaan dan kesusahan semakin bertambah dalam hidup ini. Tetapi problem yang mengganggu itu datang menghampiri bagaikan tamu tak diundang yang mengusik ketenangan hidup orang.
Memang cukup banyak problem atau masalah hidup yang dapat diatasi, dapat diselesaikan dengan baik; tetapi masih banyak pula masalah yang dirasakan sangat berat dan sangat sulit untuk diselesaikan sehingga sampai berlarut-larut masih belum dapat jalan keluarnya, membuat orang menjadi khawatir, stress, putus asa. Hal ini dapat membuat iman orang menjadi goyah, merosot, di mana orang merasa Tuhan membiarkan mereka menderita, tidak mau menolong; pada hal mereka tidak mengintrospeksi diri sendiri mengapa hal itu dapat terjadi: Apa penyebabnya? Mengapa hal itu tidak dapat teratasi dan terselesaikan? Mengapa Tuhan membiarkannya dan tidak segera menolong? Di mana letak kesalahannya? Dan apa yang harus dilakukan? Serta masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan. Tetapi yang fatal adalah mereka mencari jalan keluar yang bertentangan dengan ajaran Gereja, di mana mereka ada yang berusaha menyelesaikannya dengan minta tolong pada ‘orang pintar’, peramal, dukun, ke gunung Kawi, dan sebagainya. Pada hal Tuhan kita adalah Mahakuasa: semua orang yang menderita pelbagai macam sakit-penyakit, yang kerasukan, yang lumpuh, yang kusta, yang timpang, yang menderita pendarahan, dan lain-lain semua disembuhkan, bahkan orang mati dibangkitkan.
Sedangkan pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah masalah biasa, tidak ada yang luar biasa, seperti dikatakan rasul Paulus: “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1 Kor 10:13).
Kemudian kita dapat melihat pengalaman Petrus ketika diselamatkan Tuhan Yesus saat dia menghadapi masalah yang timbul dalam perjalanannya menuju Yesus: Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" Lalu mereka naik ke perahu dan angin pun redalah. Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah.” (Mat 14:28-33).
Di sini dapat kita lihat apa pesan Yesus yang hendak disampaikan kepada kita. Begitu mengetahui bahwa yang dilihatnya adalah Yesus, Petrus langsung meminta supaya diperkenankan datang kepadaNya dengan berjalan di atas air. Intuisi iman Petrus ini luar biasa begitu pula dengan permohonannya, dan Yesus mengabulkan permohonan Petrus untuk datang kepada-Nya dengan berjalan di atas air. Bila Yesus sudah mengabulkan permohonan orang, maka kuasa Yesus dapat tampak dalam diri orang tersebut, seperti pengalaman Petrus, setelah dikabulkan permohonannya, dia mampu mengikuti jejak Yesus untuk datang kepada-Nya.
Hanya dalam perjalanan iman, orang sering menemui dan mengalami gangguan, cobaan, yang membuat orang ragu-ragu, takut, bimbang, sangsi, kurang percaya. Hal seperti ini semua harus diwaspadai karena dalam keadaan demikian itu kuasa khaos mempunyai peranan yang dapat menenggelamkan dan menghanyutkan orang semakin jauh dari Tuhan.
Bila demikian apa yang harus dilakukan agar tujuan perjalanan iman kita tetap terarah hanya pada Tuhan Yesus dan Dia berkenan menolong bila dalam perjalanan itu ada gangguan yang menghambat?
Yesus adalah Tuhan, saat Petrus merasa takut dan mulai tenggelam karena kurang imannya, Tuhan sendiri membantunya untuk kembali mengimani Dia. Jadi dalam mengikuti Yesus, orang harus beriman. Orang beriman benar, kalau ia yakin dan percaya bahwa hanya Kristus saja mampu menyelamatkan dia dari berbagai bahaya, cobaan, ancaman, penderitaan. Orang beriman teguh, maka ia dapat melakukan hal-hal yang lebih besar dan lebih hebat dari pada Petrus berjalan di atas air. Dan bila imannya lemah, maka ia harus berteriak/berdoa: “Tuhan, tolonglah aku!”, maka Tuhan akan segera datang mengulurkan tanganNya, memegang dan mengangkatnya untuk naik bersama-sama ke perahu. (Mat 14:30-32). Itulah teladan iman yang diberikan Petrus pada kita, agar dalam situasi apa pun yang menyulitkan dan membahayakan, kita harus selalu berdoa minta pertolongan Tuhan dan Dia akan mengulurkan tanganNya mengangkat kita untuk naik bersama-sama ke perahu, yang melambangkan Gereja-Nya. (Stefan Surya) 

Seputar Paroki 1

Kunjungan BIA Kota Wisata

Minggu, 15 Mei 2011, BIA St. Fransiskus Asisi kedatangan tamu dari BIA St. Imellda Kota Wisata Cibubur. Tepat pukul 08:00 mereka tiba di gereja St. Fransiskus Bogor, dengan mengendarai 6 bis kecil, yang terdiri dari 135 anak BIA + 30 pendamping mereka dengan riang turun dari bisa yang dibantu para pembina + satpam menuju lapangan SMP MY, dimana anak-anak BIA Sukasari sudah menantinya. Mereka saling berkenalan dan bertegur sapa. Pukul 08:30 acara dimulai dengan lagi pembukaan “Apa Kabar” serta doa pembukaan oleh kakak pembina BIA St. Imellda.
Kami bergabung dan membuat lingkaran besar dengan bernyanyi dan bermain bersama, pukul 09:00 anak-anak diajak masuk ke dalam aula MY untuk mendengarkan Firman Tuhan, Kak Dita dari BIA Sukasari membawakan cerita tentang Santo Fransiskus Asisi yang merupakan Santo pelindung dari Paroki Sukasari.
Anak-anak duduk dengan rapih dan tertib, mereka begitu menyimak cerita yang dibawakan Kak Dita. Setelah selesai bercerita, Kak Evi juga tidak mau ketinggalan dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada anak seputar cerita St. Fransiskus, yang bisa menjawab pertanyaan, Kak Evi menyediakan hadiah berupa buku cerita, pertanyaan terakhir dia Kak Evi “Siapa Romo Paroki St. Imellda?” anak-anak dengan lantang menjawab “Romo Ridwan” yang memang beliau ikut hadir berkunjung ke BIA Sukasari, anak-anak senang dan bertepuk tangan menyambut kedatangan romo Ridwan, mantan Romo Sukasari itu.
Pukul 09:40 anak-anak berbaris ke lapangan MY untuk menyanyi dan doa penutup. Sebelum pulang anak-anak menyanyikan lagi Sayonara kemudian kami memberikan cindera mata berupa souvenir untuk anak-anak BIA St. Imellda dan mereka juga memberikan souvenir untuk para pendamping BIA Sukasari dan Romo Paroki serta snack untuk anak BIA. Sungguh suatu hari yang menyenangkan bagi anak-anak BIA dapat bertemu dan berkumpul bersama teman-teman BIA dari Paroki St. Imellda. Semoga kita bertemu lagi di lain kesempatan. (M. Ch. D.)

Seputar Paroki 2

Wilayah St. Michael Menutup Bulan Maria 2011
Oleh: J.D. Lehera

                Menurut ajaran Gereja Katolik bulan Mei adalah Bulan Maria. Secara tradisi umat katolik dalam bulan Mei mengadakan ziarah dan devosi dan dalam Rukun atau Lingkungan mengadakan renungan berdasar bahan dari Paroki dan ada Rukun menyusun sendiri dijalankan setiap hari atau seminggu sekali dan biasanya ditutup pada tanggal 31 Mei.
                Bahan renungan Bulan Maria 2011 bertemakan “ Liturgi dan Kesehatan”, yang diterbitkan oleh KWI Jakarta. Sayang bahannya bagus tapi tidak adanya pembekalan bagi para Pemandu. Melihat tema tentunya harus seorang pembicara yang paham mengenai Liturgi dan Kesehatan. Maksudnya agar para pemandu saat membentangkan teks kitab suci kedalam konteks keseharian tidak meraba-raba. Maklum seorang Pemandu itu memiliki latar belakang serta status sosial dan profesi berbeda. Niat selamanya indah namun dalam praktek tidak selalu mulus akibatnya pasti Pemandu seperti guru dikelas dan bergaya kotbah.
                Sebagai catatan Bulan Maria 2007 tema “Ekonomi Keluarga”. Bahan dari KWI Jakarta. Para pemandu protes bahwa Maria dalam kitab suci tidak mengajarkan ekonomi keluarga tapi Maria menampilkan seorang perempuan yang patuh dan menyerahkan diri serta setia melaksanakan kehendak Allah (bdk Luk 1:26-38. Mat 2:13-15.19-23). Kata akhir dihadapan Romo Endro sebagai pembicara semua pemandu menolak agar bahan itu tidak boleh dipakai.
                Ditengah perguncingan bahan Bulan Maria Wilayah St. Mikhael pada tanggal 25 Mei 2011 menutup kegiatan tingkat wilayah Bulan Maria 2011. Wilayah St. Mikhael masih balita karena lahir 24-8-2008 tetapi pengurus berhasil mengumpulkan umat sekitar 70 umat sesuatu yang patut dihargai. Setiap Rukun sudah menutup kegiatan Bulan Maria 2011 namun penutupan tingkat wilayah ini mau mendidik umat di dalam kebersamaan yang harus dipelihara secara utuh dan benar karena dalam pertemuan ini tampil wajah-wajah baru.
                Pemandu yang melayani adalah Bp. Willy B. Haryanto dalam membentangkan materi pendalaman pertemuan keempat yakni liturgi yang menyembuhkan mengatakan bahwa janganlah umat berprasangka bahwa dengan pengurapan sakramen orang sakit pasien sepertinya diajak segera meninggal. Allah maha pengampun betapa besarnya dosa yang dilakukan. Bahwa setiap hari hidupnya berlumuran dosa berat sekalipun dengan pengurapan sakramen orang sakit semua dosa-dosanya diampuni Allah saat itu juga (bdk Yak 5:14-15)
                Dalam pendalaman materi para umat respon luar biasa tanpa adanya ruang sunyi senyap yang sering terjadi. Ini menandakan umat mulai menyadari betapa pentingnya membaca kitab suci serta setia mendengar urai teks kitab suci yang dibentangkan kedalam konteks keseharian oleh pemandu setempat.
                Berdasar pembekalan Prodiakon bahwa pengurapan sakramen orang sakit diberikan juga kepada umat yang akan menjalani operasi besar di rumah sakit termasuk tentara yang akan pergi bertempur atau mereka yang karena pekerjaannya selalu berhubungan dengan nyawa yang setiap waktu meninggal.
                Yang terlupakan baik umat maupun pengurus wilayah yaitu gerakan spontanitas atau kolekte dadakan untuk membantu umat yang sakit terutama umat yang sedang dirawat di rumah sakit. Tindakan cepat dan sasaran tepat tanpa teori indah yang selamanya selalu gagal. Beberapa tempat dalam Paroki mulai digalakkan gerakan spontanitas karena umat berpengalaman dalam hidup bertetengga maupun dalam hidup bermasyarakat RT/RW setempat.
                Ada beberapa keinginan maupun kerinduan umat dalam pertemuan penutupan Bulan Maria 2011 tingkat wilayah yaitu :
1.Pertemuan ini merupakan ajang kampanye bahwa kedepannya pasti wilayah St. Mikhael terlepas dari wilayah Cipaku dalam tugas saat misa baik TTK maupun Koor.
2.Ajakan disiplin dan kepatuhan para pengurus harus berjiwa gembala.
3.Keteladanan para pengurus yang mulai susut agar diangkat kembali.
4.Komunikasi dari umat ke pengurus atau sebaliknya harus tetap dijaga agar pelayanan tidak terganggu dalam Rukun setempat.
Harapan kedepan agar terus berpacu dalam melodi beriramakan ”dalam Kristus kita bersaudara”. Pupuklah persaudaraan agar visi dan misi wilayah St. Mikhael meskipun balita pasti muncul kepermukaan meskipun masih tertatih jalannya.

Ruang Kitab Suci

MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2011 : Mendengarkan Tuhan Bercerita

Bagaimana Aku Dapat Menjadi Sesama?

Oleh : Peter Suriadi

Pada hari Minggu pagi, 5 Agustus 1962, Marilyn Monroe, seorang bintang film Hollywood yang cantik dan ternama, ditemukan tewas di kamarnya. Pemeriksaan jenazah menyimpulkan bahwa ia tewas bunuh diri. Ketika diketemukan pembantunya, di sisi tempat tidurnya terserak obat-obat dan gagang telepon masih tergantung dalam keadaan tak tergapai. Rupanya, pada saat terakhirnya, Marilyn Monroe masih berusaha berkomunikasi dengan seseorang. Tetapi di balik glamour dan kesuksesannya, ia adalah orang yang merana hatinya. Dia tidak pernah mendapatkan cinta kasih dari siapapun. Masa kecilnya kurang bahagia. Ayahnya seorang tukang roti, yang cukup sering mengabaikan keluarga. Ibunya sering masuk rumah sakit jiwa. Dia sendiri pernah diperkosa pada usia 8 tahun oleh sesama penghuni panti asuhan. Setelah besar, dia dijadikan obyek; hanya segelintir orang yang memahaminya .... sampai dia ditemukan meninggal di atas tempat tidurnya. Telepon yang tergantung pada saat terakhirnya mungkin menggambarkan rasa frustasi Marilyn Monroe. Ia merupakan lambang bagi sekian banyak orang yang ingin didengarkan tetapi tidak pernah mendapatkannya sehingga menimbulkan keputusasaan, sakit, bahkan mati.
Patung lilinnya di Museum Madame Thussand, London, memang tampak istimewa – ruang kacanya diberi kipas angin sehingga rok putihnya berkibar-kibar, namun di balik itu ada hal yang tidak boleh dilupakan : Marilyn Monroe adalah lambang dari manusia yang tidak berhasil menemukan seorang pun ”orang Samaria yang baik hati” di saat-saat dia sangat membutuhkannya. Dia mati karena tidak seorang pun mau mendengarkan isi hatinya. Padahal, hadir dan terjangkau oleh orang lain adalah tanda perhatian dan cinta Anda kepada sesama. Sebagai bahan refleksi, saya ajak Anda untuk merenungkan perumpamaan Orang Samaria Yang Baik Hati berikut ini.

Teks (Luk 10:25-37)
25Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" 26Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" 27Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." 28Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." 29Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" 30jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. 31Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. 32Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. 33Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 34Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. 35Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. 36Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" 37Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

Konteks
Dalam Luk 10:1-17:10, tekanan ada pada pengajaran Yesus untuk mereka yang mau mengikuti-Nya, yang dimulai dengan perutusan 70 murid. Mereka melambangkan Gereja, yang akan meneruskan karya Yesus sesudah kenaikan-Nya. Maka bagian ini boleh dibilang merupakan pendidikan dan persiapan para murid, dengan fokus utama Yesus dan Gereja secara bergantian. Dan Luk 10:1-11:13 secara khusus memberi prinsip pokok yang harus dilakukan oleh para murid Yesus, yaitu pelayanan dan doa. Prinsip pelayanan dan doa ditunjuk dalam kisah Maria dan Marta, 10:38-42. Prinsip pelayanan dikembangkan secara khusus dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati (10:25-37) dan prinsip doa dikembangkan dalam pengajaran tentang doa (11:1-13).
Perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, yang hanya terdapat dalam Injil Lukas, lebih mudah dipahami jika disoroti dari kisah kunjungan Yesus kepada Maria dan Marta (10:38-42). Maria dan Marta dijadikan lambang untuk sikap dasar murid Yesus. Maria, ”yang duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya” melambangkan sikap doa, sedangkan Marta, yang ”khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara” melambangkan sikap pelayanan. Yesus tidak bermaksud memperlawankan Maria dan Marta, sikap doa dan pelayanan. Malahan sikap doa dan pelayanan harus saling melengkapi. Yesus menegur Marta karena pelayanannya seolah-olah mau melewati perhatian untuk Tuhan, padahal hanya satu saja yang perlu, yakni iman. Tanpa iman segala pelayanan tidak ada artinya. Namun, iman tanpa perbuatan juga tidak ada artinya. Prinsip pelayanan bukan hanya teori, tetapi praksis hidup.

Susunan Teks
Teks dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1.         Dialog awal antara Yesus dengan ahli Taurat sebagai alasan dikisahkannya perumpamaan (ayat 25-29).
2.        Pengisahan perumpamaan oleh Yesus (ayat 30-35).
3.        Dialog akhir memberi kesimpulan praktis dari pesan perumpamaan (ayat 36-37).

Keterangan Teks
·         ayat 25
Tidak ada petunjuk di mana tempat dan waktu ketika seorang ahli Taurat mencobai Yesus. Kalau melihat konteks, perjumpaan tersebut terjadi di sebuah sinagoga pada awal perjalanan Yesus ke Yerusalem. Ahli Taurat (Yunani : nomiskos = ahli hukum/pengacara) mulai berperanan sesudah masa pembuangan Babel dan semakin berpengaruh sesudah perang kemerdekaan oleh keluarga Makabe (166-161 SM). Tugas ahli Taurat adalah menelaah Kitab Suci, khususnya Taurat Musa, dan mengajarkannya pada orang Yahudi. Seseorang baru dapat dilantik menjadi ahli Taurat ketika berumur 40 tahun, sesudah melalui proses belajar yang cukup lama. Pada zaman Yesus, kebanyakan ahli Taurat termasuk partai Farisi.
Perumpamaan diawali dengan sebuah dialog antara seorang ahli Taurat dengan Yesus. Seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus tentang apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal. Pertanyaan yang sama pernah diajukan oleh seorang pemimpin Yahudi kepada Yesus (Luk 18:18). Pertanyaan ini aneh karena dilontarkan oleh seorang ahli dalam hukum Taurat. Bukankah hukum Taurat sudah menjelaskan hal itu? Ternyata ahli Taurat tersebut ingin mencobai Yesus. Yesus disapanya sebagai dengan sebutan “guru”. Jika Yesus tidak dapat menjawab dengan baik, maka Dia bukanlah seorang guru sejati. Apakah ahli Taurat ini ingin mengajak Yesus beradu argumen? Mungkin pula dia sedang mencari-cari kesalahan atau sekedar menguji pengetahuan Yesus tentang hukum Taurat. Yang menarik, kata kunci yang dipertanyakan adalah masalah ”berbuat”, (muncul dalam 3 ayat : 25, 28 dan 37) sehingga memperoleh ”hidup kekal” (= hidup di zaman yang akan datang, zaman akhir).

·         ayat 26
Tanggapan Yesus cukup mengejutkan baginya. Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan tetapi balik bertanya kepada ahli Taurat itu tentang perintah dasariah dari hukum Taurat untuk memperoleh hidup kekal. Yesus malahan mengingatkannya bahwa jawabannya ada dalam Hukum Taurat. Dan sekarang malahan si ahli Taurat yang harus menentukan dan menyatakan sikapnya, bukan Yesus.

·         ayat 27
Tentu saja ahli Taurat itu dapat menjawabnya dengan mudah, katanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Ahli Taurat itu dapat menjawab sendiri pertanyaannya dan jawabannya benar. Memang mengasihi Tuhan Allah dan mengasihi sesama merupakan dasar utama dari hukum Taurat, bahkan menjadi inti sari ajaran agama Yahudi. Kedua perintah tersebut merupakan gabungan dari Ul 6:5 (“Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”) dan Im 19:18 (“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”).
Mencintai Tuhan dengan segenap hati berarti mencintai Tuhan dengan seluruh diri, sebab ”hati” adalah pusat diri manusia. Mencintai Tuhan dengan segenap jiwa berarti mencintai Tuhan sepanjang hidup, sebab ”jiwa” adalah prinsip kehidupan. Tanpa jiwa (roh, ruah), tidak ada makhluk hidup. Mencintai Tuhan dengan segenap kekuatan berarti mencintai Tuhan dengan segala kekayaan yang dimiliki, sebab ”kekuatan” berhubungan dengan harta milik; orang yang banyak harta adalah orang ”kuat”. Mencintai Tuhan dengan segenap akal budi berarti mencintai Tuhan dengan seluruh kemanusiaan, sebab ”akal budi” adalah pusat pikiran manusia, yang membedakannya dengan hewan. Jadi, perintah utama mewajibkan orang untuk mencintai Tuhan dengan seluruh dirinya, sepanjang hidupnya, dengan segala kekayaan dan seluruh keberadaannya sebagai manusia.

·         ayat 28
Ahli Taurat dapat menyebut dengan benar syarat untuk memperoleh hidup kekal, mengapa masih bertanya pula? Bukankah ahli Taurat itu tinggal melaksanakan apa yang sudah diketahuinya? Oleh karena itu Yesus berkata kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." Yesus dengan lihainya berhasil memaksa dia untuk menjawab sendiri pertanyaannya. Niatnya untuk mencobai Yesus ketahuan karena terbukti dia sudah tahu jawaban dari pertanyaannya. Dan secara tidak langsung ahli Taurat membenarkan bahwa kedua hukum kasih itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pengetahuan si ahli Taurat sudah tepat sekali, tinggal pelaksanaannya. Jika pelaksanaannya dapat diwujudkan, ia pasti akan memperoleh hidup kekal juga.

·         ayat 29
Ahli Taurat itu kemudian berupaya membenarkan dirinya. Ungkapan “membenarkan diri” bisa berarti mau menutupi rasa malunya. Untuk “membenarkan dirinya”, dia kemudian menanyakan definisi kata “sesama”: “Siapakah sesamaku manusia?”. Kali ini dia yakin bahwa Yesus akan kesulitan menjawabnya. Definisi “sesama” cukup rumit di kalangan bangsa Yahudi pada waktu itu. Kata “sesama” di dalam teks ini menerjemahkan kata Yunani pl sios yang berarti “orang dekat”. Yang biasanya dianggap sesama oleh orang Yahudi pada waktu itu adalah mereka yang sebangsa atau sesuku. Meskipun begitu, kaum Farisi dan komunitas Eseni mempersempit definisi sesama hanya pada kelompok mereka sendiri. Bagi kaum Farisi, orang di luar kelompoknya dianggap sebagai “anak negeri” (‘am ha-ares) atau orang kebanyakan. Demikian pula kaum Eseni yang hidup dalam komunitas di pinggir Laut Mati, menganggap mereka yang ada di luar komunitasnya sebagai “anak-anak kegelapan”. Orang Yahudi pada umumnya tidak menganggap orang-orang Samaria dan bangsa asing sebagai sesama. Di kalangan masyarakat Yahudi sendiri ada orang-orang yang tidak dianggap sesama, antara lain: para pemungut cukai, kaum pendosa, orang yang sakit kusta. Definisi sesama ini menjadi semakin rumit karena ditentukan pula menurut ukuran kawan dan lawan. Semua yang dianggap lawan, meskipun itu rekan sebangsanya, tidak dianggap sebagai sesama. Cara pandang yang rumit dan tidak konsisten inilah yang melatarbelakangi persoalan tentang “sesama”.
Bagi Yesus sendiri, semua manusia adalah sesama. Meskipun begitu, pendapat tersebut dapat menimbulkan persoalan jika diajarkan begitu saja. Misalnya ada pertanyaan, apakah bangsa Romawi yang penjajah itu dapat disebut sebagai sesama orang Yahudi atau tidak? Jawaban “ya” atau “tidak” sama-sama membawa resiko. Jika dijawab “ya”, pasti akan dianggap antek penjajah, jika dijawab “tidak” bisa dituduh anti Roma. Bisa jadi muncul ketegangan yang tiba-tiba ketika ahli Taurat tersebut menanyakan “siapakah sesamaku manusia?”. Ahli Taurat dan para pendengar Yesus tentunya ingin mendengar apa jawaban-Nya.

·         ayat 30
Untuk menanggapi pertanyaan ahli Taurat yang kedua, Yesus mengisahkan sebuah perumpamaan. Pada suatu hari ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho. Tidak dijelaskan siapakah orang itu. Jalan dari Yerusalem ke Yerikho menurun sekitar 1000 meter, panjangnya sekitar 27-29 km, melewati padang gurun dan bukit-bukit karang. Yerusalem adalah kota di pegunungan Yudea, terletak 760 m di atas permukaan laut. Disebut kota suci karena di sana terdapat Bait Allah dengan Tabut Perjanjian di dalamnya. Akan tetapi pada tahun 70, Yerusalem dan Bait Allah dihancurkan oleh tentara Romawi. Yerikho adalah kota di lembah selatan Sungai Yordan, sebelah utara Laut Mati, terletak 234 m di atas permukaan laut. Menurut 2Sam 10:5, para utusan Daud mencari perlindungan di Yerikho dan kota ini juga menjadi tempat kegiatan Nabi Elia dan Nabi Elisa pada abad 9 SM. Kemudian baru dibangun kembali oleh Herodes.
Jalan yang sepi itu membahayakan karena ada banyak penyamun yang mencari mangsa. Bukan hal baru ketika ada orang disamun di jalan yang berbahaya itu. Penyamun rupanya merampok orang itu habis-habisan, menyiksanya dan meninggalkannya setengah mati. Jika tidak ada yang menolongnya, ada kemungkinan orang itu akan benar-benar menemui ajalnya.

·         ayat 31
Dalam Perjanjian Lama, terbentuknya kelompok imam mengalami perkembangan. Mula-mula setiap kepala keluarga dan kepala suku adalah imam. Kemudian para raja berperanan juga sebagai imam. Ketika kenisah mulai berperanan di Yerusalem, imam menjadi suatu jabatan resmi-aktual. Para imam bertugas mengurus ibadat, pelayanan kurban, admistrasi barang-barang kenisah dan pengawasan atas kenisah. Giliran tugas mereka dibagi dalam 24 kelompok jaga (lihat 1Taw 24; bdk Luk 1:8-9). Yesus sendiri mengakui peranan dan tugas para imam (Luk 10:31-32; 17:14; bdk Mrk 1:44). Menurut tradisi para rabi Yahudi, Yerikho didiami hampir setengah jumlah dari 24 kelompok imam tersebut.
Kebetulan lewat seorang imam di jalan itu. Dia melihat orang yang tergeletak di pinggir jalan itu tetapi tidak menolongnya. Dia justru melewatinya dari seberang jalan, berarti berupaya untuk menghindarinya sejauh mungkin. Imam yang lewat  itu kemungkinan besar baru saja selesai bertugas di Bait Suci dan hendak pulang ke Yerikho. Ada beberapa alasan logis yang membuatnya menghindari orang yang disamun itu. Pertama, ia takut menjadi najis dan untuk menjadi tahir lagi dia harus menjalani upacara khusus selama 1 minggu (Bil 19:16: “Setiap orang yang di padang, yang kena kepada seorang yang mati terbunuh oleh pedang, atau kepada mayat, atau kepada tulang-tulang seorang manusia, atau kepada kubur, orang itu najis tujuh hari lamanya.”) dan tidak boleh mengikuti kegiatan keagamaan bersama umat lain. Kedua, ia takut disamun juga oleh pernyamun yang diduga masih bersembunyi. Ketiga, ia tidak tahu apakah orang yang disamun itu saleh atau tidak karena orang Yahudi saleh tidak boleh menolong para pendosa (Sir 12:1-7).

·         ayat 32
Orang Lewi adalah penolong para imam di Bait Allah. Menurut tradisi, suku Lewi adalah keturunan Lewi, anak Yakub dengan Lea (Kej 29:34;35:22-26). Pada saat pemusatan ibadah di Yerusalem, para petugas imamat di luar Yerusalem menjadi pelayan ibadah rendahan. Turunan Harun menjadi imam dan kaum Lewi menjadi pelayan para imam (Bil 3:5-9), dengan tugas menyiapkan kurban, bermain musik dan memungut kolekte (Ibr 7:5.9).
Hal yang sama dilakukan oleh seorang Lewi yang sedang turun dari Yerusalem dan melewati jalan itu. Diapun melihat orang yang disamun tersebut, tetapi melewatinya dari seberang jalan. Alasan yang sama pada imam berlaku terhadap orang Lewi.
Sikap serta tindakan imam dan orang Lewi menggambarkan orang-orang yang terhambat untuk menolong sesama karena alasan tugas dan status mereka. Sebenarnya kejadian tersebut dapat disebut suatu ironi, karena mereka adalah tokoh-tokoh agama yang seharusnya bisa memberi contoh dalam berbuat kebajikan. Jika ada kemauan dan masih mempunyai kepekaan hati, sebenarnya imam dan orang Lewi itu bisa saja menolongnya. Seandainya orang yang disamun itu sudah menjadi mayat dan menyebabkan keduanya ternajiskan, toh mereka masih bisa melakukan pentahiran diri dari kenajisan seperti yang diatur dalam kitab Bil 19:11-19. Mungkin konsekuensinya mereka harus merepotkan diri dengan upacara pentahiran yang memakan waktu tujuh hari. Apa artinya menjadi najis selama tujuh hari demi suatu keutamaan belas kasih? Rupanya mereka memilih membungkam suara hati mereka sendiri daripada merepotkan diri.

·         ayat 33-35
Pilihan sikap dari imam dan orang Lewi dilawankan secara ekstrim dengan sikap dan tindakan seorang Samaria yang lewat di jalan itu. Yesus mengambil tokoh penolongnya adalah orang Samaria, kelompok yang dipandang hina bahkan dianggap kaum kafir oleh Yahudi. Mereka dipandang hina bukan karena jahat tetapi karena keturunan bangsa campuran Israel - Asyur. Oleh karena sudah tidak murni berdarah keturunan Abraham, mereka digolongkan sebagai bangsa kafir. Jelas bahwa orang Samaria tidak dianggap sesama oleh orang Yahudi. Namun justru orang yang dianggap rendah itu mempunyai hati untuk menolong orang yang disamun.
Tindakan orang Samaria dalam menolong korban digambarkan secara rinci di dalam perumpamaan ini. Ketika sampai di tempat itu, dia melihat orang yang disamun telah tergeletak setengah mati di pinggir jalan. Hatinya tergerak oleh belas kasihan, dia kemudian mendekatinya, membalut luka-lukanya, menyiraminya dengan minyak dan anggur, menaikkan orang itu ke atas keledainya, membawanya ke tempat penginapan, dan merawatnya. Luar biasa tindakan belas kasihnya. Dia memberi pertolongan pertama dengan memberi minyak dan anggur, yang pada zaman sekarang serupa dengan salep dan antiseptik (penangkal infeksi). Karena si korban tidak dapat bangun dan berjalan, orang Samaria itu menaikkannya ke atas keledainya sendiri. Itu berarti dia harus rela berjalan kaki sambil menuntun keledainya menuju ke penginapan. Sesampainya di penginapan, orang Samaria itu masih menunjukkan kebaikan hatinya dengan merawat si sakit. Akan tetapi dia rupanya ingat bahwa harus segera pergi untuk urusan tertentu. Karena ketulusan hatinya yang luar biasa, orang Samaria itu menyerahkan perawatan si sakit kepada pemilik rumah penginapan. Dia rela mengeluarkan uang pribadinya untuk pengganti biayanya. Uang dua dinar yang diserahkan kepada pemilik penginapan itu senilai dengan upah pekerja selama dua hari. Jika masih ada kekurangan, orang Samaria itu akan menggantinya setelah urusan bisnisnya selesai. Rasanya lengkap sudah gambaran kebaikan orang Samaria itu. Dia melakukan pertolongan yang tulus dari awal sampai akhir, bukan demi tujuan pribadi tetapi karena belas kasihan. Orang Samaria itu bukan hanya rela meluangkan waktunya dan tenaganya, tetapi dia juga rela mengeluarkan hartanya.

·         ayat 36-37
Setelah selesai memberi perumpamaan, Yesus mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak terduga: “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?". Dia tidak menarik suatu kesimpulan apapun tetapi membiarkan ahli Taurat itu membuat kesimpulannya sendiri. Tentu saja yang pantas disebut sesama adalah orang Samaria. Namun dia tidak berani menyebutnya terus terang, hanya mengatakan bahwa sesama dari orang yang disamun itu adalah: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya."Skak mat! Jawaban itulah yang ditunggu oleh Yesus. Yang lebih penting bukan menanyakan “Siapakah sesamaku manusia?” tetapi “Bagaimana aku dapat menjadi sesama bagi yang lain”, seperti orang Samaria itu. Orang Samaria itu dipakai sebagai tokoh teladan dari orang yang mampu bertindak sebagai sesama bagi orang lain.

Amanat
Di zaman sekarang masyarakat mudah dikotak-kotakkan berdasarkan etnis, agama, kedudukan, status, kekayaan, pendidikan dan sebagainya. Situasi terkotak-kotak tersebut kerapkali membuat orang cenderung bertanya siapakah lawan siapakah kawan. Jadi pertanyaan, ”Siapakah sesamaku?” sangat relevan untuk dipikirkan dan direnungkan.
Setiap manusia adalah produk suatu budaya, sedangkan budaya apapun di dunia selalu mempunyai dua perangkat hukum : yang satu berlaku bagi ”orang dalam”, dan yang lain berlaku bagi ”orang luar”.  Akibat adanya perangkat hukum ganda itu, sepanjang masa manusia diperlakukan dengan cara berbeda. Maka akan selalu ada sesama nomor 1 dan sesama nomor 2 atau malahan sesama nomor 3 dan seterusnya. Namun pola manusiawi ini ternyata berlawanan dengan pola ilahi. Terang dan panasnya matahari tersedia bagi semua orang secara merata. Selain pembedaan ”orang dalam” dan ”orang luar”, manusia memiliki pola pembedaan lain : ”orang baik” dan ”orang jahat”. Orang baik disayang dan orang jahat dihindari atau malah dibenci. Yang jelas keputusan tentang baik dan jahatnya orang tertentu dibuat oleh diri manusia sendiri. Salahnya adalah pada pola yang dianut : pola hakim yang selalu siap menilai orang. Jika manusia memakai pola menilai maka ia pasti akan mengambil jarak. Padahal Yesus selalu menghampiri, memperpendek jarak sehingga Ia selalu berusaha menjadi sesama bagi manusia lain sepanjang waktu. Yesus tidak mempunyai daftar berkolom dua : sesama – bukan sesama.
Yesus menginginkan murid-Nya untuk memiliki hati penuh dengan kasih terhadap siapapun (terutama yang memerlukan). Yesus menginginkan murid-Nya untuk mau peduli dan ambil bagian dalam meringankan beban orang lain yang sedang kesusahan. Yesus mau menunjukkan bahwa “sesama” tidak terbatas hanya pada orang-orang seiman, sebangsa atau yang dekat saja. Seorang pastor yang hanya mau membagikan nomor HP-nya kepada orang-orang kaya (yang prospek) tetapi justru menyembunyikan nomor HP-nya dari umat yang miskin karena takut diganggu dan dimintai bantuan, seharusnya banyak belajar bersikap seperti orang Samaria yang baik hati ini. Seorang umat yang aktif dan banyak menyumbang buat gereja, tapi pelit terhadap pembantu dan supir seharusnya banyak belajar bersikap seperti orang Samaria yang baik hati ini. Pengikut Yesus yang hanya mau memiliki anak asuh yang beragama Kristen saja seharusnya banyak belajar bersikap seperti orang Samaria yang baik hati ini. Pengikut Yesus harus mau keluar dari zona nyamannya dalam membantu orang lain. Memang kurang nyaman membantu orang yang pernah menyakiti.... Memang kurang nyaman membantu orang yang agamanya berbeda.... Memang kurang nyaman membantu orang dari bangsa yang bermusuhan.... Memang kurang nyaman membantu orang sakit yang bisa menular....Tapi Yesus berpesan,”Pergilah, dan perbuatlah demikian!”.
Lebih lanjut, Yesus mengajak Anda untuk keluar dari pertanyaan “siapakah sesamaku manusia ?” dan beralih ke pertanyaan “bagaimana aku dapat menjadi sesama ?”. Memang upaya menjadi sesama bagi semua orang rupanya tidak selalu mudah. Jika meneladan orang Samaria itu berarti Anda perlu menolong semua yang membutuhkan pertolongan tanpa pandang bulu dan tanpa pamrih. Kesediaan menolong sesama biasanya disertai juga dengan kesediaan untuk mengorbankan perhatian, waktu, tenaga, harta.

Catatan Kecil 1

PAKAILAH HIDUPKU APA YANG KAU MAU

Betul apa yang dikatakan orang, belajarlah melayani dari hal-hal yang kecil maka kita akan menjadi kuat bila nanti kita menghadapi tantangan yang lebih besar. Hampir tiga dekade aku belajar mendampingi anak-anak, remaja, orang dewasa, sampai orang tua usia lanjut. Suka, duka dan kegembiraan aku ikuti dengan sukacita. So pasti aku juga harus belajar memikul salib dengan ucapan syukur yang terus menerus. Pekerjaan besar tidak mungkin dilakukan sendiri, kita harus berbagi dengan saudara-saudara muda yang mau ambil bagian. Kaderisasi pun bagian dari kepemimpinan yang berkelanjutan dalam karya-karya pastoral di lingkungan umat kristiani. Kita harus menjadi contoh yang baik dan benar bagi penerus pemimpin. Doa orang benar akan berbuah berkat, berberapa tahun ini banyak orang muda, keluarga-keluarga muda bermunculan. Mereka terpanggil untuk ikut ambil bagian dari karya pastoral yang ada di lingkungannya. Berbagai karya di paroki menjadi kehidupan pelayanannya.
Sebagai orang percaya kita adalah pelayan-pelayan yang dipercayakan talenta berupa potensi dan kemampuan yang berbeda-beda. Seperti anggota tubuh yang diciptakan dengan satu tujuan. Kita diciptakan dengan satu tujuan yaitu memenuhi maksud Tuhan di bumi ini. Mungkin kemampuan atau talenta yang kita miliki tidak seunggul orang lain tetapi jangan berkecil hati lalu memilih untuk tidak melakukan apa-apa. Ingatlah apa yang terjadi pada hamba yang dipercayakan talenta dan hanya memendam talenta itu di dalam tanah.
Paulus menceritakan mengenai umat Makadonia yang telah menjadi teladan di dalam pelayanan mereka. Mereka bukanlah orang-orang kaya, mereka adalah jemaat yang miskin namun kaya dalam kemurahan. Meskipun miskin mereka berusaha untuk bisa mengambil bagian di dalam pelayanan dengan memberi sesuatu di luar kemampuan mereka.
Membandingkan jemaat di Makadonia dengan jaman kita sekarang mungkin tidak sama, tetapi apapun profesi kita saat ini, berusahalah untuk menemukan apa yang dapat kita lakukan untuk melayani Tuhan dan mengembangkan pekerjaannya. Kita tidak harus meninggalkan pekerjaan kita dan menjadi pelayan Tuhan yang melayani sepenuh waktu karena kita bisa melayani Dia melalui keahlian dan talenta yang kita miliki saat ini. (diar sanjaya – MS 509)

Catatan Kecil 2

Pergilah Dalam Damai

RIP adalah tulisan yang bisa kita temukan di batu nisan terutama batu nisan orang kristen. RIP singkatan dari “Rest In Peace”, yang artinya beristirahat dalam damai. Terkadang dalam pelepasan jenasah, seseorang mengucapkan istilah : pergilah dalam damai. Oleh sebab itu saat ini orang memahami bahwa istilah “istirahat dalam damai” atau “pergilah dalam damai” juga layak dikenakan kepada orang yang masih hidup. Yesus mengucapkan ini untuk perempuan yang sudah disembuhkan dari sakit pendarahan yang sudah dia derita selama dua belas tahun.
Konsep damai bagi orang yahudi tidak hanya menyangkut masalah jiwa, tetapi juga menyangkut masalah fisik. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa Yesus tidak sedang berbasa-basi ketika Dia mengucapkan istilah “pergilah dalam damai”, sebab Dia memang sudah memberikan damai itu. Yesus juga sudah memberikan damai di jiwanya, sekalipun dalam hal keuangan belum dipulihkan, Yesus sudah memberikan damai di jiwanya yaitu dengan simpati yang ditunjukkan kepada perempuan itu, bahkan mungkin juga pengampunan yang sudah diberikan kepadanya. Sudah seharusnya perempuan itu menginggalkan Yesus dengan membawa damai di hati. Disamping itu, damai itu juga meninggalkan Yesus, sebab pada dasarnya damai merupakan efek dari iman.
Orang yang bisa terus menikmati damai adalah orang yang beriman. Yesus tahu dan mengakui bahwa perempuan itu mempunyai iman. Imannya akan membuat dia tidak kuatir untuk kesehatannya di hari esok. Imannya akan menyembuhkan dia dari rasa kuatir untuk masalah ekonomi. Sekalipun sekarang dia tidak mempunyai apa-apa lagi, tetapi dia akan tetap tegar. Dia tetap beriman bahwa simpati yang ditunjukkan Yesus kepadanya akan ditunjukkannya lagi kalau dia sedang mengalami masalah. Dan pantas kalau dia tetap hidup di dalam damai. Oleh sebab itu janji Yesus mengenai damai bagi para pengikutnya menjadi nyata di dalam diri perempuan itu, seperti dikatakan di dalam Yohanes 14:27.
Sebagai orang percaya, tentu kita sudah menerima damai dari Yesus entah berupa ketenangan jiwa maupun kebaikan secara fisik. Namun kita tidak akan menikmati damai itu jika kita tidak mendasari hidup dengan iman. Padahal sesungguhnya kita dituntut untuk bisa menyaksikan damai itu di hadapan sesama. Oleh sebab itu, mari kita terus menerus dan mempercayakan hidup kita kepada Tuhan. Damai yang dari Yesus tidak akan pernah hilang ketika seseorang menjaganya dengan iman. (diar sanjaya-MS111)

Orang Kudus 1

Santa Veronika dari Binasko, Perawan

Veronika adalah seorang gadis desa dan anak petani sederhana di sebuah desa dekat kota Milano. la mempunyai bakat dan bawaan yang luar biasa untuk mengerjakan segala macam pekerjaan, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang dianggap tak berarti. Tugas-tugas yang diserahkan kepadanya selalu diselesaikannya dengan baik dan penuh tanggung ­jawab.
la memang tidak tahu membaca dan menulis namun terbuka kepada Allah dan kokoh imannya. Hal ini membuat dia disenangi orang. Hal itu pulalah yang menghantar dia ke pintu gerbang hidup membiara. Gadis desa ini kemudian menjadi suster di biara Santa Martha di kota Milano.
Badannya kurang sehat karena ia sering sakit. Meskipun demikian ia tetap rajin melaksanakan setiap tugas yang dibebankan pimpinan kepadanya. Kehidupan rohaninya pun tetap dipeliharanya dengan doa dan Kurban Misa setiap hari. Semboyan hidupnya sederhana: "Saya akan terus bekerja selama saya masih sanggup dan selama ada waktu". Cita-citanya yang luhur untuk mengabdi Tuhan dan sesama setulus­-tulusnya, mendorong dia untuk melakukan setiap pekerjaan dengan ujud yang murni. la tampak sabar dan tabah serta ramah kepada rekan­-rekannya.
Kebiasaannya merenungkan sengsara Kristus memberi dia penghi­buran dalam semua pengalamannya yang pahit. Akhirnya ia meninggal dunia dengan tenang pada tahun 1497.

Orang Kudus 2

Santo Odo, Abbas

Odo lahir sebagai karunia khusus dari Allah. Ayahnya - seorang perwira militer Prancis - terus berdoa memohon dari Tuhan seorang anak laki-laki. Dan Tuhan mengabulkan permohonannya dengan mengaruniakan Odo kepadanya.
Ketika dipermandikan, sang ayah mempersembahkan Odo kepada perlindungan Santo Martinus dari Tours. Sepanjang hidupnya, Odo menaruh hormat dan devosi khusus kepada Santo Martinus. Ayahnya menginginkan Odo menjadi seorang ksatria yang tangkas menggunakan pedang. Tetapi Tuhan merencanakan sesuatu yang lain dari kehendak ayahnya.
Kesehatan Odo yang terus terganggu dan karena itu tidak layak untuk menjalani hidup kemiliteran, menjadi suatu alasan yang kuat baginya untuk menolak rencana ayahnya. Sementara itu keinginannya untuk menjadi imam semakin membara. Akhirnya ia secara terbuka mengatakan keinginan dan cita-citanya itu kepada ayahnya. Lalu dengan restu ayahnya, Odo berangkat ke Tours untuk menjalani pendi­dikan imamat.
Odo masuk Ordo Santo Benediktus. Pada tahun 927, ia dipilih menjadi Abbas di biara Cluni. Sebagai pemimpin biara, ia bersikap te­gas dalam hal pelaksanaan aturan-aturan hidup membiara, tetapi bijak­sana dan lembut kepada rekan-rekannya sebiara. Ia pun tetap menjadi seorang pengagum Santo Martinus dengan devosi-devosinya.
Ia pergi ke Roma dan di sana ia jatuh sakit. Ia segera kembali ke Tours, karena keinginannya untuk meninggal di sana dan dikuburkan di samping Santo Martinus. Ia tiba di Tours tepat pada pesta Santo Martinus. Setelah menyiapkan diri selama beberapa hari, Odo meninggal pada tanggal 18 Nopember 942.

Percikan Pengalaman 1

TanganNya Mengangkatku
Oleh : J.D. Lehera

“Sebuah kisah nyata terjadi dalam Paroki Sukasari”

                Menurut ajaran para guru agama tempo dulu bahwa seseorang yang pada masa kecilnya aktif dalam kegiatan Paroki setelah dewasa menjadi imam atau pemimpin yang disiplin baik dalam lingkup Paroki maupun dalam pekerjaan di masyarakat. Pengalaman masa kecil adalah pondasi hidup baik dalam kehidupan iman pribadi maupun hidup berkeluarga.
                Ajaran para guru agama ini rupanya tidak berlaku bagi Bpk. Petrus yang masa kecilnya aktif sebagai misdinar. Setelah tamat belajar dia mulai meninggalkan kampung halaman mencari pekerjaan dimana saja. Dia harus meninggalkan orangtua dan keluarga serta teman-teman sekolahnya.
                Petrus akhirnya berdomisili di Sukasari. Atas kebaikan tetangganya dia melamar pada perusahaan Inggris di Gunung Putri Kab. Bogor. Lamaran diterima perusahaan namun syaratnya sangat berat yaitu lulus phyco test dan lulus wawancara serta lulus kesehatan dari dokter RSPMI Bogor. Dia mulai patah semangat karena gigi atas patah saat pertandingan olahraga.
                Ketika syarat berat dilalui dengan mulus dan mulailah Petrus bekerja sebagai operator yang setiap hari bergumul dengan mesin produksi.
                Dalam perjalanan waktu karena disiplin dan kepatuhan terhadap manajemen perusahaan maka Petrus diangkat menjadi Supervisor dengan gaji sekian juta rupiah ditambah tunjangan kerja serta lembur. Dengan demikian gaji yang diterima dari perusahaan cukup besar.
                Dengan gaji yang lumayan besar Petrus mulai lupa diri seperti kacang lupa kulitnya. Nasihat orangtua agar menabung tidak pernah didengar. Istri mengajak ke gereja hari minggu atau doa rosario dalam Rukun dijawab sibuk di perusahaan. Judi mulai menguasai dirinya dan wakuncar (wajib kunjung pacar) dengan Ningsih pegawai wartel dijalankan setiap pulang kerja.
                Petrus akhirnya berlumuran dosa berat setiap waktu. Istri menanyakan mengapa pulang larut malam Petrus ahli bersilat lidah. Terbaca dalam HP bahwa Ningsih mengajak makan. Istri seperti terbakar muka. Suami yang pintar berbohong bahwa Ningsih itu karyawan perusahaan anak buahnya.
                Namun naluri seorang istri tidak cepat percaya dan membaca sikap sehari-hari suami sebelum pergi kerja. Akhirnya pasutri ini bertengkar dalam kamar agar tidak terdengar anak-anak. Saat itu istri mulai terus menerus mendaraskan doa rosario dan penyerahan diri. Suami tidak lagi diomelin.
                Tangan Tuhan mengangkat Petrus. Ada rekan Petrus meninggal dan disemayamkan di Sinar Kasih. Sebagai teman Petrus melayat. Doa istri sepanjang masa terkabul. Di Sinar Kasih Petrus bertemu dengan Ibu Yani dari komplek Pakuan dan Bapak Benediktus dari Suryakencana. Ketiganya hanyut dalam pembicaraan mengenai kematian dan pengadilan terakhir. Petrus terlihat lemas ketika mendengar uraian singkat tentang pengadilan terakhir dari Ibu Yani. Dengan gaya lemah gemulai dan sedikit berkotbah dari Ibu Yani maka Petrus menyalami tangan Ibu Yani. Disalami begitu lama akhirnya Ibu Yani naluri sebagai perempuan muncul pasti ada sesuatu yang tidak pas dibenak Petrus saat itu. Dengan sedikit rayuan Ibu Yani bertanya ada apa. Petrus jujur dengan mngatakan bahwa ketika mendengar ucapan Ibu Yani hatinya seperti terkoyak-koyak karena selama ini dia telah berbuat dosa berat.
                Ibu Yani dengan lemah lembut mengatakan ada banyak jalan Tuhan meskipun mendapat batu kerikil tajam hadapilah dengan tenang dan dalam Paroki ada banyak bidang menuju pertobatan misal menjadi pengurus atau yang paling mudah menjadi anggota TTK yang disiplin dan patuh.
                Istri Petrus baru pulang dari doa rosario dalam Rukun. Sebagai istri menyampaikan pengumuman dari Ketua Rukun dan penataran calon Prodiakon di Paroki dan Kursus KEP selama tiga bulan di Paroki.
                Tangan Tuhan mengangkat Petrus. Kali ini mereka tidak bertengkar malah menyuruh istri besok pagi menghubungi Ketua Rukun syarat-syarat yang perlu dipersiapkan suami mengikuti penataran Prodiakon dan KEP.
                Petrus akhirnya mengikuti penataran Prodiakon maupun KEP. Petrus tidak pernah absen baik dalam penataran Prodiakon maupun KEP. Petrus merobah diri. Tidak lagi wakuncar dengan Ningsih dan nomor HP diganti agar Ningsih tidak lagi berkomunikasi bermacam-macam. Karena jamahan Tuhan maka selama mengikuti kedua kegiatan ini rumah tangga mereka damai sejahtera tidak ada pertengkaran lagi dan di perusahaan Petrus dihargai anak buahnya.
                Dalam retret penutupan baik Prodiakon maupun KEP Pembicara selalu mewanti-wanti bahwa nanti dalam praktek selalu menghadapi kebun duri maka hadapilah dengan doa dan dengan tenang.
                Mari kita petik hikmah dengan mengaca diri kita masing-masing. Tuhan selalu memakai orang lain untuk mentobatkan kita entah menjadi pengurus entah menjadi umat yang disiplin dalam Rukun tapi didepan sana ada banyak kebun duri dan semua pernah kita hadapi akankah kita selalu mengingat kebaikan Allah terhadap keluarga dan pekerjaan kita yang selama ini sukses atau mundur.
                Petrus yang awalnya anggota misdinar akhirnya terdampar di pulau penuh dosa akhirnya dengan pertemuan tidak direncanakan di Sinar Kasih akhirnya Petrus bertobat sekarang dia menjadi anggota Prodiakon yang penuh tanggungjawab mengantar Hosti Kudus kepada orang sakit dan lansia dalam Lingkungannya dan sebagai evangelis tahu diri kapan berbicara dan kapan harus diam. Apa yang belum lancar dalam Rukun langsung dibenahi dan jika dikritik dia menghadapi dengan tenang sambil mengaca diri bahwa kritikan ini suatu ajaran baru yang perlu dijalankan.
                Terimakasih kepada semua Anggota PDKK St. Maria Fatima yang telah mendukung baik dengan doa dan materi sehingga Petrus keluar dari lumuran dosa. Siapa menyusul di belakang. Tuhan memberkati!!!

Percikan Pengalaman 2

TITIK BALIK HIDUP

24Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. 25Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. 26Tetapi setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. 27Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya” ( Mat 7: 24-27 )

                Tepatnya satu tahun yang lalu, peristiwa itulah yang menyakinkanku bahwa aku ada di dalam rencana-Nya. Aku menjadi yakin, Ia tak pernah sedikitpun meninggalkanku dan aku menyadari jika Ia teramat mengasihiku lebih dari siapapun di dunia ini.
                Sejak SMA, ada satu pandangan hidup yang tak pernah terhapus dari benakku. Pertemanan dan persahabatan adalah segala- galanya bagiku, aku akan mengorbankan apapun untuk kesenangan aku dan sahabatku. Disaat aku percaya pada seseorang, aku akan menganggapnya sebagai sahabat dan satu hal yang aku pahami, seorang sahabat takkan pernah menjerumuskan sahabatnya ke dalam hal buruk Itulah yang aku lakukan kepada setiap orang yang ku anggap sahabat dan aku yakin mereka pun akan bersikap demikian kepadaku. Itulah prinsip yang tertanam dalam diriku yang tak lekang hingga aku berada di perguruan tinggi.
                Saat ini, aku masih mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Bali dan aku terdaftar sebagai mahasiswa semester empat. Aku memang ingin merasakan hidup mandiri dan terpisah dari keluargaku di Bogor. Satu hal yang membuatku sangat senang yakni kebebasan yang aku peroleh untuk bergaul dengan siapapun dan memperbanyak teman tanpa ada yang membatasi.
                Saat aku semester satu, aku mulai memperluas pertemananku. Hampir satu fakultas angkatanku mengenal aku dan aku mengenal sebagian dari mereka. Disaat aku beranjak ke semester dua, temanku semakin bertambah. Aku mengenal mereka yang berada di angkatan atas, dua, tiga, bahkan lima tahun lebih dewasa dariku. Mereka semua kuanggap teman bahkan sahabat. Hidup yang sempurna, itulah kalimat yang dapat menggambarkan perasaanku kala itu.
                Tapi nyatanya, tak sesempurna bayanganku. Aku tumbuh menjadi pribadi yang sangat teledor. Ada satu pertanyaan ibu yang kuingat:
                “ Uang yang ibu kirim, udah kamu bayar untuk kuliah dan kos, nak? ”
                “ Udah, bu.” dengan gemetar aku menjawab pertanyaan ibu.
                Tetapi nyatanya, dua bulan sudah bayaran itu menunggak. Aku terlalu asik berteman, jalan- jalan, makan di cafe dan menghambur- hamburkan uang untuk kesenanganku semata, hingga uang yang diberikan ibu untuk pendidikanku pun terpakai. Responku kala itu, aku memilih untuk tenang, cuek dan tak terlalu memikirkan tunggakan itu.
                Bahkan satu malam, aku masih memberanikan diri untuk pergi ke sebuah night club bersama teman- teman. Terlalu polos dan labil, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan diriku. Kala itu, seseorang yang kuanggap teman baikku, Dudi memberiku sebuah bungkusan kecil berisi serbuk seperti garam. Tak lama kemudian, Dudi menitipkan lagi enam bungkusan yang sama seperti itu. Kemudian ia meninggalkanku sejenak, katanya ia hendak memesan minum. Tak tersirat sedikitpun pikiran buruk dalam benakku. Namun, setengah jam berlalu Dudi tak kunjung kembali, yang datang malah sekelompok orang berjaket kulit dan mereka memaksaku keluar dari tempat itu.
                Sesampainya di depan night club, aku diperiksa dengan seksama dan tujuh bungkus serbuk itu didapati bersamaku. Lalu aku diminta untuk tes urine begitu pula semua orang di tempat itu, termasuk Dudi yang tertangkap saat melarikan diri. Mungkin terlalu lambat menyadarinya, setelah tes urine aku baru menyadari, itulah penggeledahan narkoba.
                Nyatanya, hasil tes urine yang negative dari narkoba pun tak cukup kuat untuk membebaskanku dari semua tuduhan itu. Tuduhan pengedar pun sempat terlontar menghampiriku. Hingga akhirnya melalui proses yang panjang aku dinyatakan tak bersalah.
                Saat itu menjadi titik balik hidupku. Pandanganku akan arti sahabat pun berubah. Terlalu kolot untuk punya pandangan seperti dulu. Karena pada dasarnya kita takkan pernah bisa seutuhnya memahami bagaimana sikap seseorang. Aku pun menyadari kelalaian sikapku yang menghamburkan uang hanya untuk kesenanganku saja dan aku mulai memperbaiki diri. Sedikit demi sedikit aku mengubah semua itu dan mendapati satu hal yang pasti dan jauh lebih baik. Sahabat setiaku hanyalah Yesus.
Kejadian itu, satu tahun lalu, membuka mataku bahwa Tuhan takkan membiarkanku tenggelam dalam keterpurukan. Ia menuntunku setiap saat, menyadarkanku dikala aku lengah dan mengangkatku disaat aku terjatuh. Menyadarkan dan menjauhkan aku dari hal negative hingga zat adiktif itu tak pernah mengalir di darahku.
6Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak- anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. 7Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. 8Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. 9Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua. 10Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak- anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu yang di sorga. [ 11Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang.]” ( Mat 18: 21-35 ). (LKH)