Kamis, 01 April 2010

Cover Depan

Dari Redaksi

Surga ada di telapak kaki ibu. Rasanya pas sekali kalimat itu diungkapkan pada seorang Ibu yang telah melahirkan, merawat dan membesarkan kita selama ini. Dengan tulus dan sepenuh hati Ibu melayani semua kebutuhan kita. Ibu juga selalu ada dan menemani kita saat suka maupun duka. Doa seorang ibu juga sungguh membawa kekuatan yang amat luar biasa bagi kita. Peran Ibu sangatlah penting khususnya dalam pendidikan anak-anak-nya didalam keluarga.
Dewasa ini peran Ibu tidak semata-mata mengurus segala keperluan rumah tangga dan mengurusi anak-anaknya saja. Berkat jasa Ibu Kartini yang mempelopori Emansipasi Wanita waktu itu, jaman sekarang banyak wanita yang mempunyai peranan luas dalam berbagai bidang kehidupan.
Namun, terkadang kita lupa menyadari dan bersyukur akan semua ini. Kita terkadang merasa hal itu adalah hal yang biasa. Marilah di Bulan April ini bertepatan dengan Hari Kartini kita sama-sama menyadari betapa peran seorang Ibu bagi perkembangan kehidupan kita sungguh sangat besar dan berarti.....

Stop Press

Naskah tanpa disertai nama/alamat jelas, tidak akan dimuat. Bagi Anda yang berminat mengirimkan tulisan untuk majalah BP, kami cantumkan tema Sajian Utama, sehingga Anda dapat menyesuaikan dengan isi majalah ini. Naskah diketik maksimum 4 halaman, 1½ spasi.
Naskah/iklan harus masuk ke meja Redaksi selambat-lambatnya tanggal 14 bulan sebelumnya.
Di samping nama samaran, harap cantumkan juga nama jelas dan alamat Anda untuk keperluan redaksi.

Mei 2010 : Tuhan Punya Jalan Keluar
Juni 2010 : Jika Engkau Setia
Juli 2010 : Tuhan Tempat Perlindungan

MENGHARGAI DAN MENGASIHI IBU

Gambaran wanita yang melahirkan, dalam Kitab Suci mengingatkan akan penderitaan karena sakit, "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu” (Kej 3:16); dan saat sang jabang bayi yang telah dinanti-nantikan itu lahir di dunia ini maka penderitaannya bagaikan terlupakan berganti dengan sukacita, Aku berkata kepadamu: “Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia”. (Yoh 16:20-21). Dengan Yesus proses pembebasan manusia dimulai. Pembebasan itu ibarat kelahiran: anak bersama dengan ibu harus menggeliat, akan mengerang, menderita kesakitan, tetapi ini semua dengan tujuan pembebasan hidup dan kelahiran baru. 
Dalam menunggu saat melahirkan, ibu menderita, ia banyak mengeluh, merintih, banyak pertanyaan timbul, tak terucapkan, timbul lagi, tak terjawab, sudah menghilang, disusul pertanyaan baru. Ini semua gejala-gejala adanya sakit, tekanan batin, mengeluh, mengaduh, kepada siapa? Dalam kesakitan itu manusia belajar berdoa dalam gaya Roh, dengan keluhan-keluhan yang tak terucapkan. Inilah doa dalam harapan yang  akan dikabulkan. Dan bila terlaksana, harapan akan menjadi kenyataan, hidup baru tampil di dunia, membawa warta gembira, dukacita berubah menjadi sukacita.
Pada perkembangan selanjutnya, bimbingan dasar setiap anak diberikan dalam keluarga.  Ada keluarga yang amat mengindahkan lengkapnya pendidikan bahasa ibu, adat istiadat, sopan santun, namun…tidak selalu pendidikan agama, yang merupakan dasar pokok untuk kehidupan kristiani  selanjutnya, diperhatikan. Ternyata juga bagi anak dan bagi keluarga Katolik “hidup kristiani” itu masih istilah janggal, kaku, tidak atau belum masuk kamus pendidikan rumah tangga. Ibu Katolik sesungguhnya  dengan menjaga pakaian rapi sudah dapat memasukkan rasa hormat kepada tubuh. Namun dalam mendandani anak tekanan dan nada suara dapat juga ditujukan pada kecantikan, kemewahan, kemanjaan dst. Doa pada hari baru, ucapan syukur sebelum dan setelah makan, tanda salib yang diberikan oleh orang tua sebelum anak tidur, doa sebagai upacara tetap, yang mendapatkan tempat dalam keluarga, kehadiran bapa dan perhatian ibu dalam upacara bersama, semua sudah merupakan bimbingan hidup bagi setiap anak.  Bila dilalaikan, timbul kekosongan, yang untuk anak Katolik tidak akan dilengkapi oleh sekolah-sekolah Katolik, pendidikan suster, ajaran pastor saja. Unsur “membagi hidup” yang begitu penting dalam pembimbingan, paling tepat diberikan pada masa permulaan hidup, dilakukan oleh para pemberi hidup sendiri, ibu dan bapa.
Suster atau ibu guru dapat memberi pendidikan dengan keahlian dan kelembutan sebagai sesuatu perlengkapan, tetapi dasar yang harus dilengkapi, hanya dapat diletakkan oleh orang tua sendiri khususnya ibu
Pembimbingan memerlukan perhatian. Memanjakan anak dengan pakaian, perlengkapan, uang saku yang berlebihan dan kendaraan mobil yang mengantar dan menjemput, tidak dapat mengganti kerelaan ibu untuk memberi perhatian, yang kadang-kadang tentu membutuhkan waktu:  waktu untuk hidup bersama anak, waktu untuk berbicara  atau bermain dengan anak, waktu untuk bersama memikirkan perkembangan anak, kesehatan badan dan jiwanya. Pendidikan, apalagi segi rohaninya, memang memerlukan waktu yang harus diperhitungkan dan diberikan dengan rela. Jangan semua waktu disita oleh kedua orang tua melulu untuk cari uang, hingga orang tua jadi tak mampu memberi ‘hati’ lagi. Akhirnya waktu hanya terpaksa diberikan karena dipaksa mengurusi si anak, yang rohaninya kurang bekal, dan sudah terlanjur menjadi nakal. Tangis ibu, kekesalan bapa sudah terlambat: banyak waktu terpaksa menjadi kepahitan, karena dulu tidak diberikan waktu untuk memperhatikan.
Pembimbingan memerlukan komunikasi terus-menerus, lewat kehidupan di rumah, makan bersama, bergaul bersama, bicara bersama, duduk-duduk bersama, juga saling memandang, saling memegang, penyaluran rasa dan cintakasih, yang membina sikap terbuka dan saling percaya. Kalau suasana terbuka dan saling percaya pada suatu ketika hilang, sebabnya ialah putusnya komunikasi, yang telah lama dilalaikan, atau tidak dipiara lagi. Tanpa keterbukaan dan kepercayaan setiap bimbingan menjadi mustahil. Komunikasi hanya berlaku pada taraf kebutuhan hidup jasmani, makan, uang, pakaian. Masalah rohani, kebutuhan hati, jiwa, tak terlintas, dibiarkan tumpul, kering, tak dapat dikendalikan.
Banyak remaja tak tahu jalan, padahal kebutuhan pengarahan menjelang dewasa dirasakan perlu oleh manusia. mereka tidak mampu menemukan jalan sendiri, tetapi justru memerlukan pendampingan cermat dalam situasi masyarakat yang tidak menentu. Semua meneriakkan pentingnya pembinaan kaum muda. Tetapi bukankah ada kecenderungan menghimpun dan membina kaum muda untuk dimanfaatkan bagi kepentingan sendiri, golongan atau kelompoknya, sedang pembimbingan mewajibkan sikap tanpa pamrih:  menghantar dan membiarkan orang bertemu Tuhan dan menemukan pribadinya sendiri, dan dari situ mengarahkan hidupnya, bebas dari tekanan manusia.
Karena tidak dibimbing, orang muda tidak diperkenalkan akan tata aturan hidup bersama dengan orang sederajat dan peraturan masyarakat. Jika kemudian pada suatu ketika ia merasa terpukul, maka ia marah besar, menyalahkan orang lain, menyalahkan masyarakat, dan tidak jarang kecewa akan…orang tua yang memanjakan, tidak membekali apa-apa, bahkan jadi membenci mereka…! Karena merasa tidak diterima, ia mulai memusuhi semua. Tidakkah semakin banyak orang muda mengalami nasib malang ini, juga di lingkungan umat Katolik sendiri? Jelas, di sini pembimbingan tidak mudah, karena harus dimulai dengan penerimaan diri, pendamaian dengan orang tua, pengampunan dan penyembuhan jiwa yang sudah sakit, sudah terluka batinnya.
Dari pengamatan sepintas kilas di atas sudah menjadi nyata, bahwa pada segala tingkatan hidup diperlukan bimbingan. Anak yang diasuh oleh ibu, terbuka untuk bimbingan ibu: mengatupkan mata, membiarkan tangan dipegang untuk membuat tanda salib. Ibu ini sudah berhasil mengajarkan “Bapa kami” dan “Salam Maria”. Bukan salahnya, kalau anak nanti lupa lagi, bila doa tadi tidak dipakai lagi untuk waktu yang cukup lama. Pembimbingan  mengandaikan kesinambungan waktu, tetapi juga usaha yang berjalan serentak, di rumah, di sekolah, di luar antara teman.
Setiap kesempatan dapat dimanfaatkan untuk memberi bimbingan; namun dialog tetap merupakan situasi paling wajar bagi bimbingan. Karena pembimbingan itu pertemuan antara dua pribadi, maka komunikasi timbal balik antara kedua orang ini harus dapat terselenggara. Pembimbing harus dapat mengatur dan menjadi pendengar tajam. Dengan kepekaan karena pengalaman pembimbing dapat membaca berita banyak dari siaran yang tidak jelas, dan masih terganggu lagi. Tetapi orang yang baru mulai membimbing, kerap menghadapi siaran yang sudah cukup jelas, namun tetap belum dapat menemukan arah, karena kurang pengertian akan bahasa jiwa dalam pembimbingan.
Yesus sambil duduk di pinggir sumur, dengan tanya jawab yang nyata terarah, di bawah panas matahari di jalanan Samaria, Dia memberi bimbingan kepada wanita Samaria sampai pada pertobatannya dan kepercayaannya kepada Yesus (Yoh 4:41-42). Yesus juga menyiapkan medan bimbingan rohani dengan perbuatan, kalau Ia berkata kepada Zakheus, “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Dan tindakan Yesus sudah membuka hati Zakheus sampai pada pengakuan dan pertobatan.
Anak menyadari kasih orang tua kepadanya dan menimba semangat daripadanya. Dengan semakin menyadari kasih tersebut, maka anak akan dipacu untuk rela bersyukur, menghormati, menghargai dan mengasihi ibu yang sudah banyak kesusahan saat mengandung dan menderita kesakitan saat melahirkan.
Kemudian anak diajak merefleksikan dirinya dengan beberapa pertanyaan untuk menyadarkan apakah sikapnya terhadap orang tuanya, khususnya ibunya, sudah benar selama ini atau masih harus diperbaiki demi untuk dapat menaati ajaran Tuhan di dalam Sepuluh Perintah Allah: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Kel 20:12). Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.” (Ef 6:1-3). Beberapa pertanyaan refleksi: 1). Pernahkah aku mengungkapkan rasa terima kasihku kepada ayah-ibu, menghormati dan mengasihi mereka? 2). Apakah aku bangga kepada ayah-ibu? 3). Sudahkah aku menerima ayah-ibu seperti apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka? 4). Apakah aku mengerti dan menerima ayah-ibu yang tidak mungkin seideal dengan apa yang kuinginkan? 5). Apakah aku tidak mau tahu keterbatasan kemampuan ayah-ibu sehingga aku terlalu mudah dan terlalu banyak menuntut dari mereka? 6). Sudahkah aku menerima ayah-ibu yang kerap kali tidak selalu memenuhi harapan dan keinginanku? 7). Apakah aku mudah protes dan mencaci maki ayah-ibu hanya karena permintaanku tidak/belum terpenuhi? 8). Apakah aku tidak sering membohongi ayah-ibu? 9). Walaupun aku kecewa, apakah aku mencoba mengerti situasi keluarga, situasi ayah-ibu, atau malahan aku ngambek atau kabur dari mereka? 10). Apakah aku menyadari bahwa ayah-ibu tidak sama dengan banyak orang tua lainnya? 11). Apakah aku selama ini hanya mencintai ayah-ibu kalau keinginanku dipenuhi? 12). Apakah aku pernah membantu ayah-ibu, atau justru aku maunya hanya selalu minta dibantu? 13). Apakah aku juga pernah memberi perhatian kepada ayah-ibu terutama pada waktu sakit dan kesulitan dalam pekerjaan, ataukah aku hanya selalu minta diperhatikan? 14). Percayakah aku pada ayah-ibu yang memang berkewajiban untuk mendidik dan membesarkan aku sesuai dengan kemampuan dan pengalaman mereka?
Yang penting untuk diperhatikan seorang anak yang belum berbakti dan mengasihi ibunya adalah akan timbul penyesalan yang amat sangat di kemudian hari, yang sudah tidak berguna dan tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan perbuatan menghargai dan mengasihi ibu yang telah merawat dan memeliharanya. Karena hanya satu permintaan ibunya, yaitu : Sekaranglah waktunya. Jika kau ingin tunjukkan cintamu- Tunjukkanlah sekarang selagi kuada-Perasaanmu yang lembut dan manis yang timbul dari rasa kasih yang tulus-Cintailah aku selagi kuhidup-Jangan tunggu sampai kutiada-Baru kau pahatkan kata-kata indah di batu nisan yang dingin-Sekiranya terlintas dalam benakmu-Sesuatu yang indah tentangku-Katakanlah itu padaku sekarang-Jangan tunggu hingga kuterlelap-Sebab kematian akan memisahkan kita-Dan tak kan dapat lagi kumendengarmu-Jika kau mencintaiku, walaupun sedikit saja-Tunjukkanlah itu, selagi kuhidup-Sehingga boleh kusimpan cintamu dalam hatiku.
Kini ibu telah pergi dan aku sangat menyesal. Tak pernah kukatakan kepadanya betapa ia berarti bagiku. Aku pun sering tidak memperlakukannya dengan layak. Aku selalu punya waktu untuk semua, namun sering gagal meluangkan waktu untuknya. Sebetulnya sungguh mudah bagiku untuk memberikan peluk-ciumku untuknya, namun telah kudahulukan teman-temanku. Jika berbicara dengannya di telepon, aku selalu terburu-buru. Aku malu mengingat seringnya aku menyela kalimatnya dan mengakhiri obrolan kami. Kuingat pula saat ketika aku bisa mengajaknya ikut dalam acara, namun tidak kulakukan. Bagiku, semua sudah terlambat dan aku sungguh menyesal. Satu hal telah kuperoleh dari pengalaman tersebut. Jangan pernah melewatkan satupun kesempatan untuk menunjukkan cinta lewat kata-kata dan perbuatan kepada ibu yang layak menerimanya.
                                                                                                                                                      (St. S T)

Menghargai dan Mengasihi Ibu

Siang ini sepulang dari kantor tempat saya bekerja, mata saya menangkap sebuah kado mungil yang dikemas dengan pita indah di atas meja tamu. Setelah saya duduk, saya segera dapat membaca ucapan manis yang ditulis di bungkus kado itu, “Untuk mamaku sayang, yang tidak pernah lelah mencintaiku.” Saya tersenyum, karena sudah bisa memas-tikan, siapa yang memberikan kado itu. Tak lama kemudian, ada kepala menyembul dari pintu kamar tidur be-lakang. Masih mengenakan seragam sekolah, dengan rambut tergerai dan wajah cantiknya menyapaku sambil tertawa manja, “Mama, itu kusiapkan untuk mama, buka dong...” Digayutkannya kedua tangannya di bahu kiri kananku, diciumnya aku dengan manjanya. Mata berbinar karenanya. Sejak dia kecil, saya merasakan binar matanya itu saat mengusap rambutnya. Ketika kado saya buka, ada buku Chicken Soup Fot the Soul yang ditulis Jack Cenfield, Mark Victo Hansen dan Patty Aubery. Buku itu memang khusus dipersembahkan untuk para Ibu.
Itulah putriku, yang kini sudah memasuki masa pubertas. Saya sering menyebutnya dengan “Bidadari Kecilku”. Anak saya yang kedua ini memang suka menunjukkan rasa sayang dan kegembiraannya dengan kejutan-kejutan kado kecil. Sejak kecil dia suka menari, suatu ekspresi jiwa yang indah. Saya sendiri waktu kecil juga suka menari, cuma bedanya, kurang terwujud karena saya terlahir dan dibesarkan di desa, dimana sarana untuk kreatifitas semacam itu masih jarang pada waktu itu. Kini, saya biarkan putri saya itu menari, mengekspresikan gejolak jiwanya. Satu hal lagi, dia mulai suka menulis, seperti saya yang suka menuangkan sesuatu umajinasi atau ide dalam bentuk tulisan.
Lain halnya dengan anak saya yang pertama. Dia seorang anak laki-laki yang kini sudah kelihatan secara fisik tinggi kekar. Kulitnya gelap di-banding dengan kulit adiknya yang bersih dia lebih tenang dan pendiam dibanding adiknya. Namun begitu, sepertinya Tuhan mengirimkannya untuk kami dengan talentanya yang khusus. Setiap kali saya sakit, dengan penuh kasih dia akan merawatku. Seakan-akan pengganti ayahku yang kebingungan dan tidak bisa berbuat sesuatu setiap kali saya sakit. Dia cukup tekun. Sejak kecil dia tidak malu-malu berusaha mencari uang saku sendiri dengan berjualan makanan kecil di sekolah. Dia selalu mengatakan “Lumayan, untuk membantu mama”. Setiap kali hari kelahiran saya, anak sulung saya ingin selalu memberikan hadiah istimewa yang dibelinya dengan uang yang berhasil dia kumpulkan.
Itulah gambaran tentang kedua anak saya. Keduanya adalah anu-gerah terindah dalam hidup saya. Keduanya mengingatkan saya utnuk selalu bersyukur, karena saya boleh merasakan menjadi ibu sepenuhnya. Karena mereka, saya rela mengor-bankan waktu, tenaga dan kebebas-an saya. Karena mereka saya selalu diingatkan untuk melaksanakan tugas-tugas saya untuk merawat, mendoa-kan, mengingatkan, menasihati, mem-besarkan hatinya, dan terlebih selalu ingat bahwa mereka menunggu kehadiran saya.
Saya selalu teringat dengan pe-ranan ibu saya dalam kehidupan saya. Wah, sungguh luar biasa. Ibu saya seorang wanita sederhana yang sudah berhasil mengantarkan putra-putrinya yang jumlahnya enak menjadi orang-orang yang sekarang sudah dewasa dan mandiri. Ibu adalah orang yang kurang pandai dalam menghitung kesalahan-kesalahan anaknya. Ibu adalah orang yang kurang mampu untuk mengingat beban hidup akibat perbuatan-perbuatan anaknya. Dia kurang waktu untuk dirinya sendiri karena hampir seluruh waktunya dipergunakan untuk kepentingan anaknya.
Saya ingat betul, waktu saya dalam masa-masa penuh beban dan sulit, seperti ujian, ibu selalu mendoakan saya dengan tekun. Siang malam beliau berdoa sambil puasa untuk kami, putra-putrinya. Dalam kehidupan doa, ibulah yang memberi-kan teladan dan menanamkan ke-pada saya supaya saya selalu mengandalkan Tuhan. Kini ibu sudah tua, kekuatannya sudah kendur, kulitnya sudah keriput, namun motivasi yang selalu ditanamkan dalam kehidupan anak-anaknya masih suka dilakukannya setiap kali beliau bergantian mengunjungi keluarga keenam anaknya, meski ayah sudah lebih dahulu menghadap Bapa.
Saya yakin, sebagian besar ibu di dunia akan selalu berusaha melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu. Merawat, mengasuh, mendampingi, membimbing, menyemaikan benih-benih iman dihati anak-anaknya, mengantar anak-anaknya untuk mencapai kedewasaan. Oleh karenanya, mereka pantas dihargai dan disayangi. Tanpa bermaksud mengabaikan peranan seorang ayah, mereka banyak berperan dalam membimbing generasi muda/penerus.
Bagaimana sosok Ibu dalam Kitab Suci? Sebagai umat Katolik, kita selayaknya bersyukur karena Allah menghadirkan Bunda Maria sebagai tela-dan kita. Bunda Maria seorang wanita sederhana. Namun dibalik kesederhanaannya, Allah memilihnya sebagai Ibunda Penebus. Dengan pengantara Maria yang mengandung dengan kuasa Roh Kudus, Yesus hadir di Dunia. Bunda Maria me-nyerahkan dirinya kepada kehendak Allah, sehingga dengan ketabahan dan kesalehannya beliau menyak-sikan dan mendampingi Yesus saat kecil, saat menderita sengsara dan akhirnya wafat di salib. Sebuah gam-baran tentang seorang ibu yang lembut tapi perkasa. Dengan kesederhanaannya Bunda Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah sehingga karya keselamatan terlaksana.
Bagi kita Bunda Maria adalah Bunda gereja dan Bunda teladan. Sebagai seorang ibu, banyak suka duka yang harus kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kenyataan yang kita hadapi dalam hidup tidak sesuai dengan harapan. Kadang, banyak godaan yang ingin menarik kita agar kita meninggalkan tanggung jawab dalam memikul penderitaan dalam kehidupan. Kadang banyak masalah keluarga yang membuat kita putus asa. Sudahkah kita meneladan Bunda Maria yang selalu mengandalkan diri kepada Allah? Ataukah kita suka mengandal-kan kekuatan sendiri? Setiap ibu mempunyai panggilan tugas suci un-tuk mendampingi anak-anaknya agar seluruh rencana Allah terhadap keluarganya terlaksana. Ya, Allah merajut kehidupan setiap manusia. Dia mempunyai rencana indah untuk kita semua.
Marilah kita mohon agar Bunda Maria mendoakan kita, supaya kita tetap tabah menjalani panggilan kita sebagai ibu dalam kehidupan ini. Semoga kita selalu boleh menjadi ibu yang membawa berkat bagi siapapun yang kita jumpai. Tuhan memberkati!

(E. Sri Hartati)

Kasih Ibu

Mempunyai kenangan manis dalam kehidupan sehari-hari bersama ibu, tidak mungkin bisa pupus begitu saja, ingatan dan kenangan itu selalu melekat. Bagaimana ibu selalu siap dalam menyediakan hidangan lezat walaupun sederhana pada setiap kita masing-masing. Bagaimana ibu mengajari dan mendidik, bukan hal yang matematis atau keilmuan, tapi ibu mengajari kita dengan perbuatan-perbuatan yang merupakan bekal hidup kita di masa yang akan datang. Ibu tidak hanya memikirkan misi, tapi lebih dari itu, ibu memberikan visi kedepan agar kita bisa hidup lebih baik di masa yang akan datang.
Ibu ibarat Tuhan yang sangat mengenal kita, ibu mengetahui segalanya. Yang tersembunyi akan terungkap, yang dikatakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang. Tdak ada satu dan sesuatu pun yang dapat kita sembunyikan dari padanya. Ibu tidak akan pernah mungkin melupakan anaknya sendiri. Namun seringkali dalam kehidupan ini kita mudah melupakan yang pernah berbuat baik dan begitu berjasa dalam kehidupan kita, kita mudah untuk tidak menghargai karena kondisi ibu kita yang miskin, tua dan tak berdaya.
Lukas 12 : 7 memotivasi kita untuk mengasihi dan menghargai ibu yang telah berjuang untuk melahirkan, membesarkan dan membimbing kita menjadi orang yang berguna. Dari bacaan kitab suci itu kita belajar, bagaimana Tuhan yang begitu menghargai segala ciptaanNya termasuk kita, orang tua kita dan sesama kita. Ia tidak pernah melupakan kita. Hendaknya kita belajar untuk menghargai orang lain, siapapun dia, terlebih ibu kita yang kita kasihi dan tidak mudah untuk melupakan setiap orang yang begitu mengasihi kita yang ada di sekitar kita.
Tuhan mengajak kita menjadi pembawa terangNya bagi mereka yang tidak berarti, tersingkir dan dilupakan orang. Bahwa mereka adalah anak-anak Allah yang dikasihi bahkan lebih berharga daripada burung pipit. Inilah sebuah harapan bahwa Tuhan tidak mungkin melupakan kita dan Dia sungguh menghargai kita. Apa jadinya jikalau kita yang dikasihi Allah tidak mengasihi dan menghargai ibu kita....????

(diar sanjaya. SK-09-09)

Berbahagialah hai orang miskin, . . . . .

Dalam hidup bermasyarakat, berkeluarga, dan beragama ujung-ujungnya kita harus ambil bagian dalam tugas-tugas di masyarakat, keluarga, dan di gereja. Mengambil bagian di dalam tugas diatas adalah bagian yang mulia, karena kita diajak bersama-sama menjadi perpanjangan tangan-Nya di tengah-tengah dunia ini. Bebas dan merdeka serta merupakan hak kita untuk memilih karya dan pelayanan yang kita ingini.
Kebetulan saya memilih karya sosial untuk orang-orang yang berkekurangan, tentu saja tidak begitu mudah untuk memulainya, semua memerlukan waktu yang panjang dan penuh misteri, sulit dijangkau oleh pikiran logika. Tapi hanya dengan berserah dan setia kepadaNya so pasti, semua dapat berjalan dengan lancar dan begitu indahnya.
Kita sudah memilih, dari sinilah kita harus sudah belajar untuk berkomitmen dengan pilihan kita. Tiada karya karitatif tanpa pengorbanan baik dari segi waktu, tenaga dan ma-teri. Semua ini harus kita rencanakan dengan bijak dan melibatkan Tuhan sebagai penasihat kita yang dapat diandalkan setiap saat. Terjun di bidang ini, kita harus tahu siapa yang kita bantu. Sudah pasti adalah orang yang berkekurangan yang menggambarkan ketiadaan dan ketidakberdayaan. Situasi seperti ini membuat manusia tidak terikat pada apapun juga, karena tidak ada yang mengikatnya baik harta, kedudukan maupun kema-panan. Hidupnya bergantung pada belas kasihan sesama.
Membantu bukan sekedar memenuhi kebutuhan jasmaninya saja, tapi kita harus keluar dari jerat ekonomi yang tidak pernah habis-habisnya menjebak kita dalam lingkaran kemiskinan. Orang yang berkekurangan pun harus kita motivasi dengan penyegaran rohani. Bukan saja sebagai refleksi tapi lebih dalam lagi sebagai santapan rohani yang dapat meng-ubah hidupnya dari manusia yang tidak berdaya menjadi manusia yang sadar akan rahmat Allah yang penuh belas kasih.
Lukas 6 : 20 menggambarkan bahwa miskin adalah gambaran kesederhanaan jiwa, jiwa yang menyadari ketiadaannya dan kepapa-annya. Dari dirinya sendiri ia tidak memiliki apa-apa, ia sadar bahwa hidupnya adalah rahmat Allah. Hal inilah yang membuat dirinya bergantung penuh pada Allah. Ia tidak memiliki apa-apa selain pengertian bahwa ia telah dimiliki oleh Allah, Sang Penciptanya. Baginya membanggakan diri adalah kesiasiaan. Sebab sesungguhnya dalam dirinya tidak ada apa-apa. Sebab walaupun saat ini kita merasa diri kita kaya, pandai dan disukai oleh banyak orang, tapi semuanya itu akan sirna oleh waktu. Apalagi yang tersisa, apabila saatnya tiba, bahkan ia sendiri tidak berkuasa atas hidupnya? Masihkah kita tetap mempertahankan apa yang ada pada kita sebagai hal yang kekal? Marilah kita yang mengambil bagian dalam karya menggereja, bukan saja keselamatan dunia, tapi juga memikirkan kesela-matan sorgawi bagi orang-orang yang kita bantu!

( diar sanjaya. SK-9-09 )

KomAnDo Bondongan Bakti sosial ke Panti Asuhan Maranatha, Ciawi

Diawal tahun 2010, tepatnya tanggal 31 Januari merupakan peringatan ulang tahun KomAnDo (Komunitas Anak Muda Bondongan Don Bosco) yang ke-3.
Sehubungan dengan Ultah KomAnDo, kaum muda bondongan hendak merayakan hari spesial itu dengan berbagi kasih, yakni dengan mengunjungi panti asuhan. Dari sekian banyak panti asuhan yang ada di benak kami, akhirnya kami memutus-kan untuk mengunjungi Panti Asuhan Maranatha, Ciawi.
Berbagai persiapan kami lakukan, termasuk pengumpulan dana yang akan digunakan sebagai biaya kegiatan kami tersebut. Dimulai dari awal bulan Januari 2010, kami mengumpulkan koran “koran bekas dari rumah” rumah warga yang mungkin berlangganan koran tiap harinya di tiap lingkungan wilayah Bondongan. Kami tidak hanya membawa pulang koran bekas dari pencarian kami hari itu, tetapi juga ada yang menyumbangkan pakaian layak pakai, serta sepatu yang masih tergolong baru, berikut juga uang. Koran yang telah didapat, kami jual. Begitu juga pakaian serta sepatu yang dikumpulkan dari umat.
Untuk pakaian layak pakai, kami berjualan pakaian dan sepatu layak pakai di lapangan Sempur. Hari Minggu pagi-pagi buta, 24 Januari 2010, kami sudah mulai menggelar barang-barang tersebut dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran untuk menambahkan dana sumbangan untuk Panti Asuhan Maranatha. Kami begitu antusias menjual barang tersebut., walaupun mentari pagi menyinari kami dengan teriknya, namun kami tetap merasa senang.
Tidak lupa juga kami membuat bingkisan. Kami membuat tulisan hias ˜GOD is good” yang kami susun dari bintang-bintang kecil pada bingkai berukuran 50 x 120 cm.
Semnggu kemudian, Minggu 31 Janurari 2010, dengan persiapan yang cukup akhirnya kami merayakan Ultah KomAnDo ke-3 tersebut. Perayaan Ultah ini terasa kurang lengkap tanpa kue ulang tahun. Akhirnya, kami sebelum berangkat ke Panti Asuhan membuat kue ulang tahun tersebut sendiri. Untuk menekankan kebersamaan dalam organisasi ini, kami me-mutuskan, enak ataupun tidak, jelek ataupun bagus, bagaimanapun, ini adalah usaha kami sendiri. Dengan bantuan dari beberapa pihak, akhirnya cake Black Forest tersebut terbentuk dengan cukup sempurna. Enaaakk..
Pukul 09.30, kami sampai di Panti Asuhan Maranatha. Kami bermain bersama 26 saudara/i kami yang tinggal di Panti Asuhan Maranatha yang tepatnya ada di Jl. Banjar Waru no. 33, Ciawi. Kami dapat mencairkan suasana tersebut dengan mudah, begitu senang kami dapat melihat senyum mereka yang sebenarnya tidak memiliki orang tua seperti yang kami pu-nya. Beberapa games pun kami lalui bersama dengan sukacita. Acara dilanjutkan dengan Ibadat singkat oleh Pdt. Matius Ginting, pendiri Panti ini. Beliau menekankan bahwa kita sebagai anak muda hendaknya menjadi teladan di keluarga, lingkungan sekitar kita. Setelah ibadat singkat selesai, kami memotong kue bersama, sekaligus makan siang. Kunjungan kami memang tidak terlalu lama, tapi kami rasanya sudah sangat akrab dengan mereka.
Sepulang dari Panti Asuhan Maranatha, kami tidak langsung pulang ke rumah masing-masing. Kami langsung meluncur ke kolam renang Tirtania. Hujan, bahkan cuaca dingin pun tidak menghalangi niat kami untuk bermain air. Sampai kami puas, kami baru beranjak pulang.
Kami sangat berterima kasih pada para donatur yang telah menyum-bangkan sebagian miliknya untuk saudara/i kami. Juga pada banyak pihak yang telah membantu kami un-tuk kelancaran kegiatan kami kemarin.
Sungguh kami memetik pelajaran berharga melalui mereka, bahwa Tuhan mungkin mengambil milik kita yang berharga, tapi hidup tidak berhenti disitu karna Ia memiliki rencana indah lain untuk kita dalam hidup. GOD bless us guys.

(Rachel Ruliyadi)

Peduli Kanker

Kerjasama Yayasan Peduli Kanker dengan PSE Fransiskus Assisi – Sukasari, membuka wacana pentingnya peduli kanker bukan saja untuk para remaja dan para ibu, tapi juga untuk bapak-bapak. Mengetahui lebih awal akan kanker menjadi lebih bermanfaat bagi kita sekalian, sehingga lebih mudah untuk pencegahannya.
Penyuluhan peduli kanker disam-paikan oleh Bapak Suyono dengan moderator Dr. Maria dari Poliklinik Medika. Penyuluhan tersebut ber-langsung kurang lebih berdurasi 2 jam, kegiatan ini cukup menarik ba-nyak peminat, hal ini terlihat dari melonjaknya jumlah peserta menjadi 135 orang. Mereka umat dari Paroki St. Fransiskus Assisi yang berada di 5 wilayah.
Pengetahuan tentang penyakit kanker membuat kita lebih terbuka dan lebih berhati-hati dalam kehidupan sehari-hari, lebih-lebih dalam memilih makanan yang sehat. Dengan sikap peduli, kita menjadi cerdas dalam memilih pola hidup sehari-hari. Lebih baik berjaga-jaga daripada tiba-tiba stadium empat!!
Marilah kita selalu bersyukur dan berterimakasih pada Sang Pencipta, agar pikiran, hati kita selalu terarah dalam pola hidup yang sehat jasmani dan rohani. Terima kasih atas kerjasamanya, khususnya dengan WKKI Fransiskus Assisi yang telah berlelah-lelah mensukseskan kegiatan kecil ini.

(diar sanjaya)

Catatan Perjalanan ke Pantai Carita

Minggu, 07-Februari-2010
Seperti hari-hari indah lain yang Tuhan karuniakan kepada kita umat ciptaan-Nya. Tapi hari itu, kami awali dan rasakan lebih bersyukur dan ada harapan kegembiraan dan keceriaaan yang akan kami alami, hari itu kami umat dari wilayah Bondongan, khususnya pengurus sie-sie, TTK, Koor bersama keluarga akan berekreasi ke pantai Carita.
Umat Bondongan jalan-jalan lagi, hore………………………!
Pagi itu cuaca begitu cerah, langit tak berawan, bintang tampak di angkasa yang masih agak gelap, berkerlip ceria di kejauhan. Surya Tjandra, sebagai ketua wilayah dan sebagai panitia acara,
begitu sibuk mengatur ini itu, teliti dan teratur. Setelah semua peserta berkumpul,dan persiapan beres, di awali doa yang di pimpin oleh pak Diar Sanjaya agar Roh Kudus senantiasa menyertai perjalanan kami, jam 5 lewat kami berangkat. Tampak wajah-wajah yang ceria dan gembira, walau tak terucap kata, rasa syukur pada Tuhan terungkap dengan tingkah dan canda tawa antar sesama teman seperjalanan dan bersyukur atas kasih-Nya yang telah memberi kesempatan, kesehatan, teman-teman, keluarga dan hari yang indah untuk ikut serta dalam acara ini. Kata-kata lucu, canda dan tawa bahagia, senantiasa mengiringi perjalanan kami. Kesulitan-kesulitan hidup sementara di lupakan. Matahari begitu hangat dan cerah menerangi bumi dan hati kami. Terang menjadikan semua tam-pak jelas dan indah., pemandangan kiri dan kanan jalan begitu menawan. Bersama keluarga dan teman-teman, sehati dalam doa mensyukuri nikmat yang di berikan Allah. Dalam perjala-nan, panitia memberi sambutan rencana tujuan acara dan wisata. Yaitu ingin memperkenalkan dan lebih menyatukan para pengurus dan sie-sie (TTK, Koor, dll) agar bisa lebih akrab dan kompak demi perkembangan dan ke-majuan wilayah Bondongan. Lama-nya perjalanan, tak terasa melelah-kan karena ada sukacita sambil men-jalankan sabda Allah ( Filipi 4: 4 )” Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan, sekali lagi Ku katakan bersuka-citalah.
Bus keluar tol Cilegon melewati kawasan industri Krakatau Steel, tiba di perbatasan Anyer jam 08.20. Birunya air laut dan pantai yang tenang sesekali tampak di antara pepohonan dan rumah penduduk sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan. Jam 09.15, kami tiba di Hotel/Vila dan Restauran “ Carita Baka-Baka “ di-sana kami main dalam kebersamaan, di pandu oleh Sdr Inatius Djati seperti membuat gereja dari pasir, tarik tambang dll. Intinya dalam mencapai suatu tujuan, kebersamaan dalam kasih tanpa mengorbankan yang lain. Selesai lomba di lanjutkan dengan acara bebas. Sebagian main di laut, ada yang menyiapkan makanan dengan memasak. Bude Tatmo dan teman-teman begitu sigap memasak untuk makan siang semua peserta. Anak-anak amat menikmati indahnya hari itu, bahkan banyak pula orang de-wasa yang ikut berbasah ria di laut. Tawa dan teriak kegembiraan mereka selalu terdengar di tengah debur ombak yang memecah pantai. Setelah lelah bermain, jam 16.00 kami makan bersama. Terasa begitu nikmat, karena di siapkan bersama-sama.
Jam 17.30, rombongan berkumpul, berfoto bersama dan ada acara pembagian hadiah untuk pengurus, anggota TTK dan anggota koor terbaik. Ibu Felicia Febri Siok terpilih sebagai sosok pengurus dan Bp. Robertus Ruliyadi (Robby) sebagai sosok TTK teladan terbaik tahun 2010 yang patut di tiru dan di acungi jempol da-lam melaksanakan tugas pelayanannya. Mereka masing-masing mendapat 1 buah DVD Player dan perjala-nan gratis Ziarah yang diadakan oleh wilayah St. Maria Fatima “WilBond” selama tahun 2010. Selain itu ada doorprize untuk peserta dengan puncaknya Bp. Anton mendapat hadiah 1 buah DVD Player. Suasana di Carita sore itu begitu cerah, secerah suasana hati kami. Sekitar pukul 18.00 rombongan kembali pulang.
Diiringi terbenamnya matahari, lukisan pemandangan alam dan sunset yang mempesona membuat hati kita makin bersyukur akan indahnya karya agung Sang Pencipta dan makin bersyukur atas semua Kasih-Nya pada kita.
Tiba di Bogor, jam 22.30 kami di sambut dengan rintik hujan. Walau repot dengan oleh-oleh dan bawaan masing-masing, dinginnya air hujan menyadarkan kami bahwa sesulit dan serumit apapun kesulitan dan masalah yang kita hadapi, bila kita berpasrah hanya pada-Nya kita jalani dengan sukacita dan di lakukan dengan penuh kebersamaan maka semua akan berhasil dengan baik dan menyenangkan.
Sampai jumpa teman-teman pada perjalanan kita di lain waktu. Saat ini kita kembali pada tugas kita menurut talenta yang Tuhan berikan. Pelayanan untuk memuji dan memuliakan Tuhan
Maju terus WilBond, God Bless Us.
 
(Robertus Ruliyadi-Swara WilBond)

Orang Kudus

Isidorus dari Sevilla, Uskup dan Pujangga Gereja

Pada tahun 560. la dikenal sebagai seorang uskup yang tergolong dalam bilangan Pujangga Gereja karena perjuangannya demi kemajuan Gereja, kebudayaan dan pendidikan di Spanyol. Ia dididik di Sevilla oleh Leander, kakaknya sendiri, yang pada waktu itu menjabat sebagai Uskup Sevilla.
Selagi duduk di bangku sekolah, ia tidak mencapai kemajuan berarti dalam berbagai ilmu yang diperolehnya. Walaupun ia belajar dengan penuh semangat, namun hasil yang diperolehnya tidaklah memuaskan. Hal ini menimbulkan kekecewaan besar; ia pun menyerah, putus asa dan tidak mau lagi berjuang. Lalu ia memutuskan untuk pulang saja ke kam-pung halamannya.
Dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya, ia mendapat suatu pengalaman menarik di sebuah sumber air. Di sumber air itu, ia melihat sebuah batu besar yang berlubang oleh karena titik-titik air yang menimpanya. “Mengapa batu yang demikian keras dapat ditembusi oleh titik-titik air yang lemah dan tak berdaya itu?” tanyanya dalam hati. Pengalaman ini menumbuhkan suatu kesadaran baru dalam dirinya. “Aku pun harus begitu: bertekun dan berkanjang”, katanya dalam hati. Lalu ia memutuskan kembali kepada kakaknya Leander untuk melanjutkan studinya.
Isidorus mendapat pendidikan yang keras di bawah bimbingan kakaknya Leander. Pengalaman di sumber air itu memberinya semangat baru untuk terus tekun belajar dan pantang mundur. Akhirnya ia memetik hasil yang gemilang. la menjadi seorang yang pintar dan bijaksana. Sepeninggal kakaknya Leander, ia ditahbiskan menggantikan Leander pada tanggal 13 Maret 619. Pekerjaan dan rencana-rencana kakaknya untuk memajukan keuskupan Sevilla, terutama mempertobatkan suku Goth Barat yang sesat, diteruskan dan diselesaikan. la pun tegas terhadap semua ajaran sesat yang berkembang di dalam keuskupannya dengan membuat peraturan-peraturan baru.
Selama masa kepemimpinannya sebagai Uskup Sevilla, Isidorus memimpin Konsili Sevilla kedua pada tahun 916 dan Konsili Toledo keempat pada tahun 633. Pada konsili-konsili ini ia memperjuangkan agar di setiap keuskupan di Spanyol didirikan sebuah Seminari atau Sekolah Katedral. Selain itu ia berjuang meningkatkan studi kedokteran, hukum, seni, bahasa Yunani dan Hibrani.
Selama 36 tahun ia berkarya mengabdikan dirinya demi kemajuan keuskupan Sevilla. la membangun gereja-gereja, biara-biara, terutama menulis buku-buku ilmiah: ensiklopedi yang diberi judul “Etymologiae” atau “Origins”, buku-buku biografi, sejarah dunia mulai dari penciptaan, karya-karya teologi, aturan-aturan biara dan sejarah suku Vandal, Goth dan Suevi. Selain itu, ia menyelesaikan sebuah karya tulis dari Leander kakaknya, yakni Misale Mozarabik yang ditujukan untuk mempertobatkan suku bangsa Goth. Buku-buku yang ditulisnya dipakai di seluruh Eropa selama berabad-abad.
Meskipun dia sibuk dengan ber-bagai tugas, ia selalu menyempatkan diri untuk berdoa, berpuasa dan merenungkan Kitab Suci. Semuanya ini menjadikan dia seorang uskup yang saleh, bijaksana dan rendah hati. Se-luruh umat sangat senang dengan dia karena kasih sayangnya kepada mereka. la meninggal pada tahun 636. Kemudian pada tahun 1598 digelari ‘kudus’ dan tahun 1722 digelari sebagai Pujangga Gereja.


Benediktus Moor, Biarawan 

desa kecil dekat Messina, Sisilia, pada tahun 1526. la adalah orang Negro pertama yang digelari ‘kudus’ oleh Gereja. la disebut juga Benediktus Hitam, karena warna kulitnya yang hitam pekat. Orang-tuanya adalah budak belian asal Etiopia yang bekerja pada seorang orang kaya di Sisilia. Karena kesalehan hidup mereka, sang majikan memberikan status merdeka pada Benediktus.
Oleh orangtuanya yang saleh itu, Benediktus mendapat pendidikan yang baik terutama dalam hal-hal menyangkut penghayatan iman Kristen. la berkembang menjadi orang Kristen yang saleh. Seorang imam Fransiskan yang menyaksikan cara hidup Benediktus segera mengajaknya untuk masuk Ordo Fransiskan. Benediktus menyambut baik ajakan ini. la menjadi seorang bruder dan bekerja sebagai juru masak di biara Santa Maria di Palermo. Kesalehan hidupnya membawanya ke jenjang pimpin biara, kendatipun ia tidak tahu menulis dan membaca. Dalam kepemimpinannya, ia berhasil menciptakan suatu suasana yang baru dalam biaranya.
Banyak orang datang meminta nasehat dan bimbingan rohani pada-nya Ia dianugerahi kemampuan untuk menerangkan masalah-masalah doktrinal dan rohani. la meninggal pada tahun 1589.

Berjumpa dengan Sesama yang Miskin dan Menderita

Ada ungkapan yang mengatakan bahwa ibu kota itu lebih kejam dari ibu tiri. Entah kenapa orang sering mengatakan bahwa ibu tiri itu kejam. Mungkin karena pengaruh film atau sinetron yang banyak menjajikan cerita anak yatim yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan diperlakukan secara sewenang-wenang serta tidak adil oleh ibu tiri. Namun, bicara soal ibu kota. dalam hal ini Jakarta sebagai ibu kota negara, ceritanya lain lagi. Kota besar seperti Jakarta menunjukkan fakta hidup yang rumit dan komplex. Bagi yang beruntung memang Jakarta merupakan sumber tempat mencari kekayaan dan kesempatan untuk meraih sukses dan ketenaran. Mereka tinggal di apartemen atau kondominium, berbisnis digedung-gedung bertingkat dan rapat atau pesta di hotel-hotel berbintang dengan ruangan ber AC dan serba harum. Namun, di belakang gedung-gedung bertingkat, kondominium dan hotel-hotel mewah, terbentang perkampungan kumuh tempat bermukim orang-orang kecil dan kaum “elit” (ekonomi sulit). Di kolong-kolong jembatan, emperan toko, di tepi rel kereta api, di gang-gang pasar yeng becek dijumpai gelandangan, pengemis dan para tuna wisma. Faktor kemiskinan, lingkungan sosial, pengangguran melahirkan kaum marjinal, gelandangan dan anak jalanan. Bagi gelandangan, kaum marjinal atau orang pinggiran yang dilanda kemiskinan, penyakit, ketidakberdayaan dan keputusasaan, hidup di ibu kota ini terasa keras dan kejam. Sia-pa peduli dengan mereka?

Program Rumah Singgah
Realitas sosial ibu kota semacam itu menjadi kecemasan, kesedihan dan keprihatinan para Fransiskan. Me-reka menjumpai begitu banyak orang sakit yang terlantar di jalanan, dan realitas ini mengusik hati para sau-dara Fransiskan untuk bersikap, yak-ni mengumpulkan dan kemudian me-rawat mereka tanpa melihat latar be-lakang suku, ras dan agama. Komisi JPIC-OFM (Justice Peace Integrity of Creation OFM) bersama para sau-dara muda Fransiskan di Jakarta mencoba mewadahi keprihatinan tersebut dengan menyediakan tempat untuk menampung kaum marjinal tersebut berupa sebuah rumah di Jakarta yang dihibahkan oleh seorang dokter yang dermawan. Kemudian berdirilah sebuah rumah singgah pada bulan November 2000, yang selanjutnya diberi nama Rumah Singgah Kesehatan St. Antonius Padua.
Adapun orang-orang yang dirawat di Rumah Singgah memiliki latar belakang hidup serta kasus penyakit yang beraneka ragam (stroke, lansia, parkinson, stress-depresi, hamil, sakit jiwa dll). Mereka ditampung dan diajak untuk hidup sebagai saudara satu sama lain yang dapat melayani sesamanya. Rumah Singgah diprogramkan sebagai rumah perawatan (home care) bagi orang-orang tak mampu dan terlantar (pengemis, orang jalanan). Bagi anak-anak ja-lanan dan anak-anak lingkungan sekitar khusus yang Katolik dan Protestan ada program bina iman anak.

Berjumpa dengan sesama yang miskin
Dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun Wilayah Siliwangi I dan peringatan hari Santo Thomas Aquino yang merupakan Santo Pelindung Wilayah. pada tanggal 29 Januari 2010 dipersembahan Misa Syukur oleh Pastor RD YM Ridwan Amo dan pada tanggal 31 Januari 2010 para pengurus serta aktivis Wilayah Santo Thomas Aquino dari Paroki Santo Fransiskus Asisi Sukasari, Bogor mengadakan acara bhakti sosial dengan mengunjungi Rumah Singgah Kesehatam Santo Antonius Padua yang terletak di kawasan Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Dalam kunjungan tersebut dibawa bingkisan berupa uang, sembako, dan pakaian layak pakai yang disumbangkan oleh umat dan para dermawan Wilayah Santo Thomas Aquino.
Pada saat ini, Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua merawat-inap 10 pasien, masing-masing 6 perempuan dan 4 laki-laki, dengan latar belakang penyakit dan masalah yang berbeda. Mereka termasuk pasien usia lanjut, pasien stroke berat, parkinson, gangguan mental/sakit jiwa. Bagi penghuni yang dapat mandiri diberikan pelatihan ketrampilan antara lain membuat boneka dan anyaman keset dari kain perca. Hasil karya mereka cukup bagus dan sudah dipasarkan sebagai salah satu sumber penghasilan Rumah Singgah.
Kunjungan pada hari Minggu (31/1) siang itu diisi dengan acara dialog dan ramah tamah. Ada seorang penghuni wanita yang dahulu pada saat ditemukan di jalanan sedang hamil dan menderita amnesia. Dia tidak mempunyai tanda pengenal dan tidak tahu siapa dirinya maupun keluarganya. Wanita itu ditampung di Rumah Singgah, diberi nama Natalia, kemudian dirawat, melahirkan dan dia sampai sekarang tetap menjadi penghuni Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua. Anaknya sekarang ditampung di Panti Asuhan Pondok Si Boncel dan sudah masuk TK. Pada suatu waktu pernah ada orang yang mengenal Natalia dan dia dipertemukan kembali dengan keluarganya. Ingatannya pulih kembali dan mengetahui nama aslinya, namun ia tetap memakai nama Natalia dan tidak mau kembali ke tempat keluarganya
Para penghuni Rumah Singgah sangat gembira dengan kunjungan rombongan Wilayah Santo Thomas Aquino. Sebagai manusia, mereka tidak hanya lapar akan makanan, mereka lapar untuk diakui sebagai makhluk manusia. Mereka lapar akan martabat dan untuk diperlakukan sebagaimana kita diperlakukan. Dalam buku “A Simple Path” ditulis falsafah hidup Ibu Teresa. Petikan dari salah satu falsafahnya adalah: “ Buah Cinta adalah Pelayanan”, dan “Buah Pelayanan adalah Damai” Sangat menarik komentar Bruder Geoff, seorang Abdi Umum Bruder Misionaris Cinta Kasih (Tarekat yang didirikan oleh Ibu Teresa): tentang jalan yang terbaik untuk memberikan cinta: “Ke-tika orang yang biasa ditolak dan disingkirkan mendapat pengalaman diterima dan dicintai oleh yang lain, ketika mereka melihat orang me-luangkan waktu dan energinya untuk mereka, hal itu membawa pesan bahwa, bagaimanapun juga, mereka bukanlah sampah” Jadi, orang-orang seperti misalnya ibu Natalia sangat merasakan suasana cinta kasih yang tulus dan merasa betah tinggal di Rumah Singgah walaupun sudah ada keluarganya yang mau menerimanya kembali.
Penanggung jawab harian Ru-mah Singgah Kesehatan St Antonius Padua saat ini adalah para saudara muda Fransiskan (mahasiswa tingkat III), dan dibantu dua karyawan serta para frater OFM lainnya. Para frater Fransiskan terlibat secara langsung, hadir dan merawat pasien Rumah Singgah, tidak hanya sebatas piket jaga siang atau malam hari, mereka juga ikut memandikan pasien, menyuapi, membersihkan rumah, memperbaiki sarana prasarana yang rusak dan lain-lain.

Mencintai Kristus dalam diri kaum miskin
Di kertas flier Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua tercantum perkataan Yesus: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25-40)
Karya-karya pelayanan kesehatan, memberdayakan masyarakat melalui perawatan secara holistik di Rumah Singgah Kesehatan dan membangkitkan semangat solidaritas, merupakan perwujudan nyata cinta kepada Kristus. Kita mencintai Dia dalam diri kaum miskin yang terbuang dan kaum pinggiran. Dalam tulisan J.B. Banawiratma, SJ yang berjudul “Teologi Kontekstual Liberatif” (Buku “Tinjauan Kritis atas Gereja Diaspora Romo Mangunwijaya”, Kanisius 1999) dikatakan bahwa sejak sinode para Uskup tahun 1971, Gereja Katolik semakin menyadari bahwa pewartaan Injil tanpa usaha menegakkan keadilan tidaklah utuh. Menurut surat Yohanes, mengaku mencintai Allah tanpa mencintai manusia sama dengan apa yang dikatakan menipu. Surat Yohanes mengatakan: “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1 Yoh 4:20) Lebih lanjut kesadaran Gereja itu mendapat bentuk dalam pilihan kaum miskin dan tak berdaya, pre-ferential option for (and with and to be) the poor. Di kalangan Gereja-gereja Protestan juga semakin di-sadari bahwa perjuangan untuk keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (justice, peace dan integrity of creation) merupakan fokus untuk proses konsiler, dimana Gereja berusaha menemukan dan mengikuti bimbingan Roh Kudus. Mendahulukan kaum miskin dan tertindas, memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, merupakan wujud serta tanda kesetiaan kepada Injil Yesus Kristus.
(FJP)

YESUS BANGKIT ATAU DIBANGKITKAN ?

Istilah Kebangkitan
Apakah yang dimaksud kebangkitan ? Apakah kebangkitan adalah peristiwa seperti pembangkitan Lazarus, anak janda Nain atau anak perempuan Yairus ? Dalam Kitab Suci, baik Paulus maupun penulis-penulis Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas) tidak pernah membayangkan kebangkitan Yesus hanya sebagai pembangkitan tubuh yang telah mati, seperti pemulihan Lazarus, anak janda Nain atau anak perempuan Yairus yang kembali ke hidup biologis duniawinya, yang semuanya masih harus menghadapi kematian untuk kedua kalinya. Kebangkitan Yesus tidak dapat dipahami sebagai hidupnya kembali mayat. Dalam kebangkitan Yesus, kita tidak hanya menghadapi pembangkitan mayat, tetapi kebangkitan yang sungguh-sungguh, kebangkitan ke bentuk hidup yang baru yang mengubah sampai ke dasarnya dan definitif.
Kata bangkit/kebangkitan adalah suatu kata kiasan atau metafora yang dipinjam dari keadaan orang yang tertidur lalu bangun. Sebelum zaman Yesus, orang Yahudi sudah menggunakan kata ini sehubungan dengan apa yang diharapkan terjadi pada akhir zaman, yaitu orang mati – yang seolah-olah “tertidur” – akan menjadi hidup, tidak mati lagi. Orang Kristen memakai kata kiasan kebangkitan untuk menampung dan mengungkapkan pengalaman rangkap dua, yaitu : di satu pihak setiap orang mengetahui bahwa Yesus benar-benar mati dan dikubur (1 Kor 15:4), tetapi di lain pihak ada beberapa orang (Kis 10:41) yang mengalami bahwa Yesus yang tadinya mati masih aktif hadir dan berpengaruh di dunia ini. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa Yesus yang tadinya mati kini hidup juga, entah bagaimana. Nah, untuk mengungkapkan kesimpulan itu digunakan kata kiasan tersebut.

Bangkit atau Dibangkitkan
Jika kita membaca Kitab Suci secara seksama maka kita akan menjumpai sesuatu yang mengundang pertanyaan. Dalam Kitab Suci kata bangkit dan dibangkitkan kerap muncul. Dalam tulisan-tulisan Paulus dikatakan Yesus dibangkitkan oleh Allah (misal : Rm 4:24-25; 6:4; 10:9; Ef 1:20). Sedangkan dalam Injil seringkali dikatakan Yesus bangkit (misal : Mrk 8:31; 14:28; Luk 24:7.46), dan juga dalam 1 Tes 4:11. Bagaimana duduk perkaranya sehingga kita seolah-olah “dibingungkan” dengan ungkapan “Yesus bangkit” dan “Yesus dibangkitkan” ?
Kebangkitan Yesus adalah soal iman mengenai adanya campur tangan Allah Tritunggal dalam tataran ciptaan dan sejarah manusia. Allah Tritunggal bekerja bersama-sama dan serentak dengan masing-masing pribadi Tritunggal menyatakan sifat-Nya yang khas. Kekhasan masing-masing pribadi Tritunggal itu membuat kita sebagai manusia yang terbatas menggunakan kata kerja yang berbeda pada tataran bahasa insani.
Dengan latar belakang pengertian tentang Allah Tritunggal,marilah kita telusuri ungkapan “Yesus dibangkitkan” atau “Yesus bangkit”. Sebenarnya perbedaan itu hanya terletak pada sudut pandang saja. Ungkapan “Allah membangkitkan” (Kis 2:24; 13:32.34; Ef 1:20; et passim) atau “Yesus dibangkitkan” (Rm 6:4; 1Kor 15:17; Ef 1:19-22) hendak menekankan kekuasaan Allah Bapa. Kuasa Allah Bapa bekerja melalui Roh Kudus untuk menghidupkan kodrat manusia Yesus yang sudah mati dan mengangkatnya ke dalam kemuliaan, yaitu keadaan sebagai Tuhan (bdk 2 Kor 13:4; Ef 1:19-20). Allah Bapa yang bertindak dan Yesus adalah penerima dari tindakan Allah Bapa yang membangkitkan. Jika dilihat dari sisi apa dan siapa yang menyebabkan Yesus bangkit maka harus dikatakan Yesus dibangkitkan oleh Allah. Sedangkan ungkapan “ Yesus bangkit” hendak menekankan peran Allah Putra. Berkat kuasa ilahi-Nya sendiri, Allah Putra sendiri bisa melaksanakan kebangkitan-Nya. Jika dilihat dari sisi hasil yang menyebabkan Yesus bangkit maka harus dikatakan Yesus yang tadinya mati, bangkit – Yesus bangkit dengan kekuatan-Nya sendiri. Allah membangkitkan Yesus, tetapi yang bangkit adalah Yesus, bukan orang lain ataupun Allah. Jadi kedua ungkapan “Yesus dibangkitkan” atau “Yesus bangkit” sama benarnya dan pada akhirnya sama artinya. Masing-masing ungkapan hendak menekankan peran Pribadi Tritunggal yang berbeda.

Penampakkan adalah Bukti Nyata Yesus Tetap Hidup
Dalam Kitab Suci tidak diceritakan ada orang yang menyaksikan atau mengamati Yesus bangkit/dibangkitkan. Kalau begitu bagaimana kita mengetahui bahwa Yesus tetap hidup dan berpengaruh demi keselamatan manusia ? Untuk menyatakan kebenaran tersebut Kitab Suci berkata bahwa Yesus ditampakkan, tampak, menampakkan atau menyatakan diri. Lewat berbagai peristiwa penampakkan mau ditekankan Yesus tetap hidup sehingga Ia bisa dilihat, didengar, diraba dan dipeluk (Mat 29:9-10; Luk 24:39-40; Yoh 20:27). Badan Yesus yang bangkit/dibangkitkan mempunyai kesamaan identitas dengan badan duniawi ketika Ia masih di dunia. Tetapi badan Yesus yang bangkit/dibangkitkan sudah tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu (bdk Yoh 20:19.26). Artinya, badan Yesus yang bangkit sudah dimuliakan, tidak termasuk dalam tatanan dunia lagi. Yang pasti, penampakkan selalu terjadi atas prakarsa Yesus. Dan penampakkan itu tidak dapat diamati oleh setiap orang yang hadir. Pengalaman penampakkan mengandaikan adanya iman. Jadi, pengalaman Yesus yang bangkit mulia bukan pertama-tama terletak pada kontak fisik tetapi terletak pada pengalaman iman. Sudahkah kita mengalami penampakkan Yesus yang bangkit/dibangkitkan dalam hidup sehari-hari ?

Animator Berkualitas

21 Februari 2010, diruang St. Maria – Paroki St. Fransiskus Assisi, berkumpul kurang lebih 65 orang animator. Mereka sedang mendapatkan pembekalan untuk APP 2010. Semangat mereka perlu diacungi 2 jempol, jarang sekali kita dapat temui begitu banyaknya jumlah animator dari Paroki St. Fransiskus Assisi – Fantastis!!
“Keluarga yang bertanggung jawab” yang merupakan tema utama dari APP, cukup menarik tetapi perlu kewaspadaan. Mudah-mudahan para animator mempunyai keluarga yang dapat dijadikan teladan yang konkrit.
Pesan APP tidak jauh dari doa, renungan, derma, dan karya sosial. Kita diingatkan agar kita setiap animator dapat menyemangati umat, warga gereja dengan sebaik mungkin. Dengan 4 kali pertemuan dalam waktu 40 hari, para animator dapat membawa umat yang disemangatinya untuk menjalankan lingkaran pra paskah dengan sempurna dan menghasilkan pertobatan yang membuat mereka menjadi manusia baru. Selamat berkarya para animator berkualitas!!

(diar sanjaya)

BIA Fransiskus ber-APP. .

Ber-APP bukan buat orang dewasa saja, tetapi anak-anak BIA juga tidak mau ketinggalan. Dengan ber-APP mereka diajak kenal dengan liturgi gereja, dengan mengenalnya mereka akan terbiasa berdoa, beramal, dan berbagi dengan teman-temannya.
Memperkenalkan kehidupan menggereja lebih awal pada mereka dapat menumbuhkan iman kristiani yang berkelanjutan. Walaupun para pendamping agak-agak sulit menyampaikan pesan-pesan APP tetapi minimal mereka dapat merasakan kegembiraan. Biarlah kegembiraan yang mereka miliki akan selalu diingatnya, sehingga iman mereka akan bertumbuh terus. Biarlah mereka juga akan menjadi anak-anak yang taat, rajin, jujur, dan dapat diandalkan oleh orang tuanya.
Semoga APP 2010 buat anak-anak BIA membuat daya baru bagi keluarganya untuk lebih bertanggung jawab akan kesejahteraan jasmani dan rohani dapat terpenuhi.

(diar sanjaya)

OPA & OMA, Cinta pada Allah

Pertemuan BIL, dengan tema Opa – Oma Cinta pada Allah sungguh menarik. Mereka bisa bergembira, bunyi tawa mereka lepas, sungguh mereka mendapatkan semangat hidup yang tiba-tiba, sungguh Roh Kudus hadir.
Perhatian pada orang tua usia lanjut bukanlah tugas seseorang, tapi semua berkepentingan untuk lebih mengasihi. Perhatian sekecil apapun akan membuat Opa-Oma bahagia. Membuat pikiran dan hatinya senang, hal inilah yang membuat hidupnya penuh sukacita. Kapan lagi kita sebagai putera-puterinya, saudara, dan sahabat, mau membuat mereka sedikit bahagia? Berikanlah sedikit waktu untuk mereka lewat perhatian dan kasih sayang kita.
Sesuatu yang menarik dan tiada habis-habisnya cerita tentang orang tua, banyak manfaat dan contoh-contoh teladan yang dapat kita bisa ambil dari pengalaman hidup mereka. Berbahagialah anak-anak yang dapat membahagiakan orang tuanya.

Berkumpul bersama, mendengar-kan firman, nyanyi bersama, dan makan bersama mampu membuat hati Opa-Oma lega dan merasa betapa besarnya kasih Allah kepadanya. Betapa ajaibnya Allah yang kita layani, Dia memberikan segala kebutuhan mereka, tidak ada yang berkekurangan. Terima kasih kepada seluruh Donatur telah memperhatikan mereka dan kerja keras bapak-ibu yang mau berbagi dengan Opa-Oma.
 
(diar sanjaya)

YESUS Sayang Semua....

Memasuki masa Pra Paskah, kami bersama-sama SSV, BIL, dan kelompok doa pergi mengunjungi Panti Stress “ Bagja Waluya” sebuah panti mengurusi, merawat orang yang menjalani stress, bina mental yang terdiri dari berbagai usia dewasa sampai orang lanjut usia.
Sudah pasti yang kami kunjungi adalah orang-orang yang lemah mental, orang yang butuh penghiburan, bagi mereka kami sangat diharapkan mereka yang rindu akan sentuhan, hiburan, dan sapaan dari orang-orang yang punya perhatian akan karya sosial.
Kunjungan rutin tiap bulannya, membuat mereka terhibur dan ada harapan sedikit perhatian yang membuat mereka diperhatikan dengan memberikan sedikit hadiah berupa perlengkapan mandi, mereka ikut menghibur kita dengan nyanyian yang membuat kita tertawa. Dengan doa, cerita ten-tang hidup saling tolong menolong, bernyanyi bersama, kami tutup dengan lagu anak-anak “Yesus Sayang Semua, Sayang Kau dan Saya”.

(diar sanjaya)

TAHBISAN DIAKON

Rabu, 24 Februari 2010 lalu, Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM berkenan mentahbiskan lima frater menjadi diakon bagi Keuskupan Bogor. Kelima frater itu adalah: Fr. Ignatius Irwan Sinurat, Fr. Habel Jadera, Fr. Joseph Krisostomus CSE, Fr. Elisa Maria CSE, dan Fr. Patrisius de Jesu CSE.
Sejak petang, Lembah Karmel Cikanyere sudah didatangi umat dari berbagai paroki di Keuskupan Bogor dan luar Keuskupan Bogor. Menjelang Ekaristi, kursi-kursi umat di Kapel Santa Maria Bunda Karmel telah penuh terisi, panitia pun mengeluarkan kursi-kursi cadangan di kiri-ka-nan kapel. Lima menit sebelum Ekaristi dimulai, protokol membacakan sedikit informasi mengenai kelima ca-lon diakon. Tepat pukul 17.00, arak-arakan para misdinar, para imam, calon diakon beserta orangtua, dan konselebran, mulai memasuki kapel dari pintu masuk. Serentak umat berdiri menghadap arak-arakan. Lagu pembukaan pun dilantunkan dengan begitu meriah oleh koor dari Paroki Maria Ratu Para Malaikat Cipanas.
Sebagai selebran Ekaristi adalah Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM (Uskup Keuskupan Bogor), dengan para konselebran yaitu: RD. Christophorus Tri Harsono (Rektor Seminari Tinggi Santo Petrus Paulus) dan RP. Yohanes Indrakusuma OCarm (pendiri Asosiasi Publik CSE).

Ekaristi berjalan mengalir tanpa hambatan berarti. Kelima frater, satu-persatu menerima tahbisan diakon dari Mgr. Michael OFM setelah masing-masing menyatakan kesanggupan sebagai diakon. Saat kelima frater mengenakan stola dan dalmatik, mereka pun telah resmi menjadi diakon. Dengan demikian, Keuskupan Bogor kini mempunyai tujuh orang diakon. Diakon Justinus Joned Saputra dan Diakon Yohanes Suparta telah ditahbiskan pada 8 Desember 2009 di Gereja Santo Fransiskus Asisi Cibadak.
Terpanggil untuk hidup selibat, menjadi diakon kemudian imam, tidak akan terjadi jika bukan karena Allah sendiri yang memanggil/memilih. Begitulah yang disampaikan Mgr. Michael dalam homilinya “bukan karena aku yang memilih, tetapi karena Engkau sendirilah yang memilih”. Tahbisan adalah rahmat Tuhan, sehingga harus dijaga dan dihidupi. Menjadi diakon berarti menjadi pelayan, yaitu membantu tugas-tugas imam dan uskup dalam melayani umat Allah. Kesetiaan dan rendah hati amat diperlukan. Peran serta umat melalui doa dan dukungan bagi kesucian para imam maupun diakon, akan selalu dibutuhkan sampai kapanpun. Lebih lanjut Mgr. Michael mengatakan, adalah suatu hal yang menggembirakan di penghujung Tahun Imam ini, bahwa Keuskupan Bogor akan dianugerahi tujuh orang imam. Rencananya tahbisan imam bagi ketujuh diakon ini akan dilaksanakan pada Juni 2010. Sekali lagi, kita harus bersyukur atas rahmat ini. Tuhan sendiri yang akan memilih penerusnya untuk menyelamatkan GerejaNya. Peran orang tua pun tidak kalah penting. Bimbingan yang mereka berikan dalam lingkup keluarga, khususnya pendidikan iman katolik, turut menunjang tumbuhnya benih-benih panggilan di hati putra-putri mereka. Kerelaan hati untuk menyerahkan/mem-persembahkan putra-putri mereka sepenuhnya pada Tuhan merupakan suatu hal yang patut diacungi jempol. Pada akhirnya, kita sebagai umat beriman kristiani, harus mampu menjadi garam dan terang, dalam apapun pekerjaan kita dan dimanapun kita berada.

Sejak Ekaristi dimulai hingga awal ritus penutup, suasana sungguh khid-mat. Seketika suasana berubah menjadi ramai saat Diakon Irwan memberikan sambutan. Diakon Irwan pernah bertugas di Paroki Santo Fransiskus Asisi Sukasari. Ia dikenal pula dengan panggilan Fr. Jerry. Sosoknya yang gaul, akrab dengan kaum muda, humoris, namun bisa serius juga, cukup mengena di hati umat Sukasari. Sambutan yang dibawakannya sangat ringan, beberapa kata dan gerak tubuh spontannya banyak mengundang tawa. Diakon Irwan mewakili teman-temannya menyampaikan rasa syukur pada Tuhan dan terima kasih atas dukungan semua yang hadir walaupun sore itu hujan turun sangat deras. Sempat pula menyapa keluarga untuk menyampaikan terima kasih. Terus berharap pada doa-doa umat agar mereka bertujuh dapat meneruskan pada tahbisan imamat.
Sambutan kedua dari orangtua tertahbis, diwakili oleh ayah dari Fr. Habel Jadera. Beliau pun mengungkapkan rasa syukur yang mendalam pada Tuhan, serta terima kasih pada Bapa Uskup yang telah mentahbiskan putra-putra mereka menjadi diakon. Hingga saat itu, beliau seolah masih tidak percaya bahwa akhirnya putra-putra mereka bisa sampai pada tahap ini, namun karena percaya pada Tuhan pulalah yang membuat mereka yakin.
Sambutan terakhir adalah dari RP. Yohanes Indrakusuma OCarm selaku tuan rumah dan pendiri CSE. Beliau menyampaikan syukur karena dengan tahbisan diakon bagi 3 frater CSE ini, akan semakin menambah jumlah imam di Asosiasi Publik CSE. Wejangan agar para diakon setia dalam melakukan pelayanan hingga akhirnya nanti ditahbiskan sebagai imam pun disampaikan.
Sebelum berkat penutup, Mgr. Michael mengumumkan bahwa kelima diakon akan melanjutkan pelayanannya di tempat sekarang ber-tugas sampai ada penugasan be-rikutnya. Untuk diketahui, Diakon Irwan dan Diakon Joseph CSE saat ini bertugas di Seminari Stella Maris Bogor, Diakon Habel bertugas di Paroki Santo Matias Cinere, Diakon Elisa bertugas di Paroki Kristus Raja Serang, serta Diakon Patrisius bertugas di Paroki Santo Petrus Cianjur.
Saat Ekaristi selesai jam sudah menunjukkan waktunya makan malam. Panitia sudah mem-persiapkan hidangan di aula. Seluruh yang hadir berjalan keluar Kapel Santa Maria Bunda Karmel menuju aula. Aneka hidangan sudah dipersiapkan dalam piring-piring atau mangkuk-mangkuk, sehingga hadirin dapat langsung mengambilnya. Budaya antri tetap sangat diperlukan, agar semua sama-sama merasa nyaman. Acara makan malam diiringi dengan lagu-lagu rohani yang dinyanyikan oleh para frater CSE. Sementara hadirin bersantap ria, kelima diakon tertahbis pun sibuk menerima ucapan selamat dan permintaan foto bersama. Wajah yang cerah dengan senyum lebar nyata terlihat dari kelima diakon. Walaupun tampak keringat tak henti mengalir di wajah, namun mereka tetap bersemangat menerima ucapan selamat. Senyum bahagia pun terlihat dari keluarga masing-masing diakon.
Setelah perut terisi oleh santap malam, beberapa frater CSE mempunyai hiburan berupa menari bersama. Tarian khas dari daerah timur ini ditarikan bersama. Siapapun yang ikut menari dapat masuk ke dalam lingkaran, kemudian bersama-sama mengikuti gerakan yang dipimpin oleh seorang frater yang berada di tengah lingkaran. Peserta tarian ini semakin banyak karena lingkarannya semakin besar dan suasana pun semakin ramai karena tepuk tangan penonton. Selain para frater CSE dan beberapa umat, tampak para seminaris dari Seminari Stella Maris dan beberapa imam turut dalam tarian itu. Di sisi lain, banyak hadirin yang saling bertukar cerita entah dengan kawan lama atau kenalan dari paroki lain. Semakin malam semakin meriah, mungkin kalimat itu dapat mewakilkan suasana malam itu.
Saat malam semakin larut, satu-persatu mobil keluar meninggalkan Lembah Karmel kembali menuju tempat masing-masing. Terima kasih Tuhan atas anugerah lima diakon bagi Keuskupan Bogor. Semoga RohMu senantiasa hadir menerangi hati dan pikiran mereka, agar hanya kehendakMulah yang terjadi. Amin. Mari kita terus berdoa bagi kesucian dan pelayanan para imam di Keuskupan Bogor! Sampai jumpa pada Tahbisan Imam Juni 2010!

(M.74) 

CERITA TENTANG ALLAH BUAT ANAK-ANAK (1)

Yesus pernah menceritakan satu kisah tentang seorang petani yang menabur benih. Sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan dan burung memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, lalu benih itu segera tumbuh. Tetapi panas matahari membuat tanaman itu kering karena akarnya tidak dalam. Sebagian lagi jatuh di tengah semak belukar. Sementara tanaman itu bertumbuh, mereka dihimpit oleh semak duri. Tetapi benih-benih yang jatuh di tanah yang gembur dan subur bertumbuh dengan pesat dan menghasilkan panen yang berlimpah (Matius 13:1-23).
Sesungguhnya, kita adalah penabur-penabur benih. Pesan Allah adalah benih itu, hati anak-anak adalah tanahnya. Kadang-kadang pesan itu bahkan tidak masuk ke dalam tanah. Mungkin hal itu karena hatinya keras dan dikalahkan. Atau mungkin pesannya tidak disampaikan dengan cara yang dapat dimengerti. Apapun sebabnya, si jahat dapat merebut benih itu dengan mudah.
Kadang-kadang seperti pesan Allah diterima segera dan bertumbuh dengan cepat. Tetapi akarnya tidak bertumbuh dalam. Ketika kesulitan-kesulitan datang, kita seolah-olah tidak pernah mengenal Allah sama sekali. Yang lainnya menerima pesan Allah dan mulai bertumbuh, tetapi kekuatiran dan ketergantungan mereka pada hal jasmani telah mengalahkan dan mematahkan iman mereka. Mereka menjadi taman yang dipenuhi dengan duri, firman Allah tersebut keluar dari hidup mereka. Sukacita penabur adalah tanah yang subur, tanah yang gembur. Disinilah benih dapat masih kedalamnya, akarnya bertumbuh masuk ke dalam tanah, dan hanya sedikit sekali duri yang menghambat pertumbuhan tanaman itu.
Kebanyakan anak-anak kita adalah tanah yang gembur. Kelompok-kelompok Bina Iman Anak adalah tempat atau wadah yang pas untuk menanam benih-benih kebaikan, adalah kesempatan emas mereka datang kepada Yesus ketika mereka berusia antara 4 sampai 12 tahun.
Jelaslah bahwa kebanyakan mau mendengar. Tanah mereka belum menjadi keras. Akarnya mendapat kesempatan untuk tumbuh jauh ke dalam. Dan kekuatiran akan hidup jasmani belum bertumbuh di dalam hati mereka.
Paulus berkata, “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan (1 Korintus 3:6). Jadi kita menanam, menyiram dan kita bahkan mencoba untuk mencabut beberapa rumput liar. Tetapi Allahlah yang menumbuhkan benih-benih itu. Sesungguhnya Yesus berkata, tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku (Yohanes 6:44). Jadi bahkan sebelum kita mencoba untuk mengajarkan pesan Allah, kita perlu berdoa agar Allah menarik anak-anak kita kepada Yesus. Biarlah katekis/pendamping anak menanamnya, para orang tua menyiraminya dan so pasti Allah yang memberi pertumbuhannya.

(diar sanjaya-KH)

Katakanlah...

Suatu sore yang manis. Sisi duduk berdua bersama Greg, kekasih hatinya. Di depan mereka ada sebuah dus kecil berisi roti-roti kecil yang masih hangat. Suatu san-tapan yang sangat sederhana, dengan porsi yang tidak banyak. Rupanya, daya cinta yang kuat diantara me-reka, seolah-olah membuat mereka tidak membutuhkan makanan istimewa. Kehadiran dan kekuatan cinta mereka telah memberikan daya hidup. Di saat-saat begitu pasti tidak ada rasa lelah, tidak merasakan lapar, tidak ada rasa bosan apalagi ngantuk, selalu berusaha untuk membuat satu sama lain bahagia. Bahkan sampai malam atau keesokan hari setelah mereka bertemu, Sisi dan Greg masih merasa kenyang oleh cinta...
Cuaca yang sedang cerah, secerah wajah Greg. Sisi sangat bahagia melihat bias ceria wajah kekasihnya, dia tersenyum. Melihat wajah Greg yang segar, adalah kebahagiaan tersendiri bagi Sisi karena Sisi tahu bahwa Greg orang yang sangat sibuk.
Di mata orang banyak, Sisi adalah perempuan malang yang hidupnya penuh dengan penderitaan dari kecil hingga dewasa. Begitu juga Greg, dia adalah laki-laki yang kurang beruntung, kata orang-orang di sekitarnya.Greg terlahir di tengah-tengah keluarga yang tergolong sulit secara ekonomi, yang sejak kecil telah kehilangan ayahya. Itulah cap/stempel yang telah diberikan masyarakat kepada mereka. Segi pandang orang yang cenderung duniawi... meski masyarakat menilai seperti itu, kedua orang itu merasa menjadi orang-orang yang bahagia. Pertama, Allah menempa perkembangan iman mereka, laksana menguji kemurnian emas. Kedua, Allah memberikan daya (kekuatan) kepada mereka untuk menghadapi segala penderitaan dalam proses tadi. Ketiga, mereka dipertemukan untuk saling menyayangi dan menguatkan. Keempat dan seterusnya, masih banyak alasan bagi mereka berdua untuk senantiasa menyenandungkan Mazmur Syukur bagi Allah dalam kehidupan mereka.
Dua insan itu masing-masing menghabiskan sepotong roti kecil. Awalnya sebelum bertemu Greg, Sisi merasa lapar setelah seharian bekerja. Perasaan lapar itu terlupakan seketika saat bersama kekasihnya. Mereka ngobrol dan bercanda. Tiba-tiba ada sedikit perasaan sedih melintas dalam hati Sisi. Entahlah, akhir-akhir ini perasaan itu begitu menggodanya. Meski dalam sikap, perbuatan dan gerak tubuh Greg, Sisi merasa bahwa Greg menyayanginya. Sisi ingin sekali mendengar langsung dari mulut Greg, pernyataan sayangnya kepada Sisi.
Sisi tahu, ungkapan sayang adalah sumber kekuatan yang sangat luar biasa bagi orang yang mendambakannya. Kata-kata itu juga diungkapkan dalam keadaan khusus oleh orang tua Sisi sejak dia masih kecil dulu. Demikian juga Sisi akan mengungkapkan dalam keadaan khusus.
Orang yang mengalami perasaan dicintai dan mencintai dalam Tuhan akan mempunyai daya hidup yang penuh semangat, sehingga akan sanggup melaksanakan hal-hal atau karya yang menakjubkan, dan mampu mewartakan kemuliaan Tuhan dalam hidupnya. Ada motto “Fides per caritatem operator” (iman bekerja lewat kasih). Sumber cinta adalah Allah. Allah menaburkan benih-benih cinta itu di hati manusia. Disitulah proses pertumbuhan iman terjadi.
Sisi dan Greg adalah dua insan yang sedang disapa Allah secara khusus. Mereka saling menyayangi, saling membahagiakan dan saling menguatkan. Sisi merenung dan berbisik dalam hati, “Perasaan cinta itu sudah kurasakan dan kualami, tapi mengapa aku masih merindukan ungkapan sayang itu dari Greg sendiri?”. Diakui oleh Sisi, kultur timurlah yang membentuknya demikian. Perempuan timur dengan budaya mengharap dan menanti ungkapan kata sayang dari laki-laki yang dicintainya.
Senja makin memudar menuju malam. Mereka berpisah, pulang ke rumah masing-masing. Sisi melangkah, menatap penuh harap hari-hari yang akan datang. Cinta, penderita-an, harapan, tawa, tangis adalah realita kehidupan yang menempa iman. Senyum mengulum di bibirnya, harapan itu menggodanya lagi. Dia berbisik dalam hati, “Katakanlah Greg ...sebab hal itu akan menjadi kekuatanku dan ketenangan terindah dalam hidupku”.

-Elis-

Hati Untuk Mama

Sudah tiga minggu Masa Prapaskah berjalan. Hati Stecia semakin resah. Bagaimana tidak? Gadis kecil yang masih duduk di bangku kelas lima SD itu sudah berniat bersikap baik pada mamanya (Mama Niar) selama masa Prapaskah ini, namun belum berhasil. Memang sudah sekitar lima kali ia bisa bersikap baik pada mamanya, tapi itupun hanya bertahan setengah hari setiap kalinya.
Sudah bukan rahasia lagi, jika Stecia kerap bertengkar dengan sang mama. Sebenarnya biang pertengkaran bukanlah hal besar, hanya beda pendapat, keinginannya sering bentrok dengan kemauan Mama Niar. Di keluarga, Stecia merasa dapat mengeluarkan perasaannya dengan lebih leluasa tanpa dipotong ini-itu hanya oleh papanya, Papa Tio. Baginya, sang papa dapat lebih mengerti dirinya, walaupun Papa Tio tidak selalu setuju dengan keinginan-nya, namun beliau dapat mengata-kannya dengan kalimat yang dapat dengan mudah diterimanya. Selain Papa Tio dan Mama Niar, masih ada Kak Steve. Namun kakak laki-lakinya itu lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan sekolah atau teman-temannya, hanya sesekali saja Stecia dapat bercerita panjang lebar dengan Kak Steve. Usia Kak Steve dan Stecia terpaut lima tahun. Di sekolahnya, Kak Steve termasuk siswa yang aktif dalam banyak kegiatan, sehingga di luar jam sekolah ia sibuk dengan aneka kegiatannya itu. Kak Steve belum mempunyai pacar, tetapi banyak mempunyai teman dan sering pergi bersama mereka.
Stecia sendiri sebenarnya bukan-lah anak nakal, malahan banyak orangtua temannya yang meyebutnya sebagai anak yang baik, pintar, dan rajin. Namun entah mengapa, jika sudah bicara dengan Mama Niar, seringkali harus berakhir dengan pertengkaran. Papa Tio sering meledeknya,
“Ya itu karena kalian itu sama. Sama-sama keras kepala. Hahaha…”
Suatu siang di hari Minggu, Stecia duduk di teras belakang sambil mengelus-elus Bombom yang tertidur di pangkuannya. Bombom adalah anak anjing kampung campuran berkaki pendek, dengan bulu berwarna coklat mengkilap. Anjing yang dihadiahkan Kak Steve pada ulang tahunnya yang ke-10 Desember lalu. Saat asyik me-ngelus Bombom, tiba-tiba tercium aroma kopi yang cukup menggoda. Ternyata Kak Steve kini sudah ikut duduk bersamanya di teras. Kak Steve terlihat amat menikmati setiap tegukan kopi yang diminumnya. Stecia pun tergoda,
“Minta dong Kak! Sedikit aja …”
“Anak kecil belum boleh minum kopi!” sahut Kak Steve.
“Ah, itukan kopi instant, lagipula hanya sedikit koq.” Stecia merajuk.
Akhirnya kakaknya yang baik itu pun memberikan gelas berisi kopi yang dipegangnya. Stecia meminumnya beberapa teguk lalu mengembalikan gelas pada Kak Steve. Cukuplah untuk sekedar mencicipi.
“Tumben, Minggu siang begini kamu sudah di rumah? Gak ke gereja atau jalan-jalan?” tanya Kak Steve.
“Tadi pagi misa bareng Papa-Mama, lalu BIA. Selesai BIA aku langsung pulang. Lagi malas jalan-jalan.” terang Stecia.
“Kenapa lagi nih? Berantem terus sama Mama ya?” selidik Kak Steve.
“Kak, kalau kita punya niat bertobat di Masa Prapaskah ini, tapi sering gagal, kira-kira pantang dan puasa kita lulus gak sih?” Stecia balik bertanya
Dengan penuh senyum, Kak Steve memandangi adik perempuannya itu. Tak lama, mereka sudah larut dalam pembicaraan yang panjang.
Rupanya, Stecia gundah karena ia sering gagal mengatasi rasa marahnya setiap kali bertengkar dengan Mama Niar padahal Masa Prapaskah terus berjalan. Setiap kali berbeda pendapat, ia mencoba menahan keinginan untuk berdebat dengan Mama Niar, namun hanya berhasil satu atau dua kali, selebihnya Stecia selalu terbujuk oleh rasa amarah. Stecia takut jika harus begitu terus-menerus. Kak Steve, mengingatkan bahwa Mama Niar adalah mama mereka yang sangat sayang dan peduli pada mereka. Jika beliau melarang Stecia, pasti ada pertimbangan atau alasan yang jelas. Kak Steve pun mengingatkan Stecia agar tidak mudah terpancing emosi untuk marah.
“kalau kamu sedang kesal dengan Mama, tidak usah melawan dengan kata-kata Stec. Diam saja. Ubah emosi negatif kamu menjadi emosi positif. Contohnya dengan memberikan per-hatian pada Bombom. Tingkah Bombom yang lucu pasti membuat hati kamu senang dan lupa dengan amarahmu. Percaya deh!” hibur Kak Steve.
“Tapi Kak, kenapa sih Mama tidak mau mengerti aku? Kenapa Mama tidak sama seperti mamanya Ririn, Ana, atau Gabby? Andaikan mamaku itu mereka ya Kak…” Stecia mengungkapkan ketidakpuasannya.
“Husss… ngawur kamu Stec! Mama kita adalah mama yang terbaik yang Tuhan berikan untuk kita. Jangan membandingkan seperti itu. Kamu tidak ingat, waktu kamu sakit demam berdarah dan harus dirawat di rumah sakit? Siapa yang paling bingung dan susah? Siapa yang tidak tidur sampai kondisi HB kamu normal? Saat kamu pulang dari rumah sakit, siapa yang merawat kamu? Itu semua Mama. Papa dan Kak Steve tidak bisa seperti Mama. Masih banyak lagi yang sudah Mama lakukan untuk kita, tidak terhitung dan tidak terbayarkan. Mung-kin kita saja yang suka merasa kurang puas.” Jelas Kak Steve panjang lebar.
Stecia tidak bisa menjawab, karena apa yang dikatakan Kak Steve sangat benar. Tangan kecilnya hanya sibuk membelai-belai Bombom yang masih asyik tidur di pangkuannya. Kak Steve pun merangkul pundak Stecia, sesekali membelai lembut rambut adiknya itu.
Keesokan harinya hingga hari-hari berikutnya, Stecia mencoba melakukan apa yang dikatakan Kak Steve. Tidak selalu berhasil, tetapi jauh lebih baik dari sebelumnya. Suatu sore, saat Papa Tio dan Mama Niar hanya berdua menonton televisi, sesekali mereka mengobrol santai.
“Pa, Mama senang dengan sikap Stecia belakangan ini.” kata Mama Niar.
“Sikap yang mana Ma? Stecia kan memang anak yang baik walaupun galak hehehe…” canda Papa Tio.
“Itu loh Pa, sekarang dia tidak banyak melawan saat Mama minta bantuan membereskan pekerjaan di rumah. Dan kalau diberitahu, sudah jarang marah-marah. Tapi Mama heran juga, ada apa ya Pa?” tanya Mama Niar.
“Mama ini lucu, anak berubah jadi lebih baik malah dicurigai, harusnya didukung. Stecia itu mau berbuat baik terhadap Mama selama Masa Prapaskah ini. Anak kita itu hebat Ma. Dia mau pantang dan puasanya tidak sia-sia.” jawab Papa Tio.
“Pa, jawab yang jujur ya, apa selama ini Mama terlalu galak sama Stecia? Jadi dia sering bertengkar dan susah diberitahu oleh Mama?” kembali Mama Niar bertanya.
“Mama tanya sendiri dong sama Stecia. Jadi Mama dan Stecia sama-sama tahu apa yang kalian rasakan satu sama lain. Menurut Papa sih, kalian berdua sama-sama galak hahaha….” jawab Papa Tio sambil tertawa panjang.
Mendengar jawaban suaminya, Mama Niar langsung mencubit lengan Papa Tio. Di dalam hatinya, Mama Niar merasa bangga dengan sikap Stecia, iapun berjanji akan bersikap lebih sabar pada Stecia.
Beberapa hari kemudian, datanglah kesempatan dimana Mama Niar dan Stecia hanya berdua saja. Mama Niar mengajak Stecia menemaninya berbelanja untuk keperluan Paskah nanti. Selama berbelanja, mereka merasa bahagia, tidak ada perselisihan, semua berjalan dengan indah. Setibanya di rumah Stecia membantu Mama Niar membereskan semua belanjaan, sementara Mama Niar memasakan sesuatu yang istimewa untuk makan siang mereka. Setelah Stecia selesai dengan barang-barang belanjaan, ia berlari menuju ruang makan karena perutnya sudah lapar. Di sana, Mama Niar sudah meletakkan dua piring berisi nasi goreng teri yang special dihiasi telur mata sapi, setoples kerupuk ikan, dua gelas air putih, dan satu gelas besar jus jeruk dingin yang terlihat menyegar-kan. Mereka pun langsung makan bersama. Di tengah makan, Mama Niar tiba-tiba berkata, “Stec, maafkan Mama ya karna sering marahin kamu.”
“Aku juga minta maaf Ma. Sering banget bikin Mama marah.” balas Stecia.
Niat pertobatan Stecia terus dilaksanakan hingga akhir Masa Prapaskah. Ia benar-benar bahagia, bisa menahan dirinya dari rasa amarah yang gampang meledak-ledak. Stecia semakin bahagia karena hubungannya dengan Mama Niar sudah jauh lebih baik. Di dalam hatinya, ia mengakui kebenaran dari perkataan Kak Steve, “Mamaku adalah yang terbaik untukku”. Stecia kecil mungkin tidak menyadari, bahwa pertobatannya telah membuat hatinya bersih kembali. Hati yang ia hadiahkan untuk Mama Niar di Paskah kali ini adalah hadiah yang sungguh berharga. Akhirnya, Papa Tio, Mama Niar, Kak Steve, dan Stecia pergi ke gereja mengikuti Tri Hari Suci dengan perasaan baru dan lebih mantap untuk merayakan Paskah.
 
(Stec.)

POIN MASUK SURGA

Seorang laki-laki meninggal dunia dan naik ke surga, Petrus me-nemuinya di gerbang surga. Petrus berkata, begini prosedurnya. Engkau perlu 100 poin untuk masuk ke surga. Untuk itu, engkau harus menceritakan semua hal baik yang telah kau laku-kan, dan aku akan memberimu poin. Besarnya poin tergantung dari se-berapa baiknya perbuatanmu itu. Ketika poinmu sudah 100, kamu boleh masuk.
“Baiklah,” kala laki-laki itu. “Saya menikah dengan seorang perempuan yang sama selama 50 tahun dan tidak pernah berdusta kepadanya, dalam hati sekalipun.”
“Hebat,” kata Petrus. “Itu nilainya 3 poin!”
“Tiga poin?” kata laki-laki itu. “Baiklah, saya rajin ke gereja di sepanjang hidup saya dan mendukung pelayanannya dengan nada dan pengabdian saya.”
“Bagus sekali!” sahut Petrus. “Itu layak dihargai satu poin.”
“Satu poin? Astaga. Bagaimana dengan ini: saya merintis dapur umum di kota saya dan bekerja di dalam rumah perlindungan bagi orang-orang tua yang tunawisma.”
“Fantastik, dua poin lagi buatmu, “katanya.
“Dua poin!” seru lelaki itu. “Dengan poin sesedikit ini, saya hanya bisa masuk surga karena anugerah Allah!”
“Masuklah!”
 
 (Galih-PBR) 

Salib Katolik

Sebuah renungan singkat ini mungkin dapat lebih memperdalam iman kita sebagai umat Katolik yang selalu percaya bahwa Tuhan selalu ada dan melindungi kita setiap saat dan waktu. “Mengapa kamu banyak sekali menggantung Salib? Hampir setiap kamar ada Salib. Seakan kamu menyalibkan YESUS dimana-mana.” Kata Andi kepada Beti ketika Andi berkunjung ke rumah Beti sahabat karibnya. Kebetulan Beti adalah seorang Katolik. “Anehnya adalah mengapa Salib orang Katolik masih menggantungkan tubuh YESUS di Salib? Bukankah DIA sudah bangkit dan naik ke Surga dan duduk di sebelah kanan ALLAH BAPA?” Andi melontarkan pertanyaan retoris kepada Beti. Sebenarnya Andi tahu bahwa Beti pun percaya hal yang sama.”Orang Kristen percaya bahwa YESUS KRISTUS telah bangkit dan naik ke Surga. Itulah mengapa Salib orang Kristen tidak menggantungkan Tubuh YESUS KRISTUS.. Lagi pula kami tidak menggantung Salib di setiap kamar.” Lanjut Andi lagi seolah tidak memberi waktu kepada Beti untuk menjawab.”Lihatlah, Salib-salib itu banyak sekali bentuknya. Ada yang terbuat dari kayu, ada yang dari besi, bahkan ada yang dari aluminium. Bukankah Salib YESUS itu terbuat dari kayu?” Celoteh Andi lagi sambil memegang Salib aluminium besar yang berdiri kokoh di sebuah meja sudut di ruang tamu. Kali ini Beti hanya tersenyum simpul menanggapi sahabatnya yang seorang Kristen itu. Seminggu kemudian Beti berkunjung ke rumah Andi. “Hai, ini foto pacar kamu?” tanya Beti ketika memandang sebuah foto seorang wanita cantik berukuran besar yang diberi bingkai kayu ukiran yang mewah.”Hus. Ini ibuku!” bisik Andi sambil meletakkan telunjuknya di depan bibirnya seolah menyuruh Beti untuk tidak berbicara keras-keras. Maklum Beti tadi bertanya dengan nada cukup tinggi. “Ibu kamu cantik ya?” kata Beti lagi dengan suara lebih pelan.”Hmm. Ya jelas dong. Ibu siapa dulu? Itu foto ibu ketika masih muda, mungkin waktu itu umurnya 25 tahun..” Kata Andi dengan bangga sambil membetulkan kerah bajunya yang sebenarnya tidak perlu dibetulkan baik lipatan maupun bentuknya.”Sekarang umurnya berapa? Sekarang ibu kamu ada dimana?” Berondong Beti. “Sekarang umurnya sudah 60 tahun. Kebetulan saat ini ibu sedang pergi belanja bersama ayah. ” Jawab Andi dengan sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan sahabatnya itu. “Lho, kok masih dipajang? Bukankah sekarang ibu sudah berumur 60 tahun? Bukankah sekarang ibu sedang pergi belanja? Kok kamu masih memajang fotonya ketika usianya masih 25 tahun?” Kali ini Beti lebih memberondong Andi dengan berbagai pertanyaannya.”Emang kenapa? Apa yang salah dengan itu?” Andi bertanya balik sambil heran mengapa sahabatnya bertanya hal-hal yang demikian. “Lho, kamu sendiri kan yang pernah tanya padaku? Waktu itu kamu bertanya: Mengapa Salib orang Katolik masih menggantung tubuh YESUS padahal YESUS telah bangkit dan naik ke Surga?” Beti menjawab dengan nada halus seolah berusaha mengingatkan Andi akan peristiwa satu Minggu sebelumnya di rumah Beti.”Kalau begitu boleh dong aku sekarang bertanya hal yang sama tentang ibu kamu?” Beti bertanya lagi dengan nada lebih lembut. Kali ini Andi telah ingat beberapa pertanyaan yang dia lontarkan kepada Beti seminggu yang lalu.”Iya ya?” Jawab Andi. “Kamu hebat Beti. Aku sekarang mengerti.” Andi lalu memeluk Beti sahabatnya. Salib orang Katolik memang menggantungkan tubuh YESUS KRISTUS dan Salib orang Katolik memang beragam bentuknya. Bahkan tidak hanya dari Kayu, tetapi juga dari bahan lain seperti Perak, Aluminium, Besi, Keramik dan ada juga yang dari Baja.Patungnya pun beragam bentuk dan posisi. Tetapi bukan itu Essensinya. Salib bagi orang Katolik adalah sebuah media untuk mengingat kisah sengsara YESUS dalam karya keselamatan-NYA bagi umat manusia. Justru Salib orang Katolik digantung tubuh YESUS KRISTUS agar kita tahu bahwa Salib itu memang benar Salib YESUS KRISTUS. Kita benar-benar menghormati kisah sengsara dan wafat YESUS di Salib itu. Di sanalah terbentang misteri keselamatan ALLAH.Umat Katolik tidak menghormati kayu salib yang berupa dua Bilah kayu yang disusun bersilangan. Tetapi “Umat Katolik sangat menghormati Kisah Sengsara dan Wafat YESUS di Salib”. Itulah mengapa dalam memvisualisasikan salib, orang Katolik menggantungkan tubuh YESUS di sana . Justru formasi dua bilah kayu pembentuk salib itu tidak akan ada artinya tanpa YESUS KRISTUS yang Rela Mati untuk menebus dosa manusia dengan disalib. Ingatkan bahwa YESUS disalib bersama 2 orang Penjahat yang juga disalib di sisi kanan dan kiri-Nya? Jadi kalau ada orang yang hanya percaya kepada dua Bilah kayu bersilangan itu, kita patut bertanya padanya: “Ini salib siapa? Jangan-jangan salah satu salib dari 2 penjahat itu.”
Kalau ada orang yang ngotot berargumentasi dengan bertanya pada orang Katolik: “Bukankah YESUS telah bangkit dan naik ke Surga? Kita tidak perlu menggantungkan tubuh YESUS di Kayu Salib.” Kita patut bertanya balik kepadanya: “Bukankah YESUS telah bangkit dan naik ke Surga? Tetapi mengapa kamu masih merayakan Natal (kelahiran YESUS)? Atau mengapa kamu masih merayakan Paskah (kisah sengsara YESUS)?” Jadi jangan berpikiran sempit ya? Juga jangan berpikiran bahwa umat Katolik hanya menghormati kisah sengsara YESUS Kristus. Kami sangat menjunjung tinggi YESUS, Sang Sabda, Sang PUTRA ALLAH. Kami juga sangat menghormati setiap bagian hidupnya sebagai manusia: sejak dikandung, dilahirkan, hidup sebagai guru, hidup untuk memberitakan Kabar Baik sambil memberikan keselamatan (jasmani dan rohani), sampai saat Dia harus menderita, wafat dikayu Salib, bangkit dan naik ke Surga.
“Marilah kepada-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, AKU akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-KU, karena AKU lemah lembut dan rendah hati dan jiwa-mu akan mendapat ketenangan. Sebab Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-KU pun ringan.”
(Matius 11:28-30).”Barangsiapa ti-dak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” (Matius 10:38).
Bandingkan Dengan:
(Matius 16:24, Markus 8:34, Lukas 9:23, Lukas 14:27) Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-NYA di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-NYA, maka kamu telah sembuh.
(I Petrus 2:24) “Kasihilah sesa-mamu manusia seperti dirimu sendiri”
Kami juga sangat mengharapkan kedatangan-NYA yang kedua kali untuk menjadi Hakim atas dunia ini, Salib dengan tubuh Yesus itu adalah media paling ampuh bagi kami untuk mengenangkan kisah sengsara YESUS dalam karya keselamatan-NYA. Salib itu juga akan mengingatkan kami agar kami Dapat dan Mampu memikul Salib kami yang sebenarnya sangat ringan dan enak. Salib kami tiada artinya jika dibandingkan dgn Salib YESUS KRISTUS.

Sumber : Internet
Dikutip oleh : Ika - Pontianak

MARIA IBU PENYELAMAT

Maria ibu Tuhan

Di dalam perjalanan Gereja sejak Gereja perdana, pernah timbul permasalahan mengenai hal tersebut. Masalah utama di sini adalah sehubungan dengan kemanusiaan Yesus. Penolakan akan kemanusiaan Yesus secara logis membuat orang masuk pada permasalahan keibuan Maria sebagai ibu Tuhan.
Nestorian menolak sebutan Maria sebagai Theotokos (Ibu Tuhan), dan menyebut Maria dengan sebutan Anthropotokos (Ibu Manusia) atau Kristotokos (Ibu Kristus).
Sedangkan Gereja mengajar bahwa, MARIA ADALAH SUNGGUH IBU TUHAN. Dalam Credo Para Rasul diakui bahwa Gereja percaya akan Anak Allah “lahir dari perawan Maria”. Sebagai ibu dari Anak Allah, maka Maria adalah Ibu Tuhan itu sendiri.
Konsili Ephesus (431) dengan Santo Cyrilus dari Alexandria membuat suatu deklarasi yang menentang Nestorius: “Kalau orang tidak mengakui bahwa Imanuel (Kristus) adalah sunguh-sungguh Allah dan dalam hubungan dengan itu Santa Perawan Maria adalah Ibu Tuhan – karena dalam daging dia menghadirkan Sang Sabda yang menjadi daging – terkutuklah orang itu. Konsili-konsili berikutnya mengulangi kembali ajaran ini.
Dogma mengenai Keibutuhanan Maria, mengandung dua kebenaran:
1]. Maria adalah benar-benar ibu, mencakup bahwa dia terlibat penuh dalam pendidikan kemanusiaan Kristus.
2]. Maria adalah sungguh Ibu Tuhan, yaitu bahwa dia membawa dalam kandungannya Pribadi Kedua dari Allah, yaitu Allah Putera, tidak dalam KeilahianNya tetapi dalam kemanusiaanNya.
Dan bukti secara alkitabiah serta Tradisi adalah: Kitab Suci secara implisit memastikan Kebundaan Ilahi dari Maria dengan menyatakan Keilahian Kristus dan Keibuan Maria yang sejati.
Maria disebut:
1]. Ibu Yesus: Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ. (Yoh 2:1).
2]. Ibu-Nya: Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia me-ngandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri (Mat 1:18 ; 2:11,13,20 ; 12:46 ; 13:55).
3]. Ibu Tuhan: Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? (Luk1:43).
4]. Nubuat Yesaya: Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel (Yes 7:14 , bdk Luk 1:30-31).
5]. Keibuan Maria termuat dalam kata-kata St. Lukas 1:35 : “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah”.
6]. Dalam Galatia 4:4 : Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.
Dari tradisi, Santo Ignatius dari Antiokhia secara implisit menyebut Maria adalah Ibu Tuhan yang sungguh; “Karena Tuhan kita Yesus Kristus dibawa dalam kandungan Maria sesuai dengan rencana penyelamatan Allah”.
Santo Ireneus berkata: “Kristus ini, yang sebagai Logos dari Bapa ada dengan Bapa…dilahirkan oleh seorang Perawan”.
Dan sebutan Theotokos telah menjadi sebutan yang biasa sejak abad ke III. Sebutan ini dikukuhkan oleh para Bapak Gereja seperti St. Alexander dari Alexandria, Arius dan Apollinaris dari Laodicea. Dan Santo Gregorius dari Nazienzus, kurang lebih pada tahun 328, menulis: “Kalau seorang tidak mengakui Maria sebagai Ibu Tuhan, dia terpisah dari Allah”.
Pembela yang gigih dari Gereja terhadap Nestorius adalah Cyrilius dari Alexandria.
 
(St. S T)