Senin, 05 September 2011

Cover Depan September 2011


Redaksi Menulis


Hidup kita penuh misteri. Kadangkala kita gembira, tertawa riang dan merasa bahagia. Namun kadangkala kita diliputi kesedihan, tangisan pilu dan penderitaan. Suka dan duka akan mewarnai kehidupan kita selama kita masih berziarah di dunia ini. Banyak orang beranggapan bahwa penderitaan adalah malapetaka yang harus dihindari. Anggapan ini akan mengakibatkan rasa putus asa, saat doa-doa kita sepertinya diabaikan Tuhan. Namun sebagian orang akan tetap dibimbing Roh Kudus sehingga tetap memiliki semangat kerendahan hati, kebesaran iman dan pantang menyerah. 
Yesus mengajarkan kepada kita, bahwa kemulianNya diraih dengan terlebih dahulu menanggung penderitaan. Ia berpesan agar kitapun mengikuti jejakNya : menjalani hidup dengan menyangkal diri (hidup tidak berpusat pada diri sendiri), dan  mengarahkan diri kepada kehendak Bapa.Belajar memikul salib, yang berarti menghadapi penderitaan, duka nestapa hidup ini dengan tegar, meski kesengsaraan yang terburuk yang tidak pernah kita kehendaki sekalipun. Kita tidak perlu meratap-ratap, seakan kita sendirilah orang yang paling menderita di dunia ini.Mari kita belajar untuk tetap tegar, optimis dan menyerahkan semua peristiwa itu pada kebaikan hati Bapa. Kita seringkali tidak bisa menyelami hati Bapa, yang mempunyai rencana indah buat kita yang dikasihiNya. Saat mengalami duka, kita pasti belum bisa memahami kehendakNya, tapi dengan tetap terbuka akan segala kebaikan Tuhan dan kerendahan hati, suatu saat kita akan menyadari, betapa baiknya rencana Tuhan untuk kita. Tuhan memberkati kita semua.

Sajian Utama 1

Menyelami Hati Bapa

Ketika Allah menciptakan manusia, diciptakanNya manusia itu menurut citra Allah, menurut gambar dan rupa Allah, sebagai ciptaanNya yang paling luhur. Allah sangat memperhatikan kebutuhan manusia, maka ciptaan lainnya diserahkan kepada manusia untuk dikuasai dan dimanfaatkan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah membuat tempat untuk manusia di taman Eden. Ketika manusia hidup seorang diri saja, Allah merasa lebih baik memberikan seorang teman, maka Allah menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia, sebagai rekan sederajat, hidup tolong-menolong, bahu-membahu.
Demikian besar belas kasih dan kemurahan hati Allah, ini sesuai dengan sifat-sifat Allah yang transenden sebagai 'Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus nama-Nya'; dan yang immanen sebagai 'Yang juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati' (Yes 57:15).
Kemudian ciri-ciri khas dari kehendak hati Allah ialah, di balik kehendak-Nya terdapat kebijaksanaan dan kekudusan-Nya yang tidak terbatas, dan kehendak hati-Nya itu dilaksanakan-Nya dengan penuh anugerah dan kebaikan, dan tindakan-Nya dilakukan tanpa syarat atau secara mutlak sebab kehendak hati-Nya itu tidak bergantung kepada sesuatu apapun di luar Allah sendiri. Tujuan dari semuanya ini adalah untuk kemuliaan-Nya, atau dapat dikatakan, manifestasi dari kemuliaan-Nya di mana dalamnya terletak berkat sepenuhnya kepada makhluk-makhluk-Nya.
Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel 34:6). Kata-kata ini diucapkan oleh Tuhan sendiri sebagai pewahyuan sifat pribadiNya terhadap umatNya. Ia ingin dikenal sebagai Penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih setia-Nya. Itulah gambaran Allah yang diberikan oleh Allah sendiri.
Manusia dan umat dibentuk oleh gambaran Allah yang mereka miliki. Orang Israel mempunyai gambaran Tuhan sebagai Pembebas yang kuasa dari Mesir, sebagai Penyelenggara hidup, yang menanggung makan minum umat selama perjalanan di padang gurun, Tuhan Allah yang dahsyat, yang menghukum para penyembah berhala. Tetapi akhirnya, kalau Tuhan mewahyukan diri, Ia memilih menunjukkan sifat-sifat kemurahan, kesabaran, dan kasih setia. Hal ini yang ditekankan, Ia ingin dikenal, disembah dan disebut sebagai Allah penyayang dan pengasih. Namun agar jangan ada anggapan keliru dan dugaan, bahwa Allah dengan demikian dapat dipermainkan, Ia juga menunjukkan sifat keadilan-Nya: Ia meneguhkan, Ia mengampuni, tetapi tidaklah membebaskan orang yang bersalah dari hukuman. (Kel 34:7).
Tetapi walaupun demikian Allah lebih cenderung untuk bersikap murah hati, daripada menghukum. Memang benar Tuhan itu memiliki segala sifat yang baik dalam taraf kesempurnaan, terhimpun dalam kesatuan dan kesucian, dalam keimbangan penuh, juga bagi keadilan ada tempatnya. Karena sejarah manusia penuh pelanggaran dan dosa dan Tuhan juga bertindak adil, manusia banyak menaruh rasa takut. Namun Ia masih membuktikan kebaikan-Nya juga, dan kalau ada ancaman hukuman terhadap kejahatan, lebih besar janji ganjaran terhadap kebaikan. Bahwa Tuhan berbicara dengan Musa, sebagai sahabat, bahwa Ia mempunyai kemah di antara umat, bahwa Ia sendiri membimbing perjalanan mereka dari awal sampai akhir (Kel 33:7-11), itu semua bukti-bukti bahwa Tuhan ingin dekat pada manusia. Adanya dosa dan pelanggaran tidak pernah boleh mengurangi atau menutupi kenyataan, yang Ia wahyukan sendiri: bahwa Ia Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan penuh kasih setia, dan ini merupakan pegangan, jaminan, peneguhan dalam hidup kita.
(Stefan Surya)

Sajian Utama 2

Pada Sebuah Peristiwa

Mbakyu Tinem menyeka air matanya yang deras mengalir. Dirangkulnya kedua belahan hatinya yang berangkat remaja. Tono, anak sulungnya yang  jangkung dan  berperawakan gagah, dan Tini anak bungsunya yang berparas ayu, tinggi semampai. Ketiganya sedang berduka, karena kepergian Sang Kepala Keluarga menghadap Sang Pencipta. Peristiwa itu begitu merubah segala-galanya. Dua orang anak yang masih sangat membutuhkan biaya, karena masih sekolah, jelas sangat merasakan kehilangan. Mbakyu Tinem yang sehari-harinya hanya berjualan pecel keliling kampung, juga merasa tersentak. Betapa manusia itu hanya sekedar menjalani, dalam arus perputaran kehidupan ini. Kata orang Jawa Manungso mono mung sakdremo nglakoni.
Suami Mbakyu Tinem masih tergolong muda. Dulu orangnya gagah dan kuat. Lima tahun setelah perkawinannya dengan Mbakyu Tinem, dia mulai terkena penyakit permanen. Kata orang, penyakit yang tidak bisa sembuh sampai akhir hayat seseorang. Waktu itu Mbakyu Tinem mengandung anaknya yang kedua. Lambat laun proses berkembangnya penyakit itu semakin kelihatan nyata. Badan yang semakin pucat, layu dan kurus, darah yang semakin tidak sehat, pendangan mata yang semakin kabur, daya kerja yang semakin menurun, organ-organ dalam yang semakin kehilangan fungsi, diikuti perangai yang mudah marah dan kasar. Mbakyu Tinem dan anak-anaknya dengan sabar mendampinginya keluar masuk Rumah Sakit. Semakin lama, keluarga itu semakin merasakan betapa beratnya biaya untuk menanggung semuanya.
              ”Terimakasih atas kunjungannya, maafkan kalau ada kesalahan Bapak ya...” Itu kata-kata yang diucapkan Mbakyu Tinem dan anak-anaknya, setiap kali ada pelayat yang datang ke rumah duka. Malam semakin larut, tapi masih saja banyak orang-orang murah hati yang dikirimkan Tuhan untuk melayat di keluarga Mbakyu Tinem. Mereka menunggu hadirnya sanak keluarga dari daerah yang cukup jauh, hingga keesokan harinya, jenazah Sang Kepala Keluarga baru dimakamkan.

Jangan Berhenti Berharap
Apa yang dialami Mbakyu Tinem dan anak-anaknya, seringkali juga kita alami. Dalam kehidupan, kita tidak saja mengalami hal-hal yang menggembirakan, tapi juga harus siap mengalami hal-hal pahit atau penderitaan. Sudah sewajarnya jika kita yang lemah ini berharap akan pertolongan Tuhan. Namun anehnya, seringkali Tuhan seakan mengabaikan kita. Sepertinya, doa kita tidak dijawab. Permohonan yang kita sampaikan sepertinya tidak dikabulkan. Seringkali kita merasa sudah tidak jemu-jemunya melakukan Novena, Rosario atau ziarah dan banyak hal sudah dilakukan. Banyak orang yang kecewa terhadap Tuhan, begitu penderitaan menimpanya. Sehingga banyak orang lalu berhenti berharap, berhenti pula kepercayaannya kepadaNya. Ada sebuah contoh yang luar biasa dalam Injil. Seorang perempuan Kanaan yang di mata orang Yahudi dianggap asing dan najis, sedang sangat membutuhkan pertolongan Yesus karena anaknya sakit. Ia percaya Yesus mampu menyembuhkan anaknya, maka tanpa malu berseru kepada Yesus untuk memohon bantuan. Yesus mengatakan,”Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing”. Perempuan itu tidak putus asa, meski di disamakan dengan anjing. Karena kerendahan hati, kebesaran iman dan semangatnya yang pantang menyerah, akhirnya Yesus mengabulkan permohonannya. Marilah kita belajar untuk tidak  cepat patah semangat, ketika kita merasakan bahwa doa-doa kita belum terkabulkan.

Memikul Salib Dalam Kehidupan
Yesus mengajarkan kepada kita, bahwa kemulianNya diraih dengan terlebih dahulu menanggung penderitaan. Ia berpesan agar kitapun mengikuti jejakNya : menjalani hidup dengan menyangkal diri (hidup tidak berpusat pada diri sendiri), dan  mengarahkan diri kepada kehendak Bapa. Belajar memikul salib, yang berarti menghadapi penderitaan, duka nestapa hidup ini dengan tegar, meski kesengsaraan yang terburuk yang tidak pernah kita kehendaki sekalipun. Kita tidak perlu meratap-ratap, seakan kita sendirilah orang yang paling menderita di dunia ini. Mari kita belajar untuk tetap tegar, optimis dan menyerahkan semua peristiwa itu pada kebaikan hati Bapa. Kita seringkali tidak bisa menyelami hati Bapa, yang mempunyai rencana indah buat kita yang dikasihiNya. Saat mengalami duka, kita pasti belum bisa memahami kehendakNya, tapi dengan tetap terbuka akan segala kebaikan Tuhan dan kerendahan hati, suatu saat kita akan menyadari, betapa baiknya rencana Tuhan untuk kita.
Mbakyu Tinem meninggalkan pusara suaminya. Digandengnya kedua anaknya yang masih sangat muda. Mungkin mereka belum begitu memahami makna, bahwa Urip iku Mung Sakdremo Nglakoni. Yang pasti, ada tekad dalam diri Mbakyu Tinem, untuk gigih memperjuangkan dan mengantar kedua anaknya menuju masa depan mereka. Malamnya, ketika kedua anaknya terlelap tidur karena letih berhari-hari, dengan penuh kasih diciumnya kedua buah hatinya sambil berbisik, ”Tidurlah Nak, besok akan kita sambut surya yang cerah, yang akan menerangi kita untuk melalui hari-hari yang penuh harapan...”. Malam semakin dingin dan sepi. Mbakyu Tinem dan anak-anaknya terlelap dan mendekap mimpinya tentang hari esok.

(E.Sri Hartati)

Seputar Paroki 1

Ziarek Wilayah St. Stefanus - Cipaku
Gereja Lembah Karmel - Wisata Kuliner - Seminari Tinggi




Pada hari Sabtu, 28 Mei 2011, Wilayah St. Stefanus kembali lagi mengadakan Ziarek Bulan Maria, berangkat diawali dengan berkumpul rombongan peziarah di Gereja St. Fransiskus Sukasari, dan doa pembukaan dilakukan oleh Rm. Robertus Eeng Gunawan. Jumlah rombongan ada 108 orang. Rombongan berangkat dari jam 05.30, lewat tol cipularang menuju Gereja Lembah Karmel. Selama di perjalanan, dilakukan doa Rosario dan dikisahkan cerita sejarah Bulan Mei sebagai Bulan Maria. Jam 09.00 Rombongan tiba di “Gereja Lembah Karmel”, cuaca disana sangat cerah dan banyak rombongan dari Gereja lain. Rombongan dibagi menjadi 6 kelompok, dilanjutkan dengan Jalan Salib hingga ke Gua Maria dan selesai hingga jam 10.00. Sepertinya rombongan agak enggan untuk segera berangkat, karena di sekitar Gereja, banyak makanan yang enak-enak dan benda-benda rohani yang ingin dibeli. 
Perjalanan dilanjutkan ke “Pabrik Tahu”. Jaraknya hanya 15 menit dari Gereja Lembah Karmel. Di tempat itu, kita dapat melihat proses pembuatan tahu. Disana tersedia konter-konter pembelian tahu, ada yang masih mentah, ada yang direbus dan digoreng. Rasanya mak…nyus. Karena tempatnya cukup luas dan rindang, Rombongan peziarah melakukan santap siang di sana dan foto bareng. Selesai disana, perjalanan dilanjutkan ke Rumah Sosis, cukup ramai di sana. Di Rumah Sosis tidak lama, karena ada usulan baru dari ibu-ibu, lebih baik beli sosisnya di Pasir Kaliki, karena harganya lebih murah dan macamnya lebih banyak, sebelum berangkat kita foto bareng lagi. Perjalanan ke “Pasir Kaliki dan Prima Rasa” memakan waktu hampir 1 jam, karena Bandung kota di siang hari sudah mulai macet. 
Tiba di sana, dengan semangat 45, Ibu-ibu mulai bergerilya mencari oleh-oleh. Panitia memberikan waktu 1.5 jam disana untuk kembali ke Bus. Setelah hampir 2.5 jam, rombongan baru berkumpul di bus. Ada 3 orang ibu-ibu yang tersesat naik angkot. Kita yang jadi panitia salut rasanya, ternyata berbelanja lebih berat dibandingkan jalan salib, sehingga di bus, panitia iseng untuk mengajak belanja lagi, eh...ternyata ibu-ibu dengan semangatnya masih mau berbelanja.
Jam 15.00 kita sampai di “Seminari Tinggi St. Petrus & Paulus”. Rombongan Peziarah diterima oleh Fr. Lukas, Fr. Joko dan frater-frater lainnya. Rasanya senang kita bisa bertemu dengan calon-calon Imam, dan mereka sangat gembira dengan kedatangan rombongan. Kita menyerahkan bingkisan dari Donatur berupa beberapa karung beras dan bahan rumah tangga dan peralatan mandi kepada mereka. Kita diajak berkeliling ruangan dan kamar, tempat mereka belajar, berdoa dan berkumpul. Kita doakan selalu, agar mereka tetap teguh dalam panggilan imamnya. Satu jam tak terasa, kita akhirnya pamit pulang, seperti biasa sebelum pulang kita foto bersama sebagai kenang-kenangan. Akhirnya Rombongan tiba di Bogor jam 20.00. 
Saya selaku Ketua Wilayah St. Stefanus, mengucapkan banyak terima kasih kepada Allah Bapa, sehingga perjalanannya lancar dan selamat, juga kepada Romo Eeng Gunawan yang telah menemani rombongan seharian, Bp. Herman selaku Ketua Panitia, dan seluruh panitia lainnya yang telah bekerja keras selama sebulan ini sehingga terwujudnya acara ini, terutama Ibu-ibu konsumsi yang siap siaga. Juga ucapan terima kasih yang paling dalam untuk Bp. Donatur yang telah berkenan menyumbang untuk Seminari Tinggi. Sampai jumpa di acara berikutnya. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.

St. Indra Wahyu

Sabtu, 03 September 2011

Seputar Paroki 2

Ziarah WilBond 2011
(Ambarawa - Salatiga - Borobudur - Yogyakarta)



Secara rutin wilayah St. Maria Fatima Bondongan (WilBond) mengadakan Ziarah ataupun Rekoleksi bagi umat dan para pengurusnya. Di awal bulan ini yakni mulai tanggal 30 Juli 2011 hingga 2 Agustus 2011 WilBond melaksanakan Ziarah dengan tujuan Ambarawa (Gue Kerep)-Salatiga (Gua Maria Rosa Mystica)-Borobudur serta menginap di Yogyakarta sebelum pulang ke Bogor. Adapun tema Ziarah kali ini adalah “Kerukunan hidup antar umat beragama”. 
Selepas tugas misa Sabtu sore, 30 Juli 2011, para peserta Ziarah dengan penuh semangat mulai berdatangan dan berkumpul menjelang pukul 19:00 di depan gerbang sekolah Mardi Waluya. Diawali absensi peserta (48 peserta sesuai dengan jumlah bangku bis yang tersedia) sebelum memasuki Bis Kerub Pariwisata, pukul 20:00 perjalanan dimulai dengan Doa untuk keselamatan dalam perjalanan yang dipimpin oleh pak Anton. Bis melaju melalui pantai utara langsung menuju Gua Kerep Ambarawa yang diperkirakan sampai pada pukul 09:00-10:00 pagi keesokan harinya. Sesuai perkiraan, kami semua tiba di Gua Kerep. Dengan persiapan sebentar kami memulai Jalan Salib singkat-diakhiri dengan doa bersama di depan Gua Maria Kerep dengan mendaraskan Rosario dalam suasana hening. Siang harinya kami makan siang bersama di rumah mas Ignas (guru sekolah MW) dengan menu khas Ambarawa dengan suasana kekeluargaan. Siang hari itu juga diadakan perayaan ulang tahun mas Ignas Djati. Sekitar jam 14:00 kami berangkat menuju Bandungan dengan tujuan melihat situs Candi Gedong Songo. Rencana semula kami ingin mengunjungi museum Kereta Api Ambarawa, namun berhubung sejak tanggal 22 Juli hingga bulan Desember 2011 direnovasi maka perjalanan naik gunung dengan kereta uap bergerigi yang hanya tinggal tersedia di tiga tempat di dunia (Swis, India dan Indonesia) terpaksa ditunda. 
Setiba di Bandungan kami langsung menuju Candi Gedong Songo diperbukitan dan tiba sekitar pukul 15:30 dengan naik Angkot Bandungan dari Griya Assisi (Bis parkir di Griya Assisi karena jalan menuju Candi Gedong Songo cukup sempit). Tiba di tempat wisata candi 40 dari 48 peserta menikmati wisata 9 candi dengan menunggang kuda selama lebih kurang 30 menit perjalanan. Sungguh pengalaman luar biasa hingga anak-anak yang ikut sampai menunggang kuda 2 kali. Sekitar pukul 17:00 peserta kembali ke Griya Assisi dengan angkot. Wisma yang terletak di Bandungan ini begitu sejuk , bersih dan apik sehingga menambah suasana ziarah menjadi lebih menyenangkan. Dengan suguhan tahu serasi mengiringi santap malam, kami beristirahat untuk persiapan ziarah hari berikutnya. 
Luar biasa yang dapat penulis sampaikan, bayangkan mulai pukul 4 pagi peserta sudah bangun untuk persiapan ke Salatiga dengan tujuan ziarah ke Gua Maria Rosa Mystica. Selesai sarapan sekitar pukul 6:30 pagi rombongan berangkat ke Salatiga langsung menuju area Jalan Salib lebih kurang pukul 08:00 pagi. Beberapa peserta membawa air suci yang konon kabarnya pernah menyembuhkan pangeran. Jalan salib menuju Gua Maria Rosa Mystica terasa begitu berat dengan ketinggian yang cukup terjal. Namun semangat peserta sejak awal adalah ingin berdoa dan berdevosi maka Jalan Salib terasa dimudahkan . Salah seorang Ibu yang lanjut usia mengalami sentuhan kuasa Tuhan Yesus yang sangat berkesan. Ibu tersebut sudah tidak kuat berjalan menaiki tangga yang terjal namun dengan mendaraskan Kyrie eleison-Christe eleison-Kyrie eleison selama Jalan Salib tersebut serasa ada dorongan ketika menapaki tangga yang terjal tersebut. `Rombongan akhirnya tiba di depan Gua Maria Rosa Mystica. Tepat pukul 09:00 misa dimulai yang dipimpin oleh Romo Paroki setempat, dan selesai misa kami berfoto bersama dan beramah tamah dengan Romo serta para pengurus tempat ziarah. Sungguh suatu pengalaman rohani yang menyejukkan. 
Selepas dari Salatiga kami berangkat mengunjungi Candi Borobudur. Tiba di area candi sekitar pukul 14:00, cuaca cukup terik menyengat. Namun kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh peserta untuk keliling candi sambil berpose sebagai kenangan-kenangan dalam perjalanan. Candi ini merupakan candi terbesar di dunia yang digunakan sebagai tempat peribadatan umat Bunda. Beruntung kami dapat masuk ke situs candi tanpa biaya berkat jasa salah satu peserta ziarah yang berdinas di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (terima kasih pak Prio). Perjalanan kami lanjutkan ke Yogyakarta untuk menginap semalam di wisma PTPM, sambil wisata belanja selama perjalanan menuju Yogyakarta. Akhirnya kami tiba di Yogyakarta pukul 18:00 dan semua peserta diberi acara bebas hingga pukul 09:00 pagi esok harinya.
Pada hari terakhir, kami bersiap-siap untuk meninggalkan Yogyakarta dan kami mengambil rute Selatan pulang menuju Bogor melalui Tasikmalaya-Sumedang-Bandung-Purwakarta-Cikampek dan tiba di Bogor pukul 10:00 malam. Perjalanan ziarah dan rekreasi yang fantastis berbiaya ekonomis dan sederhana dengan suasana kebersamaan yang sangat berkesan dan mendalam serta pengalaman rohani yang dialami oleh setiap peserta Ziarah WilBond 2011 semakin menguatkan iman Kristiani umat, bahwa kuasa Tuhan sungguh nyata kalau kita sungguh-sungguh mengimaninya. 

Sampai jumpa lagi di ziarah dan rekreasi WilBond 2012 (Ziarek Bromo 2012). 

(Swara WilBond)

Seputar Paroki 3

Pelatihan Pembimbing Bina Iman Anak







Berlatar belakang adanya keprihatinan dalam perkembangan jaman di era globalisasi, maka seksi BIA Paroki St. Fransiskus Asisi, Sukasari-Bogor yang diketuai oleh ibu M. Ch. Doris N., mengadakan pelatihan untuk para pembimbing dan calon pembimbing BIA dengan mengusung tema “Mendampingi Anak di Era Globalisasi yang Sesuai dengan Iman dan Cinta Kasih Yesus” pada hari minggu 7 Agustus 2011, bertempat di aula sekolah Mardi Yuana, Sukasari-Bogor.
Dibuka dengan menyanyikan lagu “Hari Ini Kurasa Bahagia” dan “Allahku Besar”, doa pembukaan, dilanjutkan belajar lagu baru oleh Suster Cicil, acara pelatihan dimulai oleh narasumber yang energik, yang tentunya menularkan semangatnya kepada para peserta hingga acara berlangsung dengan sangat menyenangkan.
Narasumber, bapak Alexander Gabriel Doddy Triasmara, dari Paroki St. Maria Fatima, Sentul, memberi banyak masukan yang sangat berguna untuk para pembimbing BIA agar menjadi pembimbing yang luar biasa, yang berarti bukan sekedar yang biasa-biasa saja, yang harus mencontoh Tuhan Yesus, Sang Tokoh Pembimbing yang Luar Biasa.
Dengan pertanyaan-pertanyaan diskusi seperti : Alasan mengapa menjadi seorang pembimbing dan harapan menjadi seorang pembimbing, pasti banyak sekali alasan-alasan yang terlontar dari para peserta yang sangat mencintai anak-anak ini dan terpanggil untuk membawa anak-anak supaya dekat dengan Tuhan Yesus.
Berdasarkan ajaran Gereja yang mewajibkan kita untuk membagikan satu sama lain, kewajiban membina orang lain, kewajiban mewartakan, juga berdasarkan kebutuhan sosial / komunitas / Gereja dan juga kebutuhan pribadi, pembimbing yang luar biasa juga harus mempunyai prinsip seperti : memahami peserta didik, menciptakan kesan yang positif, berupaya untuk menemukan alternatif / pendekatan, informasi yang berkesinambungan dan selalu bertumbuh dan berkembang secara pribadi, maka para pembimbing tentu saja harus juga dekat dengan Tuhan Yesus, rajin berdoa, baca dan belajar Kitab Suci, karena semua itu berhubungan dengan pembimbingan iman anak.
Sikap, pengetahuan dan keterampilan tentu saja menjadi hal utama karena para pembimbing adalah teladan bagi anak-anak yang mereka bimbing.
Ibu Rita Santoso, pembimbing senior BIA, juga menambahkan ilmu bagi para peserta berupa tekhnik persiapan mengajar, mempersiapkan diri dan bahan pengajaran, cara-cara membimbing iman anak dari mulai anak hadir pada acara pertemuan BIA sampai acara selesai dan anak-anak pulang dengan hati penuh sukacita.
Sayang, acara yang bagus dan sangat menarik ini hanya dihadiri sekitar 40 orang peserta karena banyak teman-teman pembimbing yang berhalangan hadir pada hari itu.
Seperti dalam Matius 9 : 37-38 / Lukas 10 : 2 “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu, mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu”.
Kami para pembimbing tak pernah lupa berdoa agar Tuhan Yesus mengirimkan “pekerja-pekerja untuk tuaian itu”, mohon agar Tuhan Yesus mengetuk setiap hati Anda untuk selalu membantu membimbing iman anak, agar anak-anak kita memiliki iman Katolik yang benar.
Kepada para orang tua, kami percaya, Anda tentu sudah mengajarkan anak-anak berdoa dan bersikap dengan benar dan baik. Contoh-contoh kecil seperti : anak mengucap kata “Amin” setelah Romo memberi berkat di dahi, tidak berisik dan berlari-larian saat Misa karena kita sedang berada di dalam rumah Tuhan, tata cara ibadat dan lain-lain kiranya perlu diajarkan kepada anak-anak kita.
Kepada setiap Anda yang merasa terpanggil untuk bergabung bersama kami sebagai pembimbing bina iman anak, silahkan bergabung, karena kami para pembimbing akan menyambut dan menerima Anda dengan hati terbuka.
Acara siang itu ditutup dengan acara makan siang sayur asem yang segar beserta lauk pauknya yang tentu juga menyegarkan jasmani kami setelah seharian kami disegarkan dengan bimbingan rohani.
Terima kasih kepada Bapak Doddy, Ibu Rita, Suster Cicil dan teman-teman semua yang telah berpartisipasi dalam acara ini hingga acara ini berjalan dengan lancar dari awal hingga akhir dan tentunya bermanfaat bagi kita. Kiranya Tuhan memberkati Anda semua.

Sie Bina Iman Anak

Ruang Kitab Suci

MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2011 : Mendengarkan Tuhan Bercerita
Mencairkan Gunung Es Kebencian dengan Pengampunan
Oleh : Peter Suriadi

Ada seorang wanita yang pernah menyaksikan sendiri pembunuhan adiknya selama di kamp konsentrasi Jerman dan dia dapat mengampuni pembunuh adiknya itu. Wanita itu bernama Corrie ten Boom. Kisah pengalamannya telah difilmkan dan Corrie sering diundang untuk memberikan kesaksian.
Suatu malam setelah memberikan kesaksian, banyak orang menyalaminya. Tiba-tiba datang seorang pria berbadan tegap, berdiri di depannya sambil berkata, “Apakah Anda masih mengenal saya?” “Ya, saya tetap ingat Anda,” jawabnya. Ternyata pria tegap itu adalah tentara Jerman yang dulu membunuh adiknya. Mula-mula tentara itu berpikir bahwa Corrie pasti akan menolaknya dan mengusirnya pergi. Akan tetapi, setelah berdoa sejenak dan memohon kekuatan Tuhan, Corrie berdiri dan memeluk tentara itu seraya berkata, “Ya, saya mengampunimu”. Pada saat itu juga luka batinnya sembuh. Dalam setiap kesaksiannya, Corri selalu menekankan pentingnya memberi pengampunan. 

Teks (Mat 18:21-35)
21Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" 22Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.23Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 26Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 27Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. 28Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. 31Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 33Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. 35Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

Konteks
Injil Matius memuat 5 khotbah Yesus, yaitu bab 5-7 (khotbah di bukit), bab 10 (khotbah perutusan), bab 13:1-52 (perumpamaan-perumpamaan), bab 18 (khotbah tentang tata tertib hidup berjemaat) dan bab 24-25 (khotbah tentang akhir jaman). Mat 18 berisi sejumlah petunjuk yang harus diperhatikan dalam hubungan antarjemaat. Mat 18 terdiri dari 3 bagian utama : bagian pertama (18:1-14) menampilkan Yesus yang berbicara kepada para murid-Nya lewat sebuah tanda dengan menempatkan seorang anak kecil di tengah-tengah mereka, bagian kedua (18:15-20) bertema perhatian pastoral terhadap saudara yang berdosa, dan bagian ketiga (18:21-35) menampilkan Yesus, melalui perumpamaan, menegaskan pentingnya pengampunan bagi yang bersalah. 
Teks (Mat 18:21-35), yang hanya terdapat dalam Injil Matius, diberi konteks pertanyaan Petrus tentang berapa kali seorang harus mengampuni sesama yang bersalah padanya. Pertanyaan Petrus itu justru mengantar pada tema baru, yaitu pengampunan. Lalu diikuti sebuah perumpamaan yang bertema sama, dan akhirnya kesimpulan yang berisi dua alasan pentingnya pengampunan.

Susunan Teks
Teks dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Pertanyaan Petrus tentang jumlah pengampunan (ayat 21-22).
2. Perumpamaan tentang hamba yang tidak berbelas kasih (ayat 23-35).

Keterangan Teks
ayat 21-22 
Pertanyaan Petrus tentang berapa kali seorang harus mengampuni sesama yang bersalah padanya. Para rabi Yahudi pada waktu itu mengajarkan bahwa batas wajib untuk mengampuni hanya tiga kali. Jika mau lebih dari itu, adalah suatu keutamaan. Petrus sudah melebihkan jumlah kemungkinan untuk mengampuni, yaitu sampai tujuh kali. Namun, Yesus menanggapinya dengan nasihat yang mengejutkan: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”. Artinya, pengampunan tidak ada batasnya. 
Dalam Kitab Kejadian dikenal hukum balas dendam yang amat kejam sehubungan dengan ucapan Lamekh, ”Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh kali lipat”. Allah tidak menerima sikap Lamekh dan semua orang yang suka membalas dendam di zaman dulu. Maka Allah memberi manusia hukum yang membatasi pembalasan dendam seperti terdapat dalam Im 24:20 : mata ganti mata, gigi ganti gigi, sehingga terasa suatu keseimbangan. Namun dengan mendekatnya zaman Mesias, hukum ini pun ditinjau kembali.
ayat 23
Untuk menjelaskan dasar dari ajaran untuk mengampuni itu, Yesus mengisahkan suatu perumpamaan. Isi dan makna perumpamaan Yesus sungguh menarik untuk disimak. Yesus menyatakan sebuah perumpamaan tentang Kerajaan Sorga sebagai sebuah peristiwa pengampunan, 
ayat 24-27
Ada seorang hamba yang berhutang kepada raja sebanyak sepuluh ribu talenta. Jumlah ini luar biasa banyaknya. Talenta bukan uang, tetapi menunjukkan suatu jumlah yang banyak sekali. Seperti misalnya, satu juta bukanlah nama uang, tetapi nama jumlah uang yang sama nilainya dengan sepuluh lembar uang seratus ribu. Demikian pula dengan perbandingan antara talenta dan dinar. Menurut sejarawan Yahudi yang hidup pada abad pertama Masehi, satu talenta sama nilainya dengan 10.000 dinar (Ant. 17,323 dan 190). Sumber lain mengatakan, satu talenta harganya sama dengan 6000 dinar. Hamba itu berhutang sebanyak 10.000 talenta, jadi sama dengan 60.000.000 dinar. Jika 1 dinar sama dengan upah buruh sehari, maka hutang hamba itu sama dengan gaji buruh selama 60 juta hari. Jumlah yang sulit dibayangkan banyaknya. Jelas bahwa hamba itu tidak mungkin dapat membayarnya, meskipun dia menyerahkan seluruh gajinya seumur hidup. Karena dia tidak mampu membayar hutangnya, tuannya menyuruh dia menjual seluruh miliknya (harta, isteri, anak) sebagai pembayar hutang. Dijual dalam hal ini artinya dijual sebagai budak. Harga budak di zaman itu berkisar antara 500-2000 dinar. Seandainya seluruh miliknya dijual, hutangnya tetap belum dapat ditutup. Hal ini didukung oleh Flavius Yosefus yang menceritakan bahwa pada tahun 4 SM seluruh penduduk Galilea dan Perea berhasil mengumpulkan 200 talenta dalam rangka pembayaran pajak. Herodes Agung selama setahun tidak pernah berhasil mengumpulkan lebih banyak dari 900 talenta!
Hamba itu memohon kemurahan hati raja agar masih diberi waktu untuk membayar hutang. Ketika hamba itu meminta belas kasihan, raja tergerak hatinya. Dia bukan hanya memberi kelonggaran waktu seperti yang diminta, tetapi bahkan menghapuskan seluruh hutang hamba itu. 
ayat 28-30
Hamba yang telah dihapuskan hutangnya itu keluar dari istana dengan perasaan gembira. Di tengah jalan dia bertemu dengan hamba lain yang berhutang kepadanya seratus dinar (sama dengan gaji buruh selama seratus hari). Hamba itu menagih utang temannya tanpa belas kasihan. Ia tidak mau mengampuni temannya yang berhutang padanya itu, bahkan tega menyerahkan kawannya ke dalam penjara. Meskipun sudah mendapat penghapusan hutang begitu banyak, hamba itu ternyata tidak mau menghapus hutang temannya yang jumlahnya hanya 100 dinar, sama dengan gaji buruh 100 hari. Perbandingan jumlah hutang yang amat mencolok ini penting diketahui agar pesan dari perumpamaan dapat dipahami secara lebih baik. Demikianlah perbedaan sikap dan tindakan antara raja dan hamba yang berhutang perlu untuk menegaskan pesan inti dari perumpamaan.
ayat 31
Rupanya tindakan hamba yang jahat itu diketahui teman-temannya. Mereka tahu bahwa hutang hamba tersebut baru saja dihapuskan. Padahal jumlah hutangnya amat banyak, yaitu 60 juta dinar. Mengapa sekarang dia tidak bersedia menghapus hutang hamba lain yang berhutang padanya sebanyak 100 dinar. Kawan-kawannya menilai bahwa hamba itu telah bertindak berlebihan dan tidak tahu terima kasih. Mereka tidak tahan lagi, sehingga melaporkan perbuatan hamba itu kepada raja.
ayat 32-34
Akhirnya perbuatannya yang jahat itu sampai ke telinga raja. Hamba itu segera dipanggil. Kata-kata penuh kemarahan dari raja kepadanya menjadi kunci pesan dari perumpamaan: “Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?”. Orang yang telah diampuni hendaknya bersedia juga untuk mengampuni. Karena tindakannya yang jahat itu, tuannya menyerahkan dia kepada algojo-algojo agar dimasukkan penjara sampai lunas hutangnya.
ayat 35
Pesan perumpamaan cukup jelas. Karena hamba itu telah diampuni oleh tuannya, maka ia harus mau mengampuni temannya sesama hamba. Demikianlah para murid Yesus yang telah diampuni oleh Bapa hendaknya mau mengampuni sesama. Pengampunan kepada sesama merupakan pancaran dari pengampunan Bapa. Atas dasar inilah Yesus berkata kepada bahwa kita harus mau mengampuni sesama karena kitapun telah diampuni oleh Allah. Pengajaran Yesus mengenai kasih sungguh amat khas, karena teladan yang dipakai adalah tindakan Bapa sendiri terhadap umat-Nya. Pengampunan harus dimulai dari ketulusan hati yang didasari oleh pengampunan dari Bapa yang telah kita terima lebih dahulu. Pengampunan kita merupakan pancaran dari pengampunan Bapa sendiri. Demikian pula pengampunan yang tulus menyingkirkan dari kita mental “do ut des” yaitu mengampuni supaya diampuni. Tidak ada lagi tempat bagi pengampunan yang diberikan hanya demi perintah Tuhan. Pengampunan hendaknya muncul dari kedalaman hati yang tulus. Jika pengampunan Tuhan terus-menerus ditawarkan kepada kita, maka pengampunan kita kepada sesama pun tidak ada batasnya.

Amanat
Banyak orang berkata, ”Saya sudah mencoba melupakan kejahatan musuh saya. Saya pun sudah mencoba mengampuninya. Tetapi saya sungguh tidak sanggup”. Memang, harus diakui seringkali luka batin manusia begitu dalam sehingga seolah-olah tidak mungkin sembuh lagi. Namun orang yang yakin akan ketidakmampuannya untuk mengampuni, memang tidak mungkin mengampuni selama ia berpikir bahwa ia dapat melakukannya dengan kekuatannya sendiri.
Manusia sungguh salah jika ia masih berpikir bahwa apa saja yang diputuskannya dalam bidang hidup spiritualnya pasti dapat diwujudkannya. Jika ia berdoa, ”Tuhan, berilah aku kekuatan, supaya aku dapat membentuk diriku sesuai dengan kehendak-Mu!”, maka ia belum mengerti bahwa yang sesungguhnya mempertobatkan dan membentuknya adalah Tuhan, bukan dirinya sendiri. Maka manusia seharusnya berdoa, ”Tuhan, ubahlah aku, sebab aku tidak mampu. Jadikanlah aku sesuai dengan kehendak-Mu!”.
Manusia yang menyimpan dendam, apalagi yang ingin membalas dendam, seharusnya berdoa secara intensif. Pertama-tama, supaya Tuhan sendiri menghancurkan rasa dan keinginan balas dendam itu di dalam hatinya. Lalu ia harus merenungkan sengsara Tuhan Yesus di salib. Tubuh-Nya yang berlumuran darah adalah kesaksian betapa besar dosa manusia dan sekaligus betapa besar kerahiman-Nya terhadap manusia. Sambil memandang Yesus itu, manusia akan makin mantap berdoa, ”Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Dan yang terakhir, hendaknya manusia mulai berdoa untuk orang yang dibencinya itu. Lama-kelamaan ”gunung es kebencian” yang menguasainya akan hancur. Sebab barangsiapa ingin berbelas kasih dan murah hati, ia pasti akan dibantu oleh Tuhan yang maharahim!
Tuhan Yesus mengajar kita untuk mengampuni tanpa batas. Artinya tidak ada kata “tiada maaf bagimu”. Jika jumlah kesediaan untuk mengampuni dibatasi untuk beberapa kali saja, itu namanya bukan pengampunan yang tulus tetapi tidak lebih dari pembalasan dendam yang tertunda. Salib Kristus mengingatkan bahwa tidak mungkin ada keselamatan tanpa karunia pengampunan dari Allah. Kesediaan kita untuk saling mengampuni akan memungkinkan karya pengampunan Allah dalam Yesus Kristus semakin terasa nyata di dunia ini.

Catatan Kecil 1

Bila Ingin Mengenal Yesus

“Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya, pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang aku”. Ini artinya, orang yang bisa mengenal Yesus sebenarnya dengan melihat dan meresapi api yang dilakukan-Nya. Tetapi sayangnya banyak hal lain yang bisa membuyarkan konsentrasi seseorang di dalam melihat dan meresapi tindakan Yesus. Salah satunya adalah motivasi yang tidak lurus ketika mengikuti Yesus. Banyak orang yang mempunyai motivasi yang tidak lurus adalah orang banyak mencari Yesus karena roti. Mereka hanya ingin roti-Nya saja bukan ingin mengenal Yesus dengan sungguh. Makanya mereka dengan mudah kecewa kepada Yesus. Disamping iri, dengki dan takut tersaingi juga menghambat pengenalan kepada Yesus, sekalipun Ia sudah melakukan berbagai mujizat.
Secara khusus bagi murid-murid Yesus, hal yang menghalangi mereka mengenal Yesus dengan benar. Sekalipun mereka sudah melihat tanda-tanda yang dibuat Yesus adalah kegelisahan dan kebingungan. Ketika Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan, mereka seperti domba yang tidak bergembala. Mereka seperti orang yang kehilangan harapan. Mereka lupa perkataan Yesus bahwa Dia memang harus mati, lalu bangkit pada hari ketiga. Bahkan mereka tidak mengenali Yesus setelah kebangkitannya seperti dikatakan tentang dua murid Yesus yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Menarik untuk diperhatikan bahwa Yesus sendiri yang mendekati mereka ketika mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi, yang tentu saja menyangkut tentang diri-Nya. Tetapi Lukas dengan tegas mengatakannya, “tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia”. Bahkan ketika Yesus menyatakan tentang diri-Nya menurut kitab suci pun, mereka belum mengenalNya. Tidak kebetulan kalau kemudian Yesus mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Sebab apa yang dilakukan Yesus itu sama persis dengan yang dilakukanNya ketika Yesus membuat mujizat dari lima roti dan dua ikan.
Dengan memperhatikan tindakan Yesus itu maka terbukalah mereka dan mereka mengenal Dia. Yesus berkata kepada utusan Yohanes untuk memberitahukan tentang Dia dari apa yang sudah dilakukanNya. Sekarang Roh Kudus berkata kepada kita supaya kita memberitahu orang-orang tentang karya Yesus. Karya Yesus dalam hal kasih, empati, mujizat dan keselamatan harus diberitakan karena saat ini banyak orang yang haus akan hal-hal itu. Dengan demikian banyak orang akan terbuka mengenal dan menerima Yesus.
(Diar Sanjaya-MS411)

Catatan Kecil 2

Pikirkan Orang Lain

Selesai mengikuti misa syukur di Gereja atau lingkungan-lingkungan, biasanya dilanjutkan dengan acara silaturahmi atau ramah-tamah. Sudah tentu umat harus antri untuk bisa mengambil makanan. Tetapi ada seorang pemuda yang tidak mau antri langsung masuk ke dalam barisan yang sudah sampai di meja makanan. Bukan itu saja, dengan seenaknya dia mengambil makanan yang ada. Seorang ibu yang merasa terganggu dengan sikapnya hanya bisa berkata “Pikirkan orang lain, dek!”. Sayangnya, pemuda itu hanya berkata “Ah”, lalu melanjutkan aksinya. Betapa sulitnya untuk memikirkan orang lain.
Kepada jemaat di Filipi, Paulus menasehatkan agar mereka memikirkan orang lain. Istilah yang dipakai disini adalah “Memperhatikan kepentingan orang lain”. Nasihat ini diberikan untuk menghindari perpecahan dalam jemaat, sebab ada indikasi kearah munculnya perselisihan dalam jemaat. Paulus berkepentingan menjaga keharmonisan dalam jemaat di Filipi, sebab jemaat Filipi dikenal sebagai jemaat yang baik saat itu, yang membuat Paulus sukacita.
Dengan memikirkan orang lain, jemaat Filipi sudah berusaha untuk menjadi Yesus. Yesus sudah menjadi teladan dalam hal tidak memikirkan diriNya sendiri. Dia tidak memikirkan keagungannya sebagai pribadi yang setara dengan Allah. Dia malah memikirkan manusia dan untuk itu Dia harus berkorban. Dengan menjadi hamba, Yesus berkorban dalam hal ekonomi dan harga diri. Dengan menjadi manusia Yesus berkorban dalam hal nyawa, karena Dia harus mengalami kematian. Tetapi pengorbanan itu adalah untuk menjadi jalan keselamatan bagi manusia. Dengan demikian, jika jemaat Filipi mau meneladani Yesus dengan cara memikirkan orang lain, mereka harus rela berkorban.
Disisi lain memikirkan orang lain bukan berarti mencampuri urusan orang lain. Seseorang yang memikirkan orang lain tidak akan memasuki ranah “privacy” orang tersebut. Memikirkan orang lain disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan orang tersebut. Seseorang yang memikirkan orang lain bukan berarti bebas untuk mengatur kehidupan orang yang dia pikirkan. Karena memikirkan orang lain adalah hal yang sulit, maka banyak orang percaya enggan melakukannya. Namun jika tidak mau melakukannya, itu berarti lebih buruk dari orang yang tidak percaya. Bisa dikatakan kalau orang tidak percaya tidak mau memikirkan orang lain adalah hal lumrah, tetapi tidak demikian dengan orang percaya. Sebab Yesus sudah memberikan teladan dan Roh Kudus senantiasa mengingatkan supaya orang percaya mau memikirkan orang lain. Tuhan sudah lebih dulu memikirkan kita, memikirkan keselamatan dan kebutuhan jasmani kita, maka tidaklah berlebihan kalau kita memikirkan orang lain. 
(Diar Sanjaya-MS111)

Orang Kudus 1

Beato Thomas Tzugi, dkk, Martir

Thomas lahir di Omura, negeri Jepang dari sebuah keluarga Kristen. Kesaksian hidup para misionaris yang berkarya di tanah airnya menarik perhatiannya semenjak kecil. Oleh karena itu ia bercita-cita menjadi imam. Untuk itu ia kemudian masuk seminari. Di sekolah ia terkenal cerdas sehingga bisa menamatkan studinya dengan hasil gilang-gemilang; ia lalu masuk Serikat Yesus. Thomas kemudian berhasil mencapai cita-citanya dengan menerima tahbisan imamat dalam Serikat Yesus. Kecerdasannya benar-benar terbukti dalam karyanya sebagai imam. Ia terkenal sebagai seorang imam yang rajin dan pengkotbah ulung yang fasih berbicara.
Ketika terjadi aksi penganiayaan terhadap umat Kristen dan penghambatan besar terhadap karya misi, Thomas mengungsi ke Makao. Namun ia tidak dapat bertahan lama di sana. Mengingat saudara-saudaranya yang mengalami berbagai penderitaan dan kekejaman karena imannya dari penguasa setempat, ia akhirnya mengambil keputusan untuk pulang dan menderita bersama-sama dengan mereka. Sebagai pahlawan Kristus, ia pulang untuk berjuang di baris terdepan pembelaan iman Kristen. Tidak lama kemudian setelah ia tiba di Omura, ia ditangkap polisi dan diseret ke dalam penjara bersama dua orang kawannya. Tigabelas bulan lamanya Thomas bersama dua rekannya meringkuk di dalam penjara.
Pada tanggal 6 September 1627 mereka dibawa ke tempat hukuman mati. Dengan semangat iman yang membara dan keperwiraan, Thomas bersama dua rekannya menaiki timbunan kayu yang telah disulut api. Kepada ribuan orang yang datang untuk menyaksikan pembunuhan atas mereka, Thomas memberi wejangan iman mengenai Yesus Kristus. Banyak orang mencucurkan air matanya karena terharu mendengarkan kotbahnya. Mereka menyaksikan bagaimana Thomas meninggal dengan cara yang ajaib. Sekonyong-konyong dari dada Thomas memancarlah api yang menyala-nyala dan bersinar ke angkasa. Nyala api itu adalah jiwanya yang melayang masuk ke dalam kemuliaan surgawi.

Orang Kudus 2

Santa Regina, Perawan dan Martir

Menurut cerita-cerita yang berkembang di negeri Prancis, Regina dikenal sebagai anak dari Klemens, seorang kafir di kota Alice, Burgundia. Ibunya meninggal dunia ketika Regina masih kanak-kanak. Oleh ayahnya ia diserahkan kepada seorang ibu yang beragama Kristen. Ibu ini mendidik Regina menurut kebiasaan hidup Kristiani, hingga akhirnya Regina menjadi Kristen.
Ketika terdengar berita bahwa anaknya sudah memeluk agama Kristen, sang ayah tidak sudi lagi mengakui Regina sebagai anak kandungnya. Regina selanjutnya terus berada di bawah bimbingan ibu Kristen pengasuhnya. Untuk menunjukkan baktinya kepada inang pengasuhnya itu, Regina membantu menggembalakan ternak-ternak ibu itu.
 Regina terus berkembang dewasa dan tambah cantik. Banyak orang tertarik padanya dan bermaksud menjadikan dia sebagai isteri mereka. Tak terkecuali pembesar kota itu. Olybrius, gubernur kota Alice tertarik sekali pada Regina. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan Regina sebagai isterinya. Ia meminang Regina. Tatkala ayahnya mendengar berita gembira ini, kembali ia mengakui Regina sebagai anaknya, karena yakin bahwa kehidupannya akan menjadi lebih baik oleh perkawinan anaknya dengan sang gubernur.
Tetapi apa yang diharapkan sang ayah tidaklah tercapai. Regina dengan tegas menolak pinangan sang gubernur karena tahu bahwa gubernur Olybrius masih kafir. Klemens sangat marah, tetapi tidak mau menyerah kalah. Ia terus membujuk Regina agar mau menerima pinangan gubernur. Namun usaha-usaha itu sia-sia saja karena Regina tetap pada pendiriannya. Lalu Klemens, ayahnya menyeret dia dan memasukan dia ke dalam sebuah gudang gelap di bawah tanah.
Olybrius pun demikian. Ia menyuruh kaki-tangannya menangkap Regina dan memenjarakannya. Di sana Regina didera dengan berbagai siksaan dengan maksud agar ia memenuhi pinangan Olybrius. Meski berbagai siksaan ditimpakan padanya, ia tetap tidak goyah. Ia terus berdoa mohon kekuatan Allah. Pada malam hari, ia dihibur oleh suara ajaib yang mengatakan bahwa ia akan segera bebas dari penjara. Keesokan harinya, ia disiksa lagi oleh serdadu-serdadu gubernur untuk kemudian dipenggal kepalanya.
Tuhan tetap setia pada hambanya. Pada saat Regina hendak dipenggal kepalanya, tiba-tiba tampaklah seekor burung merpati yang putih kemilau hinggap di atas kepalanya. Banyak orang yang menyaksikan peristiwa itu mengakui kesucian Regina dan bertobat. Namun pemenggalan kepala Regina tetap dilaksanakan oleh serdadu-serdadu Gubernur Olybrius. Regina mati sebagai martir Kristus pada tahun 303 di Autun, Prancis.

Percikan Pengalaman

Percayalah Pada Hati Tuhan

       Hampir setiap orang pernah mengalami kesulitan, rintangan, masalah dan keadaan-keadaan yang tampaknya tidak memiliki jalan keluar. Hal yang membedakan seseorang dengan yang lainnya dalam keadaan tersebut adalah sikap mereka. Beberapa orang tidak mampu bertahan melewati kesulitan, sehingga menjadi tidak berdaya dan jatuh. Beberapa orang yang lain mampu bertahan melewati kesulitan, sehingga menjadi pribadi yang lebih tangguh, kuat dan hebat. Namun, pertanyaannya adalah berapa banyak orang yang bertahan dan berapa banyak orang yang jatuh dan tidak berdaya?
       Saya akan menceritakan satu pengalaman saya mengenai seorang nenek yang mampu bertahan dalam keadaan sulit. Sekitar 8 bulan yang lalu saya pergi ke satu panti jompo di Jakarta untuk melakukan observasi dan wawancara. Saya melihat banyak lansia di panti tersebut. Beberapa di antara mereka terlihat masih dalam keadaan baik, namun yang lainnya terlihat sakit secara fisik (tidak dapat berjalan, hanya berbaring di ranjang) dan psikis (contohnya ada yang selalu marah-marah/selalu termenung dengan pandangan kosong). Sebenarnya saya agak miris melihat keadaan di panti jompo, karena tidak semua panti jompo memberikan fasilitas dan perawatan yang baik untuk orang lanjut usia.
       Akhirnya, saya menemukan satu nenek yang dapat berkomunikasi dengan baik untuk melakukan wawancara. Sebut saja nenek tersebut sebagai nenek N. Nenek N menceritakan pengalaman hidupnya hingga beliau masuk dan tinggal di panti jompo. Awalnya nenek N adalah seorang wanita lanjut usia yang sehat, memiliki suami dan satu anak. Namun, semuanya berubah setelah suaminya sakit dan meninggal. Nenek N harus hidup sendiri, sedangkan anaknya masih merantau di Jawa untuk bekerja. Suatu hari nenek N terjatuh ketika mau berjualan kue. Sejak itu beliau tidak boleh berjualan dan harus dirawat. Tetapi, tidak ada orang yang dapat merawat beliau saat itu. Anak nenek N juga belum mapan dan masih merantau untuk bekerja. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya nenek N dimasukkan ke panti jompo, agar ada orang yang mampu menemani dan merawatnya.
       Lalu, nenek N menceritakan kehidupannya di panti jompo. Awalnya beliau menceritakan kegiatannya sehari-hari di panti seolah-olah beliau hidup dengan cukup baik. Kemudian pada pertengahan pembicaraan kami, nenek N mengungkapkan perasaan dan kesedihannya. Satu kalimat yang membuat saya merinding ketika mendengarnya “Saat muda, omah ga nyangka bakalan ada di panti jompo”. Setelah mengucapkan kalimat itu, mata beliau berkaca-kaca dan cerita sedih dalam kehidupannya mulai mengalir. Beliau menceritakan teman-temannya di panti yang suka marah-marah dan bertengkar sampai perilaku pengasuh-pengasuh di panti yang kurang baik, seperti perilaku dan perkataan kasar pengasuh panti terhadap nenek-nenek yang sudah tidak berdaya dan hanya bisa berbaring di ranjang. Saat nenek N bercerita sambil terus mencucurkan air mata, saya baru bisa melihat kenyataan hidup yang sebenarnya di panti jompo tempat nenek N tinggal. Nenek N merahasiakan keadaan di panti jompo pada keluarga dan anaknya agar mereka tidak khawatir. Sehingga beliau tetap bertahan tinggal di panti tersebut sambil menunggu anaknya menjemputnya pulang.
       Dalam cerita pengalaman hidup nenek N di panti jompo dan keputusannya untuk tetap bertahan di panti, saya menangkap ada dua hal sederhana yang membuat beliau bertahan dalam keadaan yang sulit tersebut, yakni keyakinan dan harapan. Nenek N memiliki keyakinan dan harapan agar Tuhan memberikan kesehatan dan suatu hari beliau dapat keluar dari panti serta berkumpul bersama anaknya.
       Dalam kehidupan kita, ketika mengalami kesulitan atau kemalangan (walaupun dalam bentuk yang berbeda dengan nenek N) apakah kita memiliki keyakinan dan harapan terhadap Tuhan dan diri sendiri? Bila ya, selamat! Karena keyakinan dan harapan tersebut akan menjadi kekuatan positif yang membantu kita “bertahan hidup” dalam menghadapi dan kemalangan. Ketika kita sudah melewati satu kesulitan maka kita akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh. Sedangkan bila kita menemukan kesulitan dan tidak memiliki keyakinan serta harapan bahwa kesulitan tersebut akan berlalu, Bagaimana mungkin kita bisa melewatinya? Mungkin yang ada kita hanya akan terus berkata “mengapa saya Tuhan? Bagaimana ini terjadi Tuhan?” Pada akhirnya kita tidak akan bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, karena tidak dapat memetik pelajaran dari setiap kesulitan.
       Saya memang pernah mendengar ada orang mengatakan “segala hal boleh terjadi atas kehendak Tuhan”. Tetapi itu tidak bisa menjadi alasan seseorang menyalahkan Tuhan atas hal yang terjadi dalam hidupnya, karena manusia juga harus bertanggungjawab atas perbuatan dan hidupnya. Guru saya pernah mengatakan “Orang yang berani mati adalah orang yang hebat. Tetapi orang yang paling hebat adalah orang yang berani hidup dan menghadapi kehidupan.”
       Sehingga, saya pikir, dalam hidup kita harus terus percaya dan belajar dua hal. Pertama, dalam menghadapi kesulitan kita percaya dan yakin “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)”. Kedua, kita belajar menyelami hati Tuhan, agar kita mampu berpikir positif (sebagai modal untuk bertahan melewati kesulitan) bahwa Tuhan menyediakan sesuatu yang indah di balik setiap hal yang terjadi. Semoga Tuhan memberkati hidup kita agar mampu menyelami hatinya dan mengerti rencananya.
       “Tuhan terlalu bijaksana untuk membuat kesalahan. Tuhan terlalu baik untuk menjadi tidak baik. Jadi, pada saat kamu tidak bisa mengerti, pada saat kamu tidak melihat rencananya, pada saat kamu tidak menemukan tangannya.. maka percayalah pada hatiNya”. PSY

Renungan

Memahami Rencana Ilahi


Pemberitahuan Yesus bahwa Ia harus menanggung banyak penderitaan, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga ini sangat mengejutkan para murid. Mereka bereaksi keras dan menolak dengan tegas pemberitahuan itu. Mereka tidak dapat menerima bahwa Yesus yang mereka nantikan sebagai mesias politik harus mati secara demikian tragis di tangan kekuasaan keagamaan bangsaNya sendiri. Petrus mewakili semua murid dan menyatakan penolakannya yang keras atas berita itu, dia tidak dapat menerimanya dan dia “menarik Yesus ke samping, menegur Dia dengan keras.” Luar biasa keras dan berani protes Petrus ini. Dia mengajar Yesus tentang jalan yang harus diikutiNya. Yesus tidak boleh pergi ke Yerusalem dan mati secara demikian! Kiranya Allah menjauhkan hal itu dariNya. Itu bukan jalan yang wajar dan terhormat bagiNya. Dia harus mati secara biasa. Reaksi Petrus ini sangat manusiawi!

Akan tetapi sikap Petrus ditanggapi Yesus dengan suatu teguran yang tidak kalah kerasnya. Petrus disebut iblis. Kita mungkin terkejut dengan sebutan ini. Petrus disebut demikian, karena dia menjadi 'batu sandungan' dalam jalan yang mau ditempuh Yesus. Petrus mengikuti pikiran manusia, bukan pikiran dan rencana Allah, dia mau menolak Allah, dia mau lebih tahu dari Allah sendiri. Iblis memang tidak mau menerima dan mengikuti jalan Allah.

Kekesalan Yesus kepada Petrus ini secara keseluruhan mau mengajak kita sekalian untuk memahami rencana ilahi. Bagi kita, manusia yang memiliki banyak keterbatasan ini, kehendak Allah adalah suatu misteri yang sering kali tak terduga dan tak dapat dimengerti. Sebenarnya pemberitahuan Yesus ini bukan berita yang melulu menyedihkan karena apapun yang terjadi, pada akhirnya Yesus akan bangkit dengan jaya. Bagi Yesus, derita dan kematian bukanlah beban yang jatuh menimpaNya, melainkan bagian atau bahkan puncak perjalanan hidupNya. Sengsara adalah jalan menuju sukacita.

Menjadi pengikut Yesus menghalangi kita untuk lari dari penderitaan. Seturut teladanNya, penderitaan justru harus disongsong dengan berani. Penderitaan dengan begitu memiliki makna yang baru; bukan lagi sesuatu yang memalukan, menyedihkan, sesuatu yang patut dihindari, melainkan bagian hidup yang patut kita jalani dengan rendah hati. Mengapa? Yesus memandangnya sebagai ketaatan pada kehendak Bapa. Sementara  banyak di antara kita yang maunya hidup enak, menolak penderitaan dan takut pada kematian. Yesus berkata :”Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (ay 25).

Sikap Petrus tampaknya adalah sikap yang ada di dalam diri sebagian besar manusia. Sebab reaksi negatif Petrus terhadap gagasan bahwa mesias harus menderita, mengungkapkan apa yang secara spontan ada dalam hati setiap pengikut Yesus, yakni kesulitan untuk menerima kesusahan dan ancaman hidup sebagai bagian dari rencana Allah untuk mencapai tujuanNya. Pengikut Yesus secara spontan menutup mata untuk sisi penderitaan Yesus karena takut implikasi bagi dirinya sendiri. Ini merupakan godaan yang membahayakan. Reaksi spontan ini membelokkan orang dari jalan hidup yang digariskan Tuhan.

Bagi manusia umumnya lebih menarik untuk mengikuti dorongan hidup kaya, mewah, nikmat, nyaman, masyhur, berkuasa dan seterusnya. Tetapi dorongan hidup itu tidak akan menghasilkan hidup bernilai yang bertahan; hanya membawa orang ke suatu tebing yang tinggi dan kejatuhannya berakibat fatal yang membinasakan. Sebaliknya, mengikut Yesus dalam perjalanan perutusan dan pelayanan yang pasti disertai pengorbanan, penderitaan dan risiko besar, justru membuahkan bobot kehidupan yang tidak pernah akan habis dan hilang, tidak dalam kematian dan tidak dalam pengadilan. Janji dan harapan inilah yang mendorong kita untuk menjadi pengikut Yesus di jalanNya melalui Getsemani dan Golgota menuju kemuliaan Bapa.

Stefan Surya T./ St. ST

Sebaiknya Kita Tahu 1

Siapakah Roh Kudus Itu?


Dalam konsili konstantinopel yang pertama, yang terjadi pada tahun 381, para uskup mempermaklumkan bahwa Roh Kudus itu adalah Allah, “Tuhan” (istilah perjanjian lama yang digunakan sebagai sapaan kepada Allah). Pernyataan para uskup ini dikeluarkan untuk melawan orang-orang yang berpendapat bahwa Roh Kudus itu hanya merupakan ciptaan Bapa saja. Roh Kudus itu adalah Allah, sama seperti Bapa dan Putera adalah Allah. Dia bersama dengan Bapa dalam karya penciptaan dan bersama dengan Putera dalam karya penebusanNya. Para ahli teologi menyebut peranan Roh Kudus sebagai Sang Pengudus.
Credo atau syahadat para rasul yang dikeluarkan pada konsili Nicea menjelaskan tempat Roh Kudus sebagai pribadi yang keluar dari Bapa dan Putera. Roh Kudus itu berasal dari Bapa dan Putera. Roh Kudus adalah perwujudan kasih antara Bapa dan Putera. Bapa mengasihi Putera dan sebaliknya Putera mengasihi Bapa. Kasih timbal balik antara Bapa dan Putera inilah yang disebut Roh Kudus. Maka dari itu di dunia, Roh Kudus menghadirkan Allah Tritunggal. 

Yesus melukiskan Roh Kudus sebagai Paracletus (Yoh 16:7) yang berarti Penghibur atau Pembela. Yesus tidak akan meninggalkan para pengikutNya sebagai anak yatim piatu dengan mengutus Sang Penghibur ini yang akan senantiasa menyertai Gereja sampai akhir jaman. Karena itu Roh Kudus merupakan jiwa dari Gereja. Diutus oleh Bapa melalui Putera, Roh Kudus melaksanakan tugas ini dengan mendorong Gereja untuk karya penginjilan dan dengan menjadi pemersatu. Gereja sungguh-sungguh memiliki Roh Kudus jika ada dinamisme dalam kehidupan batinnya dan jika para anggotanya penuh semangat dan gairah untuk melaksanakan karya evangelisasi. Orang-orang kristiani perdana suka berdoa: “Ya Tuhan, utuslah Roh KudusMu dan perbaharuilah muka bumi.” Melalui Gereja, Roh Kudus menyebarluaskan Yesus ke seluruh dunia dan inilah merupakan kuasaNya untuk memperbaharui.

(Stefan Surya T.)

Sebaiknya Kita Tahu 2

Refleksi Pelayanan Pastoral
(Tanggapan atas Puisi Arsian Wirawan,“Romo dan Umat”,
Berita Paroki April 2011) 

Umat yang menjadi aktivis Gereja, baik anggota Dewan Pastoral Paroki maupun yang aktif sebagai panitia berbagai macam kegiatan, mempunyai latar belakang profesi dan pendidikan dengan disiplin ilmu yang berbeda. Ada sarjana medis, ekonomi, manajemen, teknik, hukum dan lain sebagainya. Disiplin ilmu yang diperoleh para romo pada umumnya berkisar teologi, kitab suci, filsafat, ilmu jiwa, sosiologi dan ilmu sosial lainnya yang terkait pendidikan imamat. Jadi dalam tubuh Gereja masing-masing anggota mempunyai talenta yang berbeda (bdk Rm 12:4-8). Jika pastor/romo dan umat beriman semuanya berpartipasi dan bersinergi betapa hebatnya hasil kemajuan yang dapat dicapai paroki ataupun keuskupan! 

Dewan Pastoral Paroki
Pastor Paroki mengupayakan kesempatan agar umat beriman kristiani sungguh dapat terlibat dan berperan secara aktif dan kehidupan dan kegiatan pastoral paroki. Sesuai ketentuan Kitab Hukum Kanonik 1983 maka di setiap paroki dibentuk Dewan Pastoral Paroki (Kan. 536 § 1)
Perihal tujuan, fungsi,wewenang dan tugas Dewan Pastoral Paroki sudah diatur dengan sangat baik dan jelas dalam Statuta Keuskupan Sufragan Bogor yang disahkan di Bogor tanggal 18 Maret 2008. Demikian pula halnya tugas dan tanggung jawab Pastor Paroki. Dalam pengantar umum di buku “Kumpulan Beberapa Statuta Keuskupan Sufragan Bogor”, RD. Y. Driyanto sebagai Vikaris Yudisial mengatakan bahwa telah dilakukan penyempurnaan atas aturan atau norma yang terdahulu karena dalam kurun waktu 8 tahun sekurang-kurangya ada dua peristiwa cukup besar di keuskupan Bogor, yakni Sinode 2002 dan Temu Pastoral 2007. Dengan perisitiwa-peristiwa itu semakin tampak nyata intensitas partisipasi umat beriman dalam kegiatan pastoral.
Demikian juga di komunitas umat dapat dijumpai pribadi-pribadi sederhana yang mau aktif. Walaupun hanya pribadi seorang buruh pabrik, sopir, anak seorang montir sederhana atau simbok “tak berarti” dan “cuma anak” tapi faktual mempunyai kharisma dan bakat kepemimpinan, rajin dan jujur, mereka pantas dihubungi, diperhatikan dan diajak menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam forum pengurus mendampingi pastor paroki berkarya demi kemajuan gereja lokal. Yang diperlukan dalam karya Gereja bukan terutama orang-orang berstatus tinggi atau kaya atau kuasa. Yang diperlukan adalah karyawan tekun, pekerja setia, aktivis praktikus, pendek kata orang yang punya hati dan mencintai umat.

Menurut penulis, Statuta Keuskupan sudah cukup bagus karena sesuai dengan semangat dan jiwa pesan Santo Paulus dalam surat kepada umat di Roma (bdk Rm. 12:48). Namun, penyelenggaraan kegiatan pastoral menghadapi banyak tantangan dan halangan yang dapat menghambat kemajuan gereja lokal.

Jiwa dan martabat pimpinan gereja
Dalam setiap organisasi ataupun institusi apapun selalu harus ada pimpinan yang menjadi motor penggerak utama roda menuju tercapainya misi organisasi atau institusi. Demikian pula dengan gereja lokal. Pucuk pimpinan atau Ketua Dewan Paroki dalam Gereja Katolik ex officio, dari kodrat jabatannya, selalu Pastor Paroki. Untuk memenuhi kebutuhan kehidupan pembinaan dan pastoral, para imam juga dibekali studi lanjutan antara lain di bidang kepimpinan, komunikasi, lembaga-lembaga dan administrasi. Dalam sambutannya pada Perayaan 40 tahun Seminari Petrus dan Paulus di Bandung, RD. Ch. Tri Harsono mengingatkan bahwa kata pemimpin sering membawa kita kepada pikiran tentang kuasa dan kebesaran yang melekat pada diri seorang pemimpin. Imam seolah-olah terlihat sebagai orang yang menyandang peranan yang sangat besar, penting sekali, agung, dihormati dan dilayani. Beliau selanjutnya menambahkan bahwa martabat disini seharusnya dihubungkan dengan Imamat Kristus yang diterangkan dengan kata diakonia atau pelayanan. 
Jiwa pemimpin dan peyelenggara gereja lokal itu mestinya jiwa Firman Tuhan. Yesus berkata:”Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu hendaklah ia menjadi hambamu” (Mat 20:25-27)
Dewan Pastoral Paroki akan berfungai baik bila dipimpin secara baik dan struktur paroki dibuat efisien dan anggota-anggotanya adalah gembala-gembala yang tahu domba-dombanya serta kerja nyata apa yang harus dikerjakan dalam tugas masing-masing. Namun, di masyarakat selalu terdapat unsur baik dan unsur jahat. Ini adalah kenyataan hidup (facts of life) dimanapun kita berada dan akan selalu ada sampai akhir zaman (bdk Injil Matius 13:24-30: Perumpamaan tentang gandum dan lalang). Demikian pula di komunitas umat yang kian hari kian banyak dan makin heterogen dan beragam latar belakangnya, juga terdapat unsur-unsur baik dan jahat. Banyak pribadi-pribadi yang merupakan pekerja setia, aktivis praktikus, pendek kata orang yang punya hati dan mencintai umat. Namun, sebaliknya terdapat juga pribadi-pribadi yang tidak tahu apa-apa tentang karya kegerejaan tetapi banyak omong, tukang pidato serta tukang memerintah dan mengomando belaka. Celakanya ada orang yang berstatus dan elit tetapi ambisius akan kekuasaan, sombong, arogan, suka gengsi, cari muka dan munafik.
Fakta ini merupakan tantangan dan godaan yang harus dihadapi seorang imam kepala. Akibat dari karakter umat yang bermacam-macam tidak jarang seorang imam disudutkan kepada kondisi yang tidak menguntungkan. Imam sudah ditempa di seminari dan ia juga dibekali ilmu kepemimpinan, namun ia juga manusia yang terdiri dari roh dan daging. Ia harus bijaksana dan kuat menghadapi pusaran tarik-menarik pilihan antara aktivis yang mau melayani dengan hati nurani dan penuh kasih kristiani atau hanyut tergoda pribadi-pribadi elit yang sesat niat dan sesat pikir yang hanya berambisi kekuasaan semata dan ingin gengsi dan cari muka. Yesus berkata:”Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh kedalam pencobaan, roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mrk 14-38) 

Bukan manajemen birokrat
Dalam buku Gereja Diaspora (Yogyakarta, Kanisius,1999) Romo Y.B. Mangunwijaya Pr., seorang tokoh karismatik Gereja Katolik Indonesia, mengatakan bahwa jabatan gerejawi bukan jabatan kekuasaan seperti pemerintah, angkatan bersenjata, perusahaan atau konglomerat, melainkan suatu fungsi pengabdian suci dalam keguyuban, kesaudaraan dalam iman, harapan dan cinta kasih. Jadi jangan ada salah kaprah bahwa dewan/ketua dewan paroki sebagai eselon atasan dari ketua/pengurus wilayah, bendahara paroki solah-olah adalah atasan dari bendahara wilayah/lingkungan. Demikian juga Ketua Wilayah seolah-olah Lurah dan para Ketua Lingkungan/Rukun adalah RW/RT! Berkaitan dengan organisasi, khususnya berkaitan dengan “pimpinan”, Romo Mangun menganjurkan sistem “Primus inter Paris” = Perdana di antara yang sederajat. Perdana berarti yang pertama, terpenting, tetapi tetap sederajat. Jadi tidak ada jenjang-jenjang birokratif, tidak ada eselon atasan-eselon bawahan. Sikap-sikap instruktur atau direktur yang sangat birokratif tidak dibutuhkan! Akses untuk umat bertemu dengan pimpinan paroki tidak boleh sama dengan prosedur yang harus diikuti seorang karyawan untuk menghadap direktur. Manajemen paroki tidak sama dengan manajemen perusahaan ataupun birokrasi pemerintahan, jadi seorang pastor kepala paroki sebagai pimpinan Gereja hendaknya jangan seperti seorang birokrat namun ibarat seorang gembala yang lemah lembut penuh cinta kasih. 
Selanjutnya Romo Mangun memperingatkan bahwa bahaya intern terbesar bagi kehidupan sehat Gereja ialah apabila praktek kelembagaan Gereja menjadi birokrasi yang berlebihan. Menurut beliau sebab pokok malapetaka Gereja selama 1600 tahun adalah para uskup, imam-imam, dan para pemuka awam menjadi birokrat belaka dengan mental kekuasaan. Sekian puluh (ratusan) juta orang Kristiani memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma, mendirikan Gereja-gereja sempalan yang protes, kaum Protestan, kaum Reformis yang tidak suka Gereja jadi sarang kekuasaan dan harta. Gelombang protes ini dipelopori oleh Martin Luther, seorang pastor dan profesor teologi, di Wittenberg, Jerman, pada tahun 1517.

Tugas bersama sebagai imam, nabi dan raja
Gereja telah dipahami selaku umat Allah. Yang berarti bahwa tanggung jawab penghidupan, penyuburan, dan pemekaran Gereja ada pada seluruh dan semua anggota Gereja. Baik dalam tangan hierarki (uskup, pastor, diakon) maupun ditangan awam. 
Setiap pengikut Kristus berdasarkan pembaptisan dan krisma mengemban tiga tugas, yaitu sebagai imam, nabi dan raja. Tiga tugas ini tidak hanya dipikul oleh hierarki dan kaum hidup bakti, namun menyerambahi seluruh umat.
Tugas sebagai imam ialah mengikhtiarkan kesucian, yakni bersihnya umat dari dari segala noda dan dosa, dari segala yang buruk, yang tidak adil, yang memecah belah, fitnah, yang melukai, yang memecah belah. Yang dimaksud dengan imam ialah imam dalam arti hierarki secara khusus, tetapi juga kaum awam sebagai imam umum dalam kehidupan sehari-hari di tengah dunia. Menjadi pastor tidaklah mudah, banyak rintangan yang harus ditempuh, terutama mengalahkan musuh terbesar yaitu diri sendiri. Menjadi pastor yang baik itulah yang dirindukan umat, menjadi pastor di tengah umat. Imam hierarki membutuhkan doa dari umat agar makin setia dalam melaksanakan karya perutusan dan tidak mudah digoda maupun tergoda. 
Tugas imam dalam arti hierakki disebut juga tugas pengudusan atau perayaan, yaitu proaktif menggerakan, menjiwai, memasok santapan rohani, mendampingi spiritual dan sebagainya.
Kedua, tugas sebagai nabi ialah mewartakan Sabda Gembira Kristus dalam arti utuh lewat kata dan perbuatan. Menaburkan kebenaran, kejujuran, penegakkan hukum cinta kasih, membela kaum lemah, empati terhadap kaum miskin.
Tugas yang ketiga ialah tugas menuntun, memimpin, mengarahkan dan menata umat. Atau dengan kata lain, sebagai organisator, koordinator, fasilitator, kumonikator atau pendamping.
 Yesus Gembala yang baik

Yesus mengumpamakan diriNya ibarat seorang gembala dan berkata: “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu” (Yoh 10:14-15). Dan setelah kebangkitanNya dalam pertemuan dengan para rasul di tepi danau Tiberias, Yesus tiga kali bertanya apakah Petrus mengasihiNya lebih daripada yang lain dan berkata kepada Petrus:”Gembalakanlah domba-dombaKu” (Yoh 21:15-19) Para imam yang ditahbiskan yang mempunyai sisi sebagai pejabat Gereja tapi sekaligus ia juga sebagai anggota Gereja biasa yang kebetulan sudah terdidik dalam filsafat, teologi dan askese. Relatif diharapkan ia punya kelebihan dalam seni pengembalaan dibanding dengan kaum awam. Jadi imam dilekati panggilan menyumbangkan kelebihannya demi pengembangan Gereja. Para imam yang merupakan penerus para rasul diharapkan menyimak makna pertanyaan dan perintah Yesus kepada Petrus yang berulang-ulang sampai 3 (tiga) kali tersebut. 
Cinta kasih kepada Yesus diwujudkan dengan melayani semua umat tanpa membeda-bedakan, melayani dengan penuh cinta kasih Kristiani.
Selamat HUT Paroki St. Fransiskus Asisi, Bogor. Tuhan memberkati.

F.J. PADAWANGI

Literatur:
Y.B. Mangunwijaya Pr., Gereja Diaspora, Yogyakarta, Kanisius, 1999.