Sabtu, 31 Desember 2011

Percikan Pengalaman


Menantang Kemunafikan Dunia
dengan sebuah Kasih Sejati

Aku duduk diantara keributan di dalam rumahku. Berusaha untuk berpikir secara jernih diantara keramaian. Berusaha untuk menenangkan jiwaku yang tengah lelah mencari-cari jawaban akan pentingnya kasih.
Apa artinya kasih?
Aku berjalan menetapkan langkah diantara keramaian dan suasana kota yang penuh dengan pesta pora. Ya, aku berada di dalam suasana duniawi yang penuh dengan kesenangan minuman. Aku memberanikan diri untuk bisa mencari jawaban diantara kesenangan. Aku benar-benar ingin tahu. Maka, aku berusaha untuk mencari seseorang yang bersedia untuk berbicara denganku sepatah dua patah kata. Di tengah keramaian orang yang tengah mengeluarkan tawanya, bercanda tawa dengan kemabukan duniawi, dihiasi dengan asap rokok diantara gemerlapnya warna warni lampu. Akhirnya aku menemukan seseorang dengan putung rokok di tangannya sambil menggenggam segelas bir di sebelah tangan kanannya. Dia duduk di dekat meja bar bersama dengan seorang temannya. Aku melihat dia sedang asyik berbincang-bincang dengan temannya ini. Suara tawa pun terdengar meledak diantara kedua orang ini. Tetapi, beberapa saat kemudian, entah karena temannya menyindir dirinya, suasana menjadi berbalik. Ledakan yang terjadi bukanlah ledakan canda tawa, tetapi ledakan amarah yang tidak bisa dikontrol. Aku sungguh kaget melihat keadaan ini. Keadaan mampu berbalik dengan cepat. Kawan bisa menjadi lawan dengan mudahnya. Sekutu bisa menjadi seteru. Matanya penuh dengan tatapan yang tajam kepada temannya ini. Demikian dengan temannya. Temannya terlihat tidak mau kalah dengan tatapannya. Akhirnya terjadilah adegan yang tidak terkontrol oleh akal dan hati nurani. Membanting, mencaci maki tak henti-hentinya terdengar kata-kata penuh dengan sumpah serapah yang sangat kasar. Segala sikap dan perilaku yang ditampilkan seakan sangat tidak menghargai harkat sebagai manusia yang seharusnya saling menghargai.
Terlihat suasana hatinya yang meninggi karena keegoisannya.
Suasana di antara mereka pun tiba-tiba mencekam diantara tarian dan getaran musik yang terus bergema di telinga aku.
Aku melihat perilaku orang ini seperti tidak ada harapan. Ya, memang benar orang ini tidak memiliki harapan yang sesungguhnya. Aku melihat betapa mudahnya orang mencaci maki orang dan tidak mengambil keputusan terlebih dahulu akan setiap perkataannya.
Mengapa sulit hidup di dalam kasih sejati?
Kemudian aku berjalan keluar dari kerumunan orang yang tengah menonton pertengkaran diantara mereka. Hal ini seakan-akan dipandang sebagai sesuatu tontonan yang mengasyikkan bagi mereka. Tetapi, aku muak dengan keadaan ini. Tanpa mencari tahu apa arti kasih kepada orang yang ingin aku tanyakan tadi, aku sudah mendapatkan jawabannya dari tindakannya.
Aku menyendiri, sendiri di atas bebatuan besar di tepi pantai. Aku mencari tempat yang sepi seperti ini untuk merenungkan sesuatu. Mungkin banyak orang akan mengatakan bahwa tindakan aku ini terbilang tidak penting. Tetapi, dari segala kepenatan kegiatan, pekerjaan kantor yang membuat aku cukup stress, terlebih lagi akan suasana di lingkungan yang seakan-akan tidak damai sejahtera, telah cukup membuat aku untuk menentukan tindakan yang sudah seharusnya aku lakukan sebagai seseorang yang mengenal YESUS.
Aku tidak tahan dengan semua permainan ini. Hidup di dalam kasih sejati benar-benar terlihat sulit diterapkan bagi dunia. Ya, sulit diterapkan bagi orang yang tidak mengenal akan kasih. “Katakan padaku, apa artinya cinta!” Aku berteriak dengan sekuat tenaga, sampai aku kehabisan nafas. Aku menggenggam tanganku sendiri dengan kuat sambil menghempaskan badan di dekat pantai di daerah kotaku. Dunia menawarkan akan artinya cinta, tetapi cinta yang mereka tawarkan itu terlihat SEMU.
Melihat kejadian di bar tersebut, telah mengingatkan aku akan kejadian di lingkungan pertemananku. Ya, kejadian yang tidak mencerminkan kasih tadi pasti dialami oleh semua orang di dunia ini. Termasuk lingkungan pertemananku, kantorku, pasangan hidupku, terlebih lagi di lingkungan keluargaku.
Aku memejamkan mataku, mengingat detail demi detail setiap perkataan yang menghujam saat di bar tadi. Perkataan demi perkataan saling menyakiti diantara yang lain. Tidak ada kasih. Tidak ada damai sejahtera bagi orang yang menyerahkan hawa nafsunya kepada egoismenya. Aku pernah berada di posisi tersebut. Dan apa yang kurasakan adalah PUAS. Aku merasa puas karena telah melontarkan makian demi makian di dalam keadaan yang tidak aku sukai dan tidak berjalan sesuai dengan harapan aku. Aku menaikkan nada yang tinggi karena kesal dengan rekan kerjaku. Pekerjaannya tidak benar dan aku justru membicarakannya dari belakang. GOSIP. Ya, pekerjaan menggosip adalah keseharianku. Aku mengatakan kejelekan orang-orang yang tidak aku sukai di hadapan teman aku yang lain. Aku tidak terima perilakunya. Tetapi apa yang ku dapat? Aku tidak mendapati temanku ini berubah. Tidak ada faedah yang sangat berguna ketika aku membicarakan keburukan orang tanpa diketahui orang tersebut. Aku pernah mendengar, bahwa “orang yang membicarakan keburukan orang lain akan meretakkan persahabatan, dan tentulah kamu orang selanjutnya yang bisa menjadi sasaran pembicaraannya”. Aku baru menyadari hal ini. Aku mulai belajar, jika aku tidak menyukai sikap orang lain, aku akan mulai berbicara dengan orang tersebut dengan sebaik-baiknya, dengan tutur kata yang baik dan sopan, supaya orang tersebut mampu merubah sikapnya. Sebab, bergosip tidak menyelesaikan masalah, tetapi menimbulkan DOSA. Kita tidak memiliki hak untuk membicarakan kejelekan orang lain. Gosip dan kasih adalah hal yang bertentangan. Ketika kamu mengasihi orang tersebut, kamu akan belajar untuk tidak memandang kejelekannya, dan menegurnya bila dirinya salah. Menegur dalam kasih dan menegur dengan emosi adalah dua hal yang BERBEDA dan BERTENTANGAN. Ketika kamu mengasihi orang tersebut, kamu tidak akan membicarakan kejelekannya. Inilah arti hidup dalam kasih sejati. 
Kemudian, aku kembali mengingat kembali lontaran kasar dari pemabuk di bar tadi. Aku mengingat kembali, karena lontaran tersebut sama seperti perkataan kasar yang aku tujukan kepada rekan kerjaku. Kejadian ini justru membuat hubunganku dengannya menjadi retak. “Perkataan kasar adalah seperti pisau”. Pisau yang mampu menusukkan hati orang. Orang lain akan sakit hati, dan aku kembali berbuat dosa.
Kasih bukanlah seperti yang kita lihat di dunia, yang hanya sekedar berucap kata “CINTA”. Kasih yang sesungguhnya adalah pengorbanan. Ketika Anda mengasihi orang, Anda akan menurunkan egoisme Anda dan memahami keadaan hati orang lain. Anda akan memikirkan orang lain terlebih dahulu, bukan diri Anda, dan mengganti segala kesombongan dan egoisme Anda menjadi kasih. Rendahkan dirimu satu sama lainnya. Kasih itu sabar, murah hati, dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia… sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan dan tidak akan lenyap. (1 Kor 13:4-8). Sekalipun Anda memiliki pengetahuan luar biasa, pelayanan di gereja dengan luar biasa, menyembah Tuhan dengan nyanyian merdu, bekerja dengan keras, TETAPI jika Anda tidak memiliki kasih, sia-sialah semuanya itu. Bernyanyi tanpa kasih, akan terdengar sumbang di telinga Tuhan. Menyembah Tuhan tetapi dengan hati yang sombong, akan percuma. Rendahkan dirimu di hadapan Tuhan supaya Tuhan meninggikan kamu.
Banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya sedang berbuat dosa dan tidak hidup di dalam kasih sejati. Mengapa hal ini terus terjadi? Hal ini terjadi karena mereka tidak menyadari akan arti dosa. Mereka bahkan tidak memahami apa arti kasih yang sesungguhnya, sehingga mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya kehidupan di dalam gereja, maupun dalam pelayanan. Tetapi, Tuhan menginginkan kita untuk mampu hidup dalam kasih sejati seperti yang telah Yesus ajarkan di dalam dunia. Yesus ingin supaya kasih-Nya sampai kepada orang-orang lain yang juga belum mengenal Yesus. Tidak ada perbedaan kepada mereka yang belum dan sudah mengenal Yesus. Yang Tuhan inginkan adalah “kamu memiliki pribadi yang mampu memancarkan kepribadian Yesus yang penuh kasih” (mgf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^