Kamis, 01 April 2010

YESUS JALAN, KEBENARAN DAN HIDUP

Tuhan kita Yesus Kristus berbicara tentang diriNya: “Akulah jalan kebenaran dan hidup”( Yoh 14:6). Kristus adalah Jalan berarti hanya di dalam Dia lah terdapatnya Kebenaran dan Hidup, dan bahwa tak seorangpun dapat pergi kepada Bapa tanpa melalui Yesus Kristus, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan (Kis 4:12). Karena Yesus adalah Jalan, Kristus membangun kembali hubungan kepada Bapa di sorga yang dihancurkan oleh dosa manusia. Yesus menjadi Pengantara tunggal antara sorga dan bumi, Dia memimpin kita kembali ke jalan keselamatan dengan cuma-cuma tanpa kita harus bayar, tetapi telah dibayar oleh Yesus dengan kematianNya. Sebagai Jalan, Tuhan kita Yesus Kristus tidak hanya sekadar menunjukkan arah saja kepada kita. Dia mengundang kita semua: “Mari, Aku sendiri akan menghantar kamu ke sana!”. Kemudian Dia memegang tangan kita dan secara pribadi menuntun kita.
Yesus adalah Inkarnasi atau penjelmaan dari Kebijaksanaan Bapa yang tak terciptakan, yang menciptakan langit dan bumi dari permulaan. Kebenaran adalah Firman yang menjadi daging, menjadi manusia: Anak Maria (Yoh 1:14). Melalui KemanusiaanNya yang Kudus, Yesus Kristus dapat menyampaikan kepada kita semua kekayaan dan kebijaksanaan Bapa yang kekal. Dalam Penjelmaan, Allah Bapa mengucapkan Kebenaran yang akan membebaskan semua ma-nusia. Sebagaimana tertulis dalam Yoh 8:31-32 : “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”. Ketika Tuhan Yesus bertanya apakah pa-ra Rasul juga mau meninggalkan Dia, Petrus menjawab: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah. (Yoh 6:67-69).
Yesus adalah Pesan Injil dan Sang Utusan yang mewartakan Pesan Injil. Yesus adalah Firman sekaligus Pewarta Firman. Dengan kata lain, Yesus adalah Kebenaran dan Guru yang hadir dalam Gereja. Kita mengetahui Kebe-naran, wahyu adikodrati, sebab Allah mewahyukan diriNya melalui AnakNya. Dan pewahyuan ini terdapat dalam Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium.
Kitab Suci adalah Sabda Allah yang tertulis yang diserahkan atau dipercayakan kepada Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus. Tujuannya yang utama untuk mengajar dan menguduskan murid-muridNya. Tradisi Suci adalah seluruh pewahyuan di luar Kitab Suci, baik yang disampaikan secara lisan maupun secara tertulis. Tradisi Suci itu diteruskan atau disampaikan dari zaman ke zaman di bawah bimbingan Roh Kudus dan tuntunan Magisterium atau Kuasa Mengajar Gereja. Akhirnya Magisterium adalah kuasa mengajar yang dipercayakan oleh Yesus Sendiri kepada Paus di Roma atau kepada Gereja. Semua Uskup dan semua Imam dalam persatuan dengan Paus di Roma mempunyai kuasa ilahi untuk mengajarkan kebenaran keselamatan kepada semua orang beriman. Magisterium mempunyai tiga fungsi yaitu: menjaga atau melindungi simpanan wahyu ilahi, memahami kebenaran ini secara lebih mendalam serta semakin mendapatkan inspirasi dari kebenaran ini dan mewartakan kebenaran ini dengan setia.
Karena adanya Kitab Suci, Tradisi dan Magisterium dalam Gereja, kita mendapatkan jaminan bahwa Injil yang kita percayai dan kita imani adalah benar. Demikianlah, Tuhan Yesus sendiri berkata tentang diriNya: “Aku adalah Kebenaran”.
Kebenaran dalam situasi tertentu dapat memerdekakan kita, tetapi kebenaran tanpa perbuatan itu omong kosong, tidak ada gunanya. Ada sesuatu yang lebih unggul daripada kebenaran, yaitu kehidupan Kristiani. Sebab, teori tanpa pelaksanaannya atau aktualisasinya tidak masuk hi-tungan. Mempelajari teologi dan Kitab Suci tanpa menghayati hidup Kristiani adalah mati. Orang-orang lain mungkin mengatakan telah membaca Kitab Suci dari halaman ke halaman sampai tamat, bahkan sudah berulang kali. Mereka mungkin telah menghadiri macam-macam seminar sehingga kepalanya penuh dengan pengetahuan baru. Mungkin mereka berkata bahwa mereka lebih dekat pada Gereja karena mereka menjalin persahabatan dengan biarawan, biarawati, imam-imam dan uskup-uskup. Tetapi kenyataannya tetap, yaitu: mungkin saja mereka jauh dari “Ke-rajaan Allah”, sebab Tuhan kita meng-ingatkan kita bahwa tidak setiap orang yang berseru kepadaNya, “Tu-han, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 7:21). Kesan bahwa orang-orang lain sering nampak saleh dan rajin berdoa kenyataannya dapat saja lain sama sekali. Kata-kata yang manis dan indah bahkan praktek-praktek keagamaan tidak dapat menggantikan perbuatan-perbuatan baik dan hidup Kristiani yang jujur dan sejati.
Sama seperti orang-orang Israel zaman dulu, mungkin kita setiap hari mengakui Allah dengan bibir kita, tetapi menyangkal Dia dalam kehidupan kita. Yes 29:13 mengatakan: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hati-nya menjauh dari pada-Ku”. Tidaklah sulit mengucapkan syahadat para Rasul, tetapi sulitlah menghayati kebenaran Kristianitas. Dengan demikian Yesus berkata tentang diriNya: “Akulah Kehidupan”.
YESUS ORANG BIASA
Orang-orang Yahudi menolak untuk menerima Yesus sebab Dia sedemikian biasa. Penolakan mereka terletak pada kenyataan bahwa mereka mengetahui asal-usul dari Tuhan Yesus. Mereka mengetahui sungguh-sungguh bahwa Dia dibesarkan di Nazaret dan bahwa Dia “anak seorang tukang kayu”. “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1:46).
Injil Matius mencatat kekaguman orang-orang Yahudi ketika mereka menemukan Yesus sedang mengajar di sinagoga. Dengan penuh rasa kagum mereka berkata satu sama lain: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?”. Tidak ada sesuastu yang luar biasa atau istimewa mengenai sejarah keluarga Yesus. permulaanNya yang sederhana bertentangan dengan harapan-harapan orang-orang Yahudi bahwa Mesias yang dijanjikan akan menggoncangkan dunia secara misterius dan penuh kuasa. Mesias yang dinanti-nantikan, yang dipandang sebagai pembebas politis dan sosial, diramalkan sebagasi Raja yang dahsyat, Penakluk yang akan menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka.
Karena mereka mencari manifestasi-manifestasi yang dikerjakan dengan seksama dan terperinci oleh tangan Allah dan mencari kehadiran-Nya dalam hal yang tidak umum dan istimewa, mereka tidak dapat diyakinkan untuk melihat Allah dalam hal-hal yang biasa. Bagi orang-orang Yahudi tidak ada sesuatu yang istimewa dan unik dalam diri Yesus. Di hadap-an sejumlah besar orang-orang Ya-hudi, sulitlah bagi Tuhan Yesus untuk menyatakan diriNya sebagai Mesias.
Ajaran iman Katolik kita justru se-baliknya. Bagi kita, Allah bukanlah Allah yang jarang masuk ke dalam hidup kita. Bagi kita, Allah adalah omnipresent, selalu hadir – dalam hal-hal yang nampaknya tidak berarti, dalam kejadian hidup kita sehari-hari. Kita percaya bahwa Pribadi Yang luar biasa, Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, menjadi Anak Manusia yang biasa. Sabda telah menjadi daging, verbum caro factum est (Yoh 1:14). Sejak itu, Allah hadir atas cara yang sangat istimewa dan penuh kasih.
Allah hadir bila dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaNya (Mat 18:20). Dia hadir bila keluarga dipimpin oleh sang ayah mengucapkan doa sebelum dan sesudah makan. Tuhan kita hadir dalam diri orang yang lapar, haus, telanjang, di penjara, terlantar, sakit. Yesus meyakin-kan kita akan kehadiranNya yang unik dalam diri mereka itu ketika Dia bersabda: “Sesunguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).
Allah juga hadir dalam kumpulan umat beriman biasa dan juga dalam diri hamba-hambaNya yang ditahbiskan. Akhirnya Dia pasti hadir dalam kuasa pengampunan melalui sakramen tobat, dalam sakramen Baptis, dalam sakramen perkawinan dan paling istimewa dalam Ekaristi Kudus, dalam Sakramen Mahakudus. Karena itu jika Anda ingin bertemu dengan Allah, untuk merasakan KehadiranNya dan bercakap-cakap dengan Dia atas cara yang paling mesra, pergilah meng-hadap Sakramen Mahakudus, sebab Dia di sana selalu menunggu. Demikianlah iman murid akan kehadiran Sang Guru dalam hal-hal yang biasa.
Karena itu bagi kita orang-orang Katolik, Allah hadir dalam hal yang biasa – dalam minyak, air dan anggur, roti. Dalam persaudaraan, dalam diri kaum miskin, dalam peristiwa-peristiwa sederhana dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam tanda-tanda manusiawi (Sakramen-sakramen dan sakramentali-sakramentali).
Ketika Tuhan Yesus memulai pelayananNya di hadapan umum Dia memilih dua belas orang biasa sebagai pengiring dan sahabat, tanpa gelar, tanpa pengaruh, tanpa pakaian kerajaan, tanpa kekayaan karena mereka itu hanya nelayan-nelayan seder-hana saja. Dalam memilih dua belas orang biasa, Yesus seolah-olah berkata kepada dunia: Berilah Aku beberapa orang biasa dan Aku akan mengubah wajah bumi, Aku telah memilih orang-orang lemah untuk memalukan yang kuat, Aku telah memilih yang tidak terpandang dan hina untuk memalukan yang terpandang (1 Kor 1:27-28).
Ada orang-orang yang menghayati kehidupan yang sederhana di tengah-tengah kebesaran, yang tetap bersikap low profile di tengah-tengah kekuasaan. Sekarang ini, hidup yang biasa merupakan suatu keputusan, suatu pilihan untuk makan makanan yang sederhana, ingat akan jutaan orang yang pergi tidur dengan perut kosong. Hidup yang biasa berarti memilih mengenakan pakaian yang se-derhana, karena ingat akan orang-orang telanjang dan anak-anak jalanan. Hidup yang biasa berarti usaha untuk merayakan kesempatan-kesempatan penting misalnya hari ulang tahun, pesta perkawinan tanpa pamer dan cenderung menghambur-hamburkan uang. Bagi orang kaya hidup yang biasa dapat menunjukkan keberanian dan kemauan menghadapi dan mengerjakan pekerjaan yang hanya patut dikerjakan oleh pembantu, pekerjaan tangan atau pekerjaan berat seperti Yesus yang dikenal sebagai “anak tukang kayu”.
Kuasa dan karya Yesus yang diuji, dicintai dan disembah seluruh dunia sampai akhir jaman, KerajaanNya di dunia ini dapat ditaklukkan dengan kelemah-lembutan, kesederhanaan, kerendahan hati dan dengan penuh cinta kasih. Ternyata hidup yang biasa itu menaklukkan.

(St. S T)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^