Saat masih kanak-kanak, bagiku Paskah sangat identik dengan telur. Karena lomba-lomba atau bingkisan di gereja untuk anak-anak pasti ada hubungannya dengan telur.
Sejak SD, aku dan adik laki-lakiku rajin mengikuti Sekolah Minggu yang kini dikenal dengan Bina Iman Anak. Setiap Sabtu sore kami berdua berangkat naik angkot menuju sekolah untuk mengikuti Sekolah Minggu. Yang mengajar adalah guru agama kami, kadang ada juga tenaga sukarela-wan, namun paling lama hanya dua atau tiga bulan. Dari Sekolah Minggu itulah aku mengenal Lomba Mencari Telur, Lomba Menghias Telur, ataupun mendapatkan keranjang Paskah berisi telur dan lainnya.
Ada dua kali Lomba Mencari Telur yang masih terekam di ingatanku. Yang pertama saat lomba diadakan di lingkungan sekolah. Itulah kali pertamaku mengikuti lomba ini. Sampai batas waktu yang ditentukan oleh guru Sekolah Minggu habis, aku tak kun-jung menemukan sebutir telur pun. Seolah-olah semua tempat yang kujelajahi sudah lebih dahulu didatangi peserta lain. Saat semua peserta telah berkumpul di aula, aku benar-benar ketakutan. Karena sehabis mencari telur, dilanjutkan dengan Lomba Menghias Telur. Kalau telurnya saja aku tidak punya, apa yang akan kuhias? Padahal aku sangat ingin mengikuti Lomba Menghias Telur. Semua ide sudah ada dalam benakku sejak jauh-jauh hari, bahkan hiasan sudah kupersiapkan dari rumah, hanya tinggal pelaksanaannya. Memang aku sangat menyukai kegiatan menggambar dan menghias seperti ini. Untunglah ancaman panitia untuk memberikan hukuman bagi yang tidak berhasil mendapatkan telur, tidak sungguh-sungguh dilakukan. Malah semua men-dapatkan telur untuk dihias. Namun rasa takut yang sempat kurasakan, cukup mengena di hatiku.
Lomba berikutnya dilaksanakan di Kebun Raya Bogor. Peluit tanda dimulainya pencarian telur belum dibunyikan, aku sudah pesimis tidak akan berhasil mendapatkan telur. Dan kali ini pun benar saja. Kembali aku tidak menemukan sebutir pun. Sebenarnya aku hampir berhasil mendapatkan satu, tapi karena rebutan dengan salah satu kakak kelasku, te-lurnya jatuh ke rumput dan akhirnya pecah. Sempat kesal dengan kakak kelasku itu, mengapa dia tidak merelakannya untukku, padahal dia sudah berhasil mendapatkan beberapa telur. Untunglah adikku menemukan lebih dari satu telur, dan ia memberikan satu untukku. Bibirku langsung mem-bentuk senyuman, karena itu artinya aku tidak akan kena hukuman. Hahaha….
Sejak itulah aku tidak mau ikut Lomba Mencari Telur lagi. Aku lebih memilih lomba lainnya yang dapat mengeluarkan ide-ide di kepalaku serta memberikan kegembiraan/kepuasan tersendiri bagiku. Sampai sekarang pun, aku tidak pernah mengerti mengapa setiap mengikuti Lomba Mencari Telur, tidak pernah sekalipun berhasil menemukan telur yang disembunyikan panitia. Padahal teman-teman dan adikku berhasil menemukan setidaknya sebuah telur. Bukankah itu menyenangkan? Untuk beberapa tahun lamanya, aku benar-benar benci dengan lomba yang satu itu.
Setelah remaja, kemudian usia dewasa, aku sudah lupa akan perasaan tidak suka itu. Dalam setiap perlombaan atau pertandingan memang ada kekalahan dan kemenangan. Mungkin saat itu, aku terbiasa mengalami kemenangan, sehingga saat kalah dalam hal yang sama berulang kali, sulit sekali untuk menerimanya. Kini aku benar-benar sadar, dari kekalahan itu orang belajar banyak hal. Mendapat kekalahan membuat kita tetap rendah hati, mau berusaha, merasakan apa itu gagal, merasakan bagaimana rasanya sakit. Kemudian kita pun harus mau menerima kekalahan, bukan menolaknya. Aku memang tidak pernah merasakan kemenangan dalam Lomba Mencari Telur, tetapi Tuhan memberikan kemenangan bagiku di lomba-lomba lainnya. Terlebih lagi, Tuhan memberikan kemenangan bagiku untuk bisa menerima semua kekalahan yang harus kurasakan.
Sejak SD, aku dan adik laki-lakiku rajin mengikuti Sekolah Minggu yang kini dikenal dengan Bina Iman Anak. Setiap Sabtu sore kami berdua berangkat naik angkot menuju sekolah untuk mengikuti Sekolah Minggu. Yang mengajar adalah guru agama kami, kadang ada juga tenaga sukarela-wan, namun paling lama hanya dua atau tiga bulan. Dari Sekolah Minggu itulah aku mengenal Lomba Mencari Telur, Lomba Menghias Telur, ataupun mendapatkan keranjang Paskah berisi telur dan lainnya.
Ada dua kali Lomba Mencari Telur yang masih terekam di ingatanku. Yang pertama saat lomba diadakan di lingkungan sekolah. Itulah kali pertamaku mengikuti lomba ini. Sampai batas waktu yang ditentukan oleh guru Sekolah Minggu habis, aku tak kun-jung menemukan sebutir telur pun. Seolah-olah semua tempat yang kujelajahi sudah lebih dahulu didatangi peserta lain. Saat semua peserta telah berkumpul di aula, aku benar-benar ketakutan. Karena sehabis mencari telur, dilanjutkan dengan Lomba Menghias Telur. Kalau telurnya saja aku tidak punya, apa yang akan kuhias? Padahal aku sangat ingin mengikuti Lomba Menghias Telur. Semua ide sudah ada dalam benakku sejak jauh-jauh hari, bahkan hiasan sudah kupersiapkan dari rumah, hanya tinggal pelaksanaannya. Memang aku sangat menyukai kegiatan menggambar dan menghias seperti ini. Untunglah ancaman panitia untuk memberikan hukuman bagi yang tidak berhasil mendapatkan telur, tidak sungguh-sungguh dilakukan. Malah semua men-dapatkan telur untuk dihias. Namun rasa takut yang sempat kurasakan, cukup mengena di hatiku.
Lomba berikutnya dilaksanakan di Kebun Raya Bogor. Peluit tanda dimulainya pencarian telur belum dibunyikan, aku sudah pesimis tidak akan berhasil mendapatkan telur. Dan kali ini pun benar saja. Kembali aku tidak menemukan sebutir pun. Sebenarnya aku hampir berhasil mendapatkan satu, tapi karena rebutan dengan salah satu kakak kelasku, te-lurnya jatuh ke rumput dan akhirnya pecah. Sempat kesal dengan kakak kelasku itu, mengapa dia tidak merelakannya untukku, padahal dia sudah berhasil mendapatkan beberapa telur. Untunglah adikku menemukan lebih dari satu telur, dan ia memberikan satu untukku. Bibirku langsung mem-bentuk senyuman, karena itu artinya aku tidak akan kena hukuman. Hahaha….
Sejak itulah aku tidak mau ikut Lomba Mencari Telur lagi. Aku lebih memilih lomba lainnya yang dapat mengeluarkan ide-ide di kepalaku serta memberikan kegembiraan/kepuasan tersendiri bagiku. Sampai sekarang pun, aku tidak pernah mengerti mengapa setiap mengikuti Lomba Mencari Telur, tidak pernah sekalipun berhasil menemukan telur yang disembunyikan panitia. Padahal teman-teman dan adikku berhasil menemukan setidaknya sebuah telur. Bukankah itu menyenangkan? Untuk beberapa tahun lamanya, aku benar-benar benci dengan lomba yang satu itu.
Setelah remaja, kemudian usia dewasa, aku sudah lupa akan perasaan tidak suka itu. Dalam setiap perlombaan atau pertandingan memang ada kekalahan dan kemenangan. Mungkin saat itu, aku terbiasa mengalami kemenangan, sehingga saat kalah dalam hal yang sama berulang kali, sulit sekali untuk menerimanya. Kini aku benar-benar sadar, dari kekalahan itu orang belajar banyak hal. Mendapat kekalahan membuat kita tetap rendah hati, mau berusaha, merasakan apa itu gagal, merasakan bagaimana rasanya sakit. Kemudian kita pun harus mau menerima kekalahan, bukan menolaknya. Aku memang tidak pernah merasakan kemenangan dalam Lomba Mencari Telur, tetapi Tuhan memberikan kemenangan bagiku di lomba-lomba lainnya. Terlebih lagi, Tuhan memberikan kemenangan bagiku untuk bisa menerima semua kekalahan yang harus kurasakan.
(Cie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^