Kamis, 01 April 2010

Apakah peranan Alkitab dalam kehidupan iman seorang Katolik?

Orang-orang Katolik selalu menghormati Alkitab sebagai Firman Allah. Bersama-sama dengan Tradisi, Kitab Suci merupakan sumber-sum-ber utama dari wahyu Allah. Alkitab mempunyai tempat yang terhormat dalam keluarga-keluarga Katolik. Alkitab dihormati sebagai Firman Allah. Orang mengagumi Alkitab, tetapi orang tidak pernah mengundangnya masuk kerumahnya untuk mendapatkan inspirasi darinya sebagai pedoman hidup setiap hari.
Demikianlah bagaimana Alkitab diperlakukan oleh banyak orang Katolik. Padahal orang perlu memperlakukan Alkitab dengan keramahan dan dengan sikap bersahabat seperti sikap yang diberikan kepada seorang sahabat yang duduk di meja makan sambil ngobrol tentang kehidupan sehari-hari. Alkitab seharusnya menjadi bagian dari spiritualitas pribadi kita dalam kehidupan kita sehari-hari.
Di sini akan kita lihat, Alkitab sebagai seorang sahabat yang dapat dijumpai. Kita pelajari dengan teliti hakekat dari Alkitab – Allah yang berbicara kepada kita dalam situasi hidup kita dewasa ini. Kita pertimbangkan bagaimana Alkitab telah berubah dan berevolusi sepanjang jaman. Untuk dapat memahami Alkitab dengan lebih baik, kita akan melihat beberapa point. Diharapkan Alkitab menjadi bagian dari kehidupan rohani kita.
Hakekat dari Alkitab
Alkitab, dalam bentuknya yang kita kenal sekarang merupakan sebuah buku yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang pertama Kitab Suci Ibrani atau Perjanjian Lama sebagaimana banyak orang Kristen menyebutnya, merupakan catatan tertulis bangsa Yahudi dari Abraham (1800 sebelum Masehi) sampai jaman Makabe (168 sebelum Masehi). Bagian kedua dari Alkitab Kristiani adalah Perjanjian Baru atau Kitab Suci orang Kristiani, yang berisi hidup dan karya Yesus maupun pengalaman iman orang-orang Kristiani perdana sampai tahun 100 Masehi.
Alkitab itu Kitab yang diilhami karena, melalui kata-kata pengarang manusia, Allah mewahyukan kehendakNya dan rencanaNya untuk menyelamatkan manusia. Alkitab, yang ditulis di bawah bimbingan Roh Kudus tetap menjadi sumber yang vital dari wahyu Allah kepada manusia.
Kita berkata Alkitab itu merupakan Firman Allah. Melalui bentuk dasar komunikasi kata-kata manusiawi, kita manusia sebenarnya memberikan bagian dari diri kita yang paling dalam kepada orang lain. Kata-kata mengandung sesuatu dalam diri kita. Allah, dalam membagikan kasihNya kepada manusia, telah menggunakan kerangka referensi manusiawi untuk mewahyukan diriNya.
Cara yang cocok untuk merenungkan hakekat Alkitab adalah memandang Alkitab sebagai suatu cerita. Melalui cerita-cerita, kita menjadi mengerti realitas, menjaga pengalaman-pengalaman tetap hidup dan memelihara momen-momen yang berharga. Elie Wiesel, seorang tukang cerita berkebangsaan Yahudi yang terkenal, menulis, “Allah menciptakan manusia karena Allah menyenangi cerita”. Kita dapat menambahkan : Kita mempunyai Alkitab karena Allah dan manusia menyenangi cerita.
Alkitab, seperti semua cerita yang baik, mempunyai alur cerita yang pokok. Bila diserahkan kepada fantasi kita sendiri, kita meraba-raba dan tersandung mencoba menemukan Yang Ilahi. Akal dan logika tidak dapat mengukur dalamnya kasih Sang Pencipta. Allah mengetahui juga bahwa orang tidak dapat jatuh cinta kepada suatu formula atau konsep yang abstrak. Pada waktu tertentu dalam sejarah, Allah melangkah ke dalam lingkungan manusia dengan harapan mengadakan perjanjian kasih dengan manusia.
Dalam tradisi Yahudi, orang yang menaruh perhatian adalah Abraham. Jalan Allah tidak sedemikian langsung sehingga Abraham tidak perlu iman,.tetapi caraNya mewahyukan kasihNya cukup untuk membimbing Abraham dalam usahanya mencari Allah. Abraham percaya dan memberikan tanggapan dan imannya mendapat ganjaran. Dia menjadi bapa bangsa yang besar. Allah terus menawarkan diriNya dalam sejarah dalam kehidupan umat Yahudi, bangsa Israel.
Alur cerita yang pokok dari Alkitab berputar sekitar kasih Allah kepada manusia dan Allah menunjukkan kasihNya meskipun manusia menolak dan menempuh jalan yang sesat.
Alkitab, seperti setiap cerita, mempunyai permulaan dan akhir. Alkitab mulai dengan suara yang penuh kuasa dari Allah yang dalam kasih mencipta, “Jadilah terang” (Kej 1:3) Alkitab berakhir dengan keluhan manusia yang penuh permohonan, “Datanglah, Tuhan Yesus” (Why 22:20). Alkitab diawali dengan Tuhan dan menusia seorang diri dalam taman; Alkitab ditutup dengan sejumlah be-sar orang yang memuji Allah di kota surgawi. Alkitab dimulai dengan Allah yang mengulurkan tangan menggapai manusia dan berakhir dengan manusia yang mendekati Allah.
Kita tidak perlu kaget karena unsur-unsur manusiawi yang kita temukan dalam Alkitab. Para pendosa dan para kudus sama menggambarkan keadaan manusia. Ada iman dan putus asa, perang dan da-mai, benci dan cinta. Orang mencoba memperhatikan apa yang dikatakan Allah, tetapi kadang-kadang kehendak Allah salah dimengerti.
Penuh ketakutan, keras kepala, suka memberontak orang-orang menemukan Allah yang penuh kasih terlalu banyak. Ada orang-orang lemah yang menemukan Firman Allah terlalu menantang. Kelompok kecil yang setia selalu tetap mantap.
Para nabi, misalnya Yeremia, menerjemahkan pengalaman Allah ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia. Penyair-penyair menyanyikan nyanyian-nyanyian. Cerita kepahlawanan memberikan arti yang lebih dalam kepada hidup ini.
Tokoh-tokoh yang nampak dalam Alkitab tidak sejalan dengan keindahan gambar-gambar gelas berwarna. Mereka pribadi-pribadi yang berdaging dan berdarah yang imannya pada Allah diuji.
Allah mewahyukan diriNya dalam rupa-rupa cara. Dia datang dalam impian, nubuat, dan paling sering di tengah-tengah pekerjaan sehari-hari. Ada monolog, dialog, solilog, kotbah dan silentium. Kita bertemu Allah dan manusia di padang gurun, di kota-kota, di gunung-gunung, di tepi jalan. Sebenarnya, Allah Alkitab berada di mana saja manusia berada. Di balik kepribadian-kepribadian, peristiwa-peristiwa, sikap-sikap yang berbeda-beda, Allah berbicara tentang jalan-jalanNya kepada manusia dari setiap halaman Alkitab.
Setiap cerita menuntut gerakan menuju suatu klimaks. Seperti yang diungkapkan oleh cerita Alkitab, Allah menjangkau dalam kasih dengan intensitas yang semakin besar. Dia mengutujs PuteraNya, Yesus yang mewartakan Kabar Baik dan mewah-yukan secara penuh siapa Allah itu. Dengan hidup sebagai manusia di tengah-tengah manusia-manusia lain, Yesus membuktikan bahwa Yang Ilahi dan yang manusiawi dapat bersatu. Teilhard de Chardin menyatakan bahwa ketika Yesus datang, dimensi baru dari realitas masuk ke dalam dunia. Kosmos diangkat ke tingkat ilahi.
Tetapi Alkitab tidak sama dengan cerita-cerita lain dalam satu segi. Alkitab tidak dapat dibaca seperti dokumen historis masa lampau, sesuatu yang berlaku untuk mereka yang hidup di jaman yang lain dan dalam budaya yang lain. Alkitab tidak dapat dibaca dalam orang ketiga, misalnya mereka, dia. Alkitab bukanlah huruf mati. Alkitab adalah Allah yang bertindak sekarang. Tokoh-tokoh dalam Alkitab adalah model dan contoh yang digunakan oleh Allah untuk menunjukkan kepada ma-nusia dari segala jaman kasihNya dan bagaimana Dia bekerja dengan manusia.
Kita perlu memahami drama Alkitab dan menghubungkan erat dengan manusia, mujizat-mujizat dan peristiwa-peristiwa yang menyelamat-kan. Kita semua mengalami paskah kita, exodus (keluaran) kita, transfigurasi kita dan kebangkitan kita dalam perjalanan hidup kita sehari-hari. Alkitab tidak memberi tempat bagi penonton. Setiap orang adalah ba-gian dari sejarah keselamatan. Bila kita membaca Alkitab, kita harus menganggapnya sebagai waktu se-karang, karena Allah sedang bekerja sekarang.
ASAL USUL DARI KITAB SUCI
Alkitab tidak mulai sebagai kitab yang sempurna lengkap, tetapi sebagai pengalaman akan Allah yang dihayati oleh bansa Israel dan umat Kristiani perdana. Orang-orang ini mulai memahami kehadiran Allah di tengah-tengah mereka dalam kejadian-kejadian, dalam pribadi-pribadi, dalam peristiwa-peristiwa sehari-hari dan dalam mujizat-mujizat. Mereka menafsirkan tindakan-tindakan Allah yang menyelamatkan ini dan meneruskan iman mereka dengan kata-kata mulutnya. Orang-orang yang hidup dijaman dulu ini bukanlah generasi yang sudah me-ngenal kertas dan pena seperti kita sekarang. Mereka ini mengandalkan ketajaman ingatannya
Lama-kelamaan bangsa Israel mulai menulis bagian-bagian tertentu dari warisan mereka misalnya Sepuluh Perintah Allah dan bagian-bagian dari Kitab Taurat ditulis lebih dulu. Ketika bangsa Israel terbentuk dan raja-raja memerintah, sejarah raja-raja beserta keluarga dan pejabat-pejabat istana dan tawarikh ditulis. Selama pembuangan, warisan mereka dipelihara dengan menye-lesaikan sejarah dan mencatat kata-kata para nabi. Penulisan dilakukan dalam bahasa Ibrani pada gulungan kertas dan dibawa kembali ke Palestina sesudah Pembuangan (537 sebelum Masehi).
Orang-orang Yahudi yang lain yang lari mengungsi ke Mesir menerjemahkan Kitab Suci berbahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani dalam versi yang disebut Septuaginta atau Kanon Aleksandria. Salinan ini meliputi tujuh kitab yang bukan dalam bahasa Ibrani atau Kanon Palestina.
Perjanjian Baru juga lama-kelamaan berkembang. Komunitas-komunitas Kristiani perdana, bila mereka berkumpul untuk pemecahan roti atau Perjamuan Tuhan mengedarkan surat-surat yang dikirimkan oleh Paulus kepada berbagai komunitas orang beriman. Kelompok-kelompok atau komunitas-komunitas merasakan surat-surat Paulus yang ditulis antara tahun 52-64 Masehi sangat berharga dan praktis untuk menghayati ajaran-ajaran Kristus. Surat-surat ini yang dalam bahasa asing disebut epistola merupakan karya-karya paling awal dari Perjanjian Baru.
Ketika komunitas-komunitas Kristiani tersebar ke bagian-bagian lain dari Kekaisaran, para rasul dan para murid membawa ingatan-ingatan me-reka dan koleksi ucapan-ucapan atau pepatah-pepatah mereka, episode-episode, mujizat-mujizat dan pengalaman iman akan Yesus. semuanya ini diwartakan kepada orang beriman. Tetapi waktu berlalu sedikit demi sedikit dan saksi-saksi pertama meninggal dunia. Koleksi-koleksi Kabar Baik, Injil-injil, ditulis dan diedar-kan di antara komunitas-komunitas Kristiani. Akhirnya 4 Injil diterima oleh komunitas sebagai yang paling oten-tik karena keempat Injil tersebut sa-ngat erat berhubungan dengan para rasul: Matius (Yerusalem), Markus (Roma), Lukas (Antiokhia) dan Yohanes (Efesus). Kemudian sekitar tahun 100 Masehi, Kitab Wahyu atau Apokalips ditambahkan karena orang-orang percaya bahwa kedatangan Kristus yang kedua mungkin segera terjadi. Kitab Wahyu, selalu terbuka untuk banyak penafsiran, akhirnya menggambarkan peperangan yang terus menerus antara yang baik dan yang jahat. Keduapuluh tujuh kitab Perjanjian Baru – empat Injil, Kisah para rasul, surat-surat Paulus dan pemimpin-peminpin Kristiani perdana yang lain dan Apokalips – diakui dan diterima oleh semua orang Kristen.
 
(St. S T)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^