Kamis, 01 April 2010

Hati Untuk Mama

Sudah tiga minggu Masa Prapaskah berjalan. Hati Stecia semakin resah. Bagaimana tidak? Gadis kecil yang masih duduk di bangku kelas lima SD itu sudah berniat bersikap baik pada mamanya (Mama Niar) selama masa Prapaskah ini, namun belum berhasil. Memang sudah sekitar lima kali ia bisa bersikap baik pada mamanya, tapi itupun hanya bertahan setengah hari setiap kalinya.
Sudah bukan rahasia lagi, jika Stecia kerap bertengkar dengan sang mama. Sebenarnya biang pertengkaran bukanlah hal besar, hanya beda pendapat, keinginannya sering bentrok dengan kemauan Mama Niar. Di keluarga, Stecia merasa dapat mengeluarkan perasaannya dengan lebih leluasa tanpa dipotong ini-itu hanya oleh papanya, Papa Tio. Baginya, sang papa dapat lebih mengerti dirinya, walaupun Papa Tio tidak selalu setuju dengan keinginan-nya, namun beliau dapat mengata-kannya dengan kalimat yang dapat dengan mudah diterimanya. Selain Papa Tio dan Mama Niar, masih ada Kak Steve. Namun kakak laki-lakinya itu lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan sekolah atau teman-temannya, hanya sesekali saja Stecia dapat bercerita panjang lebar dengan Kak Steve. Usia Kak Steve dan Stecia terpaut lima tahun. Di sekolahnya, Kak Steve termasuk siswa yang aktif dalam banyak kegiatan, sehingga di luar jam sekolah ia sibuk dengan aneka kegiatannya itu. Kak Steve belum mempunyai pacar, tetapi banyak mempunyai teman dan sering pergi bersama mereka.
Stecia sendiri sebenarnya bukan-lah anak nakal, malahan banyak orangtua temannya yang meyebutnya sebagai anak yang baik, pintar, dan rajin. Namun entah mengapa, jika sudah bicara dengan Mama Niar, seringkali harus berakhir dengan pertengkaran. Papa Tio sering meledeknya,
“Ya itu karena kalian itu sama. Sama-sama keras kepala. Hahaha…”
Suatu siang di hari Minggu, Stecia duduk di teras belakang sambil mengelus-elus Bombom yang tertidur di pangkuannya. Bombom adalah anak anjing kampung campuran berkaki pendek, dengan bulu berwarna coklat mengkilap. Anjing yang dihadiahkan Kak Steve pada ulang tahunnya yang ke-10 Desember lalu. Saat asyik me-ngelus Bombom, tiba-tiba tercium aroma kopi yang cukup menggoda. Ternyata Kak Steve kini sudah ikut duduk bersamanya di teras. Kak Steve terlihat amat menikmati setiap tegukan kopi yang diminumnya. Stecia pun tergoda,
“Minta dong Kak! Sedikit aja …”
“Anak kecil belum boleh minum kopi!” sahut Kak Steve.
“Ah, itukan kopi instant, lagipula hanya sedikit koq.” Stecia merajuk.
Akhirnya kakaknya yang baik itu pun memberikan gelas berisi kopi yang dipegangnya. Stecia meminumnya beberapa teguk lalu mengembalikan gelas pada Kak Steve. Cukuplah untuk sekedar mencicipi.
“Tumben, Minggu siang begini kamu sudah di rumah? Gak ke gereja atau jalan-jalan?” tanya Kak Steve.
“Tadi pagi misa bareng Papa-Mama, lalu BIA. Selesai BIA aku langsung pulang. Lagi malas jalan-jalan.” terang Stecia.
“Kenapa lagi nih? Berantem terus sama Mama ya?” selidik Kak Steve.
“Kak, kalau kita punya niat bertobat di Masa Prapaskah ini, tapi sering gagal, kira-kira pantang dan puasa kita lulus gak sih?” Stecia balik bertanya
Dengan penuh senyum, Kak Steve memandangi adik perempuannya itu. Tak lama, mereka sudah larut dalam pembicaraan yang panjang.
Rupanya, Stecia gundah karena ia sering gagal mengatasi rasa marahnya setiap kali bertengkar dengan Mama Niar padahal Masa Prapaskah terus berjalan. Setiap kali berbeda pendapat, ia mencoba menahan keinginan untuk berdebat dengan Mama Niar, namun hanya berhasil satu atau dua kali, selebihnya Stecia selalu terbujuk oleh rasa amarah. Stecia takut jika harus begitu terus-menerus. Kak Steve, mengingatkan bahwa Mama Niar adalah mama mereka yang sangat sayang dan peduli pada mereka. Jika beliau melarang Stecia, pasti ada pertimbangan atau alasan yang jelas. Kak Steve pun mengingatkan Stecia agar tidak mudah terpancing emosi untuk marah.
“kalau kamu sedang kesal dengan Mama, tidak usah melawan dengan kata-kata Stec. Diam saja. Ubah emosi negatif kamu menjadi emosi positif. Contohnya dengan memberikan per-hatian pada Bombom. Tingkah Bombom yang lucu pasti membuat hati kamu senang dan lupa dengan amarahmu. Percaya deh!” hibur Kak Steve.
“Tapi Kak, kenapa sih Mama tidak mau mengerti aku? Kenapa Mama tidak sama seperti mamanya Ririn, Ana, atau Gabby? Andaikan mamaku itu mereka ya Kak…” Stecia mengungkapkan ketidakpuasannya.
“Husss… ngawur kamu Stec! Mama kita adalah mama yang terbaik yang Tuhan berikan untuk kita. Jangan membandingkan seperti itu. Kamu tidak ingat, waktu kamu sakit demam berdarah dan harus dirawat di rumah sakit? Siapa yang paling bingung dan susah? Siapa yang tidak tidur sampai kondisi HB kamu normal? Saat kamu pulang dari rumah sakit, siapa yang merawat kamu? Itu semua Mama. Papa dan Kak Steve tidak bisa seperti Mama. Masih banyak lagi yang sudah Mama lakukan untuk kita, tidak terhitung dan tidak terbayarkan. Mung-kin kita saja yang suka merasa kurang puas.” Jelas Kak Steve panjang lebar.
Stecia tidak bisa menjawab, karena apa yang dikatakan Kak Steve sangat benar. Tangan kecilnya hanya sibuk membelai-belai Bombom yang masih asyik tidur di pangkuannya. Kak Steve pun merangkul pundak Stecia, sesekali membelai lembut rambut adiknya itu.
Keesokan harinya hingga hari-hari berikutnya, Stecia mencoba melakukan apa yang dikatakan Kak Steve. Tidak selalu berhasil, tetapi jauh lebih baik dari sebelumnya. Suatu sore, saat Papa Tio dan Mama Niar hanya berdua menonton televisi, sesekali mereka mengobrol santai.
“Pa, Mama senang dengan sikap Stecia belakangan ini.” kata Mama Niar.
“Sikap yang mana Ma? Stecia kan memang anak yang baik walaupun galak hehehe…” canda Papa Tio.
“Itu loh Pa, sekarang dia tidak banyak melawan saat Mama minta bantuan membereskan pekerjaan di rumah. Dan kalau diberitahu, sudah jarang marah-marah. Tapi Mama heran juga, ada apa ya Pa?” tanya Mama Niar.
“Mama ini lucu, anak berubah jadi lebih baik malah dicurigai, harusnya didukung. Stecia itu mau berbuat baik terhadap Mama selama Masa Prapaskah ini. Anak kita itu hebat Ma. Dia mau pantang dan puasanya tidak sia-sia.” jawab Papa Tio.
“Pa, jawab yang jujur ya, apa selama ini Mama terlalu galak sama Stecia? Jadi dia sering bertengkar dan susah diberitahu oleh Mama?” kembali Mama Niar bertanya.
“Mama tanya sendiri dong sama Stecia. Jadi Mama dan Stecia sama-sama tahu apa yang kalian rasakan satu sama lain. Menurut Papa sih, kalian berdua sama-sama galak hahaha….” jawab Papa Tio sambil tertawa panjang.
Mendengar jawaban suaminya, Mama Niar langsung mencubit lengan Papa Tio. Di dalam hatinya, Mama Niar merasa bangga dengan sikap Stecia, iapun berjanji akan bersikap lebih sabar pada Stecia.
Beberapa hari kemudian, datanglah kesempatan dimana Mama Niar dan Stecia hanya berdua saja. Mama Niar mengajak Stecia menemaninya berbelanja untuk keperluan Paskah nanti. Selama berbelanja, mereka merasa bahagia, tidak ada perselisihan, semua berjalan dengan indah. Setibanya di rumah Stecia membantu Mama Niar membereskan semua belanjaan, sementara Mama Niar memasakan sesuatu yang istimewa untuk makan siang mereka. Setelah Stecia selesai dengan barang-barang belanjaan, ia berlari menuju ruang makan karena perutnya sudah lapar. Di sana, Mama Niar sudah meletakkan dua piring berisi nasi goreng teri yang special dihiasi telur mata sapi, setoples kerupuk ikan, dua gelas air putih, dan satu gelas besar jus jeruk dingin yang terlihat menyegar-kan. Mereka pun langsung makan bersama. Di tengah makan, Mama Niar tiba-tiba berkata, “Stec, maafkan Mama ya karna sering marahin kamu.”
“Aku juga minta maaf Ma. Sering banget bikin Mama marah.” balas Stecia.
Niat pertobatan Stecia terus dilaksanakan hingga akhir Masa Prapaskah. Ia benar-benar bahagia, bisa menahan dirinya dari rasa amarah yang gampang meledak-ledak. Stecia semakin bahagia karena hubungannya dengan Mama Niar sudah jauh lebih baik. Di dalam hatinya, ia mengakui kebenaran dari perkataan Kak Steve, “Mamaku adalah yang terbaik untukku”. Stecia kecil mungkin tidak menyadari, bahwa pertobatannya telah membuat hatinya bersih kembali. Hati yang ia hadiahkan untuk Mama Niar di Paskah kali ini adalah hadiah yang sungguh berharga. Akhirnya, Papa Tio, Mama Niar, Kak Steve, dan Stecia pergi ke gereja mengikuti Tri Hari Suci dengan perasaan baru dan lebih mantap untuk merayakan Paskah.
 
(Stec.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^