Siang ini sepulang dari kantor tempat saya bekerja, mata saya menangkap sebuah kado mungil yang dikemas dengan pita indah di atas meja tamu. Setelah saya duduk, saya segera dapat membaca ucapan manis yang ditulis di bungkus kado itu, “Untuk mamaku sayang, yang tidak pernah lelah mencintaiku.” Saya tersenyum, karena sudah bisa memas-tikan, siapa yang memberikan kado itu. Tak lama kemudian, ada kepala menyembul dari pintu kamar tidur be-lakang. Masih mengenakan seragam sekolah, dengan rambut tergerai dan wajah cantiknya menyapaku sambil tertawa manja, “Mama, itu kusiapkan untuk mama, buka dong...” Digayutkannya kedua tangannya di bahu kiri kananku, diciumnya aku dengan manjanya. Mata berbinar karenanya. Sejak dia kecil, saya merasakan binar matanya itu saat mengusap rambutnya. Ketika kado saya buka, ada buku Chicken Soup Fot the Soul yang ditulis Jack Cenfield, Mark Victo Hansen dan Patty Aubery. Buku itu memang khusus dipersembahkan untuk para Ibu.
Itulah putriku, yang kini sudah memasuki masa pubertas. Saya sering menyebutnya dengan “Bidadari Kecilku”. Anak saya yang kedua ini memang suka menunjukkan rasa sayang dan kegembiraannya dengan kejutan-kejutan kado kecil. Sejak kecil dia suka menari, suatu ekspresi jiwa yang indah. Saya sendiri waktu kecil juga suka menari, cuma bedanya, kurang terwujud karena saya terlahir dan dibesarkan di desa, dimana sarana untuk kreatifitas semacam itu masih jarang pada waktu itu. Kini, saya biarkan putri saya itu menari, mengekspresikan gejolak jiwanya. Satu hal lagi, dia mulai suka menulis, seperti saya yang suka menuangkan sesuatu umajinasi atau ide dalam bentuk tulisan.
Lain halnya dengan anak saya yang pertama. Dia seorang anak laki-laki yang kini sudah kelihatan secara fisik tinggi kekar. Kulitnya gelap di-banding dengan kulit adiknya yang bersih dia lebih tenang dan pendiam dibanding adiknya. Namun begitu, sepertinya Tuhan mengirimkannya untuk kami dengan talentanya yang khusus. Setiap kali saya sakit, dengan penuh kasih dia akan merawatku. Seakan-akan pengganti ayahku yang kebingungan dan tidak bisa berbuat sesuatu setiap kali saya sakit. Dia cukup tekun. Sejak kecil dia tidak malu-malu berusaha mencari uang saku sendiri dengan berjualan makanan kecil di sekolah. Dia selalu mengatakan “Lumayan, untuk membantu mama”. Setiap kali hari kelahiran saya, anak sulung saya ingin selalu memberikan hadiah istimewa yang dibelinya dengan uang yang berhasil dia kumpulkan.
Itulah gambaran tentang kedua anak saya. Keduanya adalah anu-gerah terindah dalam hidup saya. Keduanya mengingatkan saya utnuk selalu bersyukur, karena saya boleh merasakan menjadi ibu sepenuhnya. Karena mereka, saya rela mengor-bankan waktu, tenaga dan kebebas-an saya. Karena mereka saya selalu diingatkan untuk melaksanakan tugas-tugas saya untuk merawat, mendoa-kan, mengingatkan, menasihati, mem-besarkan hatinya, dan terlebih selalu ingat bahwa mereka menunggu kehadiran saya.
Saya selalu teringat dengan pe-ranan ibu saya dalam kehidupan saya. Wah, sungguh luar biasa. Ibu saya seorang wanita sederhana yang sudah berhasil mengantarkan putra-putrinya yang jumlahnya enak menjadi orang-orang yang sekarang sudah dewasa dan mandiri. Ibu adalah orang yang kurang pandai dalam menghitung kesalahan-kesalahan anaknya. Ibu adalah orang yang kurang mampu untuk mengingat beban hidup akibat perbuatan-perbuatan anaknya. Dia kurang waktu untuk dirinya sendiri karena hampir seluruh waktunya dipergunakan untuk kepentingan anaknya.
Saya ingat betul, waktu saya dalam masa-masa penuh beban dan sulit, seperti ujian, ibu selalu mendoakan saya dengan tekun. Siang malam beliau berdoa sambil puasa untuk kami, putra-putrinya. Dalam kehidupan doa, ibulah yang memberi-kan teladan dan menanamkan ke-pada saya supaya saya selalu mengandalkan Tuhan. Kini ibu sudah tua, kekuatannya sudah kendur, kulitnya sudah keriput, namun motivasi yang selalu ditanamkan dalam kehidupan anak-anaknya masih suka dilakukannya setiap kali beliau bergantian mengunjungi keluarga keenam anaknya, meski ayah sudah lebih dahulu menghadap Bapa.
Saya yakin, sebagian besar ibu di dunia akan selalu berusaha melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu. Merawat, mengasuh, mendampingi, membimbing, menyemaikan benih-benih iman dihati anak-anaknya, mengantar anak-anaknya untuk mencapai kedewasaan. Oleh karenanya, mereka pantas dihargai dan disayangi. Tanpa bermaksud mengabaikan peranan seorang ayah, mereka banyak berperan dalam membimbing generasi muda/penerus.
Bagaimana sosok Ibu dalam Kitab Suci? Sebagai umat Katolik, kita selayaknya bersyukur karena Allah menghadirkan Bunda Maria sebagai tela-dan kita. Bunda Maria seorang wanita sederhana. Namun dibalik kesederhanaannya, Allah memilihnya sebagai Ibunda Penebus. Dengan pengantara Maria yang mengandung dengan kuasa Roh Kudus, Yesus hadir di Dunia. Bunda Maria me-nyerahkan dirinya kepada kehendak Allah, sehingga dengan ketabahan dan kesalehannya beliau menyak-sikan dan mendampingi Yesus saat kecil, saat menderita sengsara dan akhirnya wafat di salib. Sebuah gam-baran tentang seorang ibu yang lembut tapi perkasa. Dengan kesederhanaannya Bunda Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah sehingga karya keselamatan terlaksana.
Bagi kita Bunda Maria adalah Bunda gereja dan Bunda teladan. Sebagai seorang ibu, banyak suka duka yang harus kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kenyataan yang kita hadapi dalam hidup tidak sesuai dengan harapan. Kadang, banyak godaan yang ingin menarik kita agar kita meninggalkan tanggung jawab dalam memikul penderitaan dalam kehidupan. Kadang banyak masalah keluarga yang membuat kita putus asa. Sudahkah kita meneladan Bunda Maria yang selalu mengandalkan diri kepada Allah? Ataukah kita suka mengandal-kan kekuatan sendiri? Setiap ibu mempunyai panggilan tugas suci un-tuk mendampingi anak-anaknya agar seluruh rencana Allah terhadap keluarganya terlaksana. Ya, Allah merajut kehidupan setiap manusia. Dia mempunyai rencana indah untuk kita semua.
Marilah kita mohon agar Bunda Maria mendoakan kita, supaya kita tetap tabah menjalani panggilan kita sebagai ibu dalam kehidupan ini. Semoga kita selalu boleh menjadi ibu yang membawa berkat bagi siapapun yang kita jumpai. Tuhan memberkati!
Itulah putriku, yang kini sudah memasuki masa pubertas. Saya sering menyebutnya dengan “Bidadari Kecilku”. Anak saya yang kedua ini memang suka menunjukkan rasa sayang dan kegembiraannya dengan kejutan-kejutan kado kecil. Sejak kecil dia suka menari, suatu ekspresi jiwa yang indah. Saya sendiri waktu kecil juga suka menari, cuma bedanya, kurang terwujud karena saya terlahir dan dibesarkan di desa, dimana sarana untuk kreatifitas semacam itu masih jarang pada waktu itu. Kini, saya biarkan putri saya itu menari, mengekspresikan gejolak jiwanya. Satu hal lagi, dia mulai suka menulis, seperti saya yang suka menuangkan sesuatu umajinasi atau ide dalam bentuk tulisan.
Lain halnya dengan anak saya yang pertama. Dia seorang anak laki-laki yang kini sudah kelihatan secara fisik tinggi kekar. Kulitnya gelap di-banding dengan kulit adiknya yang bersih dia lebih tenang dan pendiam dibanding adiknya. Namun begitu, sepertinya Tuhan mengirimkannya untuk kami dengan talentanya yang khusus. Setiap kali saya sakit, dengan penuh kasih dia akan merawatku. Seakan-akan pengganti ayahku yang kebingungan dan tidak bisa berbuat sesuatu setiap kali saya sakit. Dia cukup tekun. Sejak kecil dia tidak malu-malu berusaha mencari uang saku sendiri dengan berjualan makanan kecil di sekolah. Dia selalu mengatakan “Lumayan, untuk membantu mama”. Setiap kali hari kelahiran saya, anak sulung saya ingin selalu memberikan hadiah istimewa yang dibelinya dengan uang yang berhasil dia kumpulkan.
Itulah gambaran tentang kedua anak saya. Keduanya adalah anu-gerah terindah dalam hidup saya. Keduanya mengingatkan saya utnuk selalu bersyukur, karena saya boleh merasakan menjadi ibu sepenuhnya. Karena mereka, saya rela mengor-bankan waktu, tenaga dan kebebas-an saya. Karena mereka saya selalu diingatkan untuk melaksanakan tugas-tugas saya untuk merawat, mendoa-kan, mengingatkan, menasihati, mem-besarkan hatinya, dan terlebih selalu ingat bahwa mereka menunggu kehadiran saya.
Saya selalu teringat dengan pe-ranan ibu saya dalam kehidupan saya. Wah, sungguh luar biasa. Ibu saya seorang wanita sederhana yang sudah berhasil mengantarkan putra-putrinya yang jumlahnya enak menjadi orang-orang yang sekarang sudah dewasa dan mandiri. Ibu adalah orang yang kurang pandai dalam menghitung kesalahan-kesalahan anaknya. Ibu adalah orang yang kurang mampu untuk mengingat beban hidup akibat perbuatan-perbuatan anaknya. Dia kurang waktu untuk dirinya sendiri karena hampir seluruh waktunya dipergunakan untuk kepentingan anaknya.
Saya ingat betul, waktu saya dalam masa-masa penuh beban dan sulit, seperti ujian, ibu selalu mendoakan saya dengan tekun. Siang malam beliau berdoa sambil puasa untuk kami, putra-putrinya. Dalam kehidupan doa, ibulah yang memberi-kan teladan dan menanamkan ke-pada saya supaya saya selalu mengandalkan Tuhan. Kini ibu sudah tua, kekuatannya sudah kendur, kulitnya sudah keriput, namun motivasi yang selalu ditanamkan dalam kehidupan anak-anaknya masih suka dilakukannya setiap kali beliau bergantian mengunjungi keluarga keenam anaknya, meski ayah sudah lebih dahulu menghadap Bapa.
Saya yakin, sebagian besar ibu di dunia akan selalu berusaha melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu. Merawat, mengasuh, mendampingi, membimbing, menyemaikan benih-benih iman dihati anak-anaknya, mengantar anak-anaknya untuk mencapai kedewasaan. Oleh karenanya, mereka pantas dihargai dan disayangi. Tanpa bermaksud mengabaikan peranan seorang ayah, mereka banyak berperan dalam membimbing generasi muda/penerus.
Bagaimana sosok Ibu dalam Kitab Suci? Sebagai umat Katolik, kita selayaknya bersyukur karena Allah menghadirkan Bunda Maria sebagai tela-dan kita. Bunda Maria seorang wanita sederhana. Namun dibalik kesederhanaannya, Allah memilihnya sebagai Ibunda Penebus. Dengan pengantara Maria yang mengandung dengan kuasa Roh Kudus, Yesus hadir di Dunia. Bunda Maria me-nyerahkan dirinya kepada kehendak Allah, sehingga dengan ketabahan dan kesalehannya beliau menyak-sikan dan mendampingi Yesus saat kecil, saat menderita sengsara dan akhirnya wafat di salib. Sebuah gam-baran tentang seorang ibu yang lembut tapi perkasa. Dengan kesederhanaannya Bunda Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah sehingga karya keselamatan terlaksana.
Bagi kita Bunda Maria adalah Bunda gereja dan Bunda teladan. Sebagai seorang ibu, banyak suka duka yang harus kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kenyataan yang kita hadapi dalam hidup tidak sesuai dengan harapan. Kadang, banyak godaan yang ingin menarik kita agar kita meninggalkan tanggung jawab dalam memikul penderitaan dalam kehidupan. Kadang banyak masalah keluarga yang membuat kita putus asa. Sudahkah kita meneladan Bunda Maria yang selalu mengandalkan diri kepada Allah? Ataukah kita suka mengandal-kan kekuatan sendiri? Setiap ibu mempunyai panggilan tugas suci un-tuk mendampingi anak-anaknya agar seluruh rencana Allah terhadap keluarganya terlaksana. Ya, Allah merajut kehidupan setiap manusia. Dia mempunyai rencana indah untuk kita semua.
Marilah kita mohon agar Bunda Maria mendoakan kita, supaya kita tetap tabah menjalani panggilan kita sebagai ibu dalam kehidupan ini. Semoga kita selalu boleh menjadi ibu yang membawa berkat bagi siapapun yang kita jumpai. Tuhan memberkati!
(E. Sri Hartati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^