Ada ungkapan yang mengatakan bahwa ibu kota itu lebih kejam dari ibu tiri. Entah kenapa orang sering mengatakan bahwa ibu tiri itu kejam. Mungkin karena pengaruh film atau sinetron yang banyak menjajikan cerita anak yatim yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan diperlakukan secara sewenang-wenang serta tidak adil oleh ibu tiri. Namun, bicara soal ibu kota. dalam hal ini Jakarta sebagai ibu kota negara, ceritanya lain lagi. Kota besar seperti Jakarta menunjukkan fakta hidup yang rumit dan komplex. Bagi yang beruntung memang Jakarta merupakan sumber tempat mencari kekayaan dan kesempatan untuk meraih sukses dan ketenaran. Mereka tinggal di apartemen atau kondominium, berbisnis digedung-gedung bertingkat dan rapat atau pesta di hotel-hotel berbintang dengan ruangan ber AC dan serba harum. Namun, di belakang gedung-gedung bertingkat, kondominium dan hotel-hotel mewah, terbentang perkampungan kumuh tempat bermukim orang-orang kecil dan kaum “elit” (ekonomi sulit). Di kolong-kolong jembatan, emperan toko, di tepi rel kereta api, di gang-gang pasar yeng becek dijumpai gelandangan, pengemis dan para tuna wisma. Faktor kemiskinan, lingkungan sosial, pengangguran melahirkan kaum marjinal, gelandangan dan anak jalanan. Bagi gelandangan, kaum marjinal atau orang pinggiran yang dilanda kemiskinan, penyakit, ketidakberdayaan dan keputusasaan, hidup di ibu kota ini terasa keras dan kejam. Sia-pa peduli dengan mereka?
Program Rumah Singgah
Realitas sosial ibu kota semacam itu menjadi kecemasan, kesedihan dan keprihatinan para Fransiskan. Me-reka menjumpai begitu banyak orang sakit yang terlantar di jalanan, dan realitas ini mengusik hati para sau-dara Fransiskan untuk bersikap, yak-ni mengumpulkan dan kemudian me-rawat mereka tanpa melihat latar be-lakang suku, ras dan agama. Komisi JPIC-OFM (Justice Peace Integrity of Creation OFM) bersama para sau-dara muda Fransiskan di Jakarta mencoba mewadahi keprihatinan tersebut dengan menyediakan tempat untuk menampung kaum marjinal tersebut berupa sebuah rumah di Jakarta yang dihibahkan oleh seorang dokter yang dermawan. Kemudian berdirilah sebuah rumah singgah pada bulan November 2000, yang selanjutnya diberi nama Rumah Singgah Kesehatan St. Antonius Padua.
Adapun orang-orang yang dirawat di Rumah Singgah memiliki latar belakang hidup serta kasus penyakit yang beraneka ragam (stroke, lansia, parkinson, stress-depresi, hamil, sakit jiwa dll). Mereka ditampung dan diajak untuk hidup sebagai saudara satu sama lain yang dapat melayani sesamanya. Rumah Singgah diprogramkan sebagai rumah perawatan (home care) bagi orang-orang tak mampu dan terlantar (pengemis, orang jalanan). Bagi anak-anak ja-lanan dan anak-anak lingkungan sekitar khusus yang Katolik dan Protestan ada program bina iman anak.
Berjumpa dengan sesama yang miskin
Dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun Wilayah Siliwangi I dan peringatan hari Santo Thomas Aquino yang merupakan Santo Pelindung Wilayah. pada tanggal 29 Januari 2010 dipersembahan Misa Syukur oleh Pastor RD YM Ridwan Amo dan pada tanggal 31 Januari 2010 para pengurus serta aktivis Wilayah Santo Thomas Aquino dari Paroki Santo Fransiskus Asisi Sukasari, Bogor mengadakan acara bhakti sosial dengan mengunjungi Rumah Singgah Kesehatam Santo Antonius Padua yang terletak di kawasan Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Dalam kunjungan tersebut dibawa bingkisan berupa uang, sembako, dan pakaian layak pakai yang disumbangkan oleh umat dan para dermawan Wilayah Santo Thomas Aquino.
Pada saat ini, Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua merawat-inap 10 pasien, masing-masing 6 perempuan dan 4 laki-laki, dengan latar belakang penyakit dan masalah yang berbeda. Mereka termasuk pasien usia lanjut, pasien stroke berat, parkinson, gangguan mental/sakit jiwa. Bagi penghuni yang dapat mandiri diberikan pelatihan ketrampilan antara lain membuat boneka dan anyaman keset dari kain perca. Hasil karya mereka cukup bagus dan sudah dipasarkan sebagai salah satu sumber penghasilan Rumah Singgah.
Kunjungan pada hari Minggu (31/1) siang itu diisi dengan acara dialog dan ramah tamah. Ada seorang penghuni wanita yang dahulu pada saat ditemukan di jalanan sedang hamil dan menderita amnesia. Dia tidak mempunyai tanda pengenal dan tidak tahu siapa dirinya maupun keluarganya. Wanita itu ditampung di Rumah Singgah, diberi nama Natalia, kemudian dirawat, melahirkan dan dia sampai sekarang tetap menjadi penghuni Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua. Anaknya sekarang ditampung di Panti Asuhan Pondok Si Boncel dan sudah masuk TK. Pada suatu waktu pernah ada orang yang mengenal Natalia dan dia dipertemukan kembali dengan keluarganya. Ingatannya pulih kembali dan mengetahui nama aslinya, namun ia tetap memakai nama Natalia dan tidak mau kembali ke tempat keluarganya
Para penghuni Rumah Singgah sangat gembira dengan kunjungan rombongan Wilayah Santo Thomas Aquino. Sebagai manusia, mereka tidak hanya lapar akan makanan, mereka lapar untuk diakui sebagai makhluk manusia. Mereka lapar akan martabat dan untuk diperlakukan sebagaimana kita diperlakukan. Dalam buku “A Simple Path” ditulis falsafah hidup Ibu Teresa. Petikan dari salah satu falsafahnya adalah: “ Buah Cinta adalah Pelayanan”, dan “Buah Pelayanan adalah Damai” Sangat menarik komentar Bruder Geoff, seorang Abdi Umum Bruder Misionaris Cinta Kasih (Tarekat yang didirikan oleh Ibu Teresa): tentang jalan yang terbaik untuk memberikan cinta: “Ke-tika orang yang biasa ditolak dan disingkirkan mendapat pengalaman diterima dan dicintai oleh yang lain, ketika mereka melihat orang me-luangkan waktu dan energinya untuk mereka, hal itu membawa pesan bahwa, bagaimanapun juga, mereka bukanlah sampah” Jadi, orang-orang seperti misalnya ibu Natalia sangat merasakan suasana cinta kasih yang tulus dan merasa betah tinggal di Rumah Singgah walaupun sudah ada keluarganya yang mau menerimanya kembali.
Penanggung jawab harian Ru-mah Singgah Kesehatan St Antonius Padua saat ini adalah para saudara muda Fransiskan (mahasiswa tingkat III), dan dibantu dua karyawan serta para frater OFM lainnya. Para frater Fransiskan terlibat secara langsung, hadir dan merawat pasien Rumah Singgah, tidak hanya sebatas piket jaga siang atau malam hari, mereka juga ikut memandikan pasien, menyuapi, membersihkan rumah, memperbaiki sarana prasarana yang rusak dan lain-lain.
Mencintai Kristus dalam diri kaum miskin
Di kertas flier Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua tercantum perkataan Yesus: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25-40)
Karya-karya pelayanan kesehatan, memberdayakan masyarakat melalui perawatan secara holistik di Rumah Singgah Kesehatan dan membangkitkan semangat solidaritas, merupakan perwujudan nyata cinta kepada Kristus. Kita mencintai Dia dalam diri kaum miskin yang terbuang dan kaum pinggiran. Dalam tulisan J.B. Banawiratma, SJ yang berjudul “Teologi Kontekstual Liberatif” (Buku “Tinjauan Kritis atas Gereja Diaspora Romo Mangunwijaya”, Kanisius 1999) dikatakan bahwa sejak sinode para Uskup tahun 1971, Gereja Katolik semakin menyadari bahwa pewartaan Injil tanpa usaha menegakkan keadilan tidaklah utuh. Menurut surat Yohanes, mengaku mencintai Allah tanpa mencintai manusia sama dengan apa yang dikatakan menipu. Surat Yohanes mengatakan: “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1 Yoh 4:20) Lebih lanjut kesadaran Gereja itu mendapat bentuk dalam pilihan kaum miskin dan tak berdaya, pre-ferential option for (and with and to be) the poor. Di kalangan Gereja-gereja Protestan juga semakin di-sadari bahwa perjuangan untuk keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (justice, peace dan integrity of creation) merupakan fokus untuk proses konsiler, dimana Gereja berusaha menemukan dan mengikuti bimbingan Roh Kudus. Mendahulukan kaum miskin dan tertindas, memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, merupakan wujud serta tanda kesetiaan kepada Injil Yesus Kristus.
Program Rumah Singgah
Realitas sosial ibu kota semacam itu menjadi kecemasan, kesedihan dan keprihatinan para Fransiskan. Me-reka menjumpai begitu banyak orang sakit yang terlantar di jalanan, dan realitas ini mengusik hati para sau-dara Fransiskan untuk bersikap, yak-ni mengumpulkan dan kemudian me-rawat mereka tanpa melihat latar be-lakang suku, ras dan agama. Komisi JPIC-OFM (Justice Peace Integrity of Creation OFM) bersama para sau-dara muda Fransiskan di Jakarta mencoba mewadahi keprihatinan tersebut dengan menyediakan tempat untuk menampung kaum marjinal tersebut berupa sebuah rumah di Jakarta yang dihibahkan oleh seorang dokter yang dermawan. Kemudian berdirilah sebuah rumah singgah pada bulan November 2000, yang selanjutnya diberi nama Rumah Singgah Kesehatan St. Antonius Padua.
Adapun orang-orang yang dirawat di Rumah Singgah memiliki latar belakang hidup serta kasus penyakit yang beraneka ragam (stroke, lansia, parkinson, stress-depresi, hamil, sakit jiwa dll). Mereka ditampung dan diajak untuk hidup sebagai saudara satu sama lain yang dapat melayani sesamanya. Rumah Singgah diprogramkan sebagai rumah perawatan (home care) bagi orang-orang tak mampu dan terlantar (pengemis, orang jalanan). Bagi anak-anak ja-lanan dan anak-anak lingkungan sekitar khusus yang Katolik dan Protestan ada program bina iman anak.
Berjumpa dengan sesama yang miskin
Dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun Wilayah Siliwangi I dan peringatan hari Santo Thomas Aquino yang merupakan Santo Pelindung Wilayah. pada tanggal 29 Januari 2010 dipersembahan Misa Syukur oleh Pastor RD YM Ridwan Amo dan pada tanggal 31 Januari 2010 para pengurus serta aktivis Wilayah Santo Thomas Aquino dari Paroki Santo Fransiskus Asisi Sukasari, Bogor mengadakan acara bhakti sosial dengan mengunjungi Rumah Singgah Kesehatam Santo Antonius Padua yang terletak di kawasan Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Dalam kunjungan tersebut dibawa bingkisan berupa uang, sembako, dan pakaian layak pakai yang disumbangkan oleh umat dan para dermawan Wilayah Santo Thomas Aquino.
Pada saat ini, Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua merawat-inap 10 pasien, masing-masing 6 perempuan dan 4 laki-laki, dengan latar belakang penyakit dan masalah yang berbeda. Mereka termasuk pasien usia lanjut, pasien stroke berat, parkinson, gangguan mental/sakit jiwa. Bagi penghuni yang dapat mandiri diberikan pelatihan ketrampilan antara lain membuat boneka dan anyaman keset dari kain perca. Hasil karya mereka cukup bagus dan sudah dipasarkan sebagai salah satu sumber penghasilan Rumah Singgah.
Kunjungan pada hari Minggu (31/1) siang itu diisi dengan acara dialog dan ramah tamah. Ada seorang penghuni wanita yang dahulu pada saat ditemukan di jalanan sedang hamil dan menderita amnesia. Dia tidak mempunyai tanda pengenal dan tidak tahu siapa dirinya maupun keluarganya. Wanita itu ditampung di Rumah Singgah, diberi nama Natalia, kemudian dirawat, melahirkan dan dia sampai sekarang tetap menjadi penghuni Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua. Anaknya sekarang ditampung di Panti Asuhan Pondok Si Boncel dan sudah masuk TK. Pada suatu waktu pernah ada orang yang mengenal Natalia dan dia dipertemukan kembali dengan keluarganya. Ingatannya pulih kembali dan mengetahui nama aslinya, namun ia tetap memakai nama Natalia dan tidak mau kembali ke tempat keluarganya
Para penghuni Rumah Singgah sangat gembira dengan kunjungan rombongan Wilayah Santo Thomas Aquino. Sebagai manusia, mereka tidak hanya lapar akan makanan, mereka lapar untuk diakui sebagai makhluk manusia. Mereka lapar akan martabat dan untuk diperlakukan sebagaimana kita diperlakukan. Dalam buku “A Simple Path” ditulis falsafah hidup Ibu Teresa. Petikan dari salah satu falsafahnya adalah: “ Buah Cinta adalah Pelayanan”, dan “Buah Pelayanan adalah Damai” Sangat menarik komentar Bruder Geoff, seorang Abdi Umum Bruder Misionaris Cinta Kasih (Tarekat yang didirikan oleh Ibu Teresa): tentang jalan yang terbaik untuk memberikan cinta: “Ke-tika orang yang biasa ditolak dan disingkirkan mendapat pengalaman diterima dan dicintai oleh yang lain, ketika mereka melihat orang me-luangkan waktu dan energinya untuk mereka, hal itu membawa pesan bahwa, bagaimanapun juga, mereka bukanlah sampah” Jadi, orang-orang seperti misalnya ibu Natalia sangat merasakan suasana cinta kasih yang tulus dan merasa betah tinggal di Rumah Singgah walaupun sudah ada keluarganya yang mau menerimanya kembali.
Penanggung jawab harian Ru-mah Singgah Kesehatan St Antonius Padua saat ini adalah para saudara muda Fransiskan (mahasiswa tingkat III), dan dibantu dua karyawan serta para frater OFM lainnya. Para frater Fransiskan terlibat secara langsung, hadir dan merawat pasien Rumah Singgah, tidak hanya sebatas piket jaga siang atau malam hari, mereka juga ikut memandikan pasien, menyuapi, membersihkan rumah, memperbaiki sarana prasarana yang rusak dan lain-lain.
Mencintai Kristus dalam diri kaum miskin
Di kertas flier Rumah Singgah Kesehatan St Antonius Padua tercantum perkataan Yesus: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25-40)
Karya-karya pelayanan kesehatan, memberdayakan masyarakat melalui perawatan secara holistik di Rumah Singgah Kesehatan dan membangkitkan semangat solidaritas, merupakan perwujudan nyata cinta kepada Kristus. Kita mencintai Dia dalam diri kaum miskin yang terbuang dan kaum pinggiran. Dalam tulisan J.B. Banawiratma, SJ yang berjudul “Teologi Kontekstual Liberatif” (Buku “Tinjauan Kritis atas Gereja Diaspora Romo Mangunwijaya”, Kanisius 1999) dikatakan bahwa sejak sinode para Uskup tahun 1971, Gereja Katolik semakin menyadari bahwa pewartaan Injil tanpa usaha menegakkan keadilan tidaklah utuh. Menurut surat Yohanes, mengaku mencintai Allah tanpa mencintai manusia sama dengan apa yang dikatakan menipu. Surat Yohanes mengatakan: “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1 Yoh 4:20) Lebih lanjut kesadaran Gereja itu mendapat bentuk dalam pilihan kaum miskin dan tak berdaya, pre-ferential option for (and with and to be) the poor. Di kalangan Gereja-gereja Protestan juga semakin di-sadari bahwa perjuangan untuk keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (justice, peace dan integrity of creation) merupakan fokus untuk proses konsiler, dimana Gereja berusaha menemukan dan mengikuti bimbingan Roh Kudus. Mendahulukan kaum miskin dan tertindas, memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, merupakan wujud serta tanda kesetiaan kepada Injil Yesus Kristus.
(FJP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^