Kalimat itu kita dengarkan dalam kurun waktu setahun, akan terdengar pada tahun berikutnya setelah bersama-sama menyelesaikan retret agung. Ungkapan iman yang mendalam dari seorang putera yang mengalami situasi yang sangat genting dalam menghadapi masa-masa akhir kehidupan.
Kesetiaan dan kecintaan akan perjuangan menjadi bagian tak terpisahkan bagi seorang anak kepada buah kandung yang menyerahkan hidupnya dalam mendampingi, membimbing, menyertai perjalanan berpeluh keringat dan bilur-bilur cambukan, ejekan, cemoohan bahkan tusukan keji kelambung kehidupan. Setiap perjalanan hidup , hendaknya selalu berorientasi pada pengalaman iman spiritual praksis dengan mempedulikan terhadap sesama. Namun kadangkala yang dilakukan justru yang berlawanan.
Secara spiritual bulan April sung-guh sangat bermakna dengan peristiwa kebangkitan Yesus setelah mengalami penderitaan duniawi. Bulan April, juga sungguh bermakna bagi ibu-ibu atas keberhasilan perjuangan melawan diskriminasi. Antara Yesus dan ibu memiliki keterkaitan psikologis dalam memaknai arti kehidupan yang sungguh-sungguh membanggakan namun juga menyedihkan. Membanggakan karena mampu melahirkan nilai moralitas akan kebenaran, kepedulian, kasih sayang, kesetaraan, keadilan, kejujuran bahkan setiap jalan yang baik akan ditemukan. Menyedihkan karena menyatunya dosa manusia kedalam tindakan yang merendahkan martabat ibu dengan segala kehendak menjadikan sebagai obyek duniawi.
Penyerahan total Yesus dimplementasikan kedalam “manna”, agar menjadi santapan bagi orang-orang yang kelaparan bahkan yang tidak laparpun diharapkan berbondong-bondong datang menyambut dengan penuh kegembiraan dan kesungguhan hati. Ibu tahu bahwa buah kasih roh kudus telah menjelma kedalam penderitaan dan pandangan sinis manusia peragu. Namun Ia akan me-nyatu untuk mendobrak kerak-kerak keangkuhan yang melekat pada jiwa-jiwa sombong. Manna akan membawa ke keabadian setelah meng-alami penglepasan dari segala sesuatu yang menghalang-halangi menuju ke jiwa-jiwa yang bahagia.
Yesus adalah Manna , kebersamaan dengan ibu membuktikan bahwa Ia mengada melalui Ibu dan akan tiada dihadapan Ibu. Dalam perjalanan memanggul dosa, para ibu selalu menyertai dengan perasaan ragu akan kemenangan sebab yang dihadapi berupa luka-luka cambukan dan bilur-bilur ejekan. Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda, Yoses serta Salome telah menyertai sejak di Galilea. Ini membuktikan bahwa kedekatan psikologis Yesus ke pada ibu-ibu sungguh memberikan nilai keilahian. Semua ada karena ibu dan tiada karena ibu.
Ketika Yesus harus menanggung perjalanan salib dan jatuh yang kedua, datanglah seorang ibu dengan membawa kain ketulusan untuk membersihkan wajah dari keringat-keringat dosa manusia yang menutup wajah ketulusan Yesus. Ketulusan ter-gambarkan dalam kain yang terpatri di setiap hati ibu yang mendambakan keabadian. Seperti abadinya wajah Yesus, Monica menerimanya. Simbol relasi keabadian yang akrab antar ibu dengan Yesus.
Sebelum Yesus sampai titik akhir, saat tergantung di kayu salib Yesus mengucapkan kalimat “ Ibu……, Inilah Anakmu “. Anakmu yang menanggung dosa, anakmu yang menderita, anakmu yang ditolak, anakmu yang memperjuangkan kebenaran, anakmu yang membawa keadilan, anakmu yang membawa keabadian, anakmu yang membawa cinta, anakmu yang mewujudkan kasih, anakmu yang tidak pendendam, anakmu yang memiliki ketulusan, anakmu yang pemaaf, anakmu yang akan membuka mata dunia, anakmu yang membawa pembaharuan, anakmu yang akan bangkit dari kematian, anakmu yang akan dinanti-nantikan, anakmu yang selalu dekat dengan anak-anak, anakmu yang diejek, anakmu yang dicemooh, anakmu yang ditusuk lambungNya, anakmu yang tergantung disalib, anakmu yang sebagai tawanan, anakmu yang pernah ditinggalkan “ Eloi, Eloi, lama sabakhtani ?
Akankah kita meninggalkan Dia ? Dengan menggadaikan Iman. Tuhan memberkati.
Kesetiaan dan kecintaan akan perjuangan menjadi bagian tak terpisahkan bagi seorang anak kepada buah kandung yang menyerahkan hidupnya dalam mendampingi, membimbing, menyertai perjalanan berpeluh keringat dan bilur-bilur cambukan, ejekan, cemoohan bahkan tusukan keji kelambung kehidupan. Setiap perjalanan hidup , hendaknya selalu berorientasi pada pengalaman iman spiritual praksis dengan mempedulikan terhadap sesama. Namun kadangkala yang dilakukan justru yang berlawanan.
Secara spiritual bulan April sung-guh sangat bermakna dengan peristiwa kebangkitan Yesus setelah mengalami penderitaan duniawi. Bulan April, juga sungguh bermakna bagi ibu-ibu atas keberhasilan perjuangan melawan diskriminasi. Antara Yesus dan ibu memiliki keterkaitan psikologis dalam memaknai arti kehidupan yang sungguh-sungguh membanggakan namun juga menyedihkan. Membanggakan karena mampu melahirkan nilai moralitas akan kebenaran, kepedulian, kasih sayang, kesetaraan, keadilan, kejujuran bahkan setiap jalan yang baik akan ditemukan. Menyedihkan karena menyatunya dosa manusia kedalam tindakan yang merendahkan martabat ibu dengan segala kehendak menjadikan sebagai obyek duniawi.
Penyerahan total Yesus dimplementasikan kedalam “manna”, agar menjadi santapan bagi orang-orang yang kelaparan bahkan yang tidak laparpun diharapkan berbondong-bondong datang menyambut dengan penuh kegembiraan dan kesungguhan hati. Ibu tahu bahwa buah kasih roh kudus telah menjelma kedalam penderitaan dan pandangan sinis manusia peragu. Namun Ia akan me-nyatu untuk mendobrak kerak-kerak keangkuhan yang melekat pada jiwa-jiwa sombong. Manna akan membawa ke keabadian setelah meng-alami penglepasan dari segala sesuatu yang menghalang-halangi menuju ke jiwa-jiwa yang bahagia.
Yesus adalah Manna , kebersamaan dengan ibu membuktikan bahwa Ia mengada melalui Ibu dan akan tiada dihadapan Ibu. Dalam perjalanan memanggul dosa, para ibu selalu menyertai dengan perasaan ragu akan kemenangan sebab yang dihadapi berupa luka-luka cambukan dan bilur-bilur ejekan. Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda, Yoses serta Salome telah menyertai sejak di Galilea. Ini membuktikan bahwa kedekatan psikologis Yesus ke pada ibu-ibu sungguh memberikan nilai keilahian. Semua ada karena ibu dan tiada karena ibu.
Ketika Yesus harus menanggung perjalanan salib dan jatuh yang kedua, datanglah seorang ibu dengan membawa kain ketulusan untuk membersihkan wajah dari keringat-keringat dosa manusia yang menutup wajah ketulusan Yesus. Ketulusan ter-gambarkan dalam kain yang terpatri di setiap hati ibu yang mendambakan keabadian. Seperti abadinya wajah Yesus, Monica menerimanya. Simbol relasi keabadian yang akrab antar ibu dengan Yesus.
Sebelum Yesus sampai titik akhir, saat tergantung di kayu salib Yesus mengucapkan kalimat “ Ibu……, Inilah Anakmu “. Anakmu yang menanggung dosa, anakmu yang menderita, anakmu yang ditolak, anakmu yang memperjuangkan kebenaran, anakmu yang membawa keadilan, anakmu yang membawa keabadian, anakmu yang membawa cinta, anakmu yang mewujudkan kasih, anakmu yang tidak pendendam, anakmu yang memiliki ketulusan, anakmu yang pemaaf, anakmu yang akan membuka mata dunia, anakmu yang membawa pembaharuan, anakmu yang akan bangkit dari kematian, anakmu yang akan dinanti-nantikan, anakmu yang selalu dekat dengan anak-anak, anakmu yang diejek, anakmu yang dicemooh, anakmu yang ditusuk lambungNya, anakmu yang tergantung disalib, anakmu yang sebagai tawanan, anakmu yang pernah ditinggalkan “ Eloi, Eloi, lama sabakhtani ?
Akankah kita meninggalkan Dia ? Dengan menggadaikan Iman. Tuhan memberkati.
Bogor, Maret 2010
Antonius Sarjono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^