Jumat, 08 April 2011

Renungan

If You Are God’s Son
“ If you are God’s Son, order these stones to turn into bread. “ (Mat. 4:3)

DALAM mengisi masa puasa , rasa-rasanya akan lebih mengena kalau kita sedikit banyak kembali mengulas serta menguraikan makna ayat-ayat InjilNya dan mau menyimak bagian ayat yang berhubungan dengan peristiwa yang dialami Yesus, Tuhan menghadapi pencobaan si Jahat pada masa puasaNya, sehingga kita memperoleh gambar terang dan pegangan kuat untuk menangkis segala macam kenikmatan yang ditawarkan si Jahat pada puasa kita.
Injil Matius 4:3, dengan judul, Pencobaan di Padang Gurun dimulai dengan prolog kemudian ayatnya, “Lalu datanglah si Pencoba (si Jahat) itu dan berkata kepadaNya, “jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.”
Yesus, Tuhan sudah tahu betul mengenai diriNya di hadapan Bapa. Begitu pula dengan Allah di hadapan Dia.
Sayang sekali Ia tak sudi dan tak tunduk pada keinginan si Jahat, karena Ia harus lebih taat dan setia hanya pada Allah yang mengutusNya, Bapa. Dan si Jahat pun marah besar pada sikap Yesus, Tuhan yang sengaja membalelo darinya, selanjutnya ia dengan kuasa jahatnya memerintahkan segala macam setan dan orang-orangnya di kota Temanggung, melempari dengan batu-batu yang barusan ia minta untuk diubah menjadi roti, lalu membakar gereja-Nya, karena ia tak senang pada Tuhan dan salibNya.
Persoalannya sekarang buat kita, kepada siapakah kita harus lebih taat Allah atau perut dengan segala keinginan jahatnya yang ancaman untuk semuanya itu memang kesalahan kita, dalam puasa kita?
Peristiwa seperti yang terjadi di Temanggung baru-baru ini, sudah bukan satu-satunya peristiwa bagaimana si Jahat dengan aksinya menistai Tuhan dan gerejaNya yang kudus. Tuhan Allah kita memang sudah dibenci si Jahat sejak dari mulaNya.
Dan sekarang, anak kalimat dengan sub-ordinator kata, “jika...” yang diikuti subyek serta komplemennya, “Engkau Anak Allah ...” atau dalam terjemahan gramatika bahasa inggris menjadi, “If You are God’s Son,...” dapatlah menjadi batu ujian kita yang dipakai sebagai sarang merefleksikan diri kita, “sudahkah kita ini benar-benar menjadi anak-anak Allah atau bukan?”
Roti memang untuk perut yang lapar, tetapi kitapun harus mencarinya. Betapa ironisnya, karena kita sering lupa bahwa kita terkadang dengan sengaja memakan batu-batu tajam si Jahat yang juga dapat dengan mudah merubah menjadi roti. Sering kitapun lupa bahwa Allah sebenarnya akan lebih dapat menyediakan roti lezat buatanNya, dan kita dapat menyimak InjilNya saat Tuhan memberi makan lima ribu orang dari lima roti.
Karena itu, Allah memang untuk kita, anak-anakNya, dan kita memang hanya untuk kemuliaanNya. Jadi kewajiban kita untuk berpuasa bukan datang dari batu dengan kekejamannya melainkan dari Allah sendiri.
Karena kemuliaanNya pula sekarang kita berpikir bahwa jika kejahatan harus dihadapi dengan kejahatan yang lain yang akan terjadi adalah kemurkaan. Tuhan telah berpesan pada kita untuk hidup selalu dalam firmanNya dalam mencari roti kehidupan ini dan sekarang simaklah, “Janganlah kamu melawan mereka, orang-orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa yang menampar pipi kananmu berilah juga kepadanya pipi kirimu.” (Mat. 5:39)
Untuk hal seperti ini dalam kita mengisi dan mencari roti kehidupan jangan kita berpikir seperti orang-orang bodoh dengan segala macam komentar hebatnya menurut ukuran manusia, tetapi kita mencoba mengerti dan sadar bahwa hukum kasih Tuhan bukan hanya untuk kita sendiri, melainkan untuk Allah dan keselamatan sesama kita. Kita disini diminta Tuhan untuk merelakan diri kita untuk berdoa memohonkan ampun sebab doa yang kita haturkan pada Bapa mempunyai kuasa yang dijamin sepenuhnya oleh Tuhan, karena kita sudah dibekali iman keselamatanNya, melalui SalibNya. Oleh karenanya pula kita akan disebut anak-anak Allah yang berbahagia.
Salib Tuhan adalah pancaran ampunan, pertobatan dan indahNya keselamatan yang ditawarkan Allah kepada kita sehingga selayaknya kita bersyukur bahwa kita mempunyai Tuhan yang benar-benar berkuasa atas alam pikiran manusia dan alam raya ini dengan mendamaikan dunia melalui salib, hanya pada Bapa. Jadi sekarang, marilah kita kembali bersyukur dalam doa dam menjalankan puasa dengan baik dan benar sehingga kita pantas merayakan Paskah Tuhan dengan sempurna. Dan akhirnya, “Selamat Paskah.” (Ipung) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^