PENGORBANAN SANG AYAH
“ Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” ( Matius 1:7)
Namaku Ani. Setahun yang lalu ibuku sudah meninggal, jadi aku hanya tinggal bertiga dengan ayah dan adikku, Agus. Saat ini, aku bersekolah di salah satu SMA di Bogor. Adikku juga, dia baru saja masuk SD. Ayahku seorang pekerja keras dan aku sangat bangga padanya. Walau pekerjaannya tidak menetap, tetapi ia sudah banyak menelan asam garam dunia pekerjaan. Mulai dari pedagang kaki lima, membantu petugas kebersihan, mengayuh becak, semua telah diicipnya. Hingga saat ini, mengumpulkan barang-barang bekaslah yang masih ditekuninya. Kami tinggal berpindah-pindah, mulai dari rumah yang dekat dengan rel kereta api hingga lorong-lorong pertokoan.
Ya, begitulah hidupku saat ini, tapi aku sangat bersyukur karena Bapa selalu mengiring langkahku. Buktinya, dengan mudah aku ditawarkan bekerja part time untuk menjaga warnet dekat sekolahku, aku bekerja di sana seusai jam pelajaran. Walau penghasilanku minim, tapi aku bisa membantu ayah meringankan biaya sekolahku. Sungguh, aku sangat bersyukur untuk itu.
Hanya tinggal menghitung bulan, aku meninggalkan SMA. Inginku bisa melanjutkan kuliah. Ya, itu hanya inginku. Tapi, aku tidak tega dengan ayah yang bekerja membanting tulang. Jam 5 pagi sudah meninggalkan rumah, jam 10 malam pun, kerap kali belum sampai rumah. Pengorbanannya luar biasa untuk menghidupiku dan Agus. Tak sampai hati aku melihatnya bergumul dengan barang bekas setiap harinya.
Seperti hari ini, jam mengarah pada angka 12 malam, tetapi aku belum juga melihat ayah.
“Ani..Ani...Buka pintunya..” ucap seseorang berteriak di depan rumahku, yang baru dua bulan dibuat ayah dengan mengumpulkan barang bekas.
“Ya, bu..Ada apa??”
“Kamu yang sabar ya, nak. Ayahmu.. Ayahmu..Operasi itu merenggut nyawanya.” ucapnya lemah.
Sejenak pikiranku melayang, tak tahu kejadian apa yang sebenarnya sedang melintas dalam hidupku. Aku memang benar-benar tak mengerti apa yang dimaksud ibu di hadapanku ini.
“Operasi??Operasi apa, bu??”
“Ini uang yang dititipkan orang kaya itu. Ayahmu menjual ginjalnya, tapi setelah operasi, ayahmu tak bisa bertahan. Ibu juga tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Kata orang kaya itu, ayahmu mau melakukan semua itu untuk membiayai hidup keluarganya.” paparnya.
Setelah mendengar kata-kata ibu itu, aku tak tahu apa yang terjadi, semuanya menjadi gelap dan aku merasa badanku sangat lemas.
Sudahlah, aku tak ingin mengingat lagi hari itu. Tujuh tahun telah berlalu, kini tinggal aku dan Agus. Sekarang, perjuangan itu yang akan aku lanjutkan. Aku akan berjuang sebisa yang aku mampu, seperti ayah yang tak pernah lelah mencari nafkah. Dan aku akan berusaha untuk lebih menjiwai Bapa dalam hidupku. Seperti ayat ini, setiap kali membacanya, hatiku tergetar, semangatku kembali membara dan aku semakin menyadari, betapa kecil dan tak berartinya perjuangan yang aku lakukan dibanding perjuangan yang dilakukan Bapa untuk menyelamatkan umatNya.
“27 Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan, lalu memanggil seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. 28 Mereka menanggalkan pakaianNya dan mengenakan jubah ungu kepadaNya. 29 Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kananNya. Kemudian mereka berlutut di hadapanNya dan mengolok-olok Dia katanya:’ Salam, hai Raja orang Yahudi!’ 30 Mereka meludahiNya dan mengabil buluh itu dan memukulkannya ke kepalaNya. 31 Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari padaNya dan mengenakan pula pakaianNya kepadaNya. Kemudian mereka membawa Dia keluar untuk disalibkan. ( Mat 27: 27-31 )
“33 Maka sampailah mereka di suatu tempat bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak. 34 Lalu mereka memberi Dia minum anggur bercampur empedu. Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya. 35 Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagi pakaianNya dengan membuang undi. 36 Lalu mereka duduk di situ menjaga Dia. 37 Dan diatas kepalaNya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: ’Inilah Yesus Raja orang Yahudi.’ 38 Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiriNya. 39 Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, 40 mereka berkata:’Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diriMu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!’ 41 Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: 42 ’Orang lain Ia selamatkan, tetapi diriNya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepadaNya. 43 Ia menaruh harapanNya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan padaNya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.’ 44 Bahkan penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencelaNya demikian juga.” ( Mat 27: 33-44 )
Dulu, ayah selalu berpesan padaku untuk selalu berusaha menjalani hidup dengan sebaik-baiknya, mencari rejeki dengan cara yang benar sesuai jalan Allah. Tetapi, lebih dari itu, aku menemukan sosok ayah yang luar biasa, yang rela berkorban demi aku dan Agus, selalu menjaga anak-anaknya, berjuang demi keluarga kami hingga akhir usianya dan terlebih lagi, aku tahu ayahku selalu mengilhami Bapa dalam tiap langkah hidupnya.
Itulah yang akan kembali aku tanamkan pada Agus yang kini beranjak remaja dan pada keluarga kecilku, suami, dan anakku kelak yang sekarang baru berusia 3 bulan. (LKH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^