The Passion Of Jesus
BETAPA Biadabnya mereka yang telah menyalibkan Yesus. Dan begitu mengerikan siksa jiwa dan raga yang diterimaNya.
Tuhanku, Kristus Yesus disalibkan oleh mereka, orang-orang yang tak lagi mengenal Allah dan jadi tontonan gratis karena aku juga telah menyaksikan kekejaman dalam film The Passion of Jesus. Dan kini kurasakan, sungguh aku begitu sombong karena dosa pada sesama, jika aku berbuat jahat padaNya.
Sudah sering aku merasa tak bersalah atau selalu membela diri setelah aku, baik secara sadar atau tak sengaja melukai sesamaku dalam aku menjalankan hidup ini. Namun, aku yang telah berdosa masih diberiNya ampunan dan kesempatan untuk selalu bertobat. Inilah inti salib Tuhan, ampunan dan pertobatan yang akhirnya berujungkan karya keselamatan Allah. Sehingga selama aku berpuasa seperti yang telah diwajibkan aku juga berharap dapat mengenali lagi imanku, kembali sebagai seorang dari para murid Tuhan, agar aku tetap bisa hidup di jalanNya.
Sebagai manusia biasa, aku sering dapat berkata-kata dan berpikir dengan nilai bagus, tetapi masih belum, untuk dapat mewujudkannya. Aku dapat menyimpulkannya sendiri bahwa aku belum sejujur sangkaan orang, sesamaku.
Untuk hal tadi misalnya, beberapa waktu kemarin ibuku masih merasa dongkol lantas enggan berbicara denganku lantaran mungkin ibu berpikir kalau aku terlalu egois mengenai masalahku.
Bulan Januari akhir 2011 adalah batas akhir kewajibanku memperpanjang masa berlakunya kembali penggunaan kartu tanda anggota sebagai syarat administrasi menjalankan usaha, bisnis perusahaan MLM yang harus dilunasi, tetapi aku sedang benar-benar tak memiliki sejumlah uang biaya yang diperlukan.
Saat itu pula uang yang dibutuhkan ibu untuk memeriksakan keadaan Bapakku yang kambuh dari sakitnya, masih dipinjam dari seorang sahabat ibu. Ibuku meminta aku bersama-sama pergi ke rumah sakit. Tetapi aku tak mau pergi karena aku kurang begitu senang dengan kata-kata yang sering kali di ucapkan ibuku perihal usaha yang aku kerjakan, karena harapanku ibu berubah untuk juga mensuport aku dalam aku berusaha.
Akhirnya ibu berkata, “kalau kamu tak lagi mau menolong ibumu ini, ya sudah karena sebenarnya ibu akan memberimu uang dari sisa yang ada.” Dan akupun berkata juga tak senang, “apa benar dengan kebiasaan ibu yang selalu mengecilkan arti usahaku, ibu sudah lantas menolong aku?” Karena yang kupikir waktu itu bukan sama sekali harapan finansial dari ibu, tetapi, “akankah ini artinya aku harus menghentikan usahaku, kalau cuma dengan uang modal usaha saja aku tak punya?” dan, “masakan aku yang juga anaknya yang sangat berharap sukses dari usaha sama sekali tak berpikir tentang ekonomi keluarga yang harus dicari, apalagi ibu masih membutuhkan banyak dari anak-anaknya.”
Hari-hari berikutnya adalah waktu yang sudah terlanjur runyam buatku. Pagi itu, setelah aku pulang dari membeli rokok di warung tetangga, akupun berpapasan dengan ibu yang pergi entah hendak kemana. Aku menyapa beliau, “ibu, mau kemana?” karena pikirku ibu sudah melupakan masalahnya denganku, perkara kejadian lalu. Kembali aku menyapa beliau, “ibu, mau pergi kemana?” namun, wajah ibu masih tampak angker tak senang dan tak menjawab pertanyaan dan sapaanku.
Kini aku tak menyalahkan siapa-siapa, entah itu ibuku, apalagi Tuhan, aku justru mempersoalkan diriku sendiri karena seharusnya aku sudah maklum bahwa sudah sekian lama ibu dan aku bersama-sama, aku masih juga degil mengenai watak keras ibuku untuk prinsipnya sendiri sebagai orang tua.
Sore hari Minggu itu kala aku di Gereja, aku hanya memasrahkan diri pada Tuhan Yesus agar Ia sedapatnya mau mengampuni aku, sehingga ibu juga dapat mengampuni aku dalam doa tobatku pada Bapa.
Karena itu baik setiap kali aku berdoa entah itu pada waktu pagi, sore atau malam hari , pasti kutambahkan kalimat doa, “Tuhan Yesus, ampunilah aku yang berdosa ini, dan ajarilah aku agar dapat mengampuni setiap orang yang bersalah padaku.”
Dari sekian waktu doa tambahan itu kuucapkan, makin sering aku merasa kedewasaanku dalam iman kepada Tuhan Yesus, dam makinlah aku merasa besar untuk dengan jelas mengenal Dia, sang penebus dan juru selamatku dari salib.
Film The Passion of Jesus menyadarkan aku betapa mengerikan akibat dosa-dosaku yang nanti kubawa untuk menghadap Dia, dan tak akan pernah ada pula ampunan Bapa, bila tak ada lagi ucapanNya, “Forgive them Father! They don’t know what they are doing.”
The Passion of Jesus menjadi bahan renunganku sendiri dan untuk selanjutnya hanya terang Tuhan sajalah yang aku butuhkan untuk dapat berkarya dan hidup bagi keluarga dan sesama, karena aku sudah belajar dari makna salib bagiku. Dan jika setelah aku diampuniNya dan juga diberi kesempatan untuk bertobat oleh Tuhan, tetapi masih ada dosa diantara ibu dan aku berarti dosa hanya akan menambah penderitaan batin ini saja. (Ipung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^