TAK ADA KATA BERHENTI
Dalam karya penciptaan, Allah menciptakan manusia sebagai ciptaanNya yang paling luhur, diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, serta diberi kuasa atas ciptaan lainnya (Kej 1:26), agar manusia dapat mengusahakan dan memeliharanya dengan baik (Kej 2:15).
Kemudian manusia itu diberikan penolong yang sepadan dengan dia (Kej 2:18) dan menjadi isterinya. Ketika manusia itu jatuh ke dalam dosa maka Allah mengusir manusia itu (Kej 3:23). Akibat dosa ini maka hubungan antara Allah dengan manusia menjadi terputus. Dan karena Allah pencipta itu pada dasarnya adalah kasih (1 Yoh 4:8,16), maka seluruh urutan karya Allah itu kita alami sebagai karya cinta kasih, terangkum dalam rencana kasih, yang terurai dari waktu ke waktu bagi setiap orang, dalam kesatuan jemaah “umat Allah dalam peziarahan” dengan Kristus sebagai wahyu Allah, sebagai pemimpin dan gembala, yang mempersatukan segala sumber pelayanan kasih dalam diriNya: kemarin, sekarang dan selamanya tetap sama sebagai sumber pancaran kasih bagi setiap orang dalam kebersamaan kita, setiap hari, sepanjang masa, tidak pernah dan tidak ada kata berhenti.
Kristus sebagai wahyu Allah yang memperbaiki dan memulihkan hubungan Allah dengan manusia ciptaanNya yang terputus akibat dosa-dosa manusia, maka Dia menginginkan manusia untuk dapat menanggapi sapaanNya yang dilakukan dengan karya dan sabdaNya, dengan iman yang mantap, sepenuh dan setulus hati, demi keselamatan umat yang dikasihiNya.
Dengan sabdaNya, Yesus memberikan jalan kepada manusia untuk dapat bersatu denganNya, agar dalam peziarahannya di dunia ini tidak tersesat, tetapi selalu tetap berada di jalur yang benar demi untuk mencapai hidup yang sepenuhnya bersama dan di dalam Dia.
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut Yesus menginginkan komunikasi dua arah, sehingga Dia dapat mendengarkan pujian syukur kepadaNya dan juga segala keluh-kesah dari umatNya, untuk dapat dijawab dan dikabulkan permohonannya. Di mana seluruh dunia telah diberikan kepada manusia untuk menyatakan kebaikan Tuhan dan untuk kebahagiaan manusia. Ketika manusia berdosa, Ia memberikan penebusan. Perbuatan salah dan kesesatan ditanggapi dengan belas kasih dan pengampunan. Seperti Bapa, Ia selalu menunggu, siap menyambut anak yang hilang, bila kembali dan minta diterima sebagai hamba, tetapi Bapa lebih baik: anak dikembalikan martabatnya sebagai putera, diberi tempat di dalam hati, di rumah Bapa, diadakan pesta bagi anak hilang yang telah kembali (bdk Luk 15:11-24). Ini demi kebahagiaan dan keselamatan manusia. Dan untuk komunikasi yang berkesinambungan, Yesus memberikan suatu perumpamaan bahwa orang harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. (Luk 18:1).
Dunia bisa berputar, zaman berubah, angkatan ganti angkatan, tetapi tujuan hidup tetap sama, Dia yang mengarahkan tetap sama, yang awal dan akhir, alpha dan omega tetap ada pada Dia, Yesus Kristus Tuhan kita, yang tetap sama, kemarin, hari ini, dan selamanya, itu kepastian yang diberikan kepada kita. Manakah dalam hidup manusia yang tetap sama, siang malam berjalan terus, tidak ada kata berhenti? Itu adalah degupan jantung dan hembusan nafas. Nafas hidup itu diberikan oleh Tuhan kepada manusia pertama, dan kepada setiap manusia. Siang malam, berjaga atau tidur manusia itu bernafas. Nafas itu dapat ditumpangi doa pendek, yang sama, doa itu dititipkan pada setiap tarikan dan hembusan nafas, untuk dibawa ke hadirat Tuhan. Doa pendek mana yang paling berkenan kepada Tuhan dan paling bergema daripada menyebut Nama “Yesus”? Inilah dasar doa yang mengulang-ulang menyebut nama “Yesus”, disebut “Doa Nama” atau “Doa Yesus”. Bukan jumlah ucapan yang penting, tetapi kesinambungan hidup manusia di bawah nama Yesus, kadang-kadang tak terucapkan, namun langsung membawa rindu kepada Yesus Tuhan.
Selain itu pada Khotbah di Bukit, Yesus mengatakan: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat 7:12). Jelas di sini bahwa aturan atau kaidah emas ini sudah dikenal dalam Perjanjian Lama: “Hendaklah menilai sesamamu sesuai dengan dirimu sendiri” (Sir 31:15a). Ini merupakan kebijaksanaan dari kebudayaan umat manusia seluruhnya. Dalam Khotbah di Bukit, kaidah emas ini menjadi semacam kesimpulan dari nasihat-nasihat dan peraturan-peraturan sebelumnya. Maka, harus dimengerti sesuai dengan tujuan itu: engkau membutuhkan pengampunan, kesabaran, persahabatan, kesetiaan, kejujuran, maka berikanlah itu kepada sesamamu, maksudnya lakukanlah perbuatan-perbuatan baik kepada sesama karena Tuhan itu baik dan berbuat baik (Mzm 119:68). Dalam diri manusia tidak ada sesuatu yang baik yang tidak berasal dari Allah. Oleh karena itu, manusia harus bersyukur kepada Allah. Manusia secara otonom harus berlaku sesuai dengan “aturan emas” itu dan sesuai dengan tuntutan Yesus dalam Khotbah di Bukit: selama hidup dan selama ada waktu untuk tidak berhenti melakukan perbuatan baik dan melakukan perintah-perintahNya.
Kemudian manusia itu diberikan penolong yang sepadan dengan dia (Kej 2:18) dan menjadi isterinya. Ketika manusia itu jatuh ke dalam dosa maka Allah mengusir manusia itu (Kej 3:23). Akibat dosa ini maka hubungan antara Allah dengan manusia menjadi terputus. Dan karena Allah pencipta itu pada dasarnya adalah kasih (1 Yoh 4:8,16), maka seluruh urutan karya Allah itu kita alami sebagai karya cinta kasih, terangkum dalam rencana kasih, yang terurai dari waktu ke waktu bagi setiap orang, dalam kesatuan jemaah “umat Allah dalam peziarahan” dengan Kristus sebagai wahyu Allah, sebagai pemimpin dan gembala, yang mempersatukan segala sumber pelayanan kasih dalam diriNya: kemarin, sekarang dan selamanya tetap sama sebagai sumber pancaran kasih bagi setiap orang dalam kebersamaan kita, setiap hari, sepanjang masa, tidak pernah dan tidak ada kata berhenti.
Kristus sebagai wahyu Allah yang memperbaiki dan memulihkan hubungan Allah dengan manusia ciptaanNya yang terputus akibat dosa-dosa manusia, maka Dia menginginkan manusia untuk dapat menanggapi sapaanNya yang dilakukan dengan karya dan sabdaNya, dengan iman yang mantap, sepenuh dan setulus hati, demi keselamatan umat yang dikasihiNya.
Dengan sabdaNya, Yesus memberikan jalan kepada manusia untuk dapat bersatu denganNya, agar dalam peziarahannya di dunia ini tidak tersesat, tetapi selalu tetap berada di jalur yang benar demi untuk mencapai hidup yang sepenuhnya bersama dan di dalam Dia.
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut Yesus menginginkan komunikasi dua arah, sehingga Dia dapat mendengarkan pujian syukur kepadaNya dan juga segala keluh-kesah dari umatNya, untuk dapat dijawab dan dikabulkan permohonannya. Di mana seluruh dunia telah diberikan kepada manusia untuk menyatakan kebaikan Tuhan dan untuk kebahagiaan manusia. Ketika manusia berdosa, Ia memberikan penebusan. Perbuatan salah dan kesesatan ditanggapi dengan belas kasih dan pengampunan. Seperti Bapa, Ia selalu menunggu, siap menyambut anak yang hilang, bila kembali dan minta diterima sebagai hamba, tetapi Bapa lebih baik: anak dikembalikan martabatnya sebagai putera, diberi tempat di dalam hati, di rumah Bapa, diadakan pesta bagi anak hilang yang telah kembali (bdk Luk 15:11-24). Ini demi kebahagiaan dan keselamatan manusia. Dan untuk komunikasi yang berkesinambungan, Yesus memberikan suatu perumpamaan bahwa orang harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. (Luk 18:1).
Dunia bisa berputar, zaman berubah, angkatan ganti angkatan, tetapi tujuan hidup tetap sama, Dia yang mengarahkan tetap sama, yang awal dan akhir, alpha dan omega tetap ada pada Dia, Yesus Kristus Tuhan kita, yang tetap sama, kemarin, hari ini, dan selamanya, itu kepastian yang diberikan kepada kita. Manakah dalam hidup manusia yang tetap sama, siang malam berjalan terus, tidak ada kata berhenti? Itu adalah degupan jantung dan hembusan nafas. Nafas hidup itu diberikan oleh Tuhan kepada manusia pertama, dan kepada setiap manusia. Siang malam, berjaga atau tidur manusia itu bernafas. Nafas itu dapat ditumpangi doa pendek, yang sama, doa itu dititipkan pada setiap tarikan dan hembusan nafas, untuk dibawa ke hadirat Tuhan. Doa pendek mana yang paling berkenan kepada Tuhan dan paling bergema daripada menyebut Nama “Yesus”? Inilah dasar doa yang mengulang-ulang menyebut nama “Yesus”, disebut “Doa Nama” atau “Doa Yesus”. Bukan jumlah ucapan yang penting, tetapi kesinambungan hidup manusia di bawah nama Yesus, kadang-kadang tak terucapkan, namun langsung membawa rindu kepada Yesus Tuhan.
Selain itu pada Khotbah di Bukit, Yesus mengatakan: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat 7:12). Jelas di sini bahwa aturan atau kaidah emas ini sudah dikenal dalam Perjanjian Lama: “Hendaklah menilai sesamamu sesuai dengan dirimu sendiri” (Sir 31:15a). Ini merupakan kebijaksanaan dari kebudayaan umat manusia seluruhnya. Dalam Khotbah di Bukit, kaidah emas ini menjadi semacam kesimpulan dari nasihat-nasihat dan peraturan-peraturan sebelumnya. Maka, harus dimengerti sesuai dengan tujuan itu: engkau membutuhkan pengampunan, kesabaran, persahabatan, kesetiaan, kejujuran, maka berikanlah itu kepada sesamamu, maksudnya lakukanlah perbuatan-perbuatan baik kepada sesama karena Tuhan itu baik dan berbuat baik (Mzm 119:68). Dalam diri manusia tidak ada sesuatu yang baik yang tidak berasal dari Allah. Oleh karena itu, manusia harus bersyukur kepada Allah. Manusia secara otonom harus berlaku sesuai dengan “aturan emas” itu dan sesuai dengan tuntutan Yesus dalam Khotbah di Bukit: selama hidup dan selama ada waktu untuk tidak berhenti melakukan perbuatan baik dan melakukan perintah-perintahNya.
(St. S T)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^