Allah Peduli Pada UmatNya
Sejak awal penciptaan Tuhan sudah memerhatikan dan mengasihi umatNya. Pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya, Allah menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Allah serta diberi kuasa atas ciptaan lainnya. Sungguh manusia harus bersyukur karena Allah telah menjadikannya sebagai ciptaanNya yang paling luhur, secitra dengan gambar Allah sendiri.
Di dalam kesesakan dan penganiayaan di dunia, pandangan orang beriman diarahkan pada masa depan, dan diminta supaya menggantungkan dirinya pada yang pasti saja, meskipun tak kelihatan, namun justru karena itu tak akan berubah. Penciptaan disebutkan, karena di situ hal-hal yang tidak kelihatan, hanya sudah ada seluruhnya dalam rencana dan pemikiran Tuhan, akhirnya pada waktu yang sudah ditentukan menjadi kelihatan. Seperti dialami Abraham, yang tidak melihat, namun percaya, mengalami semua janji Tuhan terlaksana. Orang beriman tidak pernah dikecewakan, karena iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Ibr 11:1).
Ketika umat Israel mengalami masa perbudakan di Mesir, Tuhan tetap memerhatikan penderitaan umatNya, kemudian Tuhan membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir.
Allah sangat peduli pada umat-Nya, itu dinyatakan oleh Allah sendiri dengan ucapanNya sebagai pewahyuan sifat PribadiNya terhadap Israel umatNya: Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan peng-asih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setiaNya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa”. (Kel 34:6-7a). Itu merupakan gambaran Allah yang diberikan oleh Allah sendiri.
Manusia dan umat dibentuk oleh gambaran Allah yang mereka miliki. Orang Israel mempunyai gambaran Tuhan sebagai Pembebas yang kuasa dari perbudakan di Mesir; sebagai Penyelenggara hidup, yang menanggung makan minum umat selama perjalanan di padang gurun; Tuhan Allah yang dahsyat, yang menghukum para penyembah berhala. Tetapi akhirnya, kalau Tuhan mewahyukan diri dengan kepedulianNya, Ia memilih menunjukkan sifat-sifat kemurahan, kesabaran dan kasih setia. Hal ini yang ditekankan, Ia ingin dikenal, disembah dan disebut sebagai Allah pengasih dan penyayang. Namun agar jangan ada anggapan keliru dan dugaan, bahwa Allah dengan demikian dapat dipermainkan, Ia juga menunjukkan sifat keadilanNya: Ia meneguhkan, Ia mengampuni, tetapi tidaklah membebaskan orang yang bersalah dari hukuman (Kel 34:7b). Hanya dalam hal ini Allah lebih cenderung untuk bersikap murah hati, daripada menghukum.
Kemudian Allah mengutus PuteraNya, Yesus datang ke dunia. Untuk orang sakit, Dia sebagai Penyembuh; untuk orang berdosa Dia membawa pengampunan. Yesus menuntun orang buta untuk dapat melihat. Pekerjaan-pekerjaan Allah, penyembuhan, penyelamatan, pengampunan dosa, pengusiran roh-roh jahat, mukjizat dilakukan Yesus demi untuk menyatakan kemuliaanNya dan kasihNya kepada umatNya: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah” (Yoh 3:14-18). Menurut Injil Yohanes ini jelas kepedulian Allah untuk menyelamatkan umatNya agar beroleh hidup yang kekal (ay. 15) yaitu dengan tindakan kasih Allah dalam pemberian AnakNya yang tunggal (ay. 16). Pemberian Anak itu dapat dilihat dari dua sudut, baik dari sudut penyerahan di salib (ay. 14), maupun dari sudut pengutusan Anak ke dalam dunia dan tidak menghakimi (ay. 17). Tetapi bila orang tidak percaya kepada Anak, sekarang juga sudah mengalami hukuman (ay. 18).
Bila ada penghakiman jatuh, itu seakan-akan karena Ia dipaksa, karena orang menolak tidak mau melihat kebenaran. Manusia, jadi juga termasuk kita, dapat berbuat begitu, karena “keras tengkuk”, “membelakangi Allah”, menolak terang, memilih kegelapan. Itu terjadi karena kesombongan manusia, orang mau menempatkan diri sama tinggi dengan Tuhan, merendahkan diri dia tidak biasa, terhadap Tuhan pun dia tidak mau, tidak bisa.
Adanya dosa dan pelanggaran tidak pernah boleh mengurangi atau menutupi kenyataan, yang Ia wahyukan sendiri: bahwa Ia Tuhan, Allah pengasih dan penyayang, panjang sabar dan penuh kasih setia: ini akhirnya pegangan, jaminan, peneguhan dalam hidup kita. (Stefan Surya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^