Senin, 06 Desember 2010

Cerita Mini

Hidup Yang Indah dan Kematian Yang Indah

“Linda” artinya indah. Bagaimana orangtuanya tahu bahwa ia akan memiliki esensi yang begitu indah?
Hari ini aku memulai pagi dengan berkata, “Jangan mengkhawatirkan aku, sayang,” kemudian tertawa terbahak-bahak bersamanya. Betapa bodohnya membayangkan Linda tidak akan mengkhawatirkan aku, anak-anak yang ditinggalkannya, cucu-cucunya yang tidak akan ia kenal atau jutaan bayi yang bahkan belum lahir. Untuk pertama kalinya aku mengerti sifat dari kekhawatirannya. Khawatir adalah cara Linda mengungkapkan cinta tanpa pamrih, cinta yang mencapai kita dan setiap makhluk hidup untuk saat ini dan di masa depan. Jika Anda mengenal Linda, Anda akan merasakannya. Ia tidak bisa membayangkan bahwa orang bisa menyakiti orang lain, atau bahkan berbohong atau mencuri—itu bukan caranya.
Dalam hidup kita bertemu banyak orang, tetapi hanya sedikit yang meninggalkan jejak di hati kita. Linda mengenakan jubah spiritual dengan benang beludru. Ia meninggalkan jejak di hati kita dengan cara yang begitu samar. Yang dampaknya tidak kita kenali selama bertahun-tahun.
Delapan belas bulan yang lalu, sebuah melanoma yang telah diambil dari sebuah bintik kecil di punggung bawahnya enam tahun sebelumnya, kembali tumbuh di dalam kelenjar getah bening. Kami telah berusaha sekuat mungkin mendapatkan perawatan yang terbaik, tetapi tidak berhasil. Daripada menolak, kami mulai menyiapkan diri secara praktis dan emosional untuk kemungkinan kematiannya dalam waktu yang tidak lama lagi. Pada bulan Januari 2001, kami tahu bahwa masa hidupnya tinggal beberapa bulan. Daripada menyia-nyiakan waktu untuk menyesali, kami menggunakan sisa waktu yang sangat berharga untuk menikmati cinta kami dan mengucapkan salam perpisahan—satu gambar terakhir yang aku ingat adalah anak-anak kami yang sudah dewasa meringkuk seakan-akan mereka masih mengenakan piama, di kedua sisi Linda, memeluk dalam diam untuk mereguk kontak fisik sepanjang hidup.
Di hari-hari terakhir ia mulai kehilangan kesadaran di rumah, di bawah bimbingan petugas kesehatan. Meskipun tidak merasa nyeri, ia hanya bicara dalam usaha yang sangat keras dan kesadarannya hilang-timbul. Aku dan saudarinya duduk tenang di dekatnya, mengingatkan  dia akan cinta yang telah ia bagikan dan kepenuhan dari sumbangan hidupnya. Kami menemukan tumpukan puisi dan surat cintaku selam lebih dari 30 tahun, dan aku membacakan semuanya untuknya. Kami duduk diam berjam-jam dan hanya berpegangan tangan. Di malam hari kami menikmati cahaya dan kehangatan api di ruang tengah.
Pada hari terakhir ia tidur sampai siang, kemudian memasuki koma, matanya tidak terfokus dan berawan, tetapi ia tenang. Selanjutnya datanglah kematian melalui nafas mengorok. Kami menelepon petugas kesehatan dan kami disuruh untuk melihat dahi dan wajahnya—apakah ia tampak menyeringai, berjuang? Tidak, sama sekali tidak. Kami terus menenangkannya, menggenggam tangannya, memasang musik yang damai, membaca puisi, memberi izin untuk meninggalkan kami, karena pekerjaannya di dunia sudah ia laksanakan dengan baik.
Pada malam hari, dengan kekuatan kemauannya, ia berhasil melarikan diri sebentar dari komanya. Ia sedikit memalingkan  wajahnya, memusatkan mata padaku, menggerakan bibir mungkin untuk berkata “Selamat berpisah, Sayang.” Aku menciumnya, ia membalas ciumanku. Ia berpaling pada saudarinya dan “mengucapkan” salam perpisahan yang sama, kemudian kembali koma. Saat yang luar biasa dan mengharukan itu akan selalu tinggal dalam kenangan perasaanku. Beberapa jam kemudian, setelah diteguhkan oleh petugas kesehatan bahwa kami telah melakukan sebisa kami, kami menyiapkan diri untuk tidur. Aku menciumnya untuk mengucapkan selamat malam dan meyakinkannya bahwa aku akan berada di sisinya kembali jika ia membutuhkan aku. Lalu, aku tertidur.
Hanya beberapa menit kemudian, aku benar-benar terbangun, memandang Linda, dan merasa bahwa ia sudah pergi—napasnya telah berhenti dan bibirnya pucat. Aku memanggil saudarinya dan kami mengucapkan salam perpisahan terakhir untuk menghormati aura yang tersisa di tubuhnya yang telah membawa kehidupannya yang luar biasa. Dengan damai aku duduk di sisinya. Ia begitu damai, ditopang oleh begitu banyak hati pada bantal rajutan cinta.
Linda telah mengajari aku untuk hidup sepenuhnya di dalam mosaik semua saat-saat kehidupan—saat-saat yang tidak terbatas oleh waktu, ruang di sini, atau di sana; sekarang, kemarin, hidup atau mati—saat-saat bermakna yang dijalani dengan penuh kesadaran, yang sisi-sisinya akan merumuskan diri kita.
Kematian yang indah adalah konsep yang aneh, tetapi aku merasakan artinya. Aku sungguh beruntung menjadi suami Linda selama tiga puluh tahun dan berada di sisinya ketika ia meninggal. Aku masih belajar darinya. Meskipun kehadiran fisiknya telah berlalu, Lindaku yang indah akan membimbingku di sepanjang hidup. (Galih – Bruce Hanna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^