Senin, 06 Desember 2010

Evangelisasi

Keselamatan Untuk Semua Orang

Tujuan utama keberadaan umat manusia dan seluruh ciptaan di muka bumi ini adalah untuk mewartakan kemuliaan Allah. Tujuan yang kedua, semua orang Kristiani khususnya dipanggil untuk menghayati dan mempraktekkan iman Kristiani untuk memperoleh keselamatan, bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga untuk orang-orang lain. keselamatan itu tidak bersifat eksklusif dan tidak terbatas hanya untuk orang-orang tertentu saja: orang-orang yang rajin ke gereja atau orang-orang Kristiani yang sudah diinjili. Sebaliknya, Allah menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1 Tim 2:4). Harus diketahui dengan jelas oleh semua orang bahwa keselamatan itu bersifat universal, diperuntukkan bagi semua orang, tidak pandang suku, warna kulit atau status sosial. Keselamatan abadi itulah yang harus dirindukan oleh setiap orang Kristiani. Dimasa yang silam idealisme yang luhur menggerakkan para misionaris sedemikian rupa sehingga semangat mereka dan jiwa misinya membuat mereka mampu melupakan segala-galanya: meninggalkan orang-orang yang dikasihinya, meninggalkan tanah airnya untuk menanggapi panggilan dari Tuhan kita Yesus Kristus mewartakan keselamatan sampai ke ujung-ujung bumi. Mat. 28:18-20 : “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”.
Orang-orang lain menggambarkan keselamatan sebagai kebahagiaan terakhir yang dialami orang sewaktu dia masuk ke surga. Dengan demikian keselamatan kadang-kadang disebut “kehidupan kekal”, “hidup bersama Allah selama-lamanya” atau penglihatan yang penuh kebahagiaan. Walaupun nampaknya sulit, kita harus menghadapi kenyataan bahwa di manapun di muka bumi ini kita tidak dapat menemukan kebahagiaan yang sempurna. Kalau kita menyanyikan lagu Salve Regina untuk menghormati Bunda Maria, kita mengatakan bahwa kita ini berada di lembah air mata, bahwa kita berada dalam waktu percobaan dan malam perjalanan ziarah. Kita tidak boleh menipu atau membohongi diri kita sendiri. Kebahagiaan yang sempurna dapat kita capai hanya di dalam kehidupan sesudah kematian, dalam kehidupan yang akan datang. Satu-satunya jalan menuju kehidupan yang kekal adalah kematian, kecuali kalau Allah berbuat lain seperti yang Dia lakukan terhadap Henokh: Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah (Ibr 11:5). Santo Paulus sendiri mengalami kerinduan yang mendalam terhadap sorga ketika dia menulis: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus — itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu” (Flp 1:21-24).
Santa Teresa de Avila pernah berkata: “Saya ingin melihat Allah dan agar dapat melihat Dia saya harus mati”. Lebih dini lagi Santo Agustinus menulis ayat yang terkenal: “Hati kami tidak tenang sebelum beristirahat dalam Dikau”. 
Dalam kematian, roh manusia terpisah dari badan dan segera diadili oleh Allah. Sementara itu badan membusuk dan terlepas-lepas. Kita pasti pernah menghadiri penguburan seorang teman atau anggota keluarga dan menyaksikan jenazah yang kaku dan tidak bernafas. Ketika masih hidup, badan tersebut mungkin cantik, ganteng dan gagah. Tetapi setelah mati, kita hanya melihat kekosongan dan kevakuuman.
Tetapi badan atau tubuh dimaksudkan untuk bangkit kembali bila Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya. Sebagaimana setiap hari kita mendaraskan syahadat para rasul, dengan teguh kita mengatakan: “Aku percaya….akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal”. Badan akan dipersatukan dengan roh dalam pengadilan umum. Badan akan diberi ganjaran selama-lamanya di sorga atau dihukum dalam api abadi, sesuai dengan perbuatannya di dunia. Seperti yang dikatakan Santo Paulus : “Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman”.(Rm 2:6-8).
Sangatlah normal bahwa sementara masih hidup sehat,. Kecenderungan manusia adalah lebih menyukai kekayaan daripada kemiskinan, kesehatan daripada berpenyakitan, kehormatan daripada ketidak hormatan, hidup yang panjang daripada hidup yang pendek. Tetapi sementara orang tidak dapat melihat jauh, menjalani hidup ini seolah-olah tidak ada kematian. Bagi mereka mendapatkan kekayaan dan kekuasaan adalah yang paling penting dalam hidup ini. Pekerjaan mereka, jenjang karir atau mobil baru merupakan segala-galanya bagi mereka. Mereka pasti salah. Tuhan Yesus Kristus sangat tegas ketika Dia mengatakan kepada murid-muridNya: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat 6:19-21).
Memang kita ini hanya peziarah-peziarah sementara saja di dunia ini. Akhirnya kita dipanggil menjadi warga negara sorga. Baru sukacita kita menjadi sempurna. Dan sukacita itu tidak pernah akan diambil dari kita (Yoh 16:16-24). Murid-murid Kristus sungguh harus kerja keras untuk mendapatkan keselamatan baik bagi diri sendiri maupun bagi orang-orang lain.
Refleksi singkat mengenai waktu dan keabadian 
Kitab Pengkhotbah bab 3 berbunyi: “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai” (Pkh 3:1-8).
Sungguh, waktu itu terbatas. Waktu itu ada awalnya dan akhirnya. Sebaliknya keabadian itu tidak ada batasnya. Keabadian itu ada permulaannya tetapi tidak ada akhirnya. Keabadian itu berlangsung selama-lamanya, tidak pernah berakhir.
Kita murid-murid Kristus percaya adanya hukuman kekal. Ungkapan yang berbunyi: “Aku percaya akan kehidupan kekal” dalam syahadat para rasul menunjukkan kehidupan yang akan datang dalam surga maupun dalam neraka. Jika janji kebahagiaan abadi di sorga disediakan sebagai ganjaran bagi orang-orang yang tekun dalam menghayati iman, juga disediakan kesengsaraan kekal di dalam neraka bagi para pendosa yang tidak bertobat. Di neraka yang ada hanya penderitaan yang dahsyat dari api neraka yang kekal abadi.
Bagi kebanyakan orang, terutama para pebisnis, pengusaha besar, waktu adalah uang, waktu adalah emas. Dalam bisnis mereka tidak boleh kehilangan waktu. Bahkan sementara tengah makan, mereka tetap bekerja, berurusan dengan bisnis. Padahal bagi kita, waktu bukanlah yang paling hakiki dalam hidup di dunia ini. Waktu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Yang penting adalah keabadian. Kita mengarahkan pandangan kepada yang tak kelihatan karena pada suatu hari, kita akan mendengar Seseorang berbicara dari tempatNya yang Kudus, ‘Cukup, cukup. Waktumu sudah habis dan mulailah keabadian’.
Di tengah-tengah semua jerih payah dan kerjanya di dunia, orang yang sungguh-sungguh terpelajar dan bijaksana harus selalu ingat bahwa ada waktu dan pengadilan bagi segala sesuatu (Pkh 8:6). Jika dia tidak sungguh-sungguh waspada, kodrat manusiawinya dengan mudah dapat menjerat dia dan dipikat oleh hasutan-hasutan dunia untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan dengan cara yang tidak terpuji. Kekuatan pendorong di belakang ini semua adalah keinginan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya yang tak terpuaskan. 
Dalam abad ke 18, seorang uskup agung yang terpelajar dan sangat terkenal dari keuskupan Seveli di Spanyol, yang bernama Ceferino Gonzales, seorang imam Dominikan, berada dalam kantornya sedang mengobrol dengan sahabat-sahabat karibnya. Di antara sahabat-sahabat yang hadir, terdapat seorang bangsawan tinggi yang kaya dan suka bermain cinta, yang selalu melucu tentang keutamaan-keutamaan yang dihayati oleh uskup agung itu. Karena hari itu hari Jumat dimasa Prapaskah, uskup agung itu tidak makan apa-apa kecuali roti dan air.
Bangsawan itu berkata kepada uskup agung: “Paduka yang mulia, kehidupan seorang yang kudus seperti hidupmu tidak ada yang menaruh iri hati. Hidupmu tidak normal. Engkau memilih hidup yang penuh dengan matiraga, tidur di atas papan yang keras, berjalan tanpa alas kaki, dibalik jubahmu engkau mengenakan kain goni. Engkau selalu mengurangi makan dan sebagainya. Siksaan yang tak tertahankan bagi orang yang normal! Jika sesudah semua pengorbanan ini, kebetulan anda dikutuk dan dihukum masuk neraka, itu merupakan lelucon yang sangat lucu. Ha-ha-ha-!”
Uskup agung yang suci itu menjawab: “Anda dilahirkan dari golongan ningrat, menikmati kedudukan yang terbaik, dan mendapatkan perkenaan raja. Saya telah pernah berada di istanamu yang luar biasa indahnya dan memperhatikan bahwa hidupmu memiliki semua perhiasan-perhiasan kekayaan duniawi. Setiap hari meja makanmu penuh belimpah makanan yang aduhai nikmatnya! Engkau dikelilingi oleh pelayan-pelayan yang cukup banyak jumlahnya yang selalu siap sedia melayani anda. Di kandang kuda tersedia kuda-kuda yang terbagus dan agung dan juga kereta yang indah. Engkau berkubang dalam segala macam kemewahan dan hiburan: tari-tarian, wanita, adu banteng, berburu dan banyak lagi. Jika sesudah semuanya ini, anda diselamatkan dan diberi tempat di sorga, itu juga merupakan lelucon yang maha lucu”.
Karena waktu mencapai batasnya dan awal keabadian sudah dekat, hanya ada dua kemungkinan dapat diperoleh bagi setiap jiwa manusia. Kemungkinan pertama memandang wajah Tuhan kita Yesus Kristus yang penuh kemuliaan dan kemungkinan kedua ialah memandang wajah Setan yang mengerikan. Masing-masing dari kita akan mendengar suara yang simpatik dari Hakim yang penuh belas kasih: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat 25:34). Atau kita akan mendengar keputusan yang keras: “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya” (Mat 25:41).
Murid-murid Kristus mengetahui dengan baik bahwa dalam keabadian tidak ada yang tersembunyi. Dalam keabadian tidak pernah ada kesempatan yang kedua.  (Stefan Surya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^