Rabu, 02 November 2011

Ruang Kitab Suci

Yesus : Bait Suci Allah Yang Baru
Oleh : Peter Suriadi

Etty Hillesum, seorang perempuan Yahudi di Belanda, yang dibunuh dalam rumah gas oleh Nazi di Auschwitz, mempunyai kepekaan yang tajam akan arti setiap pribadi sebagai “rumah” Allah. Suatu ketika saat ia berada di Westerbork sambil menunggu saat deportasi terakhir ke Auschwitz bersama-sama orang Yahudi lainnya, ia menulis dan menyatakan bahwa satu-satunya keinginannya adalah membantu orang untuk menemukan kekayaan pribadi mereka. Kekayaan pribadi itu adalah setiap orang dipanggil untuk menjadi “rumah” Allah. Ia menulis demikian : “Dan saya berjanji, ya saya berjanji kepada-Mu, ya Allah, bahwa saya akan berusaha menemukan “rumah” dan atap bagi-Mu di sebanyak mungkin rumah. Ada begitu banyak rumah kosong. Ke tempat itu saya akan membawa-Mu sebagai tamu kehormatan”.
Untuk itu dalam Ruang Kitab Suci kali ini, saya ajak Anda untuk merenungkan makna gereja. Apakah gereja hanya sekedar bangunan fisik megah dan komersial atau sungguh merupakan Bait Allah, tempat Allah tinggal di dalamnya ?

Teks
Yohanes 2:13-22

13 Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem.
14 Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ.
15 Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.
16 Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."
17 Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku."
18 Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?"
19 Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."
20 Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?"
21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan mereka pun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.

Konteks
Kisah Yesus menyucikan Bait Allah dalam Injil Yohanes ini terdapat juga dalam ketiga Injil lain (Mat 21:12-13; Mrk 11:15-17; Luk 19:45-46). Ketiga Injil lain menempatkan kisah tersebut pada bagian akhir dan menjadikannya alasan penangkapan Yesus yang terjadi tidak lama kemudian. Jika diperhatikan, kisah Yohanes mempunyai kekhasan tertentu. Selain kisahnya lebih panjang dan terdapat pada awal Injilnya, Yohanes menyimpan Firman Yesus tentang diri-Nya sendiri. Bait Suci yang dimaksud Yesus adalah diri-Nya sendiri, bukan sekedar fisik bangunan.
Ketiga Injil lain menyebutkan bahwa Yesus dewasa hanya sekali mengunjungi Yerusalem, sedangkan Yohanes menggambarkan Yesus lebih dari sekali mengunjungi Yerusalem. Yohanes menyebutkan bahwa Yesus mengunjungi Yerusalem sebanyak tiga kali Paskah, dan adegan dalam teks merupakan kali pertama Yesus dewasa merayakan Paskah di Yerusalem.


Struktur Teks
Teks dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
- Ayat 13-17 : Yesus marah dan mengusir pedagang yang berjualan di halaman Bait Allah
- Ayat 18-22 : Dialog antara Yesus dengan para pemuka orang Yahudi tentang meruntuhkan dan membangun Bait Allah.


Ulasan Teks
- ayat 13-17
Penyucian Bait Allah terjadi ketika Yesus, yang baru tampil di hadapan umum, berkunjung ke Yerusalem dalam rangka Perayaan Paskah. Ketika sampai di Bait Allah, Yesus mendapati pedagang lembu, domba, merpati dan penukar uang berjejal di mana-mana. Meskipun mereka berjualan di halaman Bait Allah, bukan di dalam Bait Allah, Yesus menjadi kesal. Ia membuat cambuk dari tali. Cambuk itu bukan untuk menghajar para pedagang. Menggunakan cambuk sangat efektif untuk membubarkan gerombolan lembu dan domba yang ada di situ daripada Ia harus mendorong hewan-hewan itu. Lalu, Yesus mengusir para pedagang itu, menghamburkan uang para penukar dan membalikkan meja-meja mereka. Sedangkan para pedagang merpati “hanya” diusir, dagangannya tidak diacak-acak.
Sebenarnya keberadaan para pedagang lembu dan domba sangat penting. Hewan yang mereka jual adalah hewan yang akan dipersembahkan di Bait Allah. Maka, orang-orang yang datang dari tempat jauh tak perlu repot untuk membawa sendiri lembu atau domba dari rumah mereka masing-masing. Keberadaan para penukar uang pun penting karena uang asing, uang Romawi, dianggap kafir sehingga harus ditukar dulu dengan uang Yahudi (uang logam setengah shekel Tirus, satu-satunya mata uang yang sah menurut agama) sebelum bisa dimasukkan ke dalam kotak persembahan. 
Apa yang membuat Yesus marah? Bait Allah telah disalahgunakan untuk mencari keuntungan finansial semata. Para pedagang menjual hewan korban dengan harga yang tidak wajar, sedangkan para penukar uang mencari untung yang terlalu besar. Aji mumpung. Hal itu menyebabkan semakin miskin orang-orang yang sudah miskin karena pajak Bait Suci yang harus mereka bayar dengan mata uang Yahudi. Yesus tidak tahan melihat kenyataan bahwa rumah Bapa-Nya dijadikan sarang penyamin! “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku” (bdk Mzm 69:10). Cinta yang berkobar-kobar pada rumah Bapa-Nya yang membuat Yesus melakukan pembersihan Bait Allah. Cinta itu pula yang nantinya “menghanguskan” Yesus dengan membuat-Nya mati di kayu salib.

- ayat 18-22
Tetapi ironisnya, yang marah terhadap Yesus adalah para pemuka Yahudi. Mereka merasa perbuatan Yesus itu mengancam stabilitas kehidupan beragama, rutinitas ibadat dan roda perekonomian di Bait Allah. Maka, mereka pun menantang Yesus memberikan tanda yang membuat Dia memiliki otoritas untuk melarang praktek jual beli di Bait Allah. Yesus balas menantang mereka untuk meruntuhksn Bait Allah dan Ia akan membangunnya kembali dalam tiga hari.
Dengan tantangan-Nya ini Yesus bermaksud menegur dosa dan kejahatan orang-orang yang telah meruntuhkan kesucian Bait Allah yang adalah tubuh-Nya sendiri. Runtuhnya Bait Allah adalah hancurnya raga Yesus karena penyaliban dan kematian diri-Nya. Tetapi Ia akan bangkit pada hari ketiga untuk membangun Bait Allah yang baru, yaitu tubuh-Nya yang mulia. Sayangnya, pikiran para pemuka Yahudi tidak sampai ke situ sehingga merela malah terheran-heran dan meremehkan ketika mendengar Yesus sanggup membangun Bait Allah dalam tiga hari saja. Padahal setahu mereka membangun Bait Allah membutuhkan waktu puluhan tahun (dari tahun 20/19 SM sampai tahun 28 M) dan sampai saat itu pun belum juga selesai!
Kisah ditutup dengan sebuah catatan pasca-kebangkitan Yesus/ Kebangkitan Yesus membuat para murid teringat peristiwa di Bait Allah ini. Mereka menemukan bahwa nubuat-nubuat Yesus akhirnya menjadi kenyataan dan semakin memperteguh iman mereka.

Amanat
Pada zaman modern ini, manusia dikepung oleh budaya komersial, budaya uang. Uang telah dijadikan tujuan pada dirinya. Uang telah menjadi budaya yang terpenting dan digunakan untuk mengembangkan individualisme yang semakin meruncing : “kekayaan untuk saya, keluarga saya dan kelompok saya!”. Dan secara tidak disadari uang menggantikan tempat Allah dalam hidup rohani. Orang lebih senang berlama-lama di tempat yang menawarkan komersialisasi dibandingkan berlama-lama berdoa dan mengikuti kegiatan rohani di gereja. Orang yang mencari hidup dalam budaya uang seringkali melupakan bahwa ia pun adalah tempat kediaman Allah.
Dengan kedatangan Yesus, Bait Suci sebagai pusat ibadat sudah kehilangan maknanya karena yang menjadi pusatnya adalah Yesus sendiri. Pusat hidup pengikut Yesus adalah  pribadi-Nya, bukan bangunan fisik semata. Yesus adalah Bair Suci yang baru, tempat suci dimana Allah bersemayam.
Yang jadi masalah tidak jarang orang beriman sering mencurahkan perhatian, energi dan biaya untuk memikirkan bangunan fisik dan kurang memperhatikan segi lainnya. Seharusnya Yesuslah yang sungguh menjadi pusat hidup rohani. Maka kepentingan bersama, iman umat, harus menjadi prioritas, bukan kepentingan komersial semata. Jangan sampai terjadi kontras Gereja lebih mementingkan sisi komersial bangunan dibandingkan perkembangan iman umat. Gedung gereja harus menjadi sarana bagi umat untuk mengungkapkan imannya kepada Yesus sebagai Bait Allah yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^