Jembatan Pilihan
“ 8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak- anak terang, 9 karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, 10 dan ujilah apa yang berkenaan kepada Tuhan. 11Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan- perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa- apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan- perbuatan itu. 12Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat- tempat yang tersembunyi telah memalukan. 13 Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang.” ( Efesus 5 : 8-13 )
Seiring berjalannya waktu, aku semakin menyadari tak semua hal berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Terkadang, masalah muncul dan menjadi hambatan. Disaat aku termenung, yang terlintas hanya ingin memutar waktu, mengembalikan ke masa kanak- kanak yang tak perlu menghadapi masalah, hanya bermain, berlari, tertawa, tanpa beban sedikit pun. Terkadang aku merasa tak sanggup melangkah karena takut menghadapi hariku, menghadapi masalah yang bisa datang kapan saja. Inginku menghentikan waktu disaat yang aku inginkan. Tapi inginku sangatlah mustahil, waktu takkan bisa kuhentikan, detik yang telah terlewati tak pernah bisa terulang. Waktu memaksaku melihat dunia, menghadapi jalanku dan melanjutkan langkahku.
Masalah yang pernah kujumpai memang terlihat sepele, tetapi pengalaman kecil itulah yang membuatku terus belajar dan belajar hingga kekuatan menyelimuti diriku dan menjadikan bekal yang mendewasakanku.
Saat aku baru masuk universitas, aku mulai mengenal teman- teman baru. Tetapi aku cenderung membatasi pertemananku, aku menjadi orang yang sangat selektif dalam bergaul. Saat itu, aku mengenal Okta, karena dia baru kukenal, aku cenderung menjaga jarak dengannya dan memilih berkawan baik dengan Ika yang berasal dari SMA yang sama denganku.
Suatu hari, kami bertiga berolahraga bersama di sekitar kampus dan entah mengapa, tiba- tiba wajahku pucat kemudian diiringi keringat dingin. Aku meminta bantuan Ika mengantarku ke klinik kampus, tak kusangka terlontarlah kalimat ini,
“ Anterin ke klinik?? Gw mau makan dulu, lo ke klinik aja sendiri atau lo tunggu gw beres makan.”
Entah apa yang kurasa setelah mendengar kalimat itu terucap dari Ika yang kuanggap sahabat baikku. Tak lama kemudian, Okta menghampiriku.
“Ayo, gw aja yang anter lo ke klinik, sekalian gw anter ke asrama.”
Setelah hari itu, pikiranku sedikit terbuka, aku tak lagi sangat selektif dan menjaga jarak dalam bergaul, aku mau berteman dengan siapa saja.
Saat aku semester tiga, aku memiliki dua orang sahabat baik, Icha dan Indah. Kami bertiga kerap bersama, bertukar pikiran dan berbagi cerita. Suatu ketika, Indah menyukai Fier yang satu tahun lebih tua dari kami. Indah pun kerap kali bercerita kepada aku dan Icha. Tetapi, tak lama kemudian Icha dan Fier yang berpacaran. Saat itu juga, persahabatan Icha dan Indah terputus. Walau aku masih berteman baik dengan keduanya, tetapi sampai saat ini mereka berdua tak pernah berbicara lagi.
Hal yang sama pun kujumpai pada semester enam. Kala itu, aku berkawan dengan Kezia dan Rina. Aku dihadapkan pada kejadian yang sama. Kezia menyukai Daniel, tetapi kemudian Daniel berpacaran dengan Rina. Namun, satu hal yang berbeda, Kezia tidak pernah memutuskan persahabatan dengan Rina. Bahkan sampai saat ini, aku, Kezia dan Rina masih bersahabat baik.
Adapula Karin, suatu ketika orangtuanya berkunjung ke asrama, namun ia memilih pergi dengan teman- teman baru di kampus. Akhirnya, aku yang berbincang dengan kedua orangtua Karin. Padahal mereka jauh- jauh datang dari Palembang hanya untuk bertemu anaknya.
Ya, itulah hidup. Setiap kejadian pasti terdapat hikmah dan pembelajaran. Setiap kejadian pun pasti terdapat beberapa pilihan beserta konsekuensinya. Hanya bagaimana setiap individu berani menjatuhkan pilihan secara bijak serta menerima konsekuensi atas pilihannya itu.
Kehidupan dunia ini, bagaikan terpisah dari hidup bersama Bapa kelak. Kita tak tahu kemana langkah yang dituju setelah menyelesaikan tugas di dunia. Saat ini, kita diberi kesempatan untuk merajut jembatan yang menghubungkan ke dalam hidup abadi bersama Bapa. Jembatan itu layaknya pilihan hidup. Ketika kita memilih dengan bijak, jembatan itu semakin kokoh. Begitu pula sebaliknya, ketika kita salah memilih, jembatan itu kian rapuh.
Karena itu, Bapa mengajak kita untuk memilih hal baik, untuk berbuat hal yang sejalan dengan kehendak Bapa, sebagai tabungan hidup, yang kelak akan dituai ketika kita berada bersama Bapa.
“ 36Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid- murid-Nya datang dan berkata kepadaNya: ‘ Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu.’ 37Ia menjawab, kataNya: ‘Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; 38ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak- anak Kerajaan dan lalang anak- anak si jahat. 39Musuh yang menabur benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. 40Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. 41Anak Manusia akan menyuruh malaikat- malaikatNya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam KerajaanNya. 42Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. 43Pada waktu itulah orang- orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat 13 : 36-43) (LKH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^