Senin, 01 Februari 2010

Orang Kudus


Yohanes de Britto, Martir
Yohanes de Britto adalah anak seorang perwira tinggi. Ketika masih kanak-kanak, ia bersahabat baik dengan Don Pedro, yang kemudian menjadi raja Portugal. Ketika menanjak remaja, ia tidak suka bergaul dengan kawan-kawannya yang lebih tertarik pada gaya hidup istana yang serba gemerlap.
Suatu ketika ia jatuh sakit, tetapi segera sembuh lagi berkat doa ibunya dengan perantaraan Santo Fransiskus Xaverius. Mulai sejak itu, ibunya mempersembahkan dia kepada Santo Fransiskus dengan devosi yang tetap. Devosi ini menumbuhkan dalam dirinya minat untuk mengikuti jejak Fransiskus Xaverius. la bercita-cita menjadi seorang misionaris seperti halnya Fransiskus Xaverius.
Pada hari raya Nata1 tahun 1662, ia masuk novisiat Serikat Yesus di Lisabon. Di hadapan Kanak-kanak Yesus yang terbaring di kandang Nata1 biaranya, ia berdoa dan memohon kiranya ia diutus ke Jepang sebagai misionaris. Pada waktu itu, Jepang sudah menjadi sebuah wilayah misi di Asia. Tetapi Tuhan mempunyai suatu rencana lain atas dirinya. Oleh pimpinannya, ia ditempatkan sebagai misionaris di India, sebuah wilayah misi yang sangat sulit. Ketika mertdengar berita itu, ibunya segera menghubungi Duta Sri Paus dan pembesar lainnya untuk membatalkan kembali keputusan atas diri anaknya. Bagi dia, penempatan itu sangat berbahaya bagi anaknya.
Tetapi Yohanes dengan tenang menjelaskan segala sesuatu kepada ibunya. “Tuhanlah yang memanggil aku. Aku tak mampu berbuat sesuatu selain menerima keputusan itu dengan iman sambil menyerahkan diri pada kebaikan Allah. Tidak mendengarkan panggilan Tuhan sama saja dengan membangkitkan amarah Tuhan atas kita. Dalam nama Tuhan, aku bersedia berangkat ke India untuk mewartakan Injil Kristus” demikian katanya kepada ibunya. Karena keteguhan imannya akan rencana Allah, ia sang-gup mengatasi segala rintangan yang menghadang. Ibunya sendiri akhirnya merelakan dia pergi ke India demi Injil Yesus Kristus.
Wilayah misi India masa itu masih sangat rawan. Yohanes dengan penuh semangat berkarya demi penyebaran Injil Kristus selama 20 tahun di tengah-tengah aneka rintangan dan hadangan, penderitaan dan kekurangan. Keberhasilannya mempertobatkan orang-orang India membawa dia kepada kematian yang mengerikan. la ditangkap, dianiaya dan dipenjarakan, kemudian mati dipenggal kepalanya pada tanggal 4 Februari 1693.



Isidorus dari Mesir, Pengaku Iman
Semenjak masa mudanya, Isidorus menjalani suatu cara hidup tapa yang keras di gurun pasir Mesir. Di mata rekan-rekannya, ia dikenal sebagai pertapa yang saleh dan ramah kepada siapa saja yang datang kepadanya meminta bimbingan. la rajin berdoa dan bekerja. Doa-doa Mazmur senantiasa didengung-kannya sepanjang ia bekerja. Apabila rekan-rekannya menyuruh dia beristirahat, ia menjawab: “Hidup Yesus penuh dengan kerja dan doa. Karena itu kita pun hendaknya berbuat yang sama seperti Yesus. Sekalipun saya dibunuh, dibakar dan abu jenazahku ditebarkan ke udara, semuanya itu belumlah cukup sebagai balasan kepada Yesus, Guruku”.
Suatu ketika tatkala ia kembali dari kunjungannya kepada Uskup Theofilus di kota Aleksandria, rekan-rekannya menanyai dia tentang segala sesuatu yang dilihatnya di kota. Pertanyaan itu dijawab dengan mengatakan: “Saya tidak melihat apa-apa selain Uskup Theofilus”. Maksudnya dengan jawaban ini ialah untuk menyadarkan rekan-rekannya akan pentingnya hal pengendalian diri bagi seorang pertapa di tengah-tengah kegemerlapan dunia dan berbagai kesenang-an.duniawi, agar tidak mengganggu persatuannya dengan Kristus. Ia meninggal dunia pada tahun 390.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^