Senin, 01 Februari 2010

Kisah Kelahiran Musa




Teks (Kel 2:1-10)
1 Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;
2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.
3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan t’er, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;
4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.
5 Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya.
6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: “Tentulah ini bayi orang Ibrani.”
7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: “Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?”
8 Sahut puteri Firaun kepadanya: “Baiklah.” Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.
9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: “Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu.” Kemudian pe-rempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya.
10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: “Karena aku telah menariknya dari air.”

Konteks
Pelaku utama kisah pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir adalah Allah. Meskipun kisah pembebasan sungguh-sungguh merupakan karya Allah, Musa menduduki tempat penting sebagai perantara pembebasan. Musa mendapatkan gelar yang hebat dan tinggi di antara bangsa Israel, namun ia adalah seorang manusia biasa. Musa, sebagai seorang pangeran Mesir, mempunyai gagasan hebat tentang pembebasan bangsanya yang sedang tertindas. Namun tanpa Allah, semua itu hanya sia-sia. Allahlah yang akan mendampingi Musa. Ia adalah Allah yang mau terlibat dengan hidup manusia, selalu menyertainya. Penyertaan dan penyelenggaraan Allah itu sudah mulai nampak sejak kelahiran Musa.
Tetapi jika kita melihat latar belakang kelahiran Musa, pemenuhan janji Allah itu terancam gagal. Mengapa demikian ? Seperti kita ketahui, dua belas orang anak Yakub dengan seluruh keluarganya menetap di Mesir. Setelah beberapa generasi, mereka bertambah banyak dan terus berkembang: “Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka” (Kel 1:7). Keberadaan orang-orang Israel yang banyak itu menyebabkan terjadinya ledakan penduduk di Mesir. Tetapi, di balik itu semua, Allah sedang memenuhi janjiNya pada Abraham: “Aku akan membuat engkau sangat banyak … dan engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa” (Kej 17:2-4).
Karena mereka tinggal di Mesir selama 430 tahun (Kel 12:40) dan Bait Allah selesai dibangun 480 tahun setelah pembuangan (1Raj 6:1) diresmikan Salomo pada tahun 950 SM, diperkirakan hal itu terjadi sekitar abad XIX SM. Penguasa Mesir pada abad XIX SM adalah bangsa Hyksos yang berasal dari Asia. Maka, tinggalnya anak-anak Yakub di Mesir kemungkinan terjadi pada masa bangsa Hyksos berkuasa. Kitab Suci tidak menyebutkan nama-nama Firaun. Namun yang jelas, Firaun penindasan dan pembebasan adalah Raja Mesir asli yang berkuasa setelah bangsa Hyksos diusir dari Mesir (1550 SM). Kemungkinan, Firaun penindasan adalah Rameses II (1290-1224 SM) sedangkan Firaun keluaran adalah penggantinya, Seti Merneptah II (1224-1214 SM). Sebab, satu-satunya teks Mesir yang menyebut nama Israel dibuat pada masa Merneptah.
Firaun baru “yang tidak mengenal Yusuf” (Kel 1:8) menganggap keberadaan sekelompok etnis imigran di bagian utara sebagai ancaman serius bagi negeri Mesir. Untuk mencegahnya, Firaun mengambil tindakan keras. Motif politis-militeristis dan ekonomis ini mengakibatkan terjadinya perbudakan. Para imigran yang disambut Firaun dari dinasti terdahulu dengan penuh persahabatan, sekarang dieksploitasi sebagai budak dalam pembangunan kota-kota perbekalan Mesir : Phitom dan Ramses. “Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembanglah mereka.” (Kel 1:12) Firaun pun bermaksud mengekang laju pertumbuhan demografis bangsa Israel dengan jalan genocide, pembunuhan secara sistematis pada semua bayi lelaki yang baru lahir. Namun di balik itu Allah mengatur jalannya cerita. Allah akan memperkenalkan karya pembebasan-Nya lewat tokoh Musa.

Struktur Teks
Teks dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1 ayat 1-4 : kelahiran dan pembuangan bayi Musa
2 ayat 5-6 : bayi Musa ditemukan oleh putri Firaun
3 ayat 7-10 : pengadopsian

Permenungan Teks
Kisah ini dibuka dengan kisah kelahiran sang bayi Musa. Tidak ada satu pun keajaiban yang terjadi, yang ada hanyalah suasana keterancaman. Ayat 2 men-ceritakan sang ibu menyembunyikan si anak. Ayat 3-4 membawa suasana keterancaman ini pada suatu tragedi : anak itu ditaruh dalam keranjang yang ditempatkan di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. Tetapi, anak itu tidak mati. Putri Firaun menemukan keranjang kecilnya pada waktu ia berpesiar bersama para pengiringnya.

Ketegangan cerita meningkat dengan adanya penemuan itu. Sang Putri segera mengetahui bahwa anak itu adalah anak orang Ibrani yang menurut perintah kerajaan Mesir harus dibunuh. Namun, “Ia menaruh belas kasihan pada anak itu ...” (bdk Mal 3:17). Menaruh belas kasihan berarti terjadi relasi intim antara orang tua dengan anak itu. Oleh karena kebaikan hati dari sang putri yang tergerak untuk mengadopsinya sebagai anaknya sendiri, anak itu menjadi bagian dari istana Firaun. Peng-adopsian itu dilakukan dengan prosedur legal zaman itu, yaitu dengan penyewaan seorang pengasuh. Dengan demikian, fokus utama kisah ini adalah pengadopsian anak oleh Putri Firaun, bukanlah kelahiran si anak.
Fokus kisah pada pengadopsian memungkinkan diperkenalkannya nama Mesir dari anak itu. Setelah selesai masa menyusu, anak itu diserahkan pada pemeliharaan sang Putri. Masa depan anak itu sekarang ada di tangan sang Putri. Sang Putri mengadopsi anak itu sehingga anak itu menjadi seorang pangeran Mesir. Ketika mengadopsinya, sang Putri menamainya Musa (ayat 10). Dalam kisah ini, Musa adalah orang pertama yang diberi nama. Nama keluarga kerajaan di Mesir biasanya tersusun dari beberapa ungkapan penghormatan dan nama suatu dewa, misal “dicintai oleh,” “dipilih oleh,” “keturunan dari,” Thoth, Ptah, Ra atau Amon. Karena waktu itu adalah zamannya dinasti Rameses, bayi yang diadopsi oleh putri Firaun itu mempunyai nama keluarga ‘Mes’. Umumnya, kata müš yang artinya “ditarik dari” dihubungkan dengan Ra, dewa matahari, sehingga menjadi Rames atau Rameses atau Ramoses. Dengan demikian, nama Mesir bayi itu adalah Ramoses. Putri Firaun itu kemungkinan adalah anak tertua Seti Merneptah I dan kakak dari raja yang sedang bertakhta, Rameses II. Sebenarnya, dia adalah ahli waris langsung mahkota Kerajaan Mesir tetapi terhalang oleh jenis kelaminnya. Sebagai gantinya, dia menyandang gelar “Putri Firaun” yang menjamin hak atas mahkota kerajaan bagi putra sulungnya. Namun karena ia tidak punya putra, maka Musa-lah yang menjadi ahli waris tahta, bukan dengan hak untuk menggantikan Firaun yang sedang bertakhta, tetapi untuk menggantikan kedudukan salah satu putranya (Josephus, Ant, II, ix, 7).
Kata masa (Ibrani : menarik keluar) memang homonim dengan kata möšè dari bahasa Mesir. Namun keduanya tidak saling berhubungan. Kata masa hanya digunakan dalam 2 Sam 22:17 (bdk Mzm 18:16). Istilah tersebut digunakan untuk menunjuk pada tindakan pertolongan dari Allah yang Mahabesar. Dengan demikian, redaktur kisah ini mengubah nama Mesir itu menjadi pujian Israel atas pembebasan. Pertolongan pada bayi ini dari air mengantisipasi pertolongan yang lebih besar yang dibawa melalui kekuatan diri Musa.
Kisah pengadopsian ini tidak sekedar memberi ke-terangan atas pemberian nama pada si anak. Kisah ini menempatkan Musa dalam lingkup kebudayaan Mesir. Musa akan menghabiskan masa kecilnya, paling tidak dari sejak ia lepas menyusu sampai masa dewasanya, di istana Mesir. Kisah ini malah meletakkan tokoh ini da-lam ironi : fasilitas kemenangan Israel dan Keluaran dari Mesir datang dari dalam tembok istana Firaun sendiri. Ironi itu memuncak dengan gambaran atas ibu kandung si anak, yang oleh Putri Firaun dipekerjakan sebagai inang pengasuh dan penyusu yang bertanggung jawab atas tahun-tahun pertama kehidupan Musa. Kisah ini tidak meng-gambarkan bahwa Musa adalah orang Mesir. Meskipun semua tanda fisiknya menunjukkan bahwa Musa adalah orang Mesir (lihat Kel 2:19), namun jelas bahwa Musa masuk dalam kebudayaan Mesir karena pengadopsian secara sah. Maka, sebenarnya kisah pengadopsian ini lebih mau menekankan asal muasal Musa. Musa benar-benar seorang Israel. Ia diadopsi dalam lingkup budaya Mesir tanpa kehilangan identitas ke-Israel-annya.
Kisah kelahiran-pengadopsian tidak terpisah dari kisah dalam Kel 1:15-22. Kisah tentang rencana Firaun membunuh semua bayi lelaki Israel ini merupakan konteks kelahiran si bayi. Firaun telah memerintahkan pembunuhan semua bayi lelaki Israel, pertama di tangan para bidan, kemudian di tangan semua orang Mesir. Maka, kelahiran Musa dari orang tua yang berasal dari suku Lewi terjadi dalam kepanikan. Karenanya, bayi Musa disembunyikan selama tiga bulan setelah kelahirannya namun kemudian diserahkan pada nasib yang tidak tentu. Sang pahlawan memulai hidupnya dalam suasana pertentangan orang Ibrani dengan bangsa Mesir. Kelahiran yang memberi pertanda konflik ini menegaskan posisi diri Musa di masa depan. Pertentangan itu menandai keseluruhan lingkup karirnya.
Asal-usul Musa dengan jelas ditempatkan sebelum kisah kelahirannya. Nama orang tua Musa memang tidak dituliskan (Kel 2:1-2, bdk Kel 6:19; Bil 26:59; 1Taw 6:3; 1Taw 23:13), namun jelas bahwa Musa diperlihatkan sebagai orang Israel, dari suku Lewi. Keluarga Musa benar-benar diperlihatkan, termasuk lewat peran saudarinya. Maka, kisah kelahiran dan pengadopsian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan hubungan antara si bayi dan bangsanya. Seperti semua bayi lelaki sebangsanya, hidup Musa terancam oleh keputusan Firaun. Namun, Musa bertahan hidup berkat kebaikan hati dan perlindungan dari penghuni istana Firaun sendiri. Meskipun demikian, pengadopsian ini tidak menentukan karirnya di masa depan. Musa bukanlah pahlawan bagi bangsa Mesir. Konteks kelahiran Musa memperlihatkan bahwa ia berada di bawah ancaman bangsa Mesir. Musa adalah pahlawan bagi bangsa Israel. Kisah kelahiran-adopsi Musa lebih mau memperlihatkan identifikasi anak itu dengan bangsanya sendiri.
Allah yang menyusun jalinan semua peristiwa itu. Allah adalah pelaku utama kisah ini meskipun dalam kisah hanya muncul sebagai tambahan saja. Allah yang menentukan jalannya sejarah dan cara Ia memasukinya (Mzm 75:2). Allah menunggu, membiarkan keseluruhan generasi bertumbuh, dan membiarkan peristiwa demi peristiwa berjalan. Ketika saatnya tiba, Ia tidak mengirimkan seorang pembebas yang telah dipersiapkan untuk tugas itu, namun seorang bayi. Sang pembebas masih harus bertumbuh dan mendewasakan diri pelan-pelan melalui kesulitan. Peristiwa-peristiwa ironis muncul sesuai dengan proyek pembebasan yang diinginkan dan diatur oleh Allah : Firaun menggunakan tindakan represif, namun yang terjadi adalah bangsa itu bertambah banyak; para bidan menipunya dengan cerdik; dan putrinya sendiri adalah salah seorang yang menyelamatkan anak yang akan menjadi sarana pembebasan di tangan Allah. Sungguh agung karya Allah dalam sejarah manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^