Senin, 01 Februari 2010
Cover Februari 2010
Redaksi Menulis
Valentine Day’s. itulah yang terlintas setiap kita memasuki bulan Februari. Hari kasih sayang yang selalu diingat oleh seba-gian kaum muda... Walaupun sebenarnya Valentine Day’s ini tak hanya milik orang muda, namun milik semua orang yang selalu mau berbagi kasih kepada orang lain. Kasih sayang yang kita bagikan bukan hanya untuk saudara kita, bukan hanya kepada pasangan kita, namun perwujudan kasih itu juga kita bagikan kepada sahabat kita, orang-orang di sekitar kita bahkan orang yang pernah menyakiti kita.
Tuhan Yesus memberikan teladan kepada kita, karena kasih-Nya kepada manusia ,Tuhan korbankan segalanya untuk kita. Bahkan Tuhan korbankan nyawaNya demi menebus dosa manusia. Lewat hal-hal yang kita alami sehari-hari marilah kita meneladan pengorbanan Tuhan Yesus, untuk berbagi kasih kepada sesama kita. Tuhan memberkati. Amin
Tuhan Yesus memberikan teladan kepada kita, karena kasih-Nya kepada manusia ,Tuhan korbankan segalanya untuk kita. Bahkan Tuhan korbankan nyawaNya demi menebus dosa manusia. Lewat hal-hal yang kita alami sehari-hari marilah kita meneladan pengorbanan Tuhan Yesus, untuk berbagi kasih kepada sesama kita. Tuhan memberkati. Amin
Stop Press
Naskah tanpa disertai nama/alamat jelas, tidak akan dimuat. Bagi Anda yang berminat me-ngirimkan tulisan untuk majalah BP, kami cantumkan tema Sajian Utama, sehingga Anda dapat menyesuaikan dengan isi majalah ini. Naskah diketik maksimum 4 halaman, 1½ spasi.
Naskah/iklan harus masuk ke meja Redaksi se-lambat-lambatnya tanggal 14 bulan sebelumnya.
Di samping nama samaran, harap cantumkan juga nama jelas dan alamat Anda untuk keperluan redaksi.
Maret 2010 : Aku Harus Ikut Ambil Bagian
April 2010 : Menghargai dan mengasihi Ibu
Mei 2010 : Tuhan Punya Jalan Keluar
Naskah/iklan harus masuk ke meja Redaksi se-lambat-lambatnya tanggal 14 bulan sebelumnya.
Di samping nama samaran, harap cantumkan juga nama jelas dan alamat Anda untuk keperluan redaksi.
Maret 2010 : Aku Harus Ikut Ambil Bagian
April 2010 : Menghargai dan mengasihi Ibu
Mei 2010 : Tuhan Punya Jalan Keluar
Kasih Yang Teruji
Dalam cerita tentang ‘orang Samaria yang murah hati’, Yesus berbicara tentang kekerasan. Di jaman kita ini kekerasan terjadi setiap hari. Surat kabar dan televisi setiap hari menyajikan berita-berita tentang kekerasan. Dalam cerita ini Yesus berbicara tentang kejahatan, diskriminasi rasial dan kebencian. Dalam cerita ini kita melihat kelalaian dan ketidak pedulian, tetapi kita juga melihat kasih dan belas kasihan. Cerita ini diberikan oleh Yesus karena seorang ahli hukum Taurat bertanya kepadaNya: “Dan siapakah sesamaku manusia?” Sebenarnya ahli hukum Taurat berusaha untuk tidak kalah beradu argumentasi dengan Yesus, tetapi Yesus menggunakan pertanyaan ini sebagai kesempatan yang jitu untuk mengajarkan kebenaran yang penting, yaitu: relasi Anda dengan Allah tidak dapat Anda pisahkan dari relasi Anda dengan sesama Anda.
Bagi para penyamun yang tertulis dalam Luk 10:25-37, ketika mereka melihat orang yang akan dalam perjalanan turun dari Yerusalem ke Yeriko, mereka tidak melihat sesama makhluk manusia atau ciptaan yang diciptakan menurut gambar atau citra Allah. Mereka melihat seseorang yang dapat mereka peras. Tidak menjadi soal bagaimana mereka menyiksa dan melukai dia, asal mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Filsafat mereka adalah, “Milikmu adalah milik saya – saya akan mengambilnya!”
Allah memberikan kepada kita barang-barang un-tuk dipergunakan dan memberikan kepada kita orang-orang untuk dicintai. Jika kita mulai mencintai barang-barang, kita akan mulai menggunakan orang-orang, dan ini namanya pemerasan atau penindasan. Jika kita mengambil dari orang lain, tetapi dengan cara tertentu tidak mau memberi, kita memeras dan menindas. Yesus tidak pernah memeras seorangpun. Dia selalu memberikan kembali lebih banyak daripada yang Dia minta. Dia selalu membuat seseorang dalam keadaannya yang lebih baik dari pada ketika Dia menemukannya. Tuhan memandang pekerja lebih penting daripada pekerjaan.
Kita harus waspada terhadap sikap memandang seseorang dan bertanya kepada diri kita sendiri, “Apa yang dapat saya peroleh dari dia?” Inilah sikap yang menjiwai para penyamun dalam perumpamaan di atas. Mungkin kita tidak secara brutal memukul orang lain dan melukai tubuh mereka, tetapi bisa terjadi kita melukai mereka dengan kata-kata dan sikap kita.
Kemudian kita lihat Yeriko adalah tempat tinggal para imam, sehingga para imam dan orang-orang Lewi akan sering hilir mudik melewati jalan yang menuju dari Yerusalem ke Yeriko. Sebenarnya kita pasti mengharapkan kedua pemimpin agama ini melakukan sesuatu untuk menolong korban yang tergeletak di tepi jalan. Tetapi kedua mereka itu lewat begitu saja tanpa berbuat apa-apa.
Kita dapat memikirkan tentang alasan-alasan yang dapat diberikan oleh kedua orang itu untuk membela sikap mereka. Mungkin kita sendiri menggunakan alasan-alasan yang sama untuk membenarkan kekurangan kasih dan perhatian kita terhadap sesama.
^ “Saya telah melayani di Bait Allah. Saya telah melakukan tugas bagian saya”.
Betapa anehnya bahwa suatu bentuk karya spiritual bersaing dengan karya yang lain. Terlalu banyak orang Kristiani minta dibebaskan dari pelayanan pribadi bagi orang-orang tidak mampu atas dasar bahwa mereka menduduki jabatan dalam Gereja.
^ “Saya telah lama meninggalkan rumah dan saya perlu cepat-cepat pulang”.
Pelayanan para imam dibagi menjadi 24 giliran dan mereka melayani menurut suatu rencana supaya me-reka tidak absen dari rumah terus menerus. Mungkin bagi imam atau Lewi melayani di Bait Allah merupakan persembahan bagi Tuhan, tetapi tidak ada persem-bahan yang dapat menggantikan pelayanan yang penuh dengan belas kasihan. Yesus berkata: “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan” (Mat 9:13).
^ “Itu bukan kesalahan saya”.
Tetapi mungkin ya. Tetapi mengapa pemimpin-pemimpin agama tidak melakukan sesuatu berhubung dengan jalan yang berbahaya itu? Pada kejadian 4:9 dikatakan, Kain bertanya: “Apakah aku penjaga adikku?” dan jawabannya adalah: “Ya, tanpa memandang bangsa atau warna kulit adikmu”. Jika dengan menjadi orang Kristiani tidak membuat kita menjadi manusia lebih baik, ada sesuatu yang salah dengan Kekristenan kita.
^ “Biarlah orang lain melakukan itu”.
Imam mungkin berkata, “Nah, Lewi datang di belakang saya, maka biar dia saja yang mengerjakannya”. Dan ketika Lewi muncul, mungkin dia berkata, “Imam tidak berbuat apa-apa, maka mengapa saya harus berbuat sesuatu?” Kita selalu dapat menemukan seseorang untuk kita jadikan kambing hitam untuk membenarkan kelalaian kita sendiri. Kegagalan untuk melakukan sesuatu hal yang baik sama dosanya dengan melakukan sesuatu yang buruk. Yakobus menulis: “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak 4:17).
Jika kita menjalani hidup ini dengan menempuh jalan kita sendiri maka orang-orang yang membutuhkan kita akan merupakan gangguan bagi kita. Tetapi juga kita menjalani hidup ini dengan membagikan kasih Kristus, setiap ‘gangguan’ akan menjadi sebuah kesempatan untuk melayani bagi kemuliaan Allah.
Kemudian kita sadar bahwa Kristus tidak mema-sukkan baik ahli hukum Taurat maupun pemilik penginapan dalam penerapanNya, karena Dia bertanya, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” (Luk 10:36). Tetapi lebih baik kalau kita memasukkan mereka juga karena mereka menolong kita mengerti dengan lebih baik tentang diri kita sendiri.
Tentu saja ahli hukum adalah seorang ahli dalam hukum Perjanjian Lama. Dia adalah ahli teologi yang profesional, terlatih dan terdidik untuk memeriksa firman Allah dan menerapkan dalam hidup sehari-hari. Salah satu pertanyaan yang dibicarakan oleh para ahli hukum pada jaman itu adalah, “Apa yang harus diperbuat agar manusia dapat mewarisi hidup kekal?” Dia mengajukan pertanyaan itu kepada Yesus dengan harapan dapat menjerat Yesus dalam argu-mentasi, tetapi Tuhan Yesus ternyata terlalu bijaksana untuk dia. Dari pada mengakui kekalahannya, ahli hu-kum itu mencoba menghindar dengan diskusi akademis tentang definisi-definisi: “Siapa sesamaku?”
Salah satu jalan yang terbaik untuk tidak mengerja-kan apa-apa adalah mendiskusikannya. Kita beranggapan kita telah memecahkan suatu masalah atau memenuhi keutuhan karena kita telah menyelenggarakan pertemuan panitia. Mendiskusikan telah menjadi pengganti untuk berbuat. Kita mengadakan konferensi-konferensi tentang kejahatan, tetapi kejahatan tetap tumbuh berkembang. Gereja-gereja menyelengarakan konvensi-konvensi yang mahal tentang memenangkan dunia yang sesat dan masih sangat sedikit anggota-anggota Gereja berusaha menjadi saksi bagi sesama mereka.
Yesus membawa ahli hukum untuk melihat kejadian yang konkrit tentang orang yang telah dipukuli dan dirampok. Memang mudah mendiskusikan topik-topik yang bersifat umum, tetapi sulit untuk terlibat dalam membantu kebutuhan-kebutuhan sesama yang khu-sus. Ahli hukum merasa lebih aman mendiskusikan teori-teori, tetapi dia gugup jika sampai pada penerapan pribadi. Dia tidak dapat melihat bahwa pertanyaan yang penting bukanlah “Siapa sesamaku?” tetapi “Kepada siapa saya dapat menjadi sesama?”
Betapa mudah menjadi seperti ahli hukum ini dan mengganti kasih dengan hukum. Kita menaati aturan dan beranggapan kita telah mengabdi Allah. Kita men-jelaskan suatu ajaran dan beranggapan kita telah tumbuh secara rohani. Orang-orang yang berada dalam kemiskinan bukanlah problem yang hanya dijadikan bahan diskusi. Mereka adalah orang-orang yang membutuhkan cinta kasih dan pelayanan kita. Berbicara tentang keutuhan itu perlu, tetapi pembicaraan itu tidak pernah boleh menggantikan perbuatan.
Bagi pemilik penginapan ini memang tidak lewat jalan di mana tergeletak orang yang baru mengalami perampokan. Jadi dia tidak tahu bahwa ada orang terkapar di tepi jalan karena dianiaya perampok. Karena itu kita tidak akan mengecam pemilik penginapan itu karena tidak berada di jalan untuk menolong orang yang menjadi korban perampokan. Dia harus meng-urus dan menangani penginapannya dan karena itu dia sangat sibuk. Tetapi kita dapat menggunakan pe-milik rumah penginapan ini untuk menggambarkan kenyataan bahwa banyak sekali orang-orang Kristiani melayani orang lain hanya karena pekerjaan mereka dan mereka dibayar untuk itu. Mungkin pemilik rumah penginapan itu akan menolong korban perampokan walaupun tidak menerima bayaran dari orang Samaria tersebut. Tetapi ada orang-orang lain yang tidak mau mengulurkan tangannya untuk melayani sesamanya kecuali kalau mereka itu telah memperoleh jawaban yang benar atas pertanyaan mereka yaitu: “Apakah yang dapat saya peroleh dari pelayanan saya itu?”
Niat atau maksud ada banyak hubungannya dengan pelayanan. Mungkin saja melakukan perbuatan baik dengan maksud yang buruk. Orang-orang Farisi berdoa, memberikan persembahan dan berpuasa, semuanya ini praktek-praktek keagamaan yang baik, tetapi maksudnya untuk mencari pujian orang, mencari kemuliaan sendiri, bukan untuk memuliakan Allah. Ini membuat mereka tidak menerima berkat Allah. Seandainya kita melayani mereka hanya karena kita dibayar untuk melakukan itu, maka kita memperlaku-kan mereka seperti pelanggan, bukan sebagai orang yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Jabatan-jabatan dalam gereja setempat biasanya diisi oleh sukarelawan-sukarelawati yang dipilih atau ditunjuk oleh jemaat atau Dewan Paroki. Tidak seorangpun dibayar karena menjadi prodiakon atau menjadi guru sekolah Minggu. Karena itu aktivis-aktivis paroki harus hati-hati mempertahanan maksud spiritual. Secara relatif sangatlah mudah mengisi suatu jabatan, tetapi sulit menggunakan jabatan. Kita akan di cap atau dikritik dan kita akan melalukan banyak pekerjaan sendirian. Bila masa kerja kita berakhir, kita mungkin tidak akan menerima penghargaan dari orang-orang yang kita layani.
Semuanya ini berarti bahwa kita tidak pernah boleh melayani atau mengabdi Tuhan dan umatNya dengan sikap yang opportunis. Jika kita berbuat demikian, kita akan kecewa dan tidak bahagia. Sebaliknya jika kita melayani, mengabdi dalam kasih, menghayati hidup yang berkenan pada Yesus Kristus, kita akan menikmati kepuasan dan berkat. Dan kita boleh yakin bahwa bila Dia datang kembali, Yesus Kristus akan mengajar kita untuk segala-galanya yang telah kita lakukan dalam namaNya.
Dari lima sikap yang diperlihatkan dalam perikop ini hanya ada satu sikap yang benar yaitu sikapnya orang Samaria yang baik dan murah hati itu dengan melakukan perbuatan kasih yang teruji.
Ketika Yesus mengucapkan kalimat “Lalu datang seorang Samaria…” (Luk 10:33), orang-orang Yahudi yang mendengarkankannya pasti terkejut. ‘Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria’ (Yoh 4:9). Orang lelaki Farisi yang sombong kalau berdoa pagi selalu bersyukur kepada Allah bahwa dia bukan wanita, bukan orang kafir, atau bukan orang Samaria, dan sebagian orang-orang Farisi berdoa agar orang-orang Samaria dikucilkan dari kebangkitan. Orang Kafir dapat menjadi orang Yahudi proselit, tetapi bukan orang Samaria. Mengapa orang-orang Yahudi bermusuhan dengan orang-orang Samaria? Awalnya permusuhan ini adalah, pada tahun 722 sebelum masehi kerajaan Utara Israel diserbu dan ditaklukkan oleh Asiria. Sekitar 20.000 orang Yahudi dideportasi ke luar negeri di tempat mereka diisi oleh orang-orang asing sebanyak kurang lebih 20.000 orang juga. Orang asing pendatang ini lalu menikah dengan orang Yahudi yang tertinggal dan anak-anak mereka ini menjadi bangsa campuran. Orang-orang indo begitulah. Orang-orang Yahudi yang masih murni Yahudi menolak bergaul dengan orang-orang Samaria ini (orang indo), sehingga orang-orang Samaria mendirikan bait mereka sendiri, mempunyai imam-imam sendiri dan juga mem-punyai upacara keagamaan sendiri. Orang-orang Samaria ini mengatakan bahwa Gunung Gerizim adalah tempat yang ditunjuk oleh Allah untuk melakukan ibadat dan bukannya Gunung Sion.
Ternyata orang yang mengulurkan tangan untuk menolong orang Yahudi yang dirampok ini adalah orang Samaria. Ternyata Yesus memilih orang Samaria untuk perumpamaanNya. Orang Samaria tidak mengijinkan rintangan kebangsaan atau keagamaan menghalang-halangi dia untuk menolong orang Yahudi yang menjadi korban perampokan. Apakah orang Yahudi yang menjadi korban perampokan ini waktu ditolong orang Samaria memprotes atau tidak, kita tidak tahu. Orang Samaria tidak menyalahkan orang Yahudi yang tergeletak setengah mati itu karena sikap kolektif dari kedua bangsa tersebut dan menggunakannya sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa. Dia berani bertindak dengan kasih yang teruji sebagai seorang individu yang penuh perhatian.
Bila kita melihat belas kasihan dari orang Samaria yang tertulis pada Luk 10:33 : “Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan”, ini dalam bahasa Inggris artinya compassion bukan pity. Kata Yunaninya berarti ide kehidupan batin yang tersentuh dan tergerak secara mendalam. Kata tersebut yang digunakan untuk melukiskan perasaan Tuhan Yesus ketika Dia melihat para pendosa yang sesat. Dan pada Mat 18:17 dikatakan: “Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya”, cinta kasih seperti raja inilah yang menggerakan kita untuk melayani orang-orang lain dan tidak hanya memikirkan diri sendiri. Sangat menarik untuk dicatat bahwa kata yang diterjemahkan compassion (belas kasihan) umumnya dipergunakan dalam Perjanjian Baru dalam hubungannya dengan Yesus Kristus. Bila kita menunjukkan belas kasihan kepada orang lain kita memperlakukan mereka atas cara Tuhan memperlakukan kita. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (Yoh 4:19).
Pada Luk 10:34 dikatakan: “Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya:. Bagi orang Samaria itu, kasih tidak melihat penghalang-penghalang. Kasih melihat kesempatan-kesempatan. Imam dan orang Lewi itu tidak mau secara pribadi mengadakan kontak dengan orang yang menjadi korban perampokan tersebut, tetapi orang Samaria dengan sukarela dan ikhlas mengadakan kontak dengan orang yang menjadi korban perampokan.
Tidaklah cukup kita mengadakan kontak dengan sesama kita, atau bahkan kita memperlihatkan belas kasihan. Kita harus maju melangkah lebih jauh dan melakukan sesuatu yang nyata dan praktis. Orang Samaria bertindak, berbuat sesuatu yang nyata, meskipun dia sendiri juga harus mengurus hidupnya sendiri. Sedangkan ahli Taurat hanya dapat berbicara saja, tetapi tidak mau berbuat sesuatu.
Orang Samaria telah bersedia memberikan waktunya yang sangat berharga, tenaga dan hartanya untuk orang asing yang sangat membutuhkan uluran tangannya. Perbuatan pelayanan, yang didorong oleh belas kasih yang teruji, sangat berkenan pada Tuhan, menolong pada yang membutuhkan pertolongan dan mendatangkan berkat bagi yang melayani.
Bagi para penyamun yang tertulis dalam Luk 10:25-37, ketika mereka melihat orang yang akan dalam perjalanan turun dari Yerusalem ke Yeriko, mereka tidak melihat sesama makhluk manusia atau ciptaan yang diciptakan menurut gambar atau citra Allah. Mereka melihat seseorang yang dapat mereka peras. Tidak menjadi soal bagaimana mereka menyiksa dan melukai dia, asal mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Filsafat mereka adalah, “Milikmu adalah milik saya – saya akan mengambilnya!”
Allah memberikan kepada kita barang-barang un-tuk dipergunakan dan memberikan kepada kita orang-orang untuk dicintai. Jika kita mulai mencintai barang-barang, kita akan mulai menggunakan orang-orang, dan ini namanya pemerasan atau penindasan. Jika kita mengambil dari orang lain, tetapi dengan cara tertentu tidak mau memberi, kita memeras dan menindas. Yesus tidak pernah memeras seorangpun. Dia selalu memberikan kembali lebih banyak daripada yang Dia minta. Dia selalu membuat seseorang dalam keadaannya yang lebih baik dari pada ketika Dia menemukannya. Tuhan memandang pekerja lebih penting daripada pekerjaan.
Kita harus waspada terhadap sikap memandang seseorang dan bertanya kepada diri kita sendiri, “Apa yang dapat saya peroleh dari dia?” Inilah sikap yang menjiwai para penyamun dalam perumpamaan di atas. Mungkin kita tidak secara brutal memukul orang lain dan melukai tubuh mereka, tetapi bisa terjadi kita melukai mereka dengan kata-kata dan sikap kita.
Kemudian kita lihat Yeriko adalah tempat tinggal para imam, sehingga para imam dan orang-orang Lewi akan sering hilir mudik melewati jalan yang menuju dari Yerusalem ke Yeriko. Sebenarnya kita pasti mengharapkan kedua pemimpin agama ini melakukan sesuatu untuk menolong korban yang tergeletak di tepi jalan. Tetapi kedua mereka itu lewat begitu saja tanpa berbuat apa-apa.
Kita dapat memikirkan tentang alasan-alasan yang dapat diberikan oleh kedua orang itu untuk membela sikap mereka. Mungkin kita sendiri menggunakan alasan-alasan yang sama untuk membenarkan kekurangan kasih dan perhatian kita terhadap sesama.
^ “Saya telah melayani di Bait Allah. Saya telah melakukan tugas bagian saya”.
Betapa anehnya bahwa suatu bentuk karya spiritual bersaing dengan karya yang lain. Terlalu banyak orang Kristiani minta dibebaskan dari pelayanan pribadi bagi orang-orang tidak mampu atas dasar bahwa mereka menduduki jabatan dalam Gereja.
^ “Saya telah lama meninggalkan rumah dan saya perlu cepat-cepat pulang”.
Pelayanan para imam dibagi menjadi 24 giliran dan mereka melayani menurut suatu rencana supaya me-reka tidak absen dari rumah terus menerus. Mungkin bagi imam atau Lewi melayani di Bait Allah merupakan persembahan bagi Tuhan, tetapi tidak ada persem-bahan yang dapat menggantikan pelayanan yang penuh dengan belas kasihan. Yesus berkata: “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan” (Mat 9:13).
^ “Itu bukan kesalahan saya”.
Tetapi mungkin ya. Tetapi mengapa pemimpin-pemimpin agama tidak melakukan sesuatu berhubung dengan jalan yang berbahaya itu? Pada kejadian 4:9 dikatakan, Kain bertanya: “Apakah aku penjaga adikku?” dan jawabannya adalah: “Ya, tanpa memandang bangsa atau warna kulit adikmu”. Jika dengan menjadi orang Kristiani tidak membuat kita menjadi manusia lebih baik, ada sesuatu yang salah dengan Kekristenan kita.
^ “Biarlah orang lain melakukan itu”.
Imam mungkin berkata, “Nah, Lewi datang di belakang saya, maka biar dia saja yang mengerjakannya”. Dan ketika Lewi muncul, mungkin dia berkata, “Imam tidak berbuat apa-apa, maka mengapa saya harus berbuat sesuatu?” Kita selalu dapat menemukan seseorang untuk kita jadikan kambing hitam untuk membenarkan kelalaian kita sendiri. Kegagalan untuk melakukan sesuatu hal yang baik sama dosanya dengan melakukan sesuatu yang buruk. Yakobus menulis: “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak 4:17).
Jika kita menjalani hidup ini dengan menempuh jalan kita sendiri maka orang-orang yang membutuhkan kita akan merupakan gangguan bagi kita. Tetapi juga kita menjalani hidup ini dengan membagikan kasih Kristus, setiap ‘gangguan’ akan menjadi sebuah kesempatan untuk melayani bagi kemuliaan Allah.
Kemudian kita sadar bahwa Kristus tidak mema-sukkan baik ahli hukum Taurat maupun pemilik penginapan dalam penerapanNya, karena Dia bertanya, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” (Luk 10:36). Tetapi lebih baik kalau kita memasukkan mereka juga karena mereka menolong kita mengerti dengan lebih baik tentang diri kita sendiri.
Tentu saja ahli hukum adalah seorang ahli dalam hukum Perjanjian Lama. Dia adalah ahli teologi yang profesional, terlatih dan terdidik untuk memeriksa firman Allah dan menerapkan dalam hidup sehari-hari. Salah satu pertanyaan yang dibicarakan oleh para ahli hukum pada jaman itu adalah, “Apa yang harus diperbuat agar manusia dapat mewarisi hidup kekal?” Dia mengajukan pertanyaan itu kepada Yesus dengan harapan dapat menjerat Yesus dalam argu-mentasi, tetapi Tuhan Yesus ternyata terlalu bijaksana untuk dia. Dari pada mengakui kekalahannya, ahli hu-kum itu mencoba menghindar dengan diskusi akademis tentang definisi-definisi: “Siapa sesamaku?”
Salah satu jalan yang terbaik untuk tidak mengerja-kan apa-apa adalah mendiskusikannya. Kita beranggapan kita telah memecahkan suatu masalah atau memenuhi keutuhan karena kita telah menyelenggarakan pertemuan panitia. Mendiskusikan telah menjadi pengganti untuk berbuat. Kita mengadakan konferensi-konferensi tentang kejahatan, tetapi kejahatan tetap tumbuh berkembang. Gereja-gereja menyelengarakan konvensi-konvensi yang mahal tentang memenangkan dunia yang sesat dan masih sangat sedikit anggota-anggota Gereja berusaha menjadi saksi bagi sesama mereka.
Yesus membawa ahli hukum untuk melihat kejadian yang konkrit tentang orang yang telah dipukuli dan dirampok. Memang mudah mendiskusikan topik-topik yang bersifat umum, tetapi sulit untuk terlibat dalam membantu kebutuhan-kebutuhan sesama yang khu-sus. Ahli hukum merasa lebih aman mendiskusikan teori-teori, tetapi dia gugup jika sampai pada penerapan pribadi. Dia tidak dapat melihat bahwa pertanyaan yang penting bukanlah “Siapa sesamaku?” tetapi “Kepada siapa saya dapat menjadi sesama?”
Betapa mudah menjadi seperti ahli hukum ini dan mengganti kasih dengan hukum. Kita menaati aturan dan beranggapan kita telah mengabdi Allah. Kita men-jelaskan suatu ajaran dan beranggapan kita telah tumbuh secara rohani. Orang-orang yang berada dalam kemiskinan bukanlah problem yang hanya dijadikan bahan diskusi. Mereka adalah orang-orang yang membutuhkan cinta kasih dan pelayanan kita. Berbicara tentang keutuhan itu perlu, tetapi pembicaraan itu tidak pernah boleh menggantikan perbuatan.
Bagi pemilik penginapan ini memang tidak lewat jalan di mana tergeletak orang yang baru mengalami perampokan. Jadi dia tidak tahu bahwa ada orang terkapar di tepi jalan karena dianiaya perampok. Karena itu kita tidak akan mengecam pemilik penginapan itu karena tidak berada di jalan untuk menolong orang yang menjadi korban perampokan. Dia harus meng-urus dan menangani penginapannya dan karena itu dia sangat sibuk. Tetapi kita dapat menggunakan pe-milik rumah penginapan ini untuk menggambarkan kenyataan bahwa banyak sekali orang-orang Kristiani melayani orang lain hanya karena pekerjaan mereka dan mereka dibayar untuk itu. Mungkin pemilik rumah penginapan itu akan menolong korban perampokan walaupun tidak menerima bayaran dari orang Samaria tersebut. Tetapi ada orang-orang lain yang tidak mau mengulurkan tangannya untuk melayani sesamanya kecuali kalau mereka itu telah memperoleh jawaban yang benar atas pertanyaan mereka yaitu: “Apakah yang dapat saya peroleh dari pelayanan saya itu?”
Niat atau maksud ada banyak hubungannya dengan pelayanan. Mungkin saja melakukan perbuatan baik dengan maksud yang buruk. Orang-orang Farisi berdoa, memberikan persembahan dan berpuasa, semuanya ini praktek-praktek keagamaan yang baik, tetapi maksudnya untuk mencari pujian orang, mencari kemuliaan sendiri, bukan untuk memuliakan Allah. Ini membuat mereka tidak menerima berkat Allah. Seandainya kita melayani mereka hanya karena kita dibayar untuk melakukan itu, maka kita memperlaku-kan mereka seperti pelanggan, bukan sebagai orang yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Jabatan-jabatan dalam gereja setempat biasanya diisi oleh sukarelawan-sukarelawati yang dipilih atau ditunjuk oleh jemaat atau Dewan Paroki. Tidak seorangpun dibayar karena menjadi prodiakon atau menjadi guru sekolah Minggu. Karena itu aktivis-aktivis paroki harus hati-hati mempertahanan maksud spiritual. Secara relatif sangatlah mudah mengisi suatu jabatan, tetapi sulit menggunakan jabatan. Kita akan di cap atau dikritik dan kita akan melalukan banyak pekerjaan sendirian. Bila masa kerja kita berakhir, kita mungkin tidak akan menerima penghargaan dari orang-orang yang kita layani.
Semuanya ini berarti bahwa kita tidak pernah boleh melayani atau mengabdi Tuhan dan umatNya dengan sikap yang opportunis. Jika kita berbuat demikian, kita akan kecewa dan tidak bahagia. Sebaliknya jika kita melayani, mengabdi dalam kasih, menghayati hidup yang berkenan pada Yesus Kristus, kita akan menikmati kepuasan dan berkat. Dan kita boleh yakin bahwa bila Dia datang kembali, Yesus Kristus akan mengajar kita untuk segala-galanya yang telah kita lakukan dalam namaNya.
Dari lima sikap yang diperlihatkan dalam perikop ini hanya ada satu sikap yang benar yaitu sikapnya orang Samaria yang baik dan murah hati itu dengan melakukan perbuatan kasih yang teruji.
Ketika Yesus mengucapkan kalimat “Lalu datang seorang Samaria…” (Luk 10:33), orang-orang Yahudi yang mendengarkankannya pasti terkejut. ‘Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria’ (Yoh 4:9). Orang lelaki Farisi yang sombong kalau berdoa pagi selalu bersyukur kepada Allah bahwa dia bukan wanita, bukan orang kafir, atau bukan orang Samaria, dan sebagian orang-orang Farisi berdoa agar orang-orang Samaria dikucilkan dari kebangkitan. Orang Kafir dapat menjadi orang Yahudi proselit, tetapi bukan orang Samaria. Mengapa orang-orang Yahudi bermusuhan dengan orang-orang Samaria? Awalnya permusuhan ini adalah, pada tahun 722 sebelum masehi kerajaan Utara Israel diserbu dan ditaklukkan oleh Asiria. Sekitar 20.000 orang Yahudi dideportasi ke luar negeri di tempat mereka diisi oleh orang-orang asing sebanyak kurang lebih 20.000 orang juga. Orang asing pendatang ini lalu menikah dengan orang Yahudi yang tertinggal dan anak-anak mereka ini menjadi bangsa campuran. Orang-orang indo begitulah. Orang-orang Yahudi yang masih murni Yahudi menolak bergaul dengan orang-orang Samaria ini (orang indo), sehingga orang-orang Samaria mendirikan bait mereka sendiri, mempunyai imam-imam sendiri dan juga mem-punyai upacara keagamaan sendiri. Orang-orang Samaria ini mengatakan bahwa Gunung Gerizim adalah tempat yang ditunjuk oleh Allah untuk melakukan ibadat dan bukannya Gunung Sion.
Ternyata orang yang mengulurkan tangan untuk menolong orang Yahudi yang dirampok ini adalah orang Samaria. Ternyata Yesus memilih orang Samaria untuk perumpamaanNya. Orang Samaria tidak mengijinkan rintangan kebangsaan atau keagamaan menghalang-halangi dia untuk menolong orang Yahudi yang menjadi korban perampokan. Apakah orang Yahudi yang menjadi korban perampokan ini waktu ditolong orang Samaria memprotes atau tidak, kita tidak tahu. Orang Samaria tidak menyalahkan orang Yahudi yang tergeletak setengah mati itu karena sikap kolektif dari kedua bangsa tersebut dan menggunakannya sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa. Dia berani bertindak dengan kasih yang teruji sebagai seorang individu yang penuh perhatian.
Bila kita melihat belas kasihan dari orang Samaria yang tertulis pada Luk 10:33 : “Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan”, ini dalam bahasa Inggris artinya compassion bukan pity. Kata Yunaninya berarti ide kehidupan batin yang tersentuh dan tergerak secara mendalam. Kata tersebut yang digunakan untuk melukiskan perasaan Tuhan Yesus ketika Dia melihat para pendosa yang sesat. Dan pada Mat 18:17 dikatakan: “Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya”, cinta kasih seperti raja inilah yang menggerakan kita untuk melayani orang-orang lain dan tidak hanya memikirkan diri sendiri. Sangat menarik untuk dicatat bahwa kata yang diterjemahkan compassion (belas kasihan) umumnya dipergunakan dalam Perjanjian Baru dalam hubungannya dengan Yesus Kristus. Bila kita menunjukkan belas kasihan kepada orang lain kita memperlakukan mereka atas cara Tuhan memperlakukan kita. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (Yoh 4:19).
Pada Luk 10:34 dikatakan: “Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya:. Bagi orang Samaria itu, kasih tidak melihat penghalang-penghalang. Kasih melihat kesempatan-kesempatan. Imam dan orang Lewi itu tidak mau secara pribadi mengadakan kontak dengan orang yang menjadi korban perampokan tersebut, tetapi orang Samaria dengan sukarela dan ikhlas mengadakan kontak dengan orang yang menjadi korban perampokan.
Tidaklah cukup kita mengadakan kontak dengan sesama kita, atau bahkan kita memperlihatkan belas kasihan. Kita harus maju melangkah lebih jauh dan melakukan sesuatu yang nyata dan praktis. Orang Samaria bertindak, berbuat sesuatu yang nyata, meskipun dia sendiri juga harus mengurus hidupnya sendiri. Sedangkan ahli Taurat hanya dapat berbicara saja, tetapi tidak mau berbuat sesuatu.
Orang Samaria telah bersedia memberikan waktunya yang sangat berharga, tenaga dan hartanya untuk orang asing yang sangat membutuhkan uluran tangannya. Perbuatan pelayanan, yang didorong oleh belas kasih yang teruji, sangat berkenan pada Tuhan, menolong pada yang membutuhkan pertolongan dan mendatangkan berkat bagi yang melayani.
(St. ST).
Tangan Di Atas
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami peristiwa yang kita anggap biasa dan sederhana. Melalui peristiwa ini, Allah membentuk dan menyem-purnakan hidup kita. Menyadari hal tersebut maka kita perlu bersikap rendah hati dan bersyukur atas setiap peritiwa yang terjadi. Setiap peristiwa yang kita alami adalah perwujudan kasih yang diberikan Allah kepada kita dan kita adalah yang menjadi perpanjangan tangan-Nya dalam setiap perbuatan kasih.
Tuhan itu pengasih pada setiap orang, marilah kita berlomba-lomba mencari kebaikan-kebaikan, jangan-lah terlambat untuk berbuat baik. Banyak contoh yang dapat kita ungkapkan sebagai wujud perbuatan baik kita. Alkisah ada seorang ibu yang mengidap penyakit jantung, setiap hari dalam doanya ia mengucapkan “puji syukur dan terima kasih Tuhan, sebabmelalui penyakit ini Engkau membawaku semakin dekat pada-Mu” doa syafaat yang sederhana ini membawa mujizat, dimana ibu tersebut merasa tidak terbeban dengan penyakitnya. Betapa pentingnya bersyukur atas segala kasih Allah yang selalu hadir dalam hidup kita. Sebab Tuhan mengetahui apa yang kita butuhkan dan Ia memberikan tepat pada waktunya.
Dalam Lukas 17 : 11 – 19 mengajari kita untuk selalu bersyukur atas kasihNya, karena kita tahu bahwa Allah lebih dulu mengasihi kita. Kita sering lupa bahwa bersyukur adalah kebutuhan pokok hidup kita. Karena pada saat bersyukur, kita sedang diuji seberapa besar kasih kita kepada Allah melalui perbuatan baik kita kepada sesama. Sebab hanya orang yang bersyukurlah yang dapat merasakan kebaikan-kebaikan Allah. Jika kita menyadari hal ini, bersyukur kepada Allah adalah hal yang wajar, bahkan harus! Karena olehNyalah kita dapat melakukan sabdaNya. Melalui perbuatan-perbuatan kasih kita kepada sesama, jangan biakan “tangan diatas” dari hidup kita berlalu begitu saja. Karena Tuhan sudah memberikan teramat banyak kepada kita, terlebih Ia telah memberikan rahmat yang istimewa.
Datanglah dan bersembah sujudlah pada kemuliaanNya. Sehingga kita akan terus menerus diberikan kesempatan berbuat kasih, biarlah kasih itu teruji oleh perbuatan baik kita.
Tuhan Yesus ajarilah kami untuk bersyukur atas setiap kasih yang Kau berikan kepada kami dan kesempatan buat kami bagi-bagikan kepada saudara-saudara kami yang membutuhkan. Biarlah untuk “tangan diatas” menjadikan tindakan iman kami sehari-hari.
( diar sanjaya.SK 11-08 )
Tuhan itu pengasih pada setiap orang, marilah kita berlomba-lomba mencari kebaikan-kebaikan, jangan-lah terlambat untuk berbuat baik. Banyak contoh yang dapat kita ungkapkan sebagai wujud perbuatan baik kita. Alkisah ada seorang ibu yang mengidap penyakit jantung, setiap hari dalam doanya ia mengucapkan “puji syukur dan terima kasih Tuhan, sebabmelalui penyakit ini Engkau membawaku semakin dekat pada-Mu” doa syafaat yang sederhana ini membawa mujizat, dimana ibu tersebut merasa tidak terbeban dengan penyakitnya. Betapa pentingnya bersyukur atas segala kasih Allah yang selalu hadir dalam hidup kita. Sebab Tuhan mengetahui apa yang kita butuhkan dan Ia memberikan tepat pada waktunya.
Dalam Lukas 17 : 11 – 19 mengajari kita untuk selalu bersyukur atas kasihNya, karena kita tahu bahwa Allah lebih dulu mengasihi kita. Kita sering lupa bahwa bersyukur adalah kebutuhan pokok hidup kita. Karena pada saat bersyukur, kita sedang diuji seberapa besar kasih kita kepada Allah melalui perbuatan baik kita kepada sesama. Sebab hanya orang yang bersyukurlah yang dapat merasakan kebaikan-kebaikan Allah. Jika kita menyadari hal ini, bersyukur kepada Allah adalah hal yang wajar, bahkan harus! Karena olehNyalah kita dapat melakukan sabdaNya. Melalui perbuatan-perbuatan kasih kita kepada sesama, jangan biakan “tangan diatas” dari hidup kita berlalu begitu saja. Karena Tuhan sudah memberikan teramat banyak kepada kita, terlebih Ia telah memberikan rahmat yang istimewa.
Datanglah dan bersembah sujudlah pada kemuliaanNya. Sehingga kita akan terus menerus diberikan kesempatan berbuat kasih, biarlah kasih itu teruji oleh perbuatan baik kita.
Tuhan Yesus ajarilah kami untuk bersyukur atas setiap kasih yang Kau berikan kepada kami dan kesempatan buat kami bagi-bagikan kepada saudara-saudara kami yang membutuhkan. Biarlah untuk “tangan diatas” menjadikan tindakan iman kami sehari-hari.
Orang Kudus
Yohanes de Britto, Martir
Yohanes de Britto adalah anak seorang perwira tinggi. Ketika masih kanak-kanak, ia bersahabat baik dengan Don Pedro, yang kemudian menjadi raja Portugal. Ketika menanjak remaja, ia tidak suka bergaul dengan kawan-kawannya yang lebih tertarik pada gaya hidup istana yang serba gemerlap.
Suatu ketika ia jatuh sakit, tetapi segera sembuh lagi berkat doa ibunya dengan perantaraan Santo Fransiskus Xaverius. Mulai sejak itu, ibunya mempersembahkan dia kepada Santo Fransiskus dengan devosi yang tetap. Devosi ini menumbuhkan dalam dirinya minat untuk mengikuti jejak Fransiskus Xaverius. la bercita-cita menjadi seorang misionaris seperti halnya Fransiskus Xaverius.
Pada hari raya Nata1 tahun 1662, ia masuk novisiat Serikat Yesus di Lisabon. Di hadapan Kanak-kanak Yesus yang terbaring di kandang Nata1 biaranya, ia berdoa dan memohon kiranya ia diutus ke Jepang sebagai misionaris. Pada waktu itu, Jepang sudah menjadi sebuah wilayah misi di Asia. Tetapi Tuhan mempunyai suatu rencana lain atas dirinya. Oleh pimpinannya, ia ditempatkan sebagai misionaris di India, sebuah wilayah misi yang sangat sulit. Ketika mertdengar berita itu, ibunya segera menghubungi Duta Sri Paus dan pembesar lainnya untuk membatalkan kembali keputusan atas diri anaknya. Bagi dia, penempatan itu sangat berbahaya bagi anaknya.
Tetapi Yohanes dengan tenang menjelaskan segala sesuatu kepada ibunya. “Tuhanlah yang memanggil aku. Aku tak mampu berbuat sesuatu selain menerima keputusan itu dengan iman sambil menyerahkan diri pada kebaikan Allah. Tidak mendengarkan panggilan Tuhan sama saja dengan membangkitkan amarah Tuhan atas kita. Dalam nama Tuhan, aku bersedia berangkat ke India untuk mewartakan Injil Kristus” demikian katanya kepada ibunya. Karena keteguhan imannya akan rencana Allah, ia sang-gup mengatasi segala rintangan yang menghadang. Ibunya sendiri akhirnya merelakan dia pergi ke India demi Injil Yesus Kristus.
Wilayah misi India masa itu masih sangat rawan. Yohanes dengan penuh semangat berkarya demi penyebaran Injil Kristus selama 20 tahun di tengah-tengah aneka rintangan dan hadangan, penderitaan dan kekurangan. Keberhasilannya mempertobatkan orang-orang India membawa dia kepada kematian yang mengerikan. la ditangkap, dianiaya dan dipenjarakan, kemudian mati dipenggal kepalanya pada tanggal 4 Februari 1693.
Suatu ketika ia jatuh sakit, tetapi segera sembuh lagi berkat doa ibunya dengan perantaraan Santo Fransiskus Xaverius. Mulai sejak itu, ibunya mempersembahkan dia kepada Santo Fransiskus dengan devosi yang tetap. Devosi ini menumbuhkan dalam dirinya minat untuk mengikuti jejak Fransiskus Xaverius. la bercita-cita menjadi seorang misionaris seperti halnya Fransiskus Xaverius.
Pada hari raya Nata1 tahun 1662, ia masuk novisiat Serikat Yesus di Lisabon. Di hadapan Kanak-kanak Yesus yang terbaring di kandang Nata1 biaranya, ia berdoa dan memohon kiranya ia diutus ke Jepang sebagai misionaris. Pada waktu itu, Jepang sudah menjadi sebuah wilayah misi di Asia. Tetapi Tuhan mempunyai suatu rencana lain atas dirinya. Oleh pimpinannya, ia ditempatkan sebagai misionaris di India, sebuah wilayah misi yang sangat sulit. Ketika mertdengar berita itu, ibunya segera menghubungi Duta Sri Paus dan pembesar lainnya untuk membatalkan kembali keputusan atas diri anaknya. Bagi dia, penempatan itu sangat berbahaya bagi anaknya.
Tetapi Yohanes dengan tenang menjelaskan segala sesuatu kepada ibunya. “Tuhanlah yang memanggil aku. Aku tak mampu berbuat sesuatu selain menerima keputusan itu dengan iman sambil menyerahkan diri pada kebaikan Allah. Tidak mendengarkan panggilan Tuhan sama saja dengan membangkitkan amarah Tuhan atas kita. Dalam nama Tuhan, aku bersedia berangkat ke India untuk mewartakan Injil Kristus” demikian katanya kepada ibunya. Karena keteguhan imannya akan rencana Allah, ia sang-gup mengatasi segala rintangan yang menghadang. Ibunya sendiri akhirnya merelakan dia pergi ke India demi Injil Yesus Kristus.
Wilayah misi India masa itu masih sangat rawan. Yohanes dengan penuh semangat berkarya demi penyebaran Injil Kristus selama 20 tahun di tengah-tengah aneka rintangan dan hadangan, penderitaan dan kekurangan. Keberhasilannya mempertobatkan orang-orang India membawa dia kepada kematian yang mengerikan. la ditangkap, dianiaya dan dipenjarakan, kemudian mati dipenggal kepalanya pada tanggal 4 Februari 1693.
Isidorus dari Mesir, Pengaku Iman
Semenjak masa mudanya, Isidorus menjalani suatu cara hidup tapa yang keras di gurun pasir Mesir. Di mata rekan-rekannya, ia dikenal sebagai pertapa yang saleh dan ramah kepada siapa saja yang datang kepadanya meminta bimbingan. la rajin berdoa dan bekerja. Doa-doa Mazmur senantiasa didengung-kannya sepanjang ia bekerja. Apabila rekan-rekannya menyuruh dia beristirahat, ia menjawab: “Hidup Yesus penuh dengan kerja dan doa. Karena itu kita pun hendaknya berbuat yang sama seperti Yesus. Sekalipun saya dibunuh, dibakar dan abu jenazahku ditebarkan ke udara, semuanya itu belumlah cukup sebagai balasan kepada Yesus, Guruku”.
Suatu ketika tatkala ia kembali dari kunjungannya kepada Uskup Theofilus di kota Aleksandria, rekan-rekannya menanyai dia tentang segala sesuatu yang dilihatnya di kota. Pertanyaan itu dijawab dengan mengatakan: “Saya tidak melihat apa-apa selain Uskup Theofilus”. Maksudnya dengan jawaban ini ialah untuk menyadarkan rekan-rekannya akan pentingnya hal pengendalian diri bagi seorang pertapa di tengah-tengah kegemerlapan dunia dan berbagai kesenang-an.duniawi, agar tidak mengganggu persatuannya dengan Kristus. Ia meninggal dunia pada tahun 390.
Suatu ketika tatkala ia kembali dari kunjungannya kepada Uskup Theofilus di kota Aleksandria, rekan-rekannya menanyai dia tentang segala sesuatu yang dilihatnya di kota. Pertanyaan itu dijawab dengan mengatakan: “Saya tidak melihat apa-apa selain Uskup Theofilus”. Maksudnya dengan jawaban ini ialah untuk menyadarkan rekan-rekannya akan pentingnya hal pengendalian diri bagi seorang pertapa di tengah-tengah kegemerlapan dunia dan berbagai kesenang-an.duniawi, agar tidak mengganggu persatuannya dengan Kristus. Ia meninggal dunia pada tahun 390.
MISA PSE Meningkatkan Semangat Pelayanan
Tidak biasanya dan so pasti luar biasa, kurang lebih 50 pengurus PSE dari semua seksi; kesehatan, BIL, karitatif, anak asuh, kardiwilasa, dan koperasi bisa hadir dalam misa tersebut. Memang betul semangat pelayanan harus terus ditumbuhkan pada hati kita masing-masing pengurus PSE agar semangat tersebut berbuah dalam pelayanan yang penuh empati.
Dalam homilinya, Pastor Ridwan menyampaikan semangat pelayanan melalui cerita kecil dan sederhana tetapi besar artinya bagi kita tentang bagaimana peduli terhadap orang-orang yang menderita. Setelah 2 bulan penuh belajar melayani umat di paroki melalui kegiatan bakti kesehatan, operasi katarak, dan memberikan kepedulian buat saudara kita yang berkekurangan agar dapat sedikit mencicipi manisnya natal. Kami para pengurus perlu di “charge” dengan perjamuan ekaristi supaya dikuatkan kembali untuk pelayanan selanjutnya.
Atas nama pengurus kami ucapkan terima kasih kepada para donatur yang memberikan dukungan secara moril maupun materi, atas kepeduliannya berbagi dengan umat yang tidak mampu dan sekali lagi terima kasih banyak kepada saudara seiman yang telah membantu pelayanan hingga dapat berjalan dengan baik. Tuhan memberkati!
Dalam homilinya, Pastor Ridwan menyampaikan semangat pelayanan melalui cerita kecil dan sederhana tetapi besar artinya bagi kita tentang bagaimana peduli terhadap orang-orang yang menderita. Setelah 2 bulan penuh belajar melayani umat di paroki melalui kegiatan bakti kesehatan, operasi katarak, dan memberikan kepedulian buat saudara kita yang berkekurangan agar dapat sedikit mencicipi manisnya natal. Kami para pengurus perlu di “charge” dengan perjamuan ekaristi supaya dikuatkan kembali untuk pelayanan selanjutnya.
Atas nama pengurus kami ucapkan terima kasih kepada para donatur yang memberikan dukungan secara moril maupun materi, atas kepeduliannya berbagi dengan umat yang tidak mampu dan sekali lagi terima kasih banyak kepada saudara seiman yang telah membantu pelayanan hingga dapat berjalan dengan baik. Tuhan memberkati!
Diar Sanjaya
Kisah Kelahiran Musa
Teks (Kel 2:1-10)
1 Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;
2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.
3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan t’er, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;
4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.
5 Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya.
6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: “Tentulah ini bayi orang Ibrani.”
7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: “Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?”
8 Sahut puteri Firaun kepadanya: “Baiklah.” Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.
9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: “Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu.” Kemudian pe-rempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya.
10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: “Karena aku telah menariknya dari air.”
Konteks
Pelaku utama kisah pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir adalah Allah. Meskipun kisah pembebasan sungguh-sungguh merupakan karya Allah, Musa menduduki tempat penting sebagai perantara pembebasan. Musa mendapatkan gelar yang hebat dan tinggi di antara bangsa Israel, namun ia adalah seorang manusia biasa. Musa, sebagai seorang pangeran Mesir, mempunyai gagasan hebat tentang pembebasan bangsanya yang sedang tertindas. Namun tanpa Allah, semua itu hanya sia-sia. Allahlah yang akan mendampingi Musa. Ia adalah Allah yang mau terlibat dengan hidup manusia, selalu menyertainya. Penyertaan dan penyelenggaraan Allah itu sudah mulai nampak sejak kelahiran Musa.
Tetapi jika kita melihat latar belakang kelahiran Musa, pemenuhan janji Allah itu terancam gagal. Mengapa demikian ? Seperti kita ketahui, dua belas orang anak Yakub dengan seluruh keluarganya menetap di Mesir. Setelah beberapa generasi, mereka bertambah banyak dan terus berkembang: “Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka” (Kel 1:7). Keberadaan orang-orang Israel yang banyak itu menyebabkan terjadinya ledakan penduduk di Mesir. Tetapi, di balik itu semua, Allah sedang memenuhi janjiNya pada Abraham: “Aku akan membuat engkau sangat banyak … dan engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa” (Kej 17:2-4).
Karena mereka tinggal di Mesir selama 430 tahun (Kel 12:40) dan Bait Allah selesai dibangun 480 tahun setelah pembuangan (1Raj 6:1) diresmikan Salomo pada tahun 950 SM, diperkirakan hal itu terjadi sekitar abad XIX SM. Penguasa Mesir pada abad XIX SM adalah bangsa Hyksos yang berasal dari Asia. Maka, tinggalnya anak-anak Yakub di Mesir kemungkinan terjadi pada masa bangsa Hyksos berkuasa. Kitab Suci tidak menyebutkan nama-nama Firaun. Namun yang jelas, Firaun penindasan dan pembebasan adalah Raja Mesir asli yang berkuasa setelah bangsa Hyksos diusir dari Mesir (1550 SM). Kemungkinan, Firaun penindasan adalah Rameses II (1290-1224 SM) sedangkan Firaun keluaran adalah penggantinya, Seti Merneptah II (1224-1214 SM). Sebab, satu-satunya teks Mesir yang menyebut nama Israel dibuat pada masa Merneptah.
Firaun baru “yang tidak mengenal Yusuf” (Kel 1:8) menganggap keberadaan sekelompok etnis imigran di bagian utara sebagai ancaman serius bagi negeri Mesir. Untuk mencegahnya, Firaun mengambil tindakan keras. Motif politis-militeristis dan ekonomis ini mengakibatkan terjadinya perbudakan. Para imigran yang disambut Firaun dari dinasti terdahulu dengan penuh persahabatan, sekarang dieksploitasi sebagai budak dalam pembangunan kota-kota perbekalan Mesir : Phitom dan Ramses. “Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembanglah mereka.” (Kel 1:12) Firaun pun bermaksud mengekang laju pertumbuhan demografis bangsa Israel dengan jalan genocide, pembunuhan secara sistematis pada semua bayi lelaki yang baru lahir. Namun di balik itu Allah mengatur jalannya cerita. Allah akan memperkenalkan karya pembebasan-Nya lewat tokoh Musa.
Struktur Teks
Teks dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1 ayat 1-4 : kelahiran dan pembuangan bayi Musa
2 ayat 5-6 : bayi Musa ditemukan oleh putri Firaun
3 ayat 7-10 : pengadopsian
Permenungan Teks
Kisah ini dibuka dengan kisah kelahiran sang bayi Musa. Tidak ada satu pun keajaiban yang terjadi, yang ada hanyalah suasana keterancaman. Ayat 2 men-ceritakan sang ibu menyembunyikan si anak. Ayat 3-4 membawa suasana keterancaman ini pada suatu tragedi : anak itu ditaruh dalam keranjang yang ditempatkan di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. Tetapi, anak itu tidak mati. Putri Firaun menemukan keranjang kecilnya pada waktu ia berpesiar bersama para pengiringnya.
Ketegangan cerita meningkat dengan adanya penemuan itu. Sang Putri segera mengetahui bahwa anak itu adalah anak orang Ibrani yang menurut perintah kerajaan Mesir harus dibunuh. Namun, “Ia menaruh belas kasihan pada anak itu ...” (bdk Mal 3:17). Menaruh belas kasihan berarti terjadi relasi intim antara orang tua dengan anak itu. Oleh karena kebaikan hati dari sang putri yang tergerak untuk mengadopsinya sebagai anaknya sendiri, anak itu menjadi bagian dari istana Firaun. Peng-adopsian itu dilakukan dengan prosedur legal zaman itu, yaitu dengan penyewaan seorang pengasuh. Dengan demikian, fokus utama kisah ini adalah pengadopsian anak oleh Putri Firaun, bukanlah kelahiran si anak.
Fokus kisah pada pengadopsian memungkinkan diperkenalkannya nama Mesir dari anak itu. Setelah selesai masa menyusu, anak itu diserahkan pada pemeliharaan sang Putri. Masa depan anak itu sekarang ada di tangan sang Putri. Sang Putri mengadopsi anak itu sehingga anak itu menjadi seorang pangeran Mesir. Ketika mengadopsinya, sang Putri menamainya Musa (ayat 10). Dalam kisah ini, Musa adalah orang pertama yang diberi nama. Nama keluarga kerajaan di Mesir biasanya tersusun dari beberapa ungkapan penghormatan dan nama suatu dewa, misal “dicintai oleh,” “dipilih oleh,” “keturunan dari,” Thoth, Ptah, Ra atau Amon. Karena waktu itu adalah zamannya dinasti Rameses, bayi yang diadopsi oleh putri Firaun itu mempunyai nama keluarga ‘Mes’. Umumnya, kata müš yang artinya “ditarik dari” dihubungkan dengan Ra, dewa matahari, sehingga menjadi Rames atau Rameses atau Ramoses. Dengan demikian, nama Mesir bayi itu adalah Ramoses. Putri Firaun itu kemungkinan adalah anak tertua Seti Merneptah I dan kakak dari raja yang sedang bertakhta, Rameses II. Sebenarnya, dia adalah ahli waris langsung mahkota Kerajaan Mesir tetapi terhalang oleh jenis kelaminnya. Sebagai gantinya, dia menyandang gelar “Putri Firaun” yang menjamin hak atas mahkota kerajaan bagi putra sulungnya. Namun karena ia tidak punya putra, maka Musa-lah yang menjadi ahli waris tahta, bukan dengan hak untuk menggantikan Firaun yang sedang bertakhta, tetapi untuk menggantikan kedudukan salah satu putranya (Josephus, Ant, II, ix, 7).
Kata masa (Ibrani : menarik keluar) memang homonim dengan kata möšè dari bahasa Mesir. Namun keduanya tidak saling berhubungan. Kata masa hanya digunakan dalam 2 Sam 22:17 (bdk Mzm 18:16). Istilah tersebut digunakan untuk menunjuk pada tindakan pertolongan dari Allah yang Mahabesar. Dengan demikian, redaktur kisah ini mengubah nama Mesir itu menjadi pujian Israel atas pembebasan. Pertolongan pada bayi ini dari air mengantisipasi pertolongan yang lebih besar yang dibawa melalui kekuatan diri Musa.
Kisah pengadopsian ini tidak sekedar memberi ke-terangan atas pemberian nama pada si anak. Kisah ini menempatkan Musa dalam lingkup kebudayaan Mesir. Musa akan menghabiskan masa kecilnya, paling tidak dari sejak ia lepas menyusu sampai masa dewasanya, di istana Mesir. Kisah ini malah meletakkan tokoh ini da-lam ironi : fasilitas kemenangan Israel dan Keluaran dari Mesir datang dari dalam tembok istana Firaun sendiri. Ironi itu memuncak dengan gambaran atas ibu kandung si anak, yang oleh Putri Firaun dipekerjakan sebagai inang pengasuh dan penyusu yang bertanggung jawab atas tahun-tahun pertama kehidupan Musa. Kisah ini tidak meng-gambarkan bahwa Musa adalah orang Mesir. Meskipun semua tanda fisiknya menunjukkan bahwa Musa adalah orang Mesir (lihat Kel 2:19), namun jelas bahwa Musa masuk dalam kebudayaan Mesir karena pengadopsian secara sah. Maka, sebenarnya kisah pengadopsian ini lebih mau menekankan asal muasal Musa. Musa benar-benar seorang Israel. Ia diadopsi dalam lingkup budaya Mesir tanpa kehilangan identitas ke-Israel-annya.
Kisah kelahiran-pengadopsian tidak terpisah dari kisah dalam Kel 1:15-22. Kisah tentang rencana Firaun membunuh semua bayi lelaki Israel ini merupakan konteks kelahiran si bayi. Firaun telah memerintahkan pembunuhan semua bayi lelaki Israel, pertama di tangan para bidan, kemudian di tangan semua orang Mesir. Maka, kelahiran Musa dari orang tua yang berasal dari suku Lewi terjadi dalam kepanikan. Karenanya, bayi Musa disembunyikan selama tiga bulan setelah kelahirannya namun kemudian diserahkan pada nasib yang tidak tentu. Sang pahlawan memulai hidupnya dalam suasana pertentangan orang Ibrani dengan bangsa Mesir. Kelahiran yang memberi pertanda konflik ini menegaskan posisi diri Musa di masa depan. Pertentangan itu menandai keseluruhan lingkup karirnya.
Asal-usul Musa dengan jelas ditempatkan sebelum kisah kelahirannya. Nama orang tua Musa memang tidak dituliskan (Kel 2:1-2, bdk Kel 6:19; Bil 26:59; 1Taw 6:3; 1Taw 23:13), namun jelas bahwa Musa diperlihatkan sebagai orang Israel, dari suku Lewi. Keluarga Musa benar-benar diperlihatkan, termasuk lewat peran saudarinya. Maka, kisah kelahiran dan pengadopsian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan hubungan antara si bayi dan bangsanya. Seperti semua bayi lelaki sebangsanya, hidup Musa terancam oleh keputusan Firaun. Namun, Musa bertahan hidup berkat kebaikan hati dan perlindungan dari penghuni istana Firaun sendiri. Meskipun demikian, pengadopsian ini tidak menentukan karirnya di masa depan. Musa bukanlah pahlawan bagi bangsa Mesir. Konteks kelahiran Musa memperlihatkan bahwa ia berada di bawah ancaman bangsa Mesir. Musa adalah pahlawan bagi bangsa Israel. Kisah kelahiran-adopsi Musa lebih mau memperlihatkan identifikasi anak itu dengan bangsanya sendiri.
Allah yang menyusun jalinan semua peristiwa itu. Allah adalah pelaku utama kisah ini meskipun dalam kisah hanya muncul sebagai tambahan saja. Allah yang menentukan jalannya sejarah dan cara Ia memasukinya (Mzm 75:2). Allah menunggu, membiarkan keseluruhan generasi bertumbuh, dan membiarkan peristiwa demi peristiwa berjalan. Ketika saatnya tiba, Ia tidak mengirimkan seorang pembebas yang telah dipersiapkan untuk tugas itu, namun seorang bayi. Sang pembebas masih harus bertumbuh dan mendewasakan diri pelan-pelan melalui kesulitan. Peristiwa-peristiwa ironis muncul sesuai dengan proyek pembebasan yang diinginkan dan diatur oleh Allah : Firaun menggunakan tindakan represif, namun yang terjadi adalah bangsa itu bertambah banyak; para bidan menipunya dengan cerdik; dan putrinya sendiri adalah salah seorang yang menyelamatkan anak yang akan menjadi sarana pembebasan di tangan Allah. Sungguh agung karya Allah dalam sejarah manusia.
1 Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;
2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.
3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan t’er, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;
4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.
5 Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya.
6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: “Tentulah ini bayi orang Ibrani.”
7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: “Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?”
8 Sahut puteri Firaun kepadanya: “Baiklah.” Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.
9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: “Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu.” Kemudian pe-rempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya.
10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: “Karena aku telah menariknya dari air.”
Konteks
Pelaku utama kisah pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir adalah Allah. Meskipun kisah pembebasan sungguh-sungguh merupakan karya Allah, Musa menduduki tempat penting sebagai perantara pembebasan. Musa mendapatkan gelar yang hebat dan tinggi di antara bangsa Israel, namun ia adalah seorang manusia biasa. Musa, sebagai seorang pangeran Mesir, mempunyai gagasan hebat tentang pembebasan bangsanya yang sedang tertindas. Namun tanpa Allah, semua itu hanya sia-sia. Allahlah yang akan mendampingi Musa. Ia adalah Allah yang mau terlibat dengan hidup manusia, selalu menyertainya. Penyertaan dan penyelenggaraan Allah itu sudah mulai nampak sejak kelahiran Musa.
Tetapi jika kita melihat latar belakang kelahiran Musa, pemenuhan janji Allah itu terancam gagal. Mengapa demikian ? Seperti kita ketahui, dua belas orang anak Yakub dengan seluruh keluarganya menetap di Mesir. Setelah beberapa generasi, mereka bertambah banyak dan terus berkembang: “Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka” (Kel 1:7). Keberadaan orang-orang Israel yang banyak itu menyebabkan terjadinya ledakan penduduk di Mesir. Tetapi, di balik itu semua, Allah sedang memenuhi janjiNya pada Abraham: “Aku akan membuat engkau sangat banyak … dan engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa” (Kej 17:2-4).
Karena mereka tinggal di Mesir selama 430 tahun (Kel 12:40) dan Bait Allah selesai dibangun 480 tahun setelah pembuangan (1Raj 6:1) diresmikan Salomo pada tahun 950 SM, diperkirakan hal itu terjadi sekitar abad XIX SM. Penguasa Mesir pada abad XIX SM adalah bangsa Hyksos yang berasal dari Asia. Maka, tinggalnya anak-anak Yakub di Mesir kemungkinan terjadi pada masa bangsa Hyksos berkuasa. Kitab Suci tidak menyebutkan nama-nama Firaun. Namun yang jelas, Firaun penindasan dan pembebasan adalah Raja Mesir asli yang berkuasa setelah bangsa Hyksos diusir dari Mesir (1550 SM). Kemungkinan, Firaun penindasan adalah Rameses II (1290-1224 SM) sedangkan Firaun keluaran adalah penggantinya, Seti Merneptah II (1224-1214 SM). Sebab, satu-satunya teks Mesir yang menyebut nama Israel dibuat pada masa Merneptah.
Firaun baru “yang tidak mengenal Yusuf” (Kel 1:8) menganggap keberadaan sekelompok etnis imigran di bagian utara sebagai ancaman serius bagi negeri Mesir. Untuk mencegahnya, Firaun mengambil tindakan keras. Motif politis-militeristis dan ekonomis ini mengakibatkan terjadinya perbudakan. Para imigran yang disambut Firaun dari dinasti terdahulu dengan penuh persahabatan, sekarang dieksploitasi sebagai budak dalam pembangunan kota-kota perbekalan Mesir : Phitom dan Ramses. “Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembanglah mereka.” (Kel 1:12) Firaun pun bermaksud mengekang laju pertumbuhan demografis bangsa Israel dengan jalan genocide, pembunuhan secara sistematis pada semua bayi lelaki yang baru lahir. Namun di balik itu Allah mengatur jalannya cerita. Allah akan memperkenalkan karya pembebasan-Nya lewat tokoh Musa.
Struktur Teks
Teks dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1 ayat 1-4 : kelahiran dan pembuangan bayi Musa
2 ayat 5-6 : bayi Musa ditemukan oleh putri Firaun
3 ayat 7-10 : pengadopsian
Permenungan Teks
Kisah ini dibuka dengan kisah kelahiran sang bayi Musa. Tidak ada satu pun keajaiban yang terjadi, yang ada hanyalah suasana keterancaman. Ayat 2 men-ceritakan sang ibu menyembunyikan si anak. Ayat 3-4 membawa suasana keterancaman ini pada suatu tragedi : anak itu ditaruh dalam keranjang yang ditempatkan di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. Tetapi, anak itu tidak mati. Putri Firaun menemukan keranjang kecilnya pada waktu ia berpesiar bersama para pengiringnya.
Ketegangan cerita meningkat dengan adanya penemuan itu. Sang Putri segera mengetahui bahwa anak itu adalah anak orang Ibrani yang menurut perintah kerajaan Mesir harus dibunuh. Namun, “Ia menaruh belas kasihan pada anak itu ...” (bdk Mal 3:17). Menaruh belas kasihan berarti terjadi relasi intim antara orang tua dengan anak itu. Oleh karena kebaikan hati dari sang putri yang tergerak untuk mengadopsinya sebagai anaknya sendiri, anak itu menjadi bagian dari istana Firaun. Peng-adopsian itu dilakukan dengan prosedur legal zaman itu, yaitu dengan penyewaan seorang pengasuh. Dengan demikian, fokus utama kisah ini adalah pengadopsian anak oleh Putri Firaun, bukanlah kelahiran si anak.
Fokus kisah pada pengadopsian memungkinkan diperkenalkannya nama Mesir dari anak itu. Setelah selesai masa menyusu, anak itu diserahkan pada pemeliharaan sang Putri. Masa depan anak itu sekarang ada di tangan sang Putri. Sang Putri mengadopsi anak itu sehingga anak itu menjadi seorang pangeran Mesir. Ketika mengadopsinya, sang Putri menamainya Musa (ayat 10). Dalam kisah ini, Musa adalah orang pertama yang diberi nama. Nama keluarga kerajaan di Mesir biasanya tersusun dari beberapa ungkapan penghormatan dan nama suatu dewa, misal “dicintai oleh,” “dipilih oleh,” “keturunan dari,” Thoth, Ptah, Ra atau Amon. Karena waktu itu adalah zamannya dinasti Rameses, bayi yang diadopsi oleh putri Firaun itu mempunyai nama keluarga ‘Mes’. Umumnya, kata müš yang artinya “ditarik dari” dihubungkan dengan Ra, dewa matahari, sehingga menjadi Rames atau Rameses atau Ramoses. Dengan demikian, nama Mesir bayi itu adalah Ramoses. Putri Firaun itu kemungkinan adalah anak tertua Seti Merneptah I dan kakak dari raja yang sedang bertakhta, Rameses II. Sebenarnya, dia adalah ahli waris langsung mahkota Kerajaan Mesir tetapi terhalang oleh jenis kelaminnya. Sebagai gantinya, dia menyandang gelar “Putri Firaun” yang menjamin hak atas mahkota kerajaan bagi putra sulungnya. Namun karena ia tidak punya putra, maka Musa-lah yang menjadi ahli waris tahta, bukan dengan hak untuk menggantikan Firaun yang sedang bertakhta, tetapi untuk menggantikan kedudukan salah satu putranya (Josephus, Ant, II, ix, 7).
Kata masa (Ibrani : menarik keluar) memang homonim dengan kata möšè dari bahasa Mesir. Namun keduanya tidak saling berhubungan. Kata masa hanya digunakan dalam 2 Sam 22:17 (bdk Mzm 18:16). Istilah tersebut digunakan untuk menunjuk pada tindakan pertolongan dari Allah yang Mahabesar. Dengan demikian, redaktur kisah ini mengubah nama Mesir itu menjadi pujian Israel atas pembebasan. Pertolongan pada bayi ini dari air mengantisipasi pertolongan yang lebih besar yang dibawa melalui kekuatan diri Musa.
Kisah pengadopsian ini tidak sekedar memberi ke-terangan atas pemberian nama pada si anak. Kisah ini menempatkan Musa dalam lingkup kebudayaan Mesir. Musa akan menghabiskan masa kecilnya, paling tidak dari sejak ia lepas menyusu sampai masa dewasanya, di istana Mesir. Kisah ini malah meletakkan tokoh ini da-lam ironi : fasilitas kemenangan Israel dan Keluaran dari Mesir datang dari dalam tembok istana Firaun sendiri. Ironi itu memuncak dengan gambaran atas ibu kandung si anak, yang oleh Putri Firaun dipekerjakan sebagai inang pengasuh dan penyusu yang bertanggung jawab atas tahun-tahun pertama kehidupan Musa. Kisah ini tidak meng-gambarkan bahwa Musa adalah orang Mesir. Meskipun semua tanda fisiknya menunjukkan bahwa Musa adalah orang Mesir (lihat Kel 2:19), namun jelas bahwa Musa masuk dalam kebudayaan Mesir karena pengadopsian secara sah. Maka, sebenarnya kisah pengadopsian ini lebih mau menekankan asal muasal Musa. Musa benar-benar seorang Israel. Ia diadopsi dalam lingkup budaya Mesir tanpa kehilangan identitas ke-Israel-annya.
Kisah kelahiran-pengadopsian tidak terpisah dari kisah dalam Kel 1:15-22. Kisah tentang rencana Firaun membunuh semua bayi lelaki Israel ini merupakan konteks kelahiran si bayi. Firaun telah memerintahkan pembunuhan semua bayi lelaki Israel, pertama di tangan para bidan, kemudian di tangan semua orang Mesir. Maka, kelahiran Musa dari orang tua yang berasal dari suku Lewi terjadi dalam kepanikan. Karenanya, bayi Musa disembunyikan selama tiga bulan setelah kelahirannya namun kemudian diserahkan pada nasib yang tidak tentu. Sang pahlawan memulai hidupnya dalam suasana pertentangan orang Ibrani dengan bangsa Mesir. Kelahiran yang memberi pertanda konflik ini menegaskan posisi diri Musa di masa depan. Pertentangan itu menandai keseluruhan lingkup karirnya.
Asal-usul Musa dengan jelas ditempatkan sebelum kisah kelahirannya. Nama orang tua Musa memang tidak dituliskan (Kel 2:1-2, bdk Kel 6:19; Bil 26:59; 1Taw 6:3; 1Taw 23:13), namun jelas bahwa Musa diperlihatkan sebagai orang Israel, dari suku Lewi. Keluarga Musa benar-benar diperlihatkan, termasuk lewat peran saudarinya. Maka, kisah kelahiran dan pengadopsian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan hubungan antara si bayi dan bangsanya. Seperti semua bayi lelaki sebangsanya, hidup Musa terancam oleh keputusan Firaun. Namun, Musa bertahan hidup berkat kebaikan hati dan perlindungan dari penghuni istana Firaun sendiri. Meskipun demikian, pengadopsian ini tidak menentukan karirnya di masa depan. Musa bukanlah pahlawan bagi bangsa Mesir. Konteks kelahiran Musa memperlihatkan bahwa ia berada di bawah ancaman bangsa Mesir. Musa adalah pahlawan bagi bangsa Israel. Kisah kelahiran-adopsi Musa lebih mau memperlihatkan identifikasi anak itu dengan bangsanya sendiri.
Allah yang menyusun jalinan semua peristiwa itu. Allah adalah pelaku utama kisah ini meskipun dalam kisah hanya muncul sebagai tambahan saja. Allah yang menentukan jalannya sejarah dan cara Ia memasukinya (Mzm 75:2). Allah menunggu, membiarkan keseluruhan generasi bertumbuh, dan membiarkan peristiwa demi peristiwa berjalan. Ketika saatnya tiba, Ia tidak mengirimkan seorang pembebas yang telah dipersiapkan untuk tugas itu, namun seorang bayi. Sang pembebas masih harus bertumbuh dan mendewasakan diri pelan-pelan melalui kesulitan. Peristiwa-peristiwa ironis muncul sesuai dengan proyek pembebasan yang diinginkan dan diatur oleh Allah : Firaun menggunakan tindakan represif, namun yang terjadi adalah bangsa itu bertambah banyak; para bidan menipunya dengan cerdik; dan putrinya sendiri adalah salah seorang yang menyelamatkan anak yang akan menjadi sarana pembebasan di tangan Allah. Sungguh agung karya Allah dalam sejarah manusia.
Menyambut Yesus Dengan Sahabat-Sahabat Dari Kesatuan
Sabtu pagi 13 Desember 2009, pukul delapan-an, sahabat-sahabat remaja dari SMP Kesatuan sudah siap-siap di depan aula untuk mengikuti kegiatan bersama. Rekoleksi bersama dari kelas 7,8 dan 9 sejumlah 90-an anak cukup menarik.
Diawali dengan doa pembukaan oleh Meza Novita, maka rekoleksi sehari dimulai. Perenungan kelompok dengan bacaan kitab suci 1 Yoh 4:7-23, sahabat-sahabat diajak berbagi dengan tema “tangan diatas” (baru belajar aja susah, lebih-lebih melakukannya). Break dengan menu barat, cukup lumayan mengisi perut, 15 menit dilanjutkan…
Dengan lagu “kerjasama”, sahabat-sahabat Kesatuan diajak bagaimana dalam kehidupan kita harus bisa menjalin hubungan kebersamaan. Menjalin hubungan ternyata membutuhkan komunikasi yang prima seperti ditulis dalam kolese. Permainan “coklat-susu” ternyata mempunyai daya tarik tersendiri buat sahabat-sahabat belajar komunikasi yang interaktif. Dengan mengenal diri sendiri mereka lebih mudah untuk menyapa, berani untuk membuka lebih dulu bagaimana berkomunikasi yang positif, sopan dan menghargai orang lain sebagai sahabat akan sesama dan sahabat kecil kita Yesus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan kita dari dosa.
Bergemalah rekoleksi sahabat Kesatuan dengan yel-yel berani! Hebat! Dan oke! Terima kasih atas kerjasama yang membuat kita bisa berubah ke arah yang positif.
Diar Sanjaya
Diawali dengan doa pembukaan oleh Meza Novita, maka rekoleksi sehari dimulai. Perenungan kelompok dengan bacaan kitab suci 1 Yoh 4:7-23, sahabat-sahabat diajak berbagi dengan tema “tangan diatas” (baru belajar aja susah, lebih-lebih melakukannya). Break dengan menu barat, cukup lumayan mengisi perut, 15 menit dilanjutkan…
Dengan lagu “kerjasama”, sahabat-sahabat Kesatuan diajak bagaimana dalam kehidupan kita harus bisa menjalin hubungan kebersamaan. Menjalin hubungan ternyata membutuhkan komunikasi yang prima seperti ditulis dalam kolese. Permainan “coklat-susu” ternyata mempunyai daya tarik tersendiri buat sahabat-sahabat belajar komunikasi yang interaktif. Dengan mengenal diri sendiri mereka lebih mudah untuk menyapa, berani untuk membuka lebih dulu bagaimana berkomunikasi yang positif, sopan dan menghargai orang lain sebagai sahabat akan sesama dan sahabat kecil kita Yesus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan kita dari dosa.
Bergemalah rekoleksi sahabat Kesatuan dengan yel-yel berani! Hebat! Dan oke! Terima kasih atas kerjasama yang membuat kita bisa berubah ke arah yang positif.
IBADAT TOBAT DI KAPEL ST. MARIA FATIMA
Sudah beberapa tahun ini Kapel St. Maria Fatima tidak ada pengakuan dosa. Semua di “full” di Gereja St. Fransiskus Asisi. Semua ini disebabkan sedikit umat yang mau hadir dan duduk manis di depan kamar pengakuan dosa, dan kebetulan akhir ini ruangannya diperbaiki…memang betul umat gereja harus terus-menerus diingatkan akan pentingnya “sakramen pengakuan dosa”, mereka perlu digiring, dimotivasi dengan pelayanan yang penuh kasih, supaya mereka mengerti urutan atau aturan kalau dirinya mengakui sebagai orang Kristen Katolik.
Atas kerjasama yang penuh pengertian dan kasih dari Pastor wilayah, Romo Dionysius, kami pengurus wilayah, sie kitab suci, animator yang terus-menerus mengingatkan kepada umat untuk mengikuti liturgi adven-natal dari pertemuan AAP, mengembalikan amplop sebagai tanda peduli dan pertobatan, ibadat tobat, pengakuan dosa, sampai janji baptis baru pada malam natal. Biarlah kita menjadi umat yang disayangi Yesus dan dianggap penting agar kita semua dapat mewujudkan “Allah adalah kasih”.
Ternyata, bapak-ibu, tua-muda, umat biasa sampai petinggi-petinggi wilayah bersujud dibawah salib mau mengakui kesalahan dan dosa-dosanya (pasti berat-berat deh…). Inilah mujizat yang terjadi, keluar dari kamar pengakuan dosa terlihat gembira, sukacita, orang bilang muka-mukanya ada aura “cenghar”, kata lainnya bersinar-sinar. Terima kasih Romo Dion yang telah memberikan waktu pelayanannya yang empatik kepada kami, kami selalu berdoa dan bersyukur agar Romo selalu dikuatkan dalam iman, kasih dan harapan.
Diar Sanjaya
Atas kerjasama yang penuh pengertian dan kasih dari Pastor wilayah, Romo Dionysius, kami pengurus wilayah, sie kitab suci, animator yang terus-menerus mengingatkan kepada umat untuk mengikuti liturgi adven-natal dari pertemuan AAP, mengembalikan amplop sebagai tanda peduli dan pertobatan, ibadat tobat, pengakuan dosa, sampai janji baptis baru pada malam natal. Biarlah kita menjadi umat yang disayangi Yesus dan dianggap penting agar kita semua dapat mewujudkan “Allah adalah kasih”.
Ternyata, bapak-ibu, tua-muda, umat biasa sampai petinggi-petinggi wilayah bersujud dibawah salib mau mengakui kesalahan dan dosa-dosanya (pasti berat-berat deh…). Inilah mujizat yang terjadi, keluar dari kamar pengakuan dosa terlihat gembira, sukacita, orang bilang muka-mukanya ada aura “cenghar”, kata lainnya bersinar-sinar. Terima kasih Romo Dion yang telah memberikan waktu pelayanannya yang empatik kepada kami, kami selalu berdoa dan bersyukur agar Romo selalu dikuatkan dalam iman, kasih dan harapan.
Diar Sanjaya
MALAM NATAL DI KAPEL ST. MARIA FATIMA
Menyiapkan perayaan Natal so pasti harus dengan sungguh-sungguh dan yang utama harus mempunyai semangat yang FULL..!! terlebih power kebersamaan sehingga kita semua dapat melakukannya dengan sukacita tanpa ada aura negatif yang mampu mebuat kita merasa terbebani. Buat bayi Yesus kecil, semuanya harus benar-benar OKE!!
Satu bulan penuh, kami menyiapkan karya pelayanan ini. Semua pengurus tahu dan mengerti dari setiap tugas dan bagian kerjanya masing-masing. Mulai dari Liturgi sampai dekorasi, dari persiapan BIA sampai konsumsi, dari Gladi Resik sampai bersih-bersih, semuanya harus OKE..!!
Menjelang malam Natal, dengan persiapannya yang baik ternyata membawa berkat, umat mulai berdatangan bukan saja dari sekitar paroki tapi banyak juga yang dating dari paroki tetangga. Oohhh… sungguh gembiranya. Misa Natal yang penuh sukacita dipersembahkan oleh RD. Marcus Santosa. Hampir 120 menit perayaan Natal dengan ditambah penam-pilan Koor yang prima, membuat umat tidak ingin beranjak dari tempat duduknya. Suasana tenang dengan udara yang sejuk tetap terpelihara, begitu juga dengan anak-anak Bina Iman yang diberi ruangan khusus membuat suasana Natal tidak hiruk pikuk.
Dalam perayaan Liturgi Natal kali ini ada 7 saudara kita yang mendapat komuni pertama dengan menerima Hosti dan anggur dengan tradisi lidah dimeletkan, oh sungguh sukacita!! Usai perayaan Natal, umat diajak bersama untuk santap Natal. Ungkapan syukur atas kebaikan-kebaikan Tuhan kepada kita, biarlah ini menjadi satu pembelajaran buat kita bersama bahwa Allah adalah Kasih. Biarlah tangan-tangan kita, derma-derma kita menjadi perpanjangan tangan Tuhan kepada saudara-saudara kita. Selamat dan Proficiat buat Wilayah Bondongan telah memberikan contoh kebaikan buat kita semua. Jangan bosen untuk berbuat baik. Gbu.
Satu bulan penuh, kami menyiapkan karya pelayanan ini. Semua pengurus tahu dan mengerti dari setiap tugas dan bagian kerjanya masing-masing. Mulai dari Liturgi sampai dekorasi, dari persiapan BIA sampai konsumsi, dari Gladi Resik sampai bersih-bersih, semuanya harus OKE..!!
Menjelang malam Natal, dengan persiapannya yang baik ternyata membawa berkat, umat mulai berdatangan bukan saja dari sekitar paroki tapi banyak juga yang dating dari paroki tetangga. Oohhh… sungguh gembiranya. Misa Natal yang penuh sukacita dipersembahkan oleh RD. Marcus Santosa. Hampir 120 menit perayaan Natal dengan ditambah penam-pilan Koor yang prima, membuat umat tidak ingin beranjak dari tempat duduknya. Suasana tenang dengan udara yang sejuk tetap terpelihara, begitu juga dengan anak-anak Bina Iman yang diberi ruangan khusus membuat suasana Natal tidak hiruk pikuk.
Dalam perayaan Liturgi Natal kali ini ada 7 saudara kita yang mendapat komuni pertama dengan menerima Hosti dan anggur dengan tradisi lidah dimeletkan, oh sungguh sukacita!! Usai perayaan Natal, umat diajak bersama untuk santap Natal. Ungkapan syukur atas kebaikan-kebaikan Tuhan kepada kita, biarlah ini menjadi satu pembelajaran buat kita bersama bahwa Allah adalah Kasih. Biarlah tangan-tangan kita, derma-derma kita menjadi perpanjangan tangan Tuhan kepada saudara-saudara kita. Selamat dan Proficiat buat Wilayah Bondongan telah memberikan contoh kebaikan buat kita semua. Jangan bosen untuk berbuat baik. Gbu.
(diar sanjaya )
NATALAN ala B.I.A FRANSISKUS
Orang bilang Misa ke 3 di Hari Natal di Fransiskus Assisi, sudah pasti ini adalah Natalan buat anak- anak BIA. Bila anak-anak Natalan orang tuanya dua kali lipat dari jumlah anak, maka begitu banyak umat yang berdatangan dan ruang duduk gereja pun terasa sesak sekali. Alat pendingin pun tidak berfungsi dengan baik, enerji orang-orang sehat begitu besar dibandingkan dengan pendinginnya. Tapi ini tidak menjadi kendala, yang pasti anak-anak gembira.
Diantara yang bergembira, adalah anak-anak TK Mardi Waluya yang ikut memeriahkan acara dengan mempersembahkan paduan suara dengan jumlah yang aduhai banyaknya. Dengan mengenakan seragam batik membuat suasana menjadi ramai sekali, bukan saja dengan suaranya tetapi semangat untuk ikut serta dalam perayaan ekaristi itulah yang utama, terlebih dalam merayakan Yesus yang datang, Yesus yang membawa kesempatan buat mereka tampil merayakan pesta Natal 2009.
Di depan pintu masuk, mereka telah dicegat oleh Kakak pendamping untuk diberikan kalung sebagai tanda untuk pengambilan hadiah, dengan warna merah, kuning, hijau, biru, hitam, maunya supaya lebih teratur dan lebih mudah.
Acara Perayaan Ekaristi dipersembahkan oleh Pastur Ridwan, dan diselipkan dengan drama Natal yang dibawakan oleh anak-anak SD Mardi Waluya, semua ini menjadi acara yang menarik. Meskipun perayaan Natal agak lama tetapi anak tetap antusias untuk mengikutinya. Tepuk tangan dan Big Aplause buat mereka-mereka yang telah ikut serta memeriahkan acara Natal anak-anak menjadi satu agenda tahunan yang terus-menerus ditingkatkan. So pasti, akan menjadi acara yang perlu diperhitungkan. Usai berkat, perayaan liturgy Ekaristi selesai, anak-anak masih dihibur oleh paduan suara cilik dan yang ditunggu-tunggu adalah membawa kalung warna-warni dengan paper bag yang cantik. Ayo anak-anak jangan berebut!! Kakak pasti kasih satu-satu. Bergembiralah, tertawalah, senyumlah, Allah adalah kasih. Terimakasih atas kerja keras pengurus BIA, jangan khawatir. GBU.
Diantara yang bergembira, adalah anak-anak TK Mardi Waluya yang ikut memeriahkan acara dengan mempersembahkan paduan suara dengan jumlah yang aduhai banyaknya. Dengan mengenakan seragam batik membuat suasana menjadi ramai sekali, bukan saja dengan suaranya tetapi semangat untuk ikut serta dalam perayaan ekaristi itulah yang utama, terlebih dalam merayakan Yesus yang datang, Yesus yang membawa kesempatan buat mereka tampil merayakan pesta Natal 2009.
Di depan pintu masuk, mereka telah dicegat oleh Kakak pendamping untuk diberikan kalung sebagai tanda untuk pengambilan hadiah, dengan warna merah, kuning, hijau, biru, hitam, maunya supaya lebih teratur dan lebih mudah.
Acara Perayaan Ekaristi dipersembahkan oleh Pastur Ridwan, dan diselipkan dengan drama Natal yang dibawakan oleh anak-anak SD Mardi Waluya, semua ini menjadi acara yang menarik. Meskipun perayaan Natal agak lama tetapi anak tetap antusias untuk mengikutinya. Tepuk tangan dan Big Aplause buat mereka-mereka yang telah ikut serta memeriahkan acara Natal anak-anak menjadi satu agenda tahunan yang terus-menerus ditingkatkan. So pasti, akan menjadi acara yang perlu diperhitungkan. Usai berkat, perayaan liturgy Ekaristi selesai, anak-anak masih dihibur oleh paduan suara cilik dan yang ditunggu-tunggu adalah membawa kalung warna-warni dengan paper bag yang cantik. Ayo anak-anak jangan berebut!! Kakak pasti kasih satu-satu. Bergembiralah, tertawalah, senyumlah, Allah adalah kasih. Terimakasih atas kerja keras pengurus BIA, jangan khawatir. GBU.
(diar sanjaya )
Judul di atas adalah kata-kata yang spontan dikeluarkan oleh para legioner saat membuka lotre berisi sebuah angka. Setelah masing-masing mendapatkan kado yang dibungkus koran, tangan-tangan mereka dengan cekatan mulai membuka kadonya masing-masing. Ada yang gembira, senang, terkejut, atau hanya tersenyum.
Kejadian yang lazim disebut tukar kado itu, rutin tiap tahun diadakan oleh Presidium Ratu Yang Diangkat ke Surga. Kategorial ini adalah satu-satunya Legio Maria yang masih berdiri di Paroki St. Fransiskus Asisi tercinta ini. Mayoritas anggotanya adalah ibu-ibu dengan usia yang tidak lagi muda, dan hanya ada seorang bapak sebagai anggota aktif. Hidup presidium ini sungguh berwarna. Ada saatnya mempunyai banyak anggota muda, namun hampir pada waktu yang berdekatan, mereka keluar satu-persatu karena alasan masing-masing. Untunglah Bunda Maria senantiasa menyertai pasukannya. Legio masih berjalan sampai sekarang.
Untuk mengatasi kejenuhan rapat, biasanya acara tukar kado diadakan di luar/tempat lain. Pernah di-adakan di Gereja St. Yakobus Megamendung, di kebun milik KWI yang terletak di Desa Palasari, di rumah peristirahatan keluarga milik salah satu anggota di daerah Seuseupan, dan di Gua Maria Cibadak. Kali ini, tukar kado dilangsungkan di Rg. St. Maria, tempat rapat tercinta. Mungkin untuk berikutnya, kembali akan dilaksanakan di luar.
Setiap hari minggu pukul 06.45, para anggota legio aktif berkumpul bersama di Ruang St.Maria untuk rapat mingguan presidium. Pada 3 Januari 2010 lalu, setelah rapat presidium, diadakan acara tukar kado. Tukar kado ini tidak hanya diikuti oleh pada anggota aktif, tetapi para anggota auxiler pun diundang. Masing-masing datang membawa kado dengan harga minimal yang telah disepakati bersama. Kado dikumpulkan dan diberi nomor. Selain membawa kado, beberapa anggota terutama ibu-ibu, membawa pula banyak makanan. Alhasil, pagi itu, setelah rapat untuk mencharge semangat sebagai legioner, perut-perut pun dicharge dengan makanan yang disediakan. Ditambah dengan hati yang bahagia menerima kado dan kebersamaan. Terakhir sebelum pulang, legioner pun berfoto bersama sebagai kenangan. Sangat sederhana memang, namun bagi para legioner hal ini masih diperlukan sebagai salah satu cara untuk tetap menjaga keber
Kejadian yang lazim disebut tukar kado itu, rutin tiap tahun diadakan oleh Presidium Ratu Yang Diangkat ke Surga. Kategorial ini adalah satu-satunya Legio Maria yang masih berdiri di Paroki St. Fransiskus Asisi tercinta ini. Mayoritas anggotanya adalah ibu-ibu dengan usia yang tidak lagi muda, dan hanya ada seorang bapak sebagai anggota aktif. Hidup presidium ini sungguh berwarna. Ada saatnya mempunyai banyak anggota muda, namun hampir pada waktu yang berdekatan, mereka keluar satu-persatu karena alasan masing-masing. Untunglah Bunda Maria senantiasa menyertai pasukannya. Legio masih berjalan sampai sekarang.
Untuk mengatasi kejenuhan rapat, biasanya acara tukar kado diadakan di luar/tempat lain. Pernah di-adakan di Gereja St. Yakobus Megamendung, di kebun milik KWI yang terletak di Desa Palasari, di rumah peristirahatan keluarga milik salah satu anggota di daerah Seuseupan, dan di Gua Maria Cibadak. Kali ini, tukar kado dilangsungkan di Rg. St. Maria, tempat rapat tercinta. Mungkin untuk berikutnya, kembali akan dilaksanakan di luar.
Setiap hari minggu pukul 06.45, para anggota legio aktif berkumpul bersama di Ruang St.Maria untuk rapat mingguan presidium. Pada 3 Januari 2010 lalu, setelah rapat presidium, diadakan acara tukar kado. Tukar kado ini tidak hanya diikuti oleh pada anggota aktif, tetapi para anggota auxiler pun diundang. Masing-masing datang membawa kado dengan harga minimal yang telah disepakati bersama. Kado dikumpulkan dan diberi nomor. Selain membawa kado, beberapa anggota terutama ibu-ibu, membawa pula banyak makanan. Alhasil, pagi itu, setelah rapat untuk mencharge semangat sebagai legioner, perut-perut pun dicharge dengan makanan yang disediakan. Ditambah dengan hati yang bahagia menerima kado dan kebersamaan. Terakhir sebelum pulang, legioner pun berfoto bersama sebagai kenangan. Sangat sederhana memang, namun bagi para legioner hal ini masih diperlukan sebagai salah satu cara untuk tetap menjaga keber
samaan dan saling berbagi di dalam presidium.
(m.74)
Katekis-katekis Paroki St. Fransiskus Assisi diberi kan kesempatan untuk penyegaran setelah hampir empat tahun belum punya kesempatan untuk ber-sama-sama mengevaluasi pelayanannya. Kesempatan yang baik ini sangat mendukung para katekis untuk lebih baik lagi dalam menjalani setiap karya-karyanya.
Kesempatan yang manis, 05 Januari 2010 para ka-tekis berangkat dari Paroki menuju Bandung via Puncak – Cianjur. Tujuan pertama kali ialah berziarah ke Lembang - Lembah Karmel, dengan berbagi tugas kami menjalani Jalan Salib pendek. Terasa nyaman dan damai ketika kami berdoa di tiap perhentian, mulai dari perhentian pertama sampai ke-14. Usai Jalan Salib kami diberi kesempatan untuk berdoa secara pribadi masing-masing di area Goa Maria. Pukul 12:30 kami lanjutkan istirahat dengan makan siang bersama di Ru-mah Makan “Ampera”, dengan menu sederhana yang penting asupan gizinya cukup baik, membuat kami semua dapat makan dengan nikmatnya.
Perjalanan dilanjutkan ke gunung Tangkuban Perahu, udara segar membuat kami lebih melek melihat pemandang gunung yang indah. Pemandangan gunung menjadi satu sesi refleksi yang disampaikan oleh P. Narfim, bahwa kitapun harus kuat tapi dapat memberikan rasa damai buat pelayanan kita. Cukup 90 menit kami menikmati udara yang segar dan kami harus kembali ke Bandung kota.
Dalam perjalanan kami diberi kesempatan untuk sharing dan curhat sesama katekis dengan pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda. Kesempatan berbagi dengan saudara-saudara, keluarga dan handai taulan dipenuhi dengan berbelanja oleh-oleh. Walaupun tidak menjadi bagian utama, tapi kami harus belajar berterima kasih dengan sahabat-sahabat di rumah, tempat kerja dan tetangga. Waktu berjalan begitu cepat, sore sudah menjelang dan kami harus kembali ke Bogor via Padalarang – Cianjur – Puncak. Dan kami sampai dengan selamat. Sukacita karena bisa bersama-sama untuk lebih saling mengenal dan berbagi terutama dalam pelayanan kita sebagai katekis. Terima kasih untuk semua yang telah mau terlibat dalam karya keselamatan ini.
Kesempatan yang manis, 05 Januari 2010 para ka-tekis berangkat dari Paroki menuju Bandung via Puncak – Cianjur. Tujuan pertama kali ialah berziarah ke Lembang - Lembah Karmel, dengan berbagi tugas kami menjalani Jalan Salib pendek. Terasa nyaman dan damai ketika kami berdoa di tiap perhentian, mulai dari perhentian pertama sampai ke-14. Usai Jalan Salib kami diberi kesempatan untuk berdoa secara pribadi masing-masing di area Goa Maria. Pukul 12:30 kami lanjutkan istirahat dengan makan siang bersama di Ru-mah Makan “Ampera”, dengan menu sederhana yang penting asupan gizinya cukup baik, membuat kami semua dapat makan dengan nikmatnya.
Perjalanan dilanjutkan ke gunung Tangkuban Perahu, udara segar membuat kami lebih melek melihat pemandang gunung yang indah. Pemandangan gunung menjadi satu sesi refleksi yang disampaikan oleh P. Narfim, bahwa kitapun harus kuat tapi dapat memberikan rasa damai buat pelayanan kita. Cukup 90 menit kami menikmati udara yang segar dan kami harus kembali ke Bandung kota.
Dalam perjalanan kami diberi kesempatan untuk sharing dan curhat sesama katekis dengan pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda. Kesempatan berbagi dengan saudara-saudara, keluarga dan handai taulan dipenuhi dengan berbelanja oleh-oleh. Walaupun tidak menjadi bagian utama, tapi kami harus belajar berterima kasih dengan sahabat-sahabat di rumah, tempat kerja dan tetangga. Waktu berjalan begitu cepat, sore sudah menjelang dan kami harus kembali ke Bogor via Padalarang – Cianjur – Puncak. Dan kami sampai dengan selamat. Sukacita karena bisa bersama-sama untuk lebih saling mengenal dan berbagi terutama dalam pelayanan kita sebagai katekis. Terima kasih untuk semua yang telah mau terlibat dalam karya keselamatan ini.
( diar sanjaya )
NATALAN BIA St. URSULA – SURYAKENCANA
Minggu, 10 Januari 2010 BIA St. Ursula – Suryakencana mengadakan Natalan bersama di ruang St. Antonius. Acara dimulai pk 10.45 WIB, agak ngaret dari waktu yang telah ditentukan karena regristrasi adik – adik kita ini cukup memakan waktu. Memang Natalan BIA St. Ursula kali ini berbeda dari tahun – tahun sebelumnya, tahun ini diadakan lebih meriah dan dihadiri sekitar 74 anak.
Suara teriakan mereka membuat para pembina dan kakak mudika wilayah harus bekerja keras untuk mem-buat mereka tenang dalam mengikuti acara. Suasana hening ruang St. Antonius pun dihiasi teriakan dan canda tawa anak – anak. Acara lebih meriah lagi dengan hiasan – hiasan yang telah dipersiapkan oleh para mudika. Pertama – tama acara dimulai dengan doa pembukaan dan bernyanyi bersama yang dipimpin langsung oleh para pembina. Setelah itu mereka langsung kita ajak bermain games yang mendasarkan kekompakkan mereka.
Setelah bermain beberapa permainan, anak – anak dibagikan kue – kue dan es krim. Lalu mereka di ajak bermain games kembali. Walaupun kesulitan meng-hadapi adik – adik ini, tapi melihat keceriaan mereka, kakak – kakak mudika dan para pembina bersukaria bermain bersama mereka. Sebelum acara berakhir, anak – anak yang memenangkan games tadi, diberikan hadiah langsung oleh Santa Claus dan seluruh anak ber-kesempatan berfoto bersama Santa Claus. Acara ditutup dengan doa bersama dan pembagian bingkisan Natal.
Melihat keceriaan anak – anak, membuat para pembina dan para mudika selaku panitia merasa puas, hilang sudah rasa lelah setelah jauh – jauh hari mem-persiapkan segala sesuatunya. Tidak lupa kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada para donatur dan pengurus wilayah yang telah memberikan bantuan, baik berupa materil maupun du-kungan, yang membuat kami para panitia bersemangat mempersiapkan acara ini. Juga teman – teman mudika yang turut membantu mempersiapakan acara ini, se-hingga dapat terlaksana dengan lancar. Semoga di tahun – tahun yang akan datang dapat tetap berjalan dan dapat melaksanakan acara yang lebih meriah lagi. Tuhan Memberkati..! Amin.
Suara teriakan mereka membuat para pembina dan kakak mudika wilayah harus bekerja keras untuk mem-buat mereka tenang dalam mengikuti acara. Suasana hening ruang St. Antonius pun dihiasi teriakan dan canda tawa anak – anak. Acara lebih meriah lagi dengan hiasan – hiasan yang telah dipersiapkan oleh para mudika. Pertama – tama acara dimulai dengan doa pembukaan dan bernyanyi bersama yang dipimpin langsung oleh para pembina. Setelah itu mereka langsung kita ajak bermain games yang mendasarkan kekompakkan mereka.
Setelah bermain beberapa permainan, anak – anak dibagikan kue – kue dan es krim. Lalu mereka di ajak bermain games kembali. Walaupun kesulitan meng-hadapi adik – adik ini, tapi melihat keceriaan mereka, kakak – kakak mudika dan para pembina bersukaria bermain bersama mereka. Sebelum acara berakhir, anak – anak yang memenangkan games tadi, diberikan hadiah langsung oleh Santa Claus dan seluruh anak ber-kesempatan berfoto bersama Santa Claus. Acara ditutup dengan doa bersama dan pembagian bingkisan Natal.
Melihat keceriaan anak – anak, membuat para pembina dan para mudika selaku panitia merasa puas, hilang sudah rasa lelah setelah jauh – jauh hari mem-persiapkan segala sesuatunya. Tidak lupa kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada para donatur dan pengurus wilayah yang telah memberikan bantuan, baik berupa materil maupun du-kungan, yang membuat kami para panitia bersemangat mempersiapkan acara ini. Juga teman – teman mudika yang turut membantu mempersiapakan acara ini, se-hingga dapat terlaksana dengan lancar. Semoga di tahun – tahun yang akan datang dapat tetap berjalan dan dapat melaksanakan acara yang lebih meriah lagi. Tuhan Memberkati..! Amin.
-VCM-
Merry Christmas 2009 n Happy New Year 2010
Merry Christmas 2009 n Happy New Year 2010
Natalan Wilayah St. Agustinus – Suryakencana 1 Januari 2010
Tahun ini umat wilayah Suryakencana kembali merayakan Natalan bersama, yang diadakan pada 6 Januari di ruang St. Antonius. Acara dimulai pk 17.00 dengan diawali Misa Syukur yang dipersembahkan oleh RD. Dionysius Adi Tejo. Natalan kali ini dirasakan lebih banyak umat yang hadir, juga para ketua wilayah maupun utusan dari tiap wilayah. Dalam homilinya, beliau ingin umat wilayah Suryakencana dapat bangkit dan lebih mengembangkan wilayah dengan berbagai kegiatan – kegiatan di wilayah.
Selesai misa, acara dilanjutkan dengan persem-bahan tarian dan nyanyian dari anak – anak BIA wilayah. Suara dan gerakan anak – anak yang lucu dan menggemaskan, membuat umat yang hadir tersenyum dan memberikan tepuk tangan yang meriah untuk adik – adik kita ini. Setelah persembahan dari anak – anak BIA, para mudika pun tidak mau ketinggalan. Mereka mengajak para hadirin untuk bergoyang bersama.
Mulanya para hadirin malu – malu untuk bergoyang, tapi dengan dipandu dan disemangati oleh Ibu Giacinta Tanti Yulia akhirnya mereka terpancing dan mau bergoyang bersama dan acara menjadi semakin meriah. Tidak terasa waktu makin larut dan acara dilan-jutkan dengan bersantap malam bersama. Setelah doa makan yang dipimpin oleh Bpk. J B Sukeria Agus, umat langsung menyerbu santapan yang telah disajikan.
Semoga dengan acara ini, umat wilayah Suryakencana semakin solid dalam mengembangkan wilayah dan semakin meningkatkan keakraban di antara sesama umat. Akhir kata, terima kasih kepada para ketua wilayah dan para undangan yang telah menyediakan waktunya untuk hadir dalam acara Natalan kami ini, kepada Ibu Giacinta Tanti Yulia yang telah turut memeriahkan acara kami, juga kepada BIA dan mudika yang telah menyumbangkan acara dalam Natalan ini. Tuhan Memberkati..! Amin…
- VCM –
SELAMAT NATAL 2009 & TAHUN BARU 2010
SELAMAT NATAL 2009 & TAHUN BARU 2010
Kasih Mengalahkan Perbedaan
Hemm…..akhirnya saat yang kunantikan datang juga. Pagi ini kembali kurasakan sejuknya hawa pagi di pegunungan lereng Merapi. Tempat kedua orang tuaku tinggal. Setiap menjelang Natal, sudah menjadi rutinitas kami sekeluarga, kami selalu merayakan Natal di kampung halaman Yogyakarta. Tempat yang sungguh membawa banyak kenangan di masa lalu….
Satu persatu barang bawaanku kukeluarkan. Kue-kue kecil, baju daster untuk ibu dan adik perempuanku. Mainan untuk keponakanku dan tak ketinggalan baju koko dan kopiah untuk Bapak…Oleh-oleh yang satu ini selalu spesial kuberikan pada Bapak. Kuperhatikan sekarang Bapak dan Ibu sudah semakin tua. Terlebih Bapak…badannya agak kurus dibanding saat aku ber-temu setahun yang lalu. “Masih rajin ke masjid, Pak?” aku memulai pembicaraan pagi itu. Lalu ibupun menyahut, “Pasti….!”. bapak hanya senyum kecut…” Mumpung badan masih kuat, Nok ! Ibadah itu harus diutamakan” , begitu Bapak menyambung dengan kalem. Seperti tidak mau kalah dengan Bapak, ibu langsung tanya “ kita jadinya mau ke gereja malam apa paginya saja, Nok ?” Gerejanya sudah dibangun megah dan bagus sekarang!!”. Akhirnya secara bergantian Aku menanggapi cerita Bapak dan Ibu seputar keseharian mereka…
Bapakku seorang muslim yang taat dan ibuku juga seorang katolik yang kuat dan rajin. Aku sulung dari tiga bersaudara.. dari kecil kami bertiga sudah tahu tentang perbedaan keyakinan Bapak dan ibu ini. Kami bertiga yang semuanya perempuan beragama katolik mengikuti ibu. Sedangkan Bapak muslim sendiri di ru-mah. Bapak dulu memang pernah bercerita kalau se-belum menikah dengan ibu, Bapak dan ibu berjanji di-hadapan Pastor, kalau kelak nanti anak-anak mereka laki-laki akan dididik muslim seperti Bapak, sedang kalau perempuan beragama katolik mengikuti ibu. Saat itu Bapak dan Ibu menikah secara Katolik dengan dispensasi dari Bapak Uskup. Komitmen dan janji ini yang dipegang teguh oleh Bapak dan Ibu hingga saat ini. Suatu komitmen berat menurutku. Dalam satu keluarga berbeda keyakinan sungguh kurasakan terasa sangat berat. Terkadang kami yang masih kecil-kecil ada kerinduan untuk mengikuti misa bersama-sama sekeluar-ga bersama Bapak. Namun saat itu kalau perayaan Misa Bapak hanya mengantar kami menggunakan vespa bututnya sampai depan gereja saja. Tak jarang be-berapa kolega Bapak maupun ibu mencibir dengan keadaan ini. Terkadang aku mendengar saat pulang sekolah Ibu berbagi cerita pada Bapak kalau teman-teman satu kantor ibu tidak bisa menerima keadaan Ibu karena Ibu mengajar di sekolah Katolik maka suaminya harus beragama Katolik. Demikian juga dengan Bapak, teman-teman sekantor Bapak, tahunya kami sekeluarga muslim. Juga cibiran dari para tetangga yang meng-anggap keluarga kami tidak umum seperti keluarga pada umumnya. Namun hal yang paling membang-gakan Kami, tak pernah sekalipun Bapak membujuk kami anak-anaknya untuk pindah agama. “Nok, kalau nanti sudah masanya berumah tangga carilah pa-sangan yang seiman, supaya sehati dan sejalan dalam mendidik anak”, begitulah pesan Bapak yang selalu kuingat hingga kini.
Keluarga kami adalah keluarga yang sederhana. Beliau berdua semuanya guru. Bapak, guru Matematika di sebuah SMP Muhamadiyah dan Ibuku guru SD di yayasan Tarakanita. Bapak dan Ibu selalu berpesan agar kami menjaga nama baik orang tua dan bisa hidup “prasojo”. Falsafah Jawa yang artinya sangat mendalam. Hidup sederhana, apa adanya dan tidak sombong. Hal ini berat menurutku. Apalagi saat aku menginjak remaja keinginan memiliki barang ini dan itu terkadang sering menggangguku. Aku ingin seperti teman-teman sebayaku. Seperti saat aku menginjak SMP, teman-teman berangkat ke sekolah naik sepeda, tapi bagiku itu hanya impian. Juga saat SMA sampai kuliah teman-teman dibelikan sepeda motor, itupun bagi aku dan adik-adikku juga hanya impian semata. Namun kurasakan ditengah kesulitanku, selalu saja ada solusinya. Seperti saat SMA, Bapak tidak bisa membelikan motor, maka pilihannya kami dan adik-adik harus kos dekat sekolah, hal ini kami jalani hingga kami lulus kuliah. Selama ini Bapak-Ibu memang selalu terbuka tentang kesulitan keuangan untuk biaya kuliah lebih cepat. Kami bertiga dapat kuliah dengan lancar dan tepat waktu.
Pilihan hidup kami bertiga tidak jauh dari profesi bapak dan ibu. Kami bertiga semuanya menjadi guru. Aku guru SMA dan kedua adikku guru SMP. Sudah 12 tahun lebih, aku menjadi guru perantauan. Hal yang selalu kuingat , Bapak demikian bangganya ketika aku menikah dengan suami yang seagama, Bapak dengan mantap memberikan restu kami berdua. Tante-tanteku dari pihak bapak yang semuanya muslim pun semua-nya memberikan restu padaku. Banyak hikmah yang kupetik dari pengalaman hidup Bapak dan ibuku. Sekarang Bapak Ibuku memang sudah pensiun. Seperti saat pulang mudik kali ini, kuperhatikan kebiasaan Bapak dan Ibupun masih tetap sama seperti dulu. Bapak selalu rajin ke mesjid untuk sholat lima waktu,dan ibu-pun selalu doa rosario dan rajin ke gereja setiap hari. Kurasakan tak ada intervensi satu sama lain. Semua menaljalankan kewajubannya sendiri-sendiri. Pilihan hidup yang benar-benar dilandasi kasih sejati. Kini, disaat menikmati hari tuanya Bapak Ibu bisatersenyum lega. Beliau merasa sangat bahagia menyaksikan anak-anaknya berhasil dalam hidupnya seperti yang dicita-citakan. Kesulitan yang beliau pernah alami ternyata tidak menjadikan halangan bagi anak-anaknya untuk meraih keberhasilan.
Pagi ini, kami sekeluarga berkumpul bersama melepas rindu. Kebiasaan yang tak pernah terlewatkan menjelang Natal tiba. Kami semua sungguh merasakan kebahagiaan. Bapak sekali lagi berpesan pada kami bertiga, kalau suatu saat kelak Bapak dipanggil Tuhan, Bapak harus tetap dikuburkan secara islam seperti keyakinan beliau. Kami pun siap melaksanakan seperti amanat Bapak. Bagi kami teladan Bapak dan ibu sungguh luar biasa. Terima kasih Pak, Bu atas tempaan dan kasih yang Bapak Ibu berikan bagi kami.
Satu persatu barang bawaanku kukeluarkan. Kue-kue kecil, baju daster untuk ibu dan adik perempuanku. Mainan untuk keponakanku dan tak ketinggalan baju koko dan kopiah untuk Bapak…Oleh-oleh yang satu ini selalu spesial kuberikan pada Bapak. Kuperhatikan sekarang Bapak dan Ibu sudah semakin tua. Terlebih Bapak…badannya agak kurus dibanding saat aku ber-temu setahun yang lalu. “Masih rajin ke masjid, Pak?” aku memulai pembicaraan pagi itu. Lalu ibupun menyahut, “Pasti….!”. bapak hanya senyum kecut…” Mumpung badan masih kuat, Nok ! Ibadah itu harus diutamakan” , begitu Bapak menyambung dengan kalem. Seperti tidak mau kalah dengan Bapak, ibu langsung tanya “ kita jadinya mau ke gereja malam apa paginya saja, Nok ?” Gerejanya sudah dibangun megah dan bagus sekarang!!”. Akhirnya secara bergantian Aku menanggapi cerita Bapak dan Ibu seputar keseharian mereka…
Bapakku seorang muslim yang taat dan ibuku juga seorang katolik yang kuat dan rajin. Aku sulung dari tiga bersaudara.. dari kecil kami bertiga sudah tahu tentang perbedaan keyakinan Bapak dan ibu ini. Kami bertiga yang semuanya perempuan beragama katolik mengikuti ibu. Sedangkan Bapak muslim sendiri di ru-mah. Bapak dulu memang pernah bercerita kalau se-belum menikah dengan ibu, Bapak dan ibu berjanji di-hadapan Pastor, kalau kelak nanti anak-anak mereka laki-laki akan dididik muslim seperti Bapak, sedang kalau perempuan beragama katolik mengikuti ibu. Saat itu Bapak dan Ibu menikah secara Katolik dengan dispensasi dari Bapak Uskup. Komitmen dan janji ini yang dipegang teguh oleh Bapak dan Ibu hingga saat ini. Suatu komitmen berat menurutku. Dalam satu keluarga berbeda keyakinan sungguh kurasakan terasa sangat berat. Terkadang kami yang masih kecil-kecil ada kerinduan untuk mengikuti misa bersama-sama sekeluar-ga bersama Bapak. Namun saat itu kalau perayaan Misa Bapak hanya mengantar kami menggunakan vespa bututnya sampai depan gereja saja. Tak jarang be-berapa kolega Bapak maupun ibu mencibir dengan keadaan ini. Terkadang aku mendengar saat pulang sekolah Ibu berbagi cerita pada Bapak kalau teman-teman satu kantor ibu tidak bisa menerima keadaan Ibu karena Ibu mengajar di sekolah Katolik maka suaminya harus beragama Katolik. Demikian juga dengan Bapak, teman-teman sekantor Bapak, tahunya kami sekeluarga muslim. Juga cibiran dari para tetangga yang meng-anggap keluarga kami tidak umum seperti keluarga pada umumnya. Namun hal yang paling membang-gakan Kami, tak pernah sekalipun Bapak membujuk kami anak-anaknya untuk pindah agama. “Nok, kalau nanti sudah masanya berumah tangga carilah pa-sangan yang seiman, supaya sehati dan sejalan dalam mendidik anak”, begitulah pesan Bapak yang selalu kuingat hingga kini.
Keluarga kami adalah keluarga yang sederhana. Beliau berdua semuanya guru. Bapak, guru Matematika di sebuah SMP Muhamadiyah dan Ibuku guru SD di yayasan Tarakanita. Bapak dan Ibu selalu berpesan agar kami menjaga nama baik orang tua dan bisa hidup “prasojo”. Falsafah Jawa yang artinya sangat mendalam. Hidup sederhana, apa adanya dan tidak sombong. Hal ini berat menurutku. Apalagi saat aku menginjak remaja keinginan memiliki barang ini dan itu terkadang sering menggangguku. Aku ingin seperti teman-teman sebayaku. Seperti saat aku menginjak SMP, teman-teman berangkat ke sekolah naik sepeda, tapi bagiku itu hanya impian. Juga saat SMA sampai kuliah teman-teman dibelikan sepeda motor, itupun bagi aku dan adik-adikku juga hanya impian semata. Namun kurasakan ditengah kesulitanku, selalu saja ada solusinya. Seperti saat SMA, Bapak tidak bisa membelikan motor, maka pilihannya kami dan adik-adik harus kos dekat sekolah, hal ini kami jalani hingga kami lulus kuliah. Selama ini Bapak-Ibu memang selalu terbuka tentang kesulitan keuangan untuk biaya kuliah lebih cepat. Kami bertiga dapat kuliah dengan lancar dan tepat waktu.
Pilihan hidup kami bertiga tidak jauh dari profesi bapak dan ibu. Kami bertiga semuanya menjadi guru. Aku guru SMA dan kedua adikku guru SMP. Sudah 12 tahun lebih, aku menjadi guru perantauan. Hal yang selalu kuingat , Bapak demikian bangganya ketika aku menikah dengan suami yang seagama, Bapak dengan mantap memberikan restu kami berdua. Tante-tanteku dari pihak bapak yang semuanya muslim pun semua-nya memberikan restu padaku. Banyak hikmah yang kupetik dari pengalaman hidup Bapak dan ibuku. Sekarang Bapak Ibuku memang sudah pensiun. Seperti saat pulang mudik kali ini, kuperhatikan kebiasaan Bapak dan Ibupun masih tetap sama seperti dulu. Bapak selalu rajin ke mesjid untuk sholat lima waktu,dan ibu-pun selalu doa rosario dan rajin ke gereja setiap hari. Kurasakan tak ada intervensi satu sama lain. Semua menaljalankan kewajubannya sendiri-sendiri. Pilihan hidup yang benar-benar dilandasi kasih sejati. Kini, disaat menikmati hari tuanya Bapak Ibu bisatersenyum lega. Beliau merasa sangat bahagia menyaksikan anak-anaknya berhasil dalam hidupnya seperti yang dicita-citakan. Kesulitan yang beliau pernah alami ternyata tidak menjadikan halangan bagi anak-anaknya untuk meraih keberhasilan.
Pagi ini, kami sekeluarga berkumpul bersama melepas rindu. Kebiasaan yang tak pernah terlewatkan menjelang Natal tiba. Kami semua sungguh merasakan kebahagiaan. Bapak sekali lagi berpesan pada kami bertiga, kalau suatu saat kelak Bapak dipanggil Tuhan, Bapak harus tetap dikuburkan secara islam seperti keyakinan beliau. Kami pun siap melaksanakan seperti amanat Bapak. Bagi kami teladan Bapak dan ibu sungguh luar biasa. Terima kasih Pak, Bu atas tempaan dan kasih yang Bapak Ibu berikan bagi kami.
(AAS)
Biarkan Aku Mencintainya . . .
Suatu sore yang cerah. Matahari masih membiaskan sinarnya yang cantik. Rerumputan dan bunga-bunga kecil di halaman tersenyum mempesona. Aku memandangi wajah laki-laki yang kucintai, duduk persis di hadapanku. Segar, ramah dan lugu. Aku ingat betul, bahkan saat baru pertama kali bertemu dengan-nya, aku sudah yakin bahwa dia berasal dari desa. Seperti laki-laki yang kucintai, aku sendiri juga berasal dari desa, meski akhirnya aku merantau dan bekerja di tempat yang tergolong kota. Kami kadang kala bertemu, berbicara dari hati ke hati, menunggu senja tiba.
Di kota ini, aku berjumpa dengannya, untuk per-tama kalinya. Sosok laki-laki yang bersahaja, segar, sopan, ramah, plus ganteng (menurut ukuranku).
“Mbak, kerja disini ya?” sapanya untuk pertama kali. Setelah aku tahu beberapa kali dia sudah belanja di toko tempat aku bekerja. Logat medoknya membuatku menyimpulkan, pasti dia berasal dari desa.
“Iya, Kang” jawabku singkat. (Kang adalah sebutan semacam Mas/Kak untuk orang laki-laki).
“Aslinya dari daerah mana, Mbak?” kembali bertanya.
“Saya dari Wonosari Kang, Gunung Kidul” jawabku polos tanpa berusaha menutup-nutupi, sembari mengusap peluh di keningku, karena waktu itu cuaca begitu panas. Itulah awal perkenalan kami. Sejak itu kami sering bertemu. Mula-mula kami bertemu di toko tempatku bekerja, sebagai seorang penjual dan pembeli. Lama kelamaan kami menjadi akrab, kami saling memperhatikan, komunikasi kami tidak lagi sekedar antara penjual dan pembeli, tapi antara dua pribadi, antara aku, Sri Lestari dan dia, seorang laki-laki bernama Dimas.
Aku perempuan desa yang merantau di tempat ini. Aku bekerja untuk adik-adikku yang membutuhkan biaya dan ibu yang sudah tua. Ayahku sudah meninggal. Keadaan ini memaksaku untuk terus bekerja keras dan bertanggung jawab, karena aku anak tertua. Tak kupedulikan diriku yang semakin tua. Yang kulakukan selama ini hanyalah karena perasaan belas kasih dan pengabdianku. Tidak akan kubiarkan saudara-saudaraku menerita. Semakin bertambah umur, aku kehilangan keinginan untuk menikah. Aku memilih untuk hidup sendiri, kurasa itu jalan hidupku yang terbaik. Jalan hidup pilihanku ini masih tetap kupegang teguh, meski adik-adikku sudah selesai sekolahnya, tak pernah terpikirkan olehku, bahwa kebahagiaan seorang wanita akan tiba, mana kala hadir laki-laki belahan hatinya, kepada siapa dia akan menambatkan hati dan boleh merasakan mencintai dan dicintai.
Dengan memilih jalan hidup seperti ini, aku lebih bisa mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, juga lebih bisa memperhatikan sesama yang membutuhkan uluran tanganku. Ya.. aku tidak pernah meresahkan kesendirianku.
Ketika hubunganku dengan Dimas semakin dekat, ada sesuatu yang aneh dalam jiwaku. Getar-getar jiwa dan salah tingkah setiap bertemu dengannya. Sebuah aliran yang aneh….
Gelisah dan resah memikirkannya saat tidak ber-temu. Sedih dan tidak menentu rasanya, saat melihat ada wanita lain yang dekat dengannya. Ternyata Dimas juga merasakan hal yang sama. Dari sinar matanya, caranya bersikap, perhatiannya, juga kecemburuannya saat ada pria lain yang dekat denganku. Dia laki-laki yang memilih jalan hidup sendirian sepertiku. Usianya hampir sama denganku. Hanya saja, dalam hal status dan ukuran masyarakat, yang pasti dia memiliki jabatan yang tinggi dan terhormat, tidak sepertiku, yang harus selalu mengucurkan keringat demi keringat demi menopang kehidupan.
Ketika sampai pada suatu kesadaran, bahwa kami saling menyayangi, aku meluangkan waktu untuk berdoa dan curhat kepada Tuhan. Ini kulakukan saat aku selesai mengikuti misa harian pagi.
“Tuhan aku bersyukur, karena Kau pertemukan aku dengan cinta sejatiku. Aku boleh merasakan kebahagiaan dengan kehadirannya. Kalau Engkau boleh, jadikan aku salah satu perantara rahmatMu untuk mencintainya, sehingga dia juga boleh merasakan kebahagiaan di bawah naungan cinta. Aku berjanji, akan menjaga kemurnian cinta kami. Kami akan tetap mengarungi jalan kehidupan yang telah kami pilih”.
Sore ini aku bertemu dan boleh memandangi laki-laki yang kucintai. Kami mengobrol dan bercanda di tempat biasa kami bertemu. Percakapan kami selalu hal-hal yang sederhana. Tentang sawah di desa kami, sungai, kerbau, kambing, bebek atau apa saja. Tapi kami tidak pernah bosan. Ketika hari sudah senja kami berpisah satu sama lain. Seperti yang sudah-sudah, pesanku untuknya juga belum tersampaikan. Cukup kusimpan dalam hati dan kubawa dalam mimpi. “Dimas, aku sudah cukup bahagia dengan mencintaimu dalam hati. Semoga engkau juga bahagia….”
Di dasar ruang hatimu,
aku berharap, kapan saja boleh datang ke sana,
untuk menyenandungkan doa,
mendaraskan Mazmur,
juga menulis tentang apa saja,
dan terlebih melihatmu bahagia,
karena cintaNya selalu menaungi kita.
(elis, akhir 2008 di Klaten)
Penyembuhan
Sejak semula Tuhan selalu tidak sampai hati, tidak rela kalau manusia menderita, sakit dan seng-sara, sehingga tidak bebas menjalin relasi dengan Tuhan dan sesama. Karena pada hakekatnya penyembuhan adalah proses pertumbuhan di dalam Tuhan.
1. Kristus Sang Penyembuh
Semua pelayanan dalam nama Yesus dan dalam kuasa Roh Kudus (Luk 10:17). Nama Yesus penuh kuasa, karena kalau kita berbicara/berbuat dalam NamaNya, Yesus sendiri akan hadir (Flp 2:9-11). Dapat dikatakan, Yesus datang ke dunia ini untuk menyembuhkan manusia. Yesus selalu iba dan belas kasih kepada orang yang sakit dan menderita.
Mat 8:17 > Yesus seperti seorang ibu yang penuh belas kasih, rela menanggung derita dan sakit sebagai ganti derita anaknya yang dikasihi. Bagian pertama dari keempat injil terdapat berbagai cerita penyembuhan (Mrk 3:10 ; Luk 7:10-23) dan tidak pernah Yesus menolak permohonan orang untuk disembuhkan.
Yesus berani ambil resiko untuk dicap sebagai nabi palsu, bahkan untuk dibunuh sekalipun, karena melanggar kesucian hari Sabat, untuk dapat menyembuhkan orang sakit (Mat 12:9-14). Bahkan waktu ditolak di kampung halamanNya, Ia tidak mau membuat mujizat kecuali hanya menyembuh-kan orang sakit (Mrk 6:5).
2. Kuasa untuk menyembuhkan diberikan Yesus kepada para muridNya
Mat 10:8 ; Mrk 6:6-13 ; Mrk 16:18 ; Luk 9:1.
Para Rasul melaksanakannya (Kis 3:1-10 ; Kis 4:8-10, 16-18, 29-31).
Kis 3:6 > maka orang itu dapat berjalan. Hal ini terjadi karena kuasa bertindak/berkata “dalam nama Yesus”. Peristiwa ini amat besar pengaruhnya, sampai para pembesar mengadakan rapat dan memutuskan melarang penduduk Yerusalem untuk tidak berbicara lagi dengan siapapun dalam nama itu. (Kis 4:16-17). Para pembesar kemudian memanggil Petrus dan Yohanes dan memerintahkan mereka agar jangan sekalipun berbicara atau mengajar dalam nama Yesus (Kis 4:18).
Ada perbedaan antara:
Ø Berbicara tentang Yesus : Yesus tidak hadir.
Ø Berbicara dalam nama Yesus : Yesus hadir.
Namun para Rasul tidaklah takut, malah mereka mohon Tuhan mengulurkan tanganNya dan mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus (Kis 4:30), dan doa mereka dikabulkan Tuhan (Kis 4:31).
Bayangan Petruspun dapat menyembuhkan (Kis 5:15-16). Penyembuhan ini merupakan sarana yang efektif untuk penginjilan, tanda kehadiran Kerajaan Allah, Kuasa Allah.
3. Para Rasul menyuruh agar karya penyembuhan diabadikan di dalam Gereja.
Sebagaimana dikehendaki Yesus sendiri agar karya-Nya diteruskan (Mrk 16:18,20 ; Yoh 14:12-13 ; Yak 5:14-16). Gereja juga menghayati panggilan ini dan dalam gereja sepanjang sejarah serta seluruh tradisinya Gereja tetap mempertahankan karya penyembuhan ini. Gereja menyadari dirinya bersama Kristus masih tetap menjadi sumber penyembuhan yang terus menerus di Lourdes, juga dibanyak tempat, khususnya di gereja-gereja dan tempat peziarahan.
Akhir-akhir ini perubahan sikap Gereja dalam pe-nyembuhan nampak dalam pembaharuan liturgi dalam Konsili Vatikan II. Unsur penyembuhan dalam sakramen-sakramen ditekankan lagi. Sakramen pengurapan orang sakit dikatakan sebagai sakramen untuk menguatkan orang sakit dan mengandung banyak doa permohonan kesembuhan rohani dan jasmani, disertai penumpangan tangan sebagai lambang penyembuhan. Sakramen tobat dalam dekrit mengenai Liturgi disebut sebagai sakramen penyembuhan. Ekaristi kita sadari mem-punyai daya penyembuhan yang paling ampuh, yang dapat membangun kembali manusia dalam segala seginya. “BERKATALAH SEPATAH KATA SAJA, MAKA SAYA AKAN SEMBUH”, ungkapan yang selalu kita ucapkan sebelum menyambut. Kekuatan untuk menyembuhkan dan memulihkan relasi suami-isteri yang mulai retak, selalu dapat digali dari sakramen pernikahan.
4. Ada jurang pemisah antara penderita sakit dengan Gereja.
Walaupun demikian, namun masih dirasa ada gap, jurang pemisah yang dalam antara penderita sakit dan Gereja. Kebanyakan imam hanya mau melayani orang sakit dengan penerimaan sakramen perminyakan. Untuk pelayanan doa biasa biarlah sisakit sendiri atau orang lain yang mendoakan. Sedangkan dipihak lain, bagi si penderita, sakramen perminyakan masih tetap dianggap sebagai sakramen untuk orang mati. Banyak contoh dalam hal ini.
Akibatnya banyak orang katolik berpindah ke gereja lain, karena waktu sakit dilayani doa oleh mereka sampai sembuh. Harapan besar gereja ditujukan kepada kelompok-kelompok PKK sebagai jembatan jurang pemisah ini untuk melayani orang-orang sakit.
Harapan ini tentu kita penuhi kalau ada semangat :
1. Cinta kasih terhadap anggota gereja yang sakit.
2. Seperasaan dengan Kristus yang selalu iba dan belas kasih terhadap orang sakit.
3. Mat 10:8, “Kamu telah memperolehnya dengan Cuma-Cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma”.
5. Hal-hal yang menghambat penyembuhan.
1. Perasaan bersalah, seakan-akan tidak Kristiani untuk memohon kesembuhan dari Tuhan. Penderitaan dan sakit yang sudah selayaknya karena dosa-dosanya, atau itu memang salib yang harus dipikulnya.
Merasa menjadi pahlawan kalau menerima penderitaan itu dengan senang namun anehnya pergi juga ke dokter supaya sembuh.
2. Kesan/pandangan: hanya orang suci saja yang dapat dipakai Tuhan sebagai perantara dalam penyembuhan. Saya dan Anda bukan orang suci.
3. Anggapan, jaman sekarang kita sudah punya iman, tidak butuh lagi tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Mujizat hanya dibutuhkan jaman dulu, di mana iman umat masih lemah dan primitif.
6. Cara mendoakan orang sakit.
1. Mengantar si sakit kepada Yesus, seperti empat orang yang membawa orang lumpuh kepada Yesus. Mempersilakan Yesus menumpangkan tangan, bersabda dan menyembuhkan orang itu.
2. Dengan karunia penyembuhan dan karunia pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada pendoa, maka pendoa dengan penuh keyakinan ka-rena dapat mengetahui rencana dan kehendak Tuhan, berdiri bersama Tuhan, berbicara demi nama Tuhan “Dalam nama Yesus, jadilah sembuh”.
Cara yang pertama yang paling biasa untuk pelayanan doa dan penyembuhan. Cara kedua, kalau tidak betul-betul memiliki kedua karunia (karunia penyembuhan dan pengetahuan) dianjurkan jangan dipakai.
(St. S T )
Terminal Puisi
AJARILAH KAMI
Ajarlah kami, … Oh Tuhan,
Lebih banyak memberi dari yang telah kami terima dari Kasih-Mu.
Lebih sering mengenal kuasa Kasih-Mu,
Sehingga kami dapat menjadi saluran berkat bagi sesama.
Ajarilah kami, Tuhan,
Lebih sering mendengar ujaran tentang Kasih itu,
sehingga kami tidak cuma menjadi pelaku firman, melainkan tempat awal firman-Mu.
Lebih sering berdoa dalam Iman,
sehingga kami menjadi penopang Kuat Kuasa Kasih-Mu bagi sesama.
Ajarlah kami, Tuhan,
agar mengerti bahasa Kasih-Mu.
agar mengerti ungkapan Kasih dan,
Terima kasih Yesus, karena kami telah melihat karya besar-Mu
bagi kami yakni Kasih dalam Iman serta Pengharapan hanya pada Allah.
Ipung (JB. Sunu Purwo Ratmodjo)
Lebih sering mengenal kuasa Kasih-Mu,
Sehingga kami dapat menjadi saluran berkat bagi sesama.
Ajarilah kami, Tuhan,
Lebih sering mendengar ujaran tentang Kasih itu,
sehingga kami tidak cuma menjadi pelaku firman, melainkan tempat awal firman-Mu.
Lebih sering berdoa dalam Iman,
sehingga kami menjadi penopang Kuat Kuasa Kasih-Mu bagi sesama.
Ajarlah kami, Tuhan,
agar mengerti bahasa Kasih-Mu.
agar mengerti ungkapan Kasih dan,
Terima kasih Yesus, karena kami telah melihat karya besar-Mu
bagi kami yakni Kasih dalam Iman serta Pengharapan hanya pada Allah.
Ipung (JB. Sunu Purwo Ratmodjo)
KASIH
Malukah kita akan Tuhan ?
Yang selalu murka saat berhadapan dengan pilihan ...
Malukah kita akan Tuhan ?
Yang selalu lemah dalam menghadapi cobaan ...
Semua keluhanku disimpan dalam memorinya
Segala resahku didiamkan dalan ketabahanNya
Segala dosaku selalu diampuniNya
Karena Kasih yang dimilikiNya sungguh besar
Tak ada seorangpun yang tahu akan rencanaNya
Yang terkadang membuat kita sulit menerkaNya
Terkadang apa yang diharapkan tak sesuai rencanaNya
Dan kita murka karena tindakanNya
Tanpa kita tahu sebelumNya, bahwa rencanaNya selalu Indah
Selalu baik dan mendewasakan setiap insan
Bapa, KasihMu sungguh besar tiada tara
Membuatku sungguh kecil di hadapanMu
Kau benar-benar memberiku arti sebuah kasih
Kasih yang benar – benar teruji.
Ika - Pontianak
Laporan AAP
LAPORAN AKSI ADVENT PEMBANGUNAN 2009 PAROKI ST. FRANSISKUS ASISI – SUKASARI
Total Penerimaan Rp. 62.054.000,-
Total Pengeluaran Rp. 53.096.250,-
Sisa AAP 2009 Rp. 8.957.750,- (dimasukkan pada kas PSE Paroki)
Þ Jumlah Amplop AAP 2009 yang disebarkan 2000 pcs
Þ Jumlah Amplop AAP 2009 yang kembali 692 pcs ( 34,6 % )
Sisa sembako berupa : beras, gula pasir, minyak goreng dan mie instant telah disumbangkan kepada Seminari Stella Maris, Panti Wredha Hanna-Bogor, tambahan untuk satpam gereja, petugas kebersihan gereja, BIA, dan daerah miskin dibelakang gereja Sukasari.
Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi anda sekalian. Tuhan memberkati !!!
PSE Paroki St.Fransiskus Asisi- Sukasari
Total Penerimaan Rp. 62.054.000,-
Total Pengeluaran Rp. 53.096.250,-
Sisa AAP 2009 Rp. 8.957.750,- (dimasukkan pada kas PSE Paroki)
Þ Jumlah Amplop AAP 2009 yang disebarkan 2000 pcs
Þ Jumlah Amplop AAP 2009 yang kembali 692 pcs ( 34,6 % )
Sisa sembako berupa : beras, gula pasir, minyak goreng dan mie instant telah disumbangkan kepada Seminari Stella Maris, Panti Wredha Hanna-Bogor, tambahan untuk satpam gereja, petugas kebersihan gereja, BIA, dan daerah miskin dibelakang gereja Sukasari.
Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi anda sekalian. Tuhan memberkati !!!
PSE Paroki St.Fransiskus Asisi- Sukasari
Info Paroki
Baptis Dewasa:
23/12/2009
Agustinus Krisnadi Sutanto Andi (Jln. Bima No. 5 Cipaku Indah II)
Alfonsus Herwindo (Griya Katulampa B1/14)
Alfonus Yohan Yok Iksan (Jln. Pahlawan Gg. Mesjid No. 41)
Anastasia Maria Susanti (Kp. Muara Tegal RT 3/10)
Anastasia Sri Damayanti (Perum. Bogor Lestari A23 Jln. Artzimar)
Ancello Surachman (Kp. Gudang)
Antonius Tuhoni Lase (Jln. Raya Pemda RT 4/11 No. 50)
Caecilia Astrit Hilmawan Panghegar (Jln. Pahlawan Gg. Cendrawasih No. 160)
Christian Didik Subroto (Jln. Siliwangi 50 Komp. MY No. 15)
Christina Stephanie Widya (Jln. Roda Gg. Padajaya II No. 17)
Elizabet Nadia Widjaja (Jln. Sukamulya II No. 23)
Eulalia Janice Thung (Tmn. Pajajaran E1/5 Btr. Kemang)
Florencia Fransisca Filiana Indirawati Slamet (Jln. Gardu Tinggi RT 2/4 No. 17)
Fransiskus Xaverius Indra Prakarsa (Jln. Aster I No. 2 Pakuan 2 Tajur)
Fransiskus Xaverius Maman Supriyatman (Jln. Sukajaya I No. 19 Tajur)
Fransiskus Yohanes Aurelius Rahman (Jln. Sukasari I Gg. Mesjid No. 15)
Gregorius Keimas Meivianto (Jln. Sukamulya RT 7/3 Sukasari)
Ignatius Jason Thung (Tmn. Pajajaran E1/5 Btr. Kemang)
Ignatius Rangga Marihot Simamora (Gg. Balai Desa 14 RT 5/4 Tajur)
Katarina Yenti (Tmn. Pajajaran E1/5 Btr. Kemang)
Kristiana Tjiu Lian Swan (Sirna Sari No. 26 Bondongan)
Kristoforus Kurniawan Agung Trisyanto (Griya Katulampa Blok B6/13)
Laurentia Ida Ratna (Jln. Kresna No. 3 Cipaku Indah II)
Laurentius Encin Sunarya (Jln. Kresna No. 3 Cipaku Indah II)
Magdalena Jessy Cheillin (Jln. Layungsari II No. 5A)
Maria Christina Angelia (Cijujung RT 1 RW 2 No. 74)
Maria Elisabeth Tini Supriyantini (Tmn. Pajajran B5/18)
Maria Fransisca (Jln. Cempedak I No. 28 Btr. Kemang)
Maria Regina Oey Fie Fun (Jln. Puspa Langka W13/15 Tmn. Cimanggu)
Mario Surya Ibrahim (Gg. Melati IV Ly. Sari 1)
Matius Kwe Djan (Cipaku, Jln. Kresna No. 15)
Maximus D. Chandra Purnama Argobie (Jln. Pahlawan Gg. Nuri RT 1/6 No. 12)
Rafael Bryan Surya (Layungsari I Rk. 4 Kemoja Lingk. 3)
Rafael Reinaldo Timotius Limantara (Villa Puri Mas Blok B No. 1)
Ryan Yosef Laoh (Jln. Arzimar II RT 6/1 Btr. Jati)
Stefanus Irwan Santoso (Jln. Belong No. 62)
Theresia Brigita Yuni Lestari (Jln. Muara Tegal No. 35 Sindangrasa)
Thomas Ferry Iskandar Cugito (Jln. Raya Wangun Kp. Lebaksari)
Thomas Kuet Men (Jln. Jure No. 1 RT 5/7 Btr. Jati)
Valentina Linda Efendi (Cipaku Indah II Jln. Bima No. 5)
Vinsensius Budianto (Tmn. Pajajran E1/5 Btr. Kemang)
Pemberkatan Perkawinan:
12/12/2009 : Petrus Kanisius Femmy (St. Stefanus) dengan Lora Oktaviani (Jakarta Timur)
12/12/2009 : Kilianus Mikael Freddy (St. Agustinus) dengan Natalia Elisabeth Wijaya (Bandung)
12/12/2009 : Yohanes Armand Gunawan (St. Agustinus) dengan Yohanna Falentine (St. Agustinus)
13/12/2009 : Aloysius Alex Tanzil (Indraprasta) dengan Aurelia Yessy Suherman (Pengadilan)
19/12/2009 : Christianus Chandra (St. Thomas Aquino) dengan Maria Anastasia Putriandi Juwana (Pondok Rumput)
20/12/2009 : Regina Yannie Widjaja (St. Thomas Aquino) dengan Stevanus Reynaldo Saragih
20/12/2009 : Yohanes Hendra Kurniawan (St. Thomas Aquino) dengan Yun Lianih (Jonggol)
27/12/2009 : Yohan Yok Iksan (St. Maria Fatima) dengan Sesilia Greta Setiadi (St. Stefanus)
10/01/2010 : Maria Verena Leana (St. Thomas Aquino) dengan Max Maximiliaan Andriady (Bondongan)
Berita Duka:
08/12/2009 : Amir Hamzah Hutabarat (59 thn) dari Jaya Tunggal – St. Stefanus.
Dimakamkan pada tgl. 11/12/2009 di Cipaku.
09/12/2009 : Paulina Maria Budiah (67 thn) dari Asrama Paskhas – St. Stefanus.
Dimakamkan pada tgl. 10/12/2009 di Semplak.
20/12/2009 : R. Vinansius Joseph Soedhono (78 thn) dari Komp. Kehutanan Wanamulya – St. Antonius. Dimakamkan pada tgl. 21/12/2009 di Cipaku Lama.
04/01/2010 : Monica Oey Eng Moy (82 thn) dari Jln. Sukamulya 50 – St. Thomas Aquino.
Dikremasi pada tgl. 06/01/2010 di Cilincing.
05/01/2010 : Chrysogonus Toempang Siswowiardjo (87 thn) dari Komp. Kehutanan Bondongan Selatan – St. Maria Fatima. Dimakamkan pad tgl. 06/01/2010 di Cipaku Lama.
10/01/2010 : Teresa Oey Cis Nio (81 thn) dari Kp. Gudang – St. Agustinus.
Dikremasi pada tgl. 14/01/2010 di Cilincing.
13/01/2010 : Richard Santoso Budiman (83 thn) dari Perumda C/11 Cipaku – St. Stefanus.
Dikremasi pada tgl. 15/01/2010 di Cilincing.
23/12/2009
Agustinus Krisnadi Sutanto Andi (Jln. Bima No. 5 Cipaku Indah II)
Alfonsus Herwindo (Griya Katulampa B1/14)
Alfonus Yohan Yok Iksan (Jln. Pahlawan Gg. Mesjid No. 41)
Anastasia Maria Susanti (Kp. Muara Tegal RT 3/10)
Anastasia Sri Damayanti (Perum. Bogor Lestari A23 Jln. Artzimar)
Ancello Surachman (Kp. Gudang)
Antonius Tuhoni Lase (Jln. Raya Pemda RT 4/11 No. 50)
Caecilia Astrit Hilmawan Panghegar (Jln. Pahlawan Gg. Cendrawasih No. 160)
Christian Didik Subroto (Jln. Siliwangi 50 Komp. MY No. 15)
Christina Stephanie Widya (Jln. Roda Gg. Padajaya II No. 17)
Elizabet Nadia Widjaja (Jln. Sukamulya II No. 23)
Eulalia Janice Thung (Tmn. Pajajaran E1/5 Btr. Kemang)
Florencia Fransisca Filiana Indirawati Slamet (Jln. Gardu Tinggi RT 2/4 No. 17)
Fransiskus Xaverius Indra Prakarsa (Jln. Aster I No. 2 Pakuan 2 Tajur)
Fransiskus Xaverius Maman Supriyatman (Jln. Sukajaya I No. 19 Tajur)
Fransiskus Yohanes Aurelius Rahman (Jln. Sukasari I Gg. Mesjid No. 15)
Gregorius Keimas Meivianto (Jln. Sukamulya RT 7/3 Sukasari)
Ignatius Jason Thung (Tmn. Pajajaran E1/5 Btr. Kemang)
Ignatius Rangga Marihot Simamora (Gg. Balai Desa 14 RT 5/4 Tajur)
Katarina Yenti (Tmn. Pajajaran E1/5 Btr. Kemang)
Kristiana Tjiu Lian Swan (Sirna Sari No. 26 Bondongan)
Kristoforus Kurniawan Agung Trisyanto (Griya Katulampa Blok B6/13)
Laurentia Ida Ratna (Jln. Kresna No. 3 Cipaku Indah II)
Laurentius Encin Sunarya (Jln. Kresna No. 3 Cipaku Indah II)
Magdalena Jessy Cheillin (Jln. Layungsari II No. 5A)
Maria Christina Angelia (Cijujung RT 1 RW 2 No. 74)
Maria Elisabeth Tini Supriyantini (Tmn. Pajajran B5/18)
Maria Fransisca (Jln. Cempedak I No. 28 Btr. Kemang)
Maria Regina Oey Fie Fun (Jln. Puspa Langka W13/15 Tmn. Cimanggu)
Mario Surya Ibrahim (Gg. Melati IV Ly. Sari 1)
Matius Kwe Djan (Cipaku, Jln. Kresna No. 15)
Maximus D. Chandra Purnama Argobie (Jln. Pahlawan Gg. Nuri RT 1/6 No. 12)
Rafael Bryan Surya (Layungsari I Rk. 4 Kemoja Lingk. 3)
Rafael Reinaldo Timotius Limantara (Villa Puri Mas Blok B No. 1)
Ryan Yosef Laoh (Jln. Arzimar II RT 6/1 Btr. Jati)
Stefanus Irwan Santoso (Jln. Belong No. 62)
Theresia Brigita Yuni Lestari (Jln. Muara Tegal No. 35 Sindangrasa)
Thomas Ferry Iskandar Cugito (Jln. Raya Wangun Kp. Lebaksari)
Thomas Kuet Men (Jln. Jure No. 1 RT 5/7 Btr. Jati)
Valentina Linda Efendi (Cipaku Indah II Jln. Bima No. 5)
Vinsensius Budianto (Tmn. Pajajran E1/5 Btr. Kemang)
Pemberkatan Perkawinan:
12/12/2009 : Petrus Kanisius Femmy (St. Stefanus) dengan Lora Oktaviani (Jakarta Timur)
12/12/2009 : Kilianus Mikael Freddy (St. Agustinus) dengan Natalia Elisabeth Wijaya (Bandung)
12/12/2009 : Yohanes Armand Gunawan (St. Agustinus) dengan Yohanna Falentine (St. Agustinus)
13/12/2009 : Aloysius Alex Tanzil (Indraprasta) dengan Aurelia Yessy Suherman (Pengadilan)
19/12/2009 : Christianus Chandra (St. Thomas Aquino) dengan Maria Anastasia Putriandi Juwana (Pondok Rumput)
20/12/2009 : Regina Yannie Widjaja (St. Thomas Aquino) dengan Stevanus Reynaldo Saragih
20/12/2009 : Yohanes Hendra Kurniawan (St. Thomas Aquino) dengan Yun Lianih (Jonggol)
27/12/2009 : Yohan Yok Iksan (St. Maria Fatima) dengan Sesilia Greta Setiadi (St. Stefanus)
10/01/2010 : Maria Verena Leana (St. Thomas Aquino) dengan Max Maximiliaan Andriady (Bondongan)
Berita Duka:
08/12/2009 : Amir Hamzah Hutabarat (59 thn) dari Jaya Tunggal – St. Stefanus.
Dimakamkan pada tgl. 11/12/2009 di Cipaku.
09/12/2009 : Paulina Maria Budiah (67 thn) dari Asrama Paskhas – St. Stefanus.
Dimakamkan pada tgl. 10/12/2009 di Semplak.
20/12/2009 : R. Vinansius Joseph Soedhono (78 thn) dari Komp. Kehutanan Wanamulya – St. Antonius. Dimakamkan pada tgl. 21/12/2009 di Cipaku Lama.
04/01/2010 : Monica Oey Eng Moy (82 thn) dari Jln. Sukamulya 50 – St. Thomas Aquino.
Dikremasi pada tgl. 06/01/2010 di Cilincing.
05/01/2010 : Chrysogonus Toempang Siswowiardjo (87 thn) dari Komp. Kehutanan Bondongan Selatan – St. Maria Fatima. Dimakamkan pad tgl. 06/01/2010 di Cipaku Lama.
10/01/2010 : Teresa Oey Cis Nio (81 thn) dari Kp. Gudang – St. Agustinus.
Dikremasi pada tgl. 14/01/2010 di Cilincing.
13/01/2010 : Richard Santoso Budiman (83 thn) dari Perumda C/11 Cipaku – St. Stefanus.
Dikremasi pada tgl. 15/01/2010 di Cilincing.
Kalender Liturgi Maret 2010
Ujud Umum : Semoga sistem perekonomian dunia dikelola berdasarkan prinsip keadilan dan kesamaan, dengan perhatian besar kepada kebutuhan riil masyarakat, khususnya kaum papa-miskin.
Ujud Misi : Semoga Gereja-gereja di Afrika menjadi tanda dan sarana atas rekonsiliasi dan keadilan di setiap sudut benua.
Ujud Gereja Indonesia : Sadar akan dampak sosialnya, semoga dunia perfilman, radio, dan televisi di Indonesia lebih berminat untuk menggarap tema-tema yang berbobot dan mendidik.
Senin, 1 Maret 2010 : Dan. 9:4b-10; Luk. 6:36-38
Selasa, 2 Maret 2010 : Yes. 1:10,16-20; Mat. 23:1-12
Rabu, 3 Maret 2010 : Yer. 18:18-20; Mat. 20:17-28
Kamis, 4 Maret 2010 : Yer. 17:5-10; Luk. 16:19-31
Jumat, 5 Maret 2010 : Kej. 37:3-4,12-13a,17b-28; Mat. 21:33-43,45-46
Sabtu, 6 Maret 2010 : Mi. 7:14-15,18-20; Luk. 15:3,11-32
Minggu, 7 Maret 2010 : HARI MINGGU PRAPASKAH III Kel. 3:1-8a,13-15; 1Kor. 10:1-6,10-12; Luk. 13:1-9
Senin, 8 Maret 2010 : 2Raj. 5:1-15a; Luk. 4:24-30
Selasa. 9 Maret 2010 : Dan. 3:25,34-43; Mat. 18:21-35
Rabu, 10 Maret 2010 : Ul. 4:1,5-9; Mat. 5:17-19
Kamis, 11 Maret 2010 : Yer. 7:23-28; Luk. 11:14-23
Jumat, 12 Maret 2010 : Hos. 14:2-10; Mrk. 12:28b-34
Sabtu, 13 Maret 2010 : Hos. 6:1-6; Luk. 18:9-14
Minggu, 14 Maret 2010 : HARI MINGGU PRAPASKAH IV Yos. 5:9a,10-12; 2Kor. 5:17-21; Luk. 15:1-3-11-32
Senin, 15 Maret 2010 : Yes. 65:17-21; Yoh. 4:43-54
Selasa, 16 Maret 2010 : Yeh. 47:1-9,12; Yoh. 5:1-16
Rabu, 17 Maret 2010 : Yes. 49:8-15; Yoh. 5:1-16
Kamis, 18 Maret 2010 : Kel. 32:7-14; Yoh. 5:31-47
Jumat, 19 Maret 2010 : HARI RAYA S.YUSUF, SUAMI SP. MARIA 2Sam. 7:4-5a,12-14a atau Luk 2:41-51a
Sabtu, 20 Maret 2010 : Yes. 58:9b-14; Luk. 5:27-32
Minggu, 21 Maret 2010 : HARI MINGGU PRAPASKAH V Yes. 43:16-21; Flp. 3:8-14; Yoh. 8:1-11
Senin, 22 Maret 2010 : Dan. 13:1-9,15-17,19-30,33-62 (Dan. 13:41C-62); Yoh. 8:12-20
Selasa, 23 Maret 2010 : Bil. 21:4-9; Yoh. 8:21-30
Rabu, 24 Maret 2010 : Dan. 3:14-20,24-25,28; Yoh. 8:31-42
Kamis, 25 Maret 2010 : HARI RAYA KABAR SUKACITA Yes. 7:10-14; 8:10; Ibr 10:4-10; Luk. 1:26-38
Jumat, 26 Maret 2010 : Yer. 20:10-13; Yoh. 10:31-42
Sabtu, 27 Maret 2010 : Yeh. 37:32-28; Yer. 31:10,11-12ab; Yoh. 11:45-56
Minggu, 28 Maret 2010 : HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGASARA TUHAN Luk. 19:28-40; Flp. 2:6- 11; Luk. 22:14-23:56
Senin, 29 Maret 2010 : HARI SENIN DALAM PEKAN SUCI Yes. 42:1-7; Yoh. 12:1-11
Selasa, 30 Maret 210 : HARI SELASA DALAM PEKAN SUCI Yes. 49:1-6; Yoh. 13:21-33,36-38
Rabu, 31 Maret 2010 : HARI RABU DALAM PEKAN SUCI Yes. 50:4-9a; Mat. 26:14-25
Ujud Misi : Semoga Gereja-gereja di Afrika menjadi tanda dan sarana atas rekonsiliasi dan keadilan di setiap sudut benua.
Ujud Gereja Indonesia : Sadar akan dampak sosialnya, semoga dunia perfilman, radio, dan televisi di Indonesia lebih berminat untuk menggarap tema-tema yang berbobot dan mendidik.
Senin, 1 Maret 2010 : Dan. 9:4b-10; Luk. 6:36-38
Selasa, 2 Maret 2010 : Yes. 1:10,16-20; Mat. 23:1-12
Rabu, 3 Maret 2010 : Yer. 18:18-20; Mat. 20:17-28
Kamis, 4 Maret 2010 : Yer. 17:5-10; Luk. 16:19-31
Jumat, 5 Maret 2010 : Kej. 37:3-4,12-13a,17b-28; Mat. 21:33-43,45-46
Sabtu, 6 Maret 2010 : Mi. 7:14-15,18-20; Luk. 15:3,11-32
Minggu, 7 Maret 2010 : HARI MINGGU PRAPASKAH III Kel. 3:1-8a,13-15; 1Kor. 10:1-6,10-12; Luk. 13:1-9
Senin, 8 Maret 2010 : 2Raj. 5:1-15a; Luk. 4:24-30
Selasa. 9 Maret 2010 : Dan. 3:25,34-43; Mat. 18:21-35
Rabu, 10 Maret 2010 : Ul. 4:1,5-9; Mat. 5:17-19
Kamis, 11 Maret 2010 : Yer. 7:23-28; Luk. 11:14-23
Jumat, 12 Maret 2010 : Hos. 14:2-10; Mrk. 12:28b-34
Sabtu, 13 Maret 2010 : Hos. 6:1-6; Luk. 18:9-14
Minggu, 14 Maret 2010 : HARI MINGGU PRAPASKAH IV Yos. 5:9a,10-12; 2Kor. 5:17-21; Luk. 15:1-3-11-32
Senin, 15 Maret 2010 : Yes. 65:17-21; Yoh. 4:43-54
Selasa, 16 Maret 2010 : Yeh. 47:1-9,12; Yoh. 5:1-16
Rabu, 17 Maret 2010 : Yes. 49:8-15; Yoh. 5:1-16
Kamis, 18 Maret 2010 : Kel. 32:7-14; Yoh. 5:31-47
Jumat, 19 Maret 2010 : HARI RAYA S.YUSUF, SUAMI SP. MARIA 2Sam. 7:4-5a,12-14a atau Luk 2:41-51a
Sabtu, 20 Maret 2010 : Yes. 58:9b-14; Luk. 5:27-32
Minggu, 21 Maret 2010 : HARI MINGGU PRAPASKAH V Yes. 43:16-21; Flp. 3:8-14; Yoh. 8:1-11
Senin, 22 Maret 2010 : Dan. 13:1-9,15-17,19-30,33-62 (Dan. 13:41C-62); Yoh. 8:12-20
Selasa, 23 Maret 2010 : Bil. 21:4-9; Yoh. 8:21-30
Rabu, 24 Maret 2010 : Dan. 3:14-20,24-25,28; Yoh. 8:31-42
Kamis, 25 Maret 2010 : HARI RAYA KABAR SUKACITA Yes. 7:10-14; 8:10; Ibr 10:4-10; Luk. 1:26-38
Jumat, 26 Maret 2010 : Yer. 20:10-13; Yoh. 10:31-42
Sabtu, 27 Maret 2010 : Yeh. 37:32-28; Yer. 31:10,11-12ab; Yoh. 11:45-56
Minggu, 28 Maret 2010 : HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGASARA TUHAN Luk. 19:28-40; Flp. 2:6- 11; Luk. 22:14-23:56
Senin, 29 Maret 2010 : HARI SENIN DALAM PEKAN SUCI Yes. 42:1-7; Yoh. 12:1-11
Selasa, 30 Maret 210 : HARI SELASA DALAM PEKAN SUCI Yes. 49:1-6; Yoh. 13:21-33,36-38
Rabu, 31 Maret 2010 : HARI RABU DALAM PEKAN SUCI Yes. 50:4-9a; Mat. 26:14-25
Langganan:
Postingan (Atom)