Sejak berdirinya Paroki Santo Fransiskus Asisi Siliwangi Bogor pada tahun 1963 dengan pastor Kohler sebagai pastor pertama, telah banyak usaha dilakukan dalam membentuk paduan suara. Paduan suara adalah bagian dari liturgi untuk menyertai doa umat. Lagu-lagu yang dinyanyikan adalah berdasarkan pilihan yang sudah ditetapkan oleh KWI. Juga ditetapkan, bahwa lagu gereja harus mengacu pada TPE. Oleh karena itu lagu-lagu seyogyanya tidak bebas untuk dinyanyikan semaunya. Lagu harus disesuaikan dengan tema liturgi.
Pada awal berdirinya gereja St Fransiskus Asisi Siliwangi Bogor belum ada paduan suara. Jika memerlukan paduan suara, maka itu hanyalah kor musiman yang dinyanyikan oleh para ibu (kira-kira 15 orang) yang dipimpin oleh Bapak Kartidjan. Kor ini hanya melayani perayaan hari besar gereja seperti Paskah, Natal, dll. Sedangkan untuk Misa hari Minggu, kor adalah umat sendiri yang dulu dipimpin oleh Bruder Michael, Bapak Ignatius Sutikno dan Bapak kartidjan sebagai organis.
Ketika Pater Rijper menjadi pastor Paroki Sukasari, maka beliau memutar kaset yang berisi lagu-lagu berbahasa Latin untuk menyertai Misa. Berkenaan dengan perayaan Hari Proklamasi ketika itu, beliau berusaha membentuk paduan suara dengan mengundang para guru dan murid SMA kelas III Mardi Yuana untuk menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan syukuran. Organis ketika itu adalah Ibu Gwat Lee. Pelatih kor adalah Pater Rijper sendiri yang hanya berlangsung singkat untuk kemudian dilanjutkan oleh Bapak Umarsodho. Kor yang dibentuk oleh Bapak Umarsodho terdiri dari para Ibu dan beberapa Bapak termasuk Bapak Umar sebagai inti ditambah lagi dengan para Ibu dari sekitar area Siliwangi, Suryakencana, Bostinco, dan RB Melania. Ada juga suster yang ikut bergabung dalam kor Paroki. Sebelum terbentuk kor Paroki, pada setiap Misa lagu dipimpin oleh Bapak Umar, dibantu oleh Ibu Irene, Ibu Djatmika, Bapak Ratidjo dan Ibu Maria Melani serta Bapak kartdjan sebagai organis. Organ ketika itu adalah organ kuno. Ketika Pater Rijper dipindah untuk diganti dengan Pater Yustinus, maka dibentuklah pengurus Santo Fransiskus Siliwangi disertai dengan pembentukan kor wilayah. Semua petugas kor diperlukan, karena pada hari Minggu dan Sabtu ada beberapa Misa yang harus dipersembahkan.
Pada sekitar tahun 1980 dibentuk Dewan Gereja Santo Fransiskus Sukasari dan Bapak Umar ditunjuk sebagai Kordinator kor. Pada waktu itu diadakan lomba kor untuk Natal. Perlombaan dilangsungkan antar wilayah yaitu Wilayah Sukasari I, W. Sukasari II (masih bergabung denga Cipaku ketika itu), W. Tajur, W. Bondongan dan W. Suryakencana. Dengan demikian terbentuklah kor-kor wilayah yang kemudian diberikan tugas untuk mengisi Misa tiap hari Minggu di gereja Sukasari dan Bondongan. Kecuali itu bermunculan beberapa kelompok paduan suara seperti kor Mudika, yang selanjutnya diberi nama kor St. Yosep. Berhubung banyak anggota yang sudah berkeluarga dan sudah bukan muda-mudi lagi, maka kor Mudika lambat laun tidak aktif lagi. Kor Wanita Katolik dipimpin oleh Ibu Mardi. Setelah Rm. Djatmiko ditunjuk sebagai pastor pembantu paroki Sukasari, maka beliau membentuk kor lektor-lektris dan putra altar yang diberi nama kor Nikasius Iuvenis. Kor Patoki Fransiskus dibentuk ketika Rm. B. Sudarto menjabat sebagai pastor paroki.
Memang banyak kelompok paduan suara terbentuk pada waktu itu a.l. dari Katulampa yang terdiri dari anggota yang relatif masih muda. Kemudian bergabung kor Don Bosco, kor Santo Fransiskus, kor Lauda Sion, dsb. Disamping kor wilayah (ada 5) ada juga kor kategorial seperti kor sekolah Mardi Yuana, Mardi Waluya, Vox Juvenis, kor PD St. Teresa, kor Regina S. Caelis (kor kanak-kanak), kor Santa Klara, dll. Sekarang ini jumlah kor ada 25.
Jumlahnya dengan mantap meningkat dan hal itu menandakan, bahwa kita memang senang bernyanyi dan mau menyenangkan Tuhan dengan bernyanyi merdu untuk memuliakanNya. Dengan demikian tugas kor untuk merayakan liturgi menjadi merata dan terasa lebih ringan. Perlu dikemukakan, bahwa Bapak dan Ibu Kismono pun pernah berperan dalam kegiatan kor di wilayah Sukasari.
Memang secara kuantitas banyak bermunculan paduan suara. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam merayakan liturgi pun harus dipatuhi. Masih banyak hal dalam menyanyikan lagu perlu diperbaiki. Adalah tugas dirigen yang seyogyanya harus lebih menguasai tatacara, teknik dan dinamika dalam mempersembahkan lagu. Tugas dirigen juga harus membimbing dan kalau perlu melatih umat misalnya sebelum Misa dimulai. Komisi dan Seksi Liturgi serta pastor terkait harus berperan aktif dalam memberikan pengarahan. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa kualitas kor akan meningkat.
Karangan ini disusun oleh Celtee melalui wawancara dengan Bapak Umarsodho dan Bapak Rudy Gani. (Dr. Cosmas Loka Tjahjana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^