Rabu, 09 Maret 2011

Sajian Utama

API  KECIL  YANG  LEMBUT


Sejak zaman batu orang telah mengenal cara membuat api dengan alat-alat buatan yang merupakan suatu keterampilan, hanya pada saat awal penemuan itu, api yang ada, dijaga agar tetap menyala terus, sehinga tidak harus berulang-ulang menyalakan kembali, karena hal itu merupakan suatu pekerjaan yang tidak praktis dan cukup sulit.
Api kecil adalah kawan manusia, karena api itu dibutuhkan untuk hidup manusia, dipakai dalam hidup sehari-hari terutama untuk memasak, untuk penerangan dan sebagainya. Tetapi api besar yang di luar kendali adalah lawan manusia karena dia membakar, menghanguskan dan memusnahkan.
Pada Injil Lukas 12:49-50 Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung”. Bagian Injil ini menyebut misi Yesus untuk melemparkan api ke bumi serta keharusanNya untuk menjalani suatu baptisan dan menggambarkan pula sikap Yesus terhadap kedua hal tersebut: betapa Ia rindu agar api itu segera menyala tetapi perspektif baptisan itu memberikan rasa tertekan. Kerinduan untuk menyalakan api tidak dapat terwujud tanpa menjalani baptisan yang menyusahkan, yang merupakan prasyarat.
Dalam Perjanjian Lama api mempunyai pelbagai arti simbolik: tanda penampakan Allah, sarana pemurnian, sarana pemisahan, sarana pemusnahan dalam pengadilan. Tetapi dalam konteks keseluruhan karya Lukas, api yang mau dilemparkan Yesus ke bumi agaknya pertama-tama mengacu kepada “Roh Kudus dan api” yang dengannya Yesus akan membaptis (Luk 3:16). Pelemparan api itu terlaksana pada hari Pentakosta ketika Yesus yang telah bangkit dan terangkat ke surga mencurahkan Roh Kudus dalam rupa nyala api (Kis 2:3, 33). Tentang keharusanNya menjalani baptisan yang adalah prasyarat untuk menyalakan dan melemparkan api ke bumi, itu melambangkan penderitaan dan kematian yang harus dialami Yesus dan murid-murid, jadi baptisan itu maksudnya bukan baptisan di sungai Yordan yang sudah diterima. (bdk. sabda yang senada dalam Mrk 10:38).
Ada kesaksian Ibu Sisca, yang dikenal penulis sebagai orang yang setia, patuh, dan taat pada Yesus dan ajaranNya. Pelayanannya cukup baik, senang menggeluti Sabda Tuhan, rajin berdevosi. Ketika suatu waktu secara pribadi dia melakukan novena Hati Ku-dus Yesus di Katedral, dia mengalami suatu pengalaman yang tidak dapat dilupakannya. Saat dia berlutut di bawah patung Hati Kudus Yesus sambil berdoa dia memandang Hati Kudus Yesus, tiba-tiba dia mendengar ada suara yang menyapanya: “Ada apa yang kamu lihat di Hati Kudus-Ku, Sisca?”. Kaget sekali Sisca mendengar suara itu, karena ketika itu dia hanya seorang diri di situ, tetapi Sisca berusaha untuk tetap bersikap tenang, kemudian sambil memperhatikan Hati Kudus Yesus, Sisca menjawab: “Ada duri pada Hati Kudus-Mu Tuhan”, kemudian terdengar suara itu lagi: “Betapa Aku sangat menderita karena duri-duri yang tertancap di Hati-Ku akibat dosa-dosa yang dilakukan umat yang Kukasihi”. Sisca terkejut mendengar kata-kata itu, dia berlutut dan memohon ampun atas dosa-dosa yang dilakukannya, yang menyebabkan Hati Yesus tertusuk duri.
Kemudian suara itu terdengar kembali oleh Sisca, dengan berkata: “Sekarang apa yang tampak pada Hati-Ku, Sisca?”. Kini perasaan Sisca sudah mulai tenang, dia memandang pada Hati Kudus Yesus, dan menjawab: “Pada Hati Kudus-Mu terdapat nyala api, Tuhan!”. Suara itu terdengar berkata: “Itulah nyala api kecil yang lembut yang keluar dari Hati-Ku dan merupakan nyala api cinta-kasihKu yang berkobar-kobar dan tidak pernah padam selamanya dalam Aku mencintai umatKu, walaupun mereka menyakiti-Ku selalu”. Kembali Sisca berlutut dan bersembah sujud memohon ampun pada Tuhan Yesus atas segala dosa yang telah dilakukannya, yang menyebabkan Tuhan Yesus menderita di dalam mengasihi umat-Nya.
Untuk ketiga kalinya suara itu bertanya lagi kepada Sisca: “Kini apa yang kamu lihat di Hati-Ku, Sisca?”. Dengan teliti Sisca mencermati  Hati Yesus yang maha kudus, dan dia berkata: “Sekarang yang tampak adalah cahaya yang terang yang memancar dari Hati-Mu Tuhan!”. Dan suara itu terdengar berkata: “Cahaya itu memancar bersinar untuk menerangi perjalanan hidup umatKu, agar tidak tersesat jatuh ke dalam kegelapan dosa, tetapi akan memberi terang sampai pada kehidupan kekal di sorga!”. Seketika Sisca tersungkur dan air matanya jatuh berderai membasahi pipinya, sambil bersyukur Sisca bersembah sujud, memuji, memuliakan Tuhan atas cinta kasihNya yang begitu besar yang dicurahkan pada umat yang dikasihiNya. (Kesaksian: Sisca umat Paroki St. Fransiskus, Sukasari – Bogor).
Api yang dilemparkan Yesus di bumi ini merupakan lambang api Roh, yang harus mengobarkan hati manusia, api ini juga dapat diartikan penerangan rohani karena kedatangan Yesus. Api ini sumber segala terang dan bimbingan, seperti yang kemudian diberikan oleh Roh Kudus. Api ini juga daya jiwa yang menyalakan semangat di hati, memberikan kekuatan kepada para rasul, keberanian kepada para martir, api yang bisa menggerakkan seluruh umat, mengobarkan seluruh Gereja. Api ini harus dinyalakan oleh Kristus, api cinta yang membakar korban Yesus di atas kayu salib: dan dari api cinta itu semua hati akan dikobarkan untuk mengikuti Yesus dalam segala pengorbanan hidup. Salib itu sendiri disamakan dengan “pembaptisan”. Dan Yesus merasakan kerinduan dan kesesakanNya, sampai baptis itu pada suatu ketika dilaksanakan. Api ini api semangat Yesus, api cinta dan pengorbanan yang membakar hati begitu banyak orang kudus. (Stefan Surya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^