AKU Telah ditanamkan rasa disiplin saat aku kecil, walau bapakku bukanlah orang ternama atau berpangkat tinggi di desa. Masih terngiang-ngiang hingga kini saat beliau berpesan dan memberi nasehat kepadaku, “seorang perempuan tak elok jika harus bangun pagi didahului oleh koko ayam jantan.” Sehingga sejak kecil pula aku sudah terbiasa bangun pagi sebelum saat datangnya subuh, Sekitar pukul 3.00 atau 4.00 jika terlambat.
Banyak kegiatan pagi hari yang telah kulakukan hingga kini, namun tak ada seorang dari keenam anakku yang mau mengikuti kebiasaanku. Setelah bangun pagi aku biasanya mencuci muka, gosok gigi lalu merebus air untuk membuat teh kental panas kegemaran bapak. Selesai membuat teh aku membangunkan bapak, agar beliau dapat menikmati pagi sambil meminum teh buatanku.
Semua kegiatanku di pagi hari itu telah berlangsung otomatis. Dan kemudian kubiasakan pula untuk menghafal kembali pelajaran yang akan berlangsung di sekolah nanti. Kegiatan menghafalkan pelajaran untuk di sekolah sangatlah berarti, apalagi jika akan ada ulangan. Selesai semuanya masih kulanjutkan dengan menyapu halaman rumah diterangi lampu teplok atau dian.
Selesai itu kulanjutkan dengan pergi ke sendang (telaga kecil; red) untuk mandi pagi juga mengambil air yang ditempatkan di buyung, lalu ganti baju kemudian sarapan dan selanjutnya pergi ke sekolah. Usai pelajaran di sekolah aku kembali mengambil dan membawa air karena pergi atau pulang sekolah aku selalu memulai sendang tadi.
Kegiatan demi kegiatan pagi yang kukerjakan dari kecil dan terbawa lagi hingga kini, menjadi kegiatan pagi yang aneh bagi sebagian orang dan selalu menjadi bahan pertanyaan. Apalagi waktu aku masih menjadi guru dan sering aku bepergian ke luar kota untuk misalnya, seminar, retret ataukah up grading guru.
Kebiasaanku yang selalu bangun pagi pada pukul 3.00 tetap kulakukan dan aku pun dengan senang hati mengisi pahgi dengan menyikat kamar mandi, menguras bak mandi, lalu mandi pagi. Selesai semuanya kulakukan, aku berganti pakaian dengan pakaian dinas lalu baca kitab suci sehingga pada pukul 5.00 aku bisa berjalan-jalan kecil sambil berdoa rosario. Sepulang dari jalan-jalan dan berdoa pagi nampak kawan-kawan guru yang baru selesai mandi, tetapi ada juga yang masih tertidur dan belum bangun.
Sedikit gambaran mengenai diriku ini kini menjadi cermin terang di sisa hidupku yang mendamba api kecil yang lembut yang kuandaikan sebagai Tuhan Yesusku sendiri, karena hidup yang tengah kulalui adalah anugerah-Nya. Peran kecilku dalam kehidupan melayani keluargaku sendiri dan sesama telah membuktikan bahwa pencobaan apapun itu dan sering menimpa keluargaku, aku masih membutuhkan Dia sang Raja terang, untuk menerangi hati ini.
Dan akupun percaya bahwa segala macam kegiatanku dari usia dini hingga aku kini yang telah uzur dan lapuk dimakan usia, membawa aku tetap hidup dalam pelayanan-Nya. Semuanya bukanlah resiko hidup tetapi sudah menjadi semacam suratan-Nya dalam aku mengikuti Tuhanku, Yesus. Bukankah Tuhan sendiri yang bersabda, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.” (Mrk 8:34)
Dari ayat Injil Tuhan ini aku lantas belajar mengerti karena pelayananku. Pelayanan yang kumaksudkan adalah untuk pelayananku pada keluarga dan sesama adalah tugas aku sebagai seorang Kristiani yang mau mengikuti Dia dalam memanggul salib. Sering dalam usaha melayani ini aku membuat akronim “KADO PERMEL,” yang artinya KA, “Kitab Suci,” DO, “Doa,” PER, “Persekutuan,” dan MEL, “Melayani.” Dan kuuraikan menjadi, “Aku harus menyimak Kitab Suci dan merenungkannya dalam hatiku dibarengi dengan doa untuk berkomunikasi dengan Tuhanku, Yesus dalam persekutuan dimana aku berada, tinggal dan diam untuk usaha pelayananku.”
Dan oleh karenanya aku selalu mendapatkan inspirasi terang–Nya dalam hidupku berkeluarga dan untuk sesama dari keluarga Tuhan sendiri. Aku harus belajar banyak melalui gambaran sosok Bundaku Maria, sang perawan sejati dalam hidupku selain Tuhan sendiri ada-Nya. Bunda Maria buatku seakan-akan, adalah pribadi yang selalu menyalakan api untuk Terang itu kalau aku dirundung malang dan petaka dalam pergumulan hidup. Tetapi semuanya belumlah juga berakhir jika aku tidak memasrahkan diri ini pada Bapa, sang penguasa di hatiku sehingga aku dapat secara sempurna diisi dan diberikan kekuatan batin agar aku mampu bertahan di sisa hidupku ini.
Dan semuanya adalah cermin terang dari masa laluku yang teguh kusimpan sampai detik ini untuk Tuhanku, Kristus Yesus. (Christien Dwidjo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^