Rabu, 01 September 2010

Renungan 1

MASIHKAH ADA KEBANGGAAN?

“Nina, kamu cantik sekali seperti ibumu, pintar seperti ayahmu, lemah lembut, baik hati…”. Begitulah pujian yang sering dilontarkan orang terhadapku, sampai–sampai aku hafal kata–kata pujian yang akan ditujukan kepadaku bila bertemu dengan mereka. Kata-kata pujian yang selayaknya menyenangkan dan membuat bangga orang yang mendapat pujian itu, bahkan bisa membuat bangga juga orangtuanya. Tapi lontaran pujian itu, sungguhkah membuatku atau kedua orang tuaku bangga? atau justru menjadi kepedihan hatiku?
Banyak orangtua akan bangga bila memiliki anak yang cantik, pintar, baik hati, tidak pernah membuat ulah, atau memiliki segala hal positif dalam diri anak-anaknya. Namun bagaimana denganku? Setidaknya dengan perasaanku sendiri? Apakah orangtuaku juga merasa bangga terhadap keberadaanku? Apakah aku juga merasa bangga terhadap diriku sendiri yang banyak dinilai positif oleh banyak orang? Bagaimana aku bisa tahu apakah orangtuaku merasa bangga dengan semuanya ini dan bagaimana aku juga bisa merasa bangga dengan lontaran pujian banyak orang mengenai ibuku yang cantik dan ayahku yang pandai bila sampai hari ini saja aku belum pernah bertemu dengan kedua orangtuaku atau salah satu dari mereka.
Menurut ibu panti, ibu kandungku telah meninggalkan aku di sebuah rumah sakit semenjak aku berumur tujuh hari. Oleh rumah sakit itu aku dititipkan di panti asuhan tempatku tinggal sampai sekarang. Di panti ini memang ada ketentuan untuk tidak mengadopsi kami (anak-anak panti asuhan) dan kami bisa meninggalkan panti, keluar dari panti di saat kami sudah bisa hidup mandiri. Maka jangan heran, walau aku sudah dewasa, tapi aku masih jadi penghuni panti.
Saat ini aku sedang menekuni bidang profesi, setelah beberapa waktu yang lalu aku telah menyelesaikan skripsiku. Kuliahku dibiayai oleh seorang dermawan. Sayangnya hubungan kami hanya sebatas penerima biaya dan pemberi biaya, karena sang dermawan tidak bisa kudekati untuk lebih mengenalnya dan mungkin juga tidak mau kukenal. Hubungan kami sangat berjarak. Banyak yang mengatakan kalau anak-anak beliau memiliki raut wajah yang mirip denganku, walau beliau bukanlah ayah kandungku.Mungkin sebenarnya beliau masih ada hubungan keluarga denganku, mungkin beliau adalah pamanku, atau keluarga dari ayah kandungku, entahlah… semua tutup mulut bila aku mulai menggali, mencari-cari untuk mengetahui keberadaan orangtuaku. Selain itu,aku juga kerap bertemu seseorang yang menurut informasi, beliau adalah adik perempuan ibuku. Tapi hubungan kami pun berjarak, karena aku merasakan, wanita itu selalu menghindar bila bertemu denganku, sehingga kami tidak bisa bertegur sapa walaupun kami ada di tempat tugas yang sama.
Mengenai ibuku yang cantik dan ayahku yang pandai, bagaimana orang-orang bisa mengatakan demikian? Bagaimana mereka bisa mengenal kedua orang tuaku? Sementara aku saja yang menjadi anaknya tidak pernah bertemu bahkan tidak mengenal kedua orangtuaku. Aku memang beruntung bisa mendapat sebagian informasi mengenai kedua orang-tuaku, karena kebetulan kami memiliki minat yang sama, sehingga akupun menggeluti profesi dan bidang yang sama dengan orang tuaku, sehingga aku banyak dikelilingi oleh orang-orang yang mengenal kedua orangtuaku dan mengetahui keberadaan kami.
Suatu hari, ada yang berbaik hati ingin mempertemukan aku dengan kedua orangtuaku. Waktu dan tempat pertemuan sudah diatur dengan baik agar semua bisa hadir saat itu, namun pada saat yang sudah direncanakan, semua hanyalah mimpi yang menunggu menjadi kenyataan, karena baik ayah atau ibuku, tak satupun dari beliau yang datang untuk menemuiku.
Sedih, kecewa…, segala perasaan dan pertanyaan berkecamuk jadi satu dalam diri dan pikiranku. Aku merasa sebagai anak yang sungguh terbuang, sung-guhkah kehadiranku di dunia ini tidak diharapkan oleh beliau? apakah karena beliau dari keluarga terhormat dan terpandang sehingga tidak boleh dan tidak bisa mengakui keberadaanku? Atau ada masalah lain yang sungguh-sungguh membuat ayah atau ibuku tidak bisa menerima, mengasuh dan memeliharaku sehingga keadaan menjadi seperti ini, hingga aku harus menjadi penghuni panti? Ya Tuhanku, mengapa aku harus mengalami kepedihan seperti ini? Apakah aku terlalu berharap padahal sudah bertahun-tahun aku terbiasa tinggal di panti.
Aku bergumul dengan perasaanku sendiri, sampai akhirnya aku merasakan keadaanku membaik. Aku percaya semua ini pasti karena campur tangan Tuhan yang luar biasa dalam kehidupanku. Aku mulai bisa meninggalkan perasaan-perasaan pahit dan kegetiran hidupku. Tuhan telah mengangkat aku. Aku percaya Tuhan tidak pernah meninggalkan aku, sekalipun ayah dan ibuku meninggalkan aku. Aku menyadari betapa besar kasih setia Tuhan atas diriku, karena selama ini aku telah dikelilingi banyak orang yang mencintai dan mengasihiku dengan tulus, orangtuaku di panti, orang tua asuh,saudara-saudaraku di panti, teman-teman dan masih banyak lagi.
“Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu, kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?”(Mazmur 56:4-5).
Aku mensyukuri penyertaan Tuhan dalam setiap langkah kakiku, dalam setiap kehidupanku.Aku mengerti dan bisa memaklumi kemungkinan yang terjadi apabila saat itu aku jadi bertemu dengan ibuku atau (dan) dengan ayahku. Aku tidak boleh egois. Aku juga harus memikirkan keadaan ayah dan ibuku.Aku menghormati keputusan beliau untuk tidak menemuiku karena kehadiranku ditengah mereka bisa saja tidak menjadikan mereka bahagia, tapi malah membuat petaka. Bisa saja keluarga baru ibu atau keluarga baru ayah tidak mengetahui masa lalu beliau, atau bila sampai tahu, bisa saja keluarganya tidak bisa menerima kenyataan ini. Aku juga menghargai sikap orang-orang yang telah memberi informasi mengenai kedua orang-tuaku walau aku tidak mendapat informasi secara penuh, aku tidak ingin membebani mereka dengan menanggung resiko yang mungkin bisa terjadi bila aku mendapat informasi penuh dan keseluruhan mengenai kedua orangtuaku.
“Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggungmu terus, Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu” (Yesaya 46:4)
Aku berdoa bagi kebahagiaan ayah dan ibu kandungku.Aku tidak pernah lagi berfikir apakah hati kecil beliau masih memiliki kebanggaan atas hidup yang kujalani sekarang. Aku terus akan mengabdikan hidupku pada Tuhan. Sesuai dengan profesiku, aku akan terus merawat orang-orang sakit dan terlantar dengan penuh cinta dan kasih yang tulus. Aku percaya dan bersyukur atas penyertaan Tuhan sepanjang hidupku, hingga aku selalu dipelihara dan dikuatkan.

(eestee)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^