Rabu, 01 September 2010

Percikan Pengalaman 1

PERJALANAN PULANG YANG PANJANG
Aku tumbuh di Spanyol Selatan di lingkungan masyarakat kecil bernama estepona. Usiaku 16 tahun saat suatu pagi ayahku memberitahuku bahwa aku dapat mengantarnya ke desa terpencil bernama Mijas, sekitar 30 km jaraknya, dengan syarat aku membawa mobil ke bengkel untuk diservis. Karena aku baru saja belajar mengemudi, dan jarang mendapat kesempatan memakai mobil, aku langsung setuju. Aku mengantar ayah ke Mijas dan berjanji menjemputnya pada jam 4 sore, lalu aku mengantar mobil ke bengkel. Karena punya waktu luang beberapa jam, aku memutuskan menonton film di bioskop dekat bengkel. Namun, aku keasyikan nonton sehingga lupa waktu. Waktu film terakhir selesai, aku melihat jam. Sudah jam enam! Aku terlambat dua jam!
Aku tahu ayah akan marah kalau ia tahu aku nonton film. Ia tak akan mengijinkanku memakai mobil lagi. Aku memutuskan memberi tahu bahwa mobilnya memerlukan perbaikan dan mereka memerlukan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Aku pergi ke tempat kami janji untuk bertemu dan melihat papa menunggu dengan sabar di ujung tikungan. Aku minta maaf karena terlambat dan mengatakan bahwa aku berusaha menjemputnya secepat mungkin, tapi mobilnya perlu diperbaiki. Aku tak pernah lupa pandangannya padaku.
“Aku kecewa karena kamu merasa perlu berbohong padaku, Jason”.
“Apa maksud Ayah? Aku tidak berbohong”.
Ayah memandangku lagi. “Waktu kamu tidak muncul, aku menelpon bengkel, menanyakan apakah ada masalah, dan mereka mengatakan kamu belum mengambil mobil. Jadi aku tahu mobilnya tak ada masalah”. Aku merasa bersalah, lalu aku mengaku bahwa aku menonton film dan itulah sebabnya aku terlambat. Ayah mendengarkan sungguh-sungguh sambil merasa sedih.
Aku marah bukan padamu, tapi pada diri sendiri. Begini, aku merasa telah gagal menjadi seorang ayah kalau setelah bertahun-tahun kamu masih merasa perlu berbohong padaku. Aku gagal karena membesarkan anak yang bahkan tak dapat berkata terus terang pada ayahnya sendiri. Ayah akan berjalan pulang sekarang dan merenungkan kesalahan apa yang ayah perbuat selama ini”.
“Tapi yah, perjalanan ke rumah itu 30 km. sekarang sudah gelap ayah jangan berjalan pulang.”
Protes dariku, permintaan maafku, dan perkataanku yang lain sia-sia. Aku telah mengecewakan ayahku, dan aku akan belajar mengenai pelajaran yang paling menyakitkan dalam hidupku. Ayah mulai berjalan di sisi jalan berdebu. Aku memohon sepanjang jalan, mengatakan sangat menyesal, tapi ia tak mempedulikanku, terus berjalan diam, berpikir dan menderita. Sepanjang 8 km aku mengemudi di belakangnya, kira-kira 8 km per jam.
Melihat ayahku menderita fisik maupun emosional adalah pengalaman yang paling menyakitkan dan menyedihkan. Namun, kejadian itu juga pelajaran yang paling sukses. Aku tak pernah berbohong lagi kepadanya sejak itu.

(diar sanjaya – Jason Bocarro)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^