Sabtu, 03 September 2011

Ruang Kitab Suci

MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2011 : Mendengarkan Tuhan Bercerita
Mencairkan Gunung Es Kebencian dengan Pengampunan
Oleh : Peter Suriadi

Ada seorang wanita yang pernah menyaksikan sendiri pembunuhan adiknya selama di kamp konsentrasi Jerman dan dia dapat mengampuni pembunuh adiknya itu. Wanita itu bernama Corrie ten Boom. Kisah pengalamannya telah difilmkan dan Corrie sering diundang untuk memberikan kesaksian.
Suatu malam setelah memberikan kesaksian, banyak orang menyalaminya. Tiba-tiba datang seorang pria berbadan tegap, berdiri di depannya sambil berkata, “Apakah Anda masih mengenal saya?” “Ya, saya tetap ingat Anda,” jawabnya. Ternyata pria tegap itu adalah tentara Jerman yang dulu membunuh adiknya. Mula-mula tentara itu berpikir bahwa Corrie pasti akan menolaknya dan mengusirnya pergi. Akan tetapi, setelah berdoa sejenak dan memohon kekuatan Tuhan, Corrie berdiri dan memeluk tentara itu seraya berkata, “Ya, saya mengampunimu”. Pada saat itu juga luka batinnya sembuh. Dalam setiap kesaksiannya, Corri selalu menekankan pentingnya memberi pengampunan. 

Teks (Mat 18:21-35)
21Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" 22Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.23Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 26Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 27Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. 28Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. 31Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 33Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. 35Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

Konteks
Injil Matius memuat 5 khotbah Yesus, yaitu bab 5-7 (khotbah di bukit), bab 10 (khotbah perutusan), bab 13:1-52 (perumpamaan-perumpamaan), bab 18 (khotbah tentang tata tertib hidup berjemaat) dan bab 24-25 (khotbah tentang akhir jaman). Mat 18 berisi sejumlah petunjuk yang harus diperhatikan dalam hubungan antarjemaat. Mat 18 terdiri dari 3 bagian utama : bagian pertama (18:1-14) menampilkan Yesus yang berbicara kepada para murid-Nya lewat sebuah tanda dengan menempatkan seorang anak kecil di tengah-tengah mereka, bagian kedua (18:15-20) bertema perhatian pastoral terhadap saudara yang berdosa, dan bagian ketiga (18:21-35) menampilkan Yesus, melalui perumpamaan, menegaskan pentingnya pengampunan bagi yang bersalah. 
Teks (Mat 18:21-35), yang hanya terdapat dalam Injil Matius, diberi konteks pertanyaan Petrus tentang berapa kali seorang harus mengampuni sesama yang bersalah padanya. Pertanyaan Petrus itu justru mengantar pada tema baru, yaitu pengampunan. Lalu diikuti sebuah perumpamaan yang bertema sama, dan akhirnya kesimpulan yang berisi dua alasan pentingnya pengampunan.

Susunan Teks
Teks dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Pertanyaan Petrus tentang jumlah pengampunan (ayat 21-22).
2. Perumpamaan tentang hamba yang tidak berbelas kasih (ayat 23-35).

Keterangan Teks
ayat 21-22 
Pertanyaan Petrus tentang berapa kali seorang harus mengampuni sesama yang bersalah padanya. Para rabi Yahudi pada waktu itu mengajarkan bahwa batas wajib untuk mengampuni hanya tiga kali. Jika mau lebih dari itu, adalah suatu keutamaan. Petrus sudah melebihkan jumlah kemungkinan untuk mengampuni, yaitu sampai tujuh kali. Namun, Yesus menanggapinya dengan nasihat yang mengejutkan: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”. Artinya, pengampunan tidak ada batasnya. 
Dalam Kitab Kejadian dikenal hukum balas dendam yang amat kejam sehubungan dengan ucapan Lamekh, ”Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh kali lipat”. Allah tidak menerima sikap Lamekh dan semua orang yang suka membalas dendam di zaman dulu. Maka Allah memberi manusia hukum yang membatasi pembalasan dendam seperti terdapat dalam Im 24:20 : mata ganti mata, gigi ganti gigi, sehingga terasa suatu keseimbangan. Namun dengan mendekatnya zaman Mesias, hukum ini pun ditinjau kembali.
ayat 23
Untuk menjelaskan dasar dari ajaran untuk mengampuni itu, Yesus mengisahkan suatu perumpamaan. Isi dan makna perumpamaan Yesus sungguh menarik untuk disimak. Yesus menyatakan sebuah perumpamaan tentang Kerajaan Sorga sebagai sebuah peristiwa pengampunan, 
ayat 24-27
Ada seorang hamba yang berhutang kepada raja sebanyak sepuluh ribu talenta. Jumlah ini luar biasa banyaknya. Talenta bukan uang, tetapi menunjukkan suatu jumlah yang banyak sekali. Seperti misalnya, satu juta bukanlah nama uang, tetapi nama jumlah uang yang sama nilainya dengan sepuluh lembar uang seratus ribu. Demikian pula dengan perbandingan antara talenta dan dinar. Menurut sejarawan Yahudi yang hidup pada abad pertama Masehi, satu talenta sama nilainya dengan 10.000 dinar (Ant. 17,323 dan 190). Sumber lain mengatakan, satu talenta harganya sama dengan 6000 dinar. Hamba itu berhutang sebanyak 10.000 talenta, jadi sama dengan 60.000.000 dinar. Jika 1 dinar sama dengan upah buruh sehari, maka hutang hamba itu sama dengan gaji buruh selama 60 juta hari. Jumlah yang sulit dibayangkan banyaknya. Jelas bahwa hamba itu tidak mungkin dapat membayarnya, meskipun dia menyerahkan seluruh gajinya seumur hidup. Karena dia tidak mampu membayar hutangnya, tuannya menyuruh dia menjual seluruh miliknya (harta, isteri, anak) sebagai pembayar hutang. Dijual dalam hal ini artinya dijual sebagai budak. Harga budak di zaman itu berkisar antara 500-2000 dinar. Seandainya seluruh miliknya dijual, hutangnya tetap belum dapat ditutup. Hal ini didukung oleh Flavius Yosefus yang menceritakan bahwa pada tahun 4 SM seluruh penduduk Galilea dan Perea berhasil mengumpulkan 200 talenta dalam rangka pembayaran pajak. Herodes Agung selama setahun tidak pernah berhasil mengumpulkan lebih banyak dari 900 talenta!
Hamba itu memohon kemurahan hati raja agar masih diberi waktu untuk membayar hutang. Ketika hamba itu meminta belas kasihan, raja tergerak hatinya. Dia bukan hanya memberi kelonggaran waktu seperti yang diminta, tetapi bahkan menghapuskan seluruh hutang hamba itu. 
ayat 28-30
Hamba yang telah dihapuskan hutangnya itu keluar dari istana dengan perasaan gembira. Di tengah jalan dia bertemu dengan hamba lain yang berhutang kepadanya seratus dinar (sama dengan gaji buruh selama seratus hari). Hamba itu menagih utang temannya tanpa belas kasihan. Ia tidak mau mengampuni temannya yang berhutang padanya itu, bahkan tega menyerahkan kawannya ke dalam penjara. Meskipun sudah mendapat penghapusan hutang begitu banyak, hamba itu ternyata tidak mau menghapus hutang temannya yang jumlahnya hanya 100 dinar, sama dengan gaji buruh 100 hari. Perbandingan jumlah hutang yang amat mencolok ini penting diketahui agar pesan dari perumpamaan dapat dipahami secara lebih baik. Demikianlah perbedaan sikap dan tindakan antara raja dan hamba yang berhutang perlu untuk menegaskan pesan inti dari perumpamaan.
ayat 31
Rupanya tindakan hamba yang jahat itu diketahui teman-temannya. Mereka tahu bahwa hutang hamba tersebut baru saja dihapuskan. Padahal jumlah hutangnya amat banyak, yaitu 60 juta dinar. Mengapa sekarang dia tidak bersedia menghapus hutang hamba lain yang berhutang padanya sebanyak 100 dinar. Kawan-kawannya menilai bahwa hamba itu telah bertindak berlebihan dan tidak tahu terima kasih. Mereka tidak tahan lagi, sehingga melaporkan perbuatan hamba itu kepada raja.
ayat 32-34
Akhirnya perbuatannya yang jahat itu sampai ke telinga raja. Hamba itu segera dipanggil. Kata-kata penuh kemarahan dari raja kepadanya menjadi kunci pesan dari perumpamaan: “Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?”. Orang yang telah diampuni hendaknya bersedia juga untuk mengampuni. Karena tindakannya yang jahat itu, tuannya menyerahkan dia kepada algojo-algojo agar dimasukkan penjara sampai lunas hutangnya.
ayat 35
Pesan perumpamaan cukup jelas. Karena hamba itu telah diampuni oleh tuannya, maka ia harus mau mengampuni temannya sesama hamba. Demikianlah para murid Yesus yang telah diampuni oleh Bapa hendaknya mau mengampuni sesama. Pengampunan kepada sesama merupakan pancaran dari pengampunan Bapa. Atas dasar inilah Yesus berkata kepada bahwa kita harus mau mengampuni sesama karena kitapun telah diampuni oleh Allah. Pengajaran Yesus mengenai kasih sungguh amat khas, karena teladan yang dipakai adalah tindakan Bapa sendiri terhadap umat-Nya. Pengampunan harus dimulai dari ketulusan hati yang didasari oleh pengampunan dari Bapa yang telah kita terima lebih dahulu. Pengampunan kita merupakan pancaran dari pengampunan Bapa sendiri. Demikian pula pengampunan yang tulus menyingkirkan dari kita mental “do ut des” yaitu mengampuni supaya diampuni. Tidak ada lagi tempat bagi pengampunan yang diberikan hanya demi perintah Tuhan. Pengampunan hendaknya muncul dari kedalaman hati yang tulus. Jika pengampunan Tuhan terus-menerus ditawarkan kepada kita, maka pengampunan kita kepada sesama pun tidak ada batasnya.

Amanat
Banyak orang berkata, ”Saya sudah mencoba melupakan kejahatan musuh saya. Saya pun sudah mencoba mengampuninya. Tetapi saya sungguh tidak sanggup”. Memang, harus diakui seringkali luka batin manusia begitu dalam sehingga seolah-olah tidak mungkin sembuh lagi. Namun orang yang yakin akan ketidakmampuannya untuk mengampuni, memang tidak mungkin mengampuni selama ia berpikir bahwa ia dapat melakukannya dengan kekuatannya sendiri.
Manusia sungguh salah jika ia masih berpikir bahwa apa saja yang diputuskannya dalam bidang hidup spiritualnya pasti dapat diwujudkannya. Jika ia berdoa, ”Tuhan, berilah aku kekuatan, supaya aku dapat membentuk diriku sesuai dengan kehendak-Mu!”, maka ia belum mengerti bahwa yang sesungguhnya mempertobatkan dan membentuknya adalah Tuhan, bukan dirinya sendiri. Maka manusia seharusnya berdoa, ”Tuhan, ubahlah aku, sebab aku tidak mampu. Jadikanlah aku sesuai dengan kehendak-Mu!”.
Manusia yang menyimpan dendam, apalagi yang ingin membalas dendam, seharusnya berdoa secara intensif. Pertama-tama, supaya Tuhan sendiri menghancurkan rasa dan keinginan balas dendam itu di dalam hatinya. Lalu ia harus merenungkan sengsara Tuhan Yesus di salib. Tubuh-Nya yang berlumuran darah adalah kesaksian betapa besar dosa manusia dan sekaligus betapa besar kerahiman-Nya terhadap manusia. Sambil memandang Yesus itu, manusia akan makin mantap berdoa, ”Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Dan yang terakhir, hendaknya manusia mulai berdoa untuk orang yang dibencinya itu. Lama-kelamaan ”gunung es kebencian” yang menguasainya akan hancur. Sebab barangsiapa ingin berbelas kasih dan murah hati, ia pasti akan dibantu oleh Tuhan yang maharahim!
Tuhan Yesus mengajar kita untuk mengampuni tanpa batas. Artinya tidak ada kata “tiada maaf bagimu”. Jika jumlah kesediaan untuk mengampuni dibatasi untuk beberapa kali saja, itu namanya bukan pengampunan yang tulus tetapi tidak lebih dari pembalasan dendam yang tertunda. Salib Kristus mengingatkan bahwa tidak mungkin ada keselamatan tanpa karunia pengampunan dari Allah. Kesediaan kita untuk saling mengampuni akan memungkinkan karya pengampunan Allah dalam Yesus Kristus semakin terasa nyata di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^