Pikirkan Orang Lain
Selesai mengikuti misa syukur di Gereja atau lingkungan-lingkungan, biasanya dilanjutkan dengan acara silaturahmi atau ramah-tamah. Sudah tentu umat harus antri untuk bisa mengambil makanan. Tetapi ada seorang pemuda yang tidak mau antri langsung masuk ke dalam barisan yang sudah sampai di meja makanan. Bukan itu saja, dengan seenaknya dia mengambil makanan yang ada. Seorang ibu yang merasa terganggu dengan sikapnya hanya bisa berkata “Pikirkan orang lain, dek!”. Sayangnya, pemuda itu hanya berkata “Ah”, lalu melanjutkan aksinya. Betapa sulitnya untuk memikirkan orang lain.
Kepada jemaat di Filipi, Paulus menasehatkan agar mereka memikirkan orang lain. Istilah yang dipakai disini adalah “Memperhatikan kepentingan orang lain”. Nasihat ini diberikan untuk menghindari perpecahan dalam jemaat, sebab ada indikasi kearah munculnya perselisihan dalam jemaat. Paulus berkepentingan menjaga keharmonisan dalam jemaat di Filipi, sebab jemaat Filipi dikenal sebagai jemaat yang baik saat itu, yang membuat Paulus sukacita.
Dengan memikirkan orang lain, jemaat Filipi sudah berusaha untuk menjadi Yesus. Yesus sudah menjadi teladan dalam hal tidak memikirkan diriNya sendiri. Dia tidak memikirkan keagungannya sebagai pribadi yang setara dengan Allah. Dia malah memikirkan manusia dan untuk itu Dia harus berkorban. Dengan menjadi hamba, Yesus berkorban dalam hal ekonomi dan harga diri. Dengan menjadi manusia Yesus berkorban dalam hal nyawa, karena Dia harus mengalami kematian. Tetapi pengorbanan itu adalah untuk menjadi jalan keselamatan bagi manusia. Dengan demikian, jika jemaat Filipi mau meneladani Yesus dengan cara memikirkan orang lain, mereka harus rela berkorban.
Disisi lain memikirkan orang lain bukan berarti mencampuri urusan orang lain. Seseorang yang memikirkan orang lain tidak akan memasuki ranah “privacy” orang tersebut. Memikirkan orang lain disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan orang tersebut. Seseorang yang memikirkan orang lain bukan berarti bebas untuk mengatur kehidupan orang yang dia pikirkan. Karena memikirkan orang lain adalah hal yang sulit, maka banyak orang percaya enggan melakukannya. Namun jika tidak mau melakukannya, itu berarti lebih buruk dari orang yang tidak percaya. Bisa dikatakan kalau orang tidak percaya tidak mau memikirkan orang lain adalah hal lumrah, tetapi tidak demikian dengan orang percaya. Sebab Yesus sudah memberikan teladan dan Roh Kudus senantiasa mengingatkan supaya orang percaya mau memikirkan orang lain. Tuhan sudah lebih dulu memikirkan kita, memikirkan keselamatan dan kebutuhan jasmani kita, maka tidaklah berlebihan kalau kita memikirkan orang lain.
(Diar Sanjaya-MS111)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^