Ketika Ditangkap Tuhan
Saulus dalam Kisah Para Rasul bab 8:1-3 sudah diperkenalkan sebagai musuh jemaat Kristen. Dengan giat ia menahan mereka, memasukkan mereka ke dalam penjara dan menyetujui untuk membunuh mereka, seperti yang dialami oleh Stefanus (Kis 8:1a). Hal tersebut semakin dipertegas dalam Kis 9:1-2 di mana dikatakan: “Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem.” Nafsunya untuk menangkap dan membunuh orang Kristen meluas sampai ke Damsyik, ibu kota Siria. Juga dalam kesaksian dan pembelaan Paulus sendiri kepada orang Yahudi dikatakannya: “Dan aku telah menganiaya pengikut-pengikut Jalan Tuhan sampai mereka mati; laki-laki dan perempuan kutangkap dan kuserahkan ke dalam penjara.” (Kis 22:4). Dan ketika pembelaan Paulus di hadapan raja Agripa dia mengatakan :“Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing.” (Kis 26:10-11).
Keadaan Saulus, juga disebut Paulus (Kis 13:9), sebagai penganiaya pengikut Jalan Tuhan itu diulang beberapa kali dalam bacaan Kis 9:1-20, sebagai semacam refrein dan itu didengar lagi dari mulut Yesus (ay. 4-5), dari Ananias (ay. 13-14), dari orang-orang Damsyik (ay. 21). Dengan refrein ini Lukas tidak hanya bermaksud melukiskan rasa takut yang pernah menimpa jemaat pertama, tetapi terutama ia ingin menggarisbawahi suatu kontras: seorang penganiaya yang gigih diubah menjadi seorang saksi Yesus; dari seorang yang telah menimpakan banyak penderitaan pada orang yang percaya kepada nama Yesus, diubah menjadi seorang yang pada dirinya sendiri akan menanggung banyak penderitaan karena nama Yesus itu (ay. 16).
Kontras itu ingin ditekankan untuk menggarisbawahi kebebasan dan kekuasaan Tuhan yang memanggil. Tetapi selain itu, mungkin juga untuk menjawab suara-suara anti Paulus dalam Gereja Sepanjang abad pertama ada orang yang tidak setuju dengan cara Paulus mewartakan injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Mereka menganggap misinya bertentangan dengan kehendak Tuhan; itu sebagai prakarsa Paulus sendiri saja; atau sebagai pekerjaan Iblis yang menggunakan ambisi manusiawi Paulus. Tetapi, jawab Lukas, coba lihat apa yang merupakan ambisi Paulus waktu itu masih disebut Saulus: ia berhasrat membunuh orang Kristen sebanyak mungkin. Kalau seorang yang berambisi memusnahkan jemaat Kristen, akhirnya toh menjadi seorang pewarta Kristus, maka perubahan sebesar itu hanya mungkin karena tindakan Tuhan sendiri. Tuhanlah yang telah mematahkan ambisi Saulus dan memanggilnya menjadi rasul bangsa-bangsa.
Panggilan Saulus yang menyebabkan pertobatannya, di mana saat dalam perjalanan ke Damsyik, Saulus digambarkan sebagai orang Yahudi sejati yang segera memahami arti cahaya dan mengenal suara yang memanggil itu; ia menyadari bahwa didekati Tuhan! Lalu ia rebah ke tanah. Namun ia masih bertanya juga, “Siapakah Engkau, Tuhan?” Pertanyaan itu membuka jalan untuk suatu perkenalan diri Tuhan yang menjadi tujuan perjumpaan ini: “Akulah Yesus yang kau aniaya itu.” Tuhan yang menampakkan diri kepada Paulus, tidak lain adalah Yesus yang sedang dianiaya oleh Saulus. Yesus yang gerakan-Nya ingin dibinasakan oleh Saulus, dinyatakan kepadanya sebagai Tuhan. Saulus yang matanya sudah disilaukan oleh cahaya dari surga, ditinggalkan dalam kegelapan total oleh perkenalan yang sangat mengguncangkan ini. Ia tidak dapat melihat lagi. Ia disuruh pergi ke Damsyik untuk menerima penjelasan lebih lanjut di situ. Tetapi, ia tidak sanggup pergi sendirian. Dia yang tadi berencana untuk menangkap dan membawa orang Kristen ke Yerusalem, sekarang setelah ditangkap harus dibawa oleh kawan-kawannya masuk ke kota Damsyik (Kis 9:8).
Dampak perjumpaan Paulus dengan Kristus yang sudah bangkit memberikan bukti yang melimpah, bahwa hal itu dialami dengan penuh kesadaran yang mantap; dan hal itu jelas dapat ditafsirkan, seperti yang memang dilakukan oleh Lukas, sebagai hal yang mengubah musuh Kristus menjadi rasul-Nya.
Kemudian pada seorang murid-Nya yang bernama Ananias, yang ada di Damsyik, Tuhan berfirman: “Mari, pergilah ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa.” (Kis 9:11,15).
Setiap dari kita, pada suatu saat, kalau kita sudah menyadari akan kedosaan, kelemahan, menyerahkan diri kita ke dalam tangan Tuhan secara utuh, akan mendengar kata-kata sama: “Engkau ini alat pilihan bagi-Ku”. Seperti dikatakan Yoh 15:16: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” Pada kenyataannya kita harus menerima diri apa adanya, dan mengakui ketergantungan kita dari Tuhan. Tidak perlu kita mengeluh akan kedosaan yang sudah lalu, kekurangan, keterbatasan kita, menuduh orang lain, mempersalahkan situasi. Lebih baik kita menerima diri apa adanya, mengakui ketergantungan kita total pada Tuhan. Semua dosa dari kita asalnya. Keterbatasan kita Tuhan tahu. Namun kita menyerahkan diri pada Tuhan, semakin utuh semakin kita akan digunakan menjadi alat pilihan di tangan-Nya. Tidak ada sesuatu keburukan, yang Tuhan tidak dapat memperbaikinya. Saulus yang mengejar dan menganiaya umat, dalam tangan-Nya lewat suatu proses diubah menjadi alat pilihan, dan Paulus sadar, mau bekerja sama dalam proses pembentukan itu. (Stefan Surya T.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^