Ketika Tuhan Memanggil
oleh : J.D. Lehera
Masa kecil di kampungku di Flores Timur diisi dengan kegiatan ajuda (misdinar). Tugas berebutan dengan rekan sebab Pastor Paroki sebulan sekali mengunjungi kampungku. Disamping itu aku menjadi anggota Kongregasi St. Aloysius. Tugas pokok Doa Pagi dan Malam, serta latihan Koor di gereja sesudah Doa Malam. Itulah yang aku lakukan semasa kecilku.
Setelah aku bekerja semua yang indah semasa kecilku mulai aku tinggalkan hanya mencari duit dan duit, ke gereja hari Minggu kalau sempat. Duit itu pula yang menutup mata dan batinku.
Tuhan menangkap aku. Dalam rangka merebut Irian Barat tahun 1962 aku bergabung dengan pasukan Paratrop Angkatan Udara RI bertugas sebagai gerilyawan RI di Merauke. Dalam pesawat yang menerbangkan aku dan banyak rekan, tugas pokok adalah membunuh marinir Belanda atau aku mati terbunuh dalam suatu pertempuran. Jamahan Tuhan mulai terasa saat aku terjun dengan parasut hampir terjadi malapetaka parasutku tersangkut di pohon dalam hitungan menit aku pasti meninggal. Disaat terakhir aku mohon perlindungan Tuhan jika memang aku meninggal aku sudah pasrah. Ternyata maksud Tuhan lain aku ditolong rekan. Tugas bergerilya aku jalani meski phisikku kurang stabil akibat kecelakaan.
Gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda diumumkan melalui pamflet yang disebarkan pesawat terbang ketika aku bergerilya di hutan belantara Merauke. Pemerintah Pusat Jakarta memerintahkan semua gerilyawan masuk kampung terdekat untuk konsolidasi.
Tangan Tuhan mulai menjamah. Mayor Beny Murdani dari RPKAD (Kopasus AD) menyuruh aku menjemput pastor di pinggir pantai untuk misa. Daerah yang aku lalui beberapa waktu sering terjadi baku tembak antara gerilyawan Indonesia versus Marinir Belanda. Ketika tiba di pantai ketika melihat Marinir Belanda yang mengawal pastor naluriku muncul ingin membunuh sesaat aku lepas kontrol. Namun batinku mulai berbicara bahwa tugasku adalah menjemput pastor. Jika aku membunuh Marinir Belanda sesudah gencatan senjata pasti aku ditangkap tentara PBB dari Pakistan.
Rencana Tuhan sulit ditebak. Legio Maria mempromosikan aku untuk menjadi seorang Pemimpin Umat. Caranya harus mengikuti Kursus Kepemimpinan di Bruderan Budi Mulia selama tiga bulan. Pada tahun 1968.
Setelah lulus aku dipromosikan lagi mengikuti Kursus Guru Agama Pembantu di Paroki Katedral tahun ajaran 1969-1970. Pastor Paroki pun mulai melirik aku menyuruh mengikuti Kursus Kateketik Keuskupan Bogor tahun ajaran 1981-1982. Sementara berjalan Pastor Paroki membuka kursus kitab suci selama sembilan bulan mulai bulan Maret sampai Desember 1982 dan aku disuruh sebagai Staff Perencana. Sementara berjalan Dewan Paroki menunjuk aku mendirikan Seksi Kitab Suci mulai masuk rukun.
Aku mulai terlepas dari genggaman Tuhan. Bulan April 1987 aku pensiun dari Angkatan Udara RI lagi dan lagi-lagi duit melulu yang aku cari. Ke gereja kalau ada waktu. Alasan cape dan lain-lain itulah alasan pokok.
Allah mulai menangkap aku lagi. Melalui ibu Irene dari PDKK St. Maria Fatima aku disuruh mengikuti SEP II Keuskupan Bogor tahun 2001 dan mengikuti penataran Prodiakon angkatan kedua. Aku jalani tanpa terputus. Aku hanya melaksanakan tanpa pikir bagaimana ke depannya.
Aku ditangkap Tuhan untuk kesekian kalinya. Bulan Oktober 2003 di aula SD Regina Pacis ketika ada acara PDKK St. Maria Fatima aku diajak bapak Albert Iskandar yang saat itu Ketua Seksi Kitab Suci Paroki. Aku disuruh mulai merencanakan kursus Animator bulan Januari 2004. Aku tekuni dan berhasil. Pada tahun 2005 bulan Januari aku disuruh menyusun program kursus kitab suci untuk Pemandu. Aku tekuni sebab sebagai Sekretaris Kitab Suci harus dapat bekerja tepat waktu. Bulan Januari 2006 diadakan lagi kursus Pemandu tingkat Terampil. Kali ini aku disuruh bapak Albert Iskandar sebagai Pembicara. Aku tekuni namun aku jujur, apakah aku bisa? Aku bertanya pada Tuhan. Tidak ada yang mustahil di dalam Tuhan. Aku mulai menyusun bahan. Aku tertarik dengan metoda Pendalaman versi Lectio Divina yang sering dituturkan bapak Albert Iskandar kepada aku. Aku menyusun lagi metoda Renungan dan berhasil jadilah aku sebagai Pembicara senior di depan rekan-rekan se wilayahku dan wilayah lainnya. Aku mulai sadar jangan sampai aku terjebak pujian atau sok tahu. Aku minta Pembicara Senior diantaranya bapak T. Alen dan bapak Albert Iskandar serta rekan lama Diar Sandjaja untuk mengoreksi cara berdiri dan cara berbicara dan cara menyampaikan bahan kepada peserta. Ketiga rekan Pembicara diatas cuma menilai dialek orang Flores dan gaya Tentara agar dikurangi. Aku terima sambil mengaca diri sebab ilmu kepemimpinan mengajarkan bahwa seseorang yang ingin mahir dalam suatu bidang dalam Paroki harus terima kritik dan arahan dari orang lain.
Aku ditangkap lagi oleh Tuhan. Bapak Bram Usmanyi dan Willy Adams dari Seksi Komsos Paroki Katedral mengajak siaran di RRI Bogor hari Rabu. Aku tekuni sebagai Penyiar selama tiga tahun. Setiap siaran RRI Bogor aku selalu ditunjuk sebagai Narasumber Kitab Suci. Aku menyadari aku bukan sekolah tinggi setingkat KPPKS alumnus Shekinah Jakarta. Namun semua itu berkat belajar tiada henti. Bertanya tiada malu dan gengsi. Mendengar tiada bosan dan dikritik sambil senyum meskipun betapa rasa sakit bila direnungkan.
Sekarang aku mulai menyadari. Ketika ditangkap Tuhan aku harus mengatakan “ya”. Sebab Tuhan telah memakai orang lain menawarkan kepadaku untuk memulai suatu tugas demi kepentingan Gereja Paroki Sukasari. Aku mulai menghilangkan ego sok pintar dan tidak sudi dikritik.
Dibalik semua itu ada rencana Tuhan yang sulit ditebak manusia. Tuhan pula menangkap orang-orang pilihanNya agar memulai suatu karya dalam Paroki Sukasari untuk mempertobatkan orang lain meskipun orang tersebut mungkin pada hari-hari sebelumnya sering bermasalah dalam Rukun. Sekali lagi dalam Tuhan tiada yang mustahil. Semoga berguna.
Tuhan memberkati!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^