Rabu, 11 Januari 2012

Ruang Kitab Suci

Musa Lahir dan Diselamatkan
Oleh : Peter Suriadi

Teks
Kel 2:1-10
1 Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;
2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.
3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;
4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.
5 Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya.
6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang Ibrani."
7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?"
8 Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.
9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya.
10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya dari air."
Konteks
Keluaran dimulai dengan kisah pembebasan orang Israel dari Mesir. Pembebasan tersebut dipersiapkan dengan kelahiran seorang tokoh kemerdekaan, yaitu Musa. Nama Musa sungguh-sungguh berlatar belakang Mesir seperti nama Firaun Tutmoses, Raamoses, Ahmoses dan sebagainya. Tokoh Musa ditampilkan sebagai tokoh jempolan karena kelahirannya yang istimewa.
Tetapi jika kita melihat latar belakang kelahiran Musa, pemenuhan janji Allah itu terancam gagal. Mengapa demikian ? Seperti kita ketahui dalam Kel 1:1-22, dua belas orang anak Yakub dengan seluruh keluarganya menetap di Mesir. Setelah beberapa generasi, mereka bertambah banyak dan terus berkembang: “Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka” (Kel 1:7). Keberadaan orang-orang Israel yang banyak itu menyebabkan terjadinya ledakan penduduk di Mesir. Tetapi, di balik itu semua, Allah sedang memenuhi janjiNya pada Abraham: “Aku akan membuat engkau sangat banyak … dan engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa” (Kej 17:2-4).
Firaun baru “yang tidak mengenal Yusuf” (Kel 1:8) menganggap keberadaan sekelompok etnis imigran di bagian utara sebagai ancaman serius bagi negeri Mesir. Untuk mencegahnya, Firaun mengambil tindakan keras. Motif politis-militeristis dan ekonomis ini mengakibatkan terjadinya perbudakan. Para imigran yang disambut Firaun dari dinasti terdahulu dengan penuh persahabatan, sekarang dieksploitasi sebagai budak dalam pembangunan kota-kota perbekalan Mesir : Phitom dan Ramses. “Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembanglah mereka.” (Kel 1:12) Firaun pun bermaksud mengekang laju pertumbuhan demografis bangsa Israel dengan jalan genocide, pembunuhan secara sistematis pada semua bayi lelaki yang baru lahir. Namun di balik itu Allah mengatur jalannya cerita. Allah akan memperkenalkan karya pembebasan-Nya lewat tokoh Musa.
Kisah kelahiran Musa ini mengikuti pola cerita tradisional yang melukiskan kelahiran seorang pahlawan atau ”anak ajaib” yang banyak dijumpai di Timur Tengah kuno. Contoh yang paling jelas adalah kisah kelahiran Sargon dari Akadia, seorang penguasa besar Mesopotamia dari paruh kedua abad 3 SM. Menghadapi kekuatan jahat pada waktu kelahirannya, Sargon dihanyutkan ke Sungai Efrat dalam sebuah peti pandan yang dilapisi ter. Ia ditemukan oleh seorang petani dan diangkat anak. Dewi Istar berkenan padanya dan menjadikannya seorang raja besar. Hal ini mendorong banyak ahli untuk menyimpulkan bahwa kisah kelahiran Musa sebenarnya legenda walaupun disampaikan seperti sebuah laporan sejarah!


Struktur Teks
Teks dapat dibagi menjadi 3 bagian, yakni :
ayat 1-4 : kelahiran dan pembuangan bayi Musa
ayat 5-6 : bayi Musa ditemukan oleh putri Firaun
ayat 7-10 : pengadopsian

Keterangan Teks
ayat 1-4
Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi [suku Lewi kelak secara istimewa dipersembahkan kepada Tuhan (bdk Kel 32:25-29)]. Nama orangtua Musa tidak disebut di sini. Nama mereka baru diberikan pada Kel 6:18-20. Ayah Musa bernama Amran bin Kehat dan ibunya bernama Yokhebed.
Lalu perempuan itu mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya. ”Cantik” menunjuk pada kebaikan fisik anak itu : badannya sehat, bentuk tubuhnya bagus dan parasnya elok. Selama tiga bulan mereka masih dapat menyembunyikan anak itu dari penglihatan orang-orang Mesir. Tetapi, bisa dipastikan kemudian mereka tidak dapat lagi menyembunyikannya karena semakin besar bayi itu suara tangisnya makin keras terdengar. Suara tangisnya tidak mungkin diredam lagi.
Untuk itu Amran dan Yokhebed telah mempersiapkan rencana untuk menyelamatkan bayi mereka. Mereka mengambil sebuah keranjang (Ibrani : tebah) yang terbuat dari pandan yang dilapisi gala-gala dan ter. Pandan adalah papirus (Cyperus Papyrus), yaitu semacam buluh-buluh atau gelagah yang tumbuh di air yang dangkal. Batang tanaman ini biasanya digunakan untuk membuat anyaman dan lembaran untuk menulis. Pada zaman kuno, papirus banyak dijumpai tumbuh di sepanjang tepi hulu Sungai Nil. Bayi yang belum bernama itu diletakkan di dalamnya dan keranjang itu diletakkan di tengah-tengah teberau (gelagah) di tepi Sungai Nil. Dengan caranya sendiri, Yokhebed melaksanakan perintah firaun dalam Kel 1:22. Cuma bedanya Yokhebed tidak melemparkan bayinya ke dalam Sungai Nil, tetapi menaruhnya di tengah-tengah teberau di tepi Sungai Nil.
Sementara kakak perempuan sang bayi berdiri di tempat yang agak jauh untuk menjaga dan mengamat-amati apa yang akan terjadi pada adiknya itu. Di sini tidak disebutkan nama kakak perempuan Musa itu. Namanya baru disebut dalam Kel 15:20 dan Bil 12;20:1, yakni Miriam. Yang agak mengherankan meskipun pada ayat 1 terdapat kesan kuat Musa adalah anak pertama dari Amran dan Yokhebed, pada ayat ini dikatakan bahwa Musa memiliki kakak perempuan.
ayat 5-6
Setelah beberapa lama bayi dalam keranjang itu terapung di tengah-tengah gelagah, datanglah putri firaun. Nama putri firaun tidak disebut di sini. Dalam tradisi yang muncul jauh sesudahnya diberikan nama berbeda pada putri firaun ini : Thermuthis (Josephus dalam Ant. 11.ix.5), Tharmuth (Jubilees 47:5), Merris (Eusebius dalam Praep. Ev. Ix.27), dan Bithiah (Talmud, B.Meg. 74:91; B. Ber. 41). Putri firaun itu hendak mandi di Sungai Nil dan para dayangnya berjalan-jalan di tepi Sungai Nil menungguinya. Waktu itu istana firaun kemungkinan terletak di Mesir Utara, di sekitar delta Sungai Nil. Orang-orang Ibrani pun mendiami daerah itu.
Ketika sedang mandi itulah sang putri melihat sebuah keranjang terapung dan karena penasaran ia ingin mengetahui isi keranjang itu. Maka, ia menyuruh seorang dayangnya untuk mengambil dan membuka keranjang itu. Ketika keranjang itu dibuka ia melihat seorang bayi terbaring di dalamnya. Tangisan bayi itu membangkitkan rasa belas kasih sang putri dan ia pun dapat segera mengetahui bayi itu adalah anak orang Ibrani.
ayat 7-10
Setelah melihat adiknya diambil putri firaun, kakak perempuan bayi itu mendekati sang putri. Rupanya ia dapat mengerti bahwa sang putri ”jatuh hati” kepada adiknya. Lalu ia menawarkan kepada sang putri inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusui bayi itu. Gadis itu pergi memanggil ibunya dan sang ibu segera datang menemui sang putri. Ia mendapat perintah langsung dari sang putri untuk membawa dan menyusui bayi itu. Dan sang ibu mendapat upah sebagai imbalannya. Sang ibu ”mendapat” kembali bayinya yang terancam bahaya kematian itu. Untuk sementara waktu bayi itu aman berada dalam asuhan ibunya sendiri meskipun ia bertindak sebagai inang pengasuh.
Ketika anak itu sudah besar, sang ibu membawanya kepada putri firaun. Sang putri mengangkatnya sebagai anak. Saat itulah ia memberi nama bayi itu ”Musa” karena ”Aku telah menariknya dari air”. Dari pemberian nama ini maka boleh disimpulkan bahwa nama ”Musa” (Ibrani : mosye) berasal dari bahasa Mesir. Kata ini berarti ”anak” atau ”putra”, dan lazimnya didahului dengan nama dewa (bandingkan dengan nama-nama raja Mesir seperti Ramses [putra dewa Ra] dan Tutmoses [putra dewa Tut]). Tetapi dalam kisah ini kata ”mosye” dikaitkan dengan kata Ibrani ”masyak”, yang berarti menarik (dari air). Dan menjadi hal yang ganjil karena putri firaun bisa berbahasa Ibrani dan secara implisit menunjukkan bahwa kisah ini merupakan legenda walaupun disampaikan seperti sebuah laporan sejarah!
Amanat
Dalam banyak budaya, perempuan seringkali dianggap sebagai warga kelas dua : tak dihargai, dianggap tak bisa berbuat banyak. Akibatnya, mereka memandang rendah dirinya sendiri juga. Bahkan, ketika ditawari melakukan suatu pelayanan, acap kali perempuan menolak halus. “Ah, saya ini cuma ibu rumah tangga.” “Saya ini enggak bisa apa-apa.” Benarkah?
Dalam perikop kali ini kita membaca bahwa orang-orang yang berjasa dalam hidup Musa hamba Tuhan yang dipakai luar biasa adalah para perempuan! Mulai dari ibu Musa, Yokhebed, yang tidak mau membunuh bayinya (ayat 2). Miryam, kakaknya, yang dengan berani mengusulkan untuk mencari inang penyusu bagi Musa (ayat 4). Dan, Putri Firaun yang akhirnya mengadopsi dan mendidik Musa (ayat 10). Bahkan, dalam perikop sebelumnya kita melihat bahwa yang berani melawan perintah Firaun untuk membunuh bayi-bayi Israel, juga adalah para perempuan, yakni bidan-bidan Mesir yang takut akan Tuhan (Keluaran 1:15-21). Rancangan Firaun digagalkan, justru oleh para perempuan yang kerap dianggap lemah.
Di tangan Allah, tidak ada perempuan yang tidak bisa berperan. Para perempuan di atas menjadi pahlawan Allah bukan dengan berperang, tetapi dengan melakukan tugas dan panggilan mereka. Para bidan menjadi bidan yang baik dan takut Tuhan. Yokhebed menjadi ibu yang baik. Miryam menjadi kakak yang melindungi adiknya. Mereka tidak berubah menjadi “perempuan super”, tetapi mereka melakukan tugas dari Tuhan dengan setia. Mungkin ketika melakukan setiap bagiannya, mereka tidak menyadari dampak yang timbul setelahnya. Namun, Tuhan mengingat dan merangkaikannya dengan indah. Para perempuan bisa menjadi pahlawan-Nya juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^