Rabu, 11 Januari 2012

Evangelisasi 2

Apakah Pemurnian Dalam Api Penyucian Itu?

Dalam pengalaman kita di muka bumi ini, kekudusan tidak datang secara otomatis dengan datangnya saat “pertobatan”.  Santo Agustinus dari Hippo, pada saat pertobatan ingin mempraktekkan “kemurnian” tetapi minta kepada Tuhan “Jangan sekarang”. Sebelum dia dapat mencapai tingkat kemurnian itu yang dia inginkan dalam hatinya, dia harus berjuang bertahun-tahun – waktu yang lama untuk pemurnian, waktu yang lama untuk menyingkirkan daya tarik dan noda dosa. Baru setelah dia mengosongkan hatinya dari segala sesuatu yang bukan milik Tuhan, Agustinus memancarkan kehadiran Allah yang mahakasih – seorang kudus yang hidup hanya untuk Allah dan untuk sesama manusia.
Hal yang sama terjadi atas orang-orang yang tidak mengalami pemurnian sedemikian di dunia. Mereka telah memperlihatkan penyesalan dan tobat dan dosa-dosa mereka diampuni, tetapi ini belum cukup, sebab dosa itu meninggalkan noda-noda. Dalam api penyucian jiwa-jiwa diajar bahwa hanya dengan kasih yang utuh menyeluruh mereka dapat menjumpai Allah dan karena itu mereka harus belajar mengasihi secara total dan penuh, dengan menghapuskan noda-noda dosa dalam hati mereka, cacat cela noda karena egoisme yang menghalang-halangi mereka untuk melihat Allah. Dengan kata lain jiwa-jiwa di api penyucian bukannya “dihukum”, tetapi “dibatasi” untuk bersama dengan Allah.
Konsili  Vatikan II dengan singkat mengingat kembali persekutuan kita dengan mereka yang sedang dimurnikan sesudah  kematian dan mendukung ajaran Konsili Florence dan Konsili Trente (LG 49;  51). Keadaan di api penyucian dapat dimengerti sebagai proses terakhir untuk mengasihi secara total dan penuh, namun juga mendatangkan sengsara sebelum kita memandang Allah berhadapan muka.  Dengan pengadilan terakhir, api penyucian berakhir.
Yesus bersabda bahwa hanya orang yang “berhati murni” dapat melihat Allah, seperti yang dikatakanNya dalam Matius 5:8  : “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” Orang-orang kudus dalam kehidupan yang nyata mencerminkan Allah dan melihat Allah. Sementara hidup di dunia mereka telah dibersihkan dari dosa-dosa dan dari segala akibat dosa. Untuk melihat Allah semua orang dituntut untuk mencapai kemurnian dan kekudusan.  Orang yang tidak dapat mencapai kekudusannya di muka bumi dapat mencapai kekudusannya di api penyucian.

(Stefan Surya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^