Sabtu, 01 Oktober 2011

Ruang Kitab Suci

MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2011 : Mendengarkan Tuhan Bercerita
Penyembuhan Relasi
Oleh : Peter Suriadi
Alkisah ada seorang bocah di Perancis bernama Cedric. Kedua orang tuanya, Jacky Laurent (pemilik restoran di Fontvielle) dan Monique Thibon, sudah bercerai pada 4 November 1986. Pengadilan memutuskan Cedric tinggal bersama ibunya. Suatu hari, ia pergi meninggalkan rumah tanpa seizin ibunya untuk mencari ayahnya dengan melakukan perjalanan sejauh 450 km. Tetapi sesudah peristiwa itu, keputusan pengadilan ditinjau kembali. Pada 25 November 1986, setelah mendengarkan kemauan Cedric, pengadilan tinggi memutuskan ia tinggal bersama ayahnya. Ibunya masih diperbolehkan menengoknya pada hari-hari libur. Pada 30 Maret 1987 pengadilan dibuka lagi. Monique menuntut agar anak itu kembali ke pangkuannya dan tidak diasuh mantan suaminya lagi. Tatkala Monique mau mencium Cedric yang sudah lama tidak bertemu dengannya, Cedric menolaknya dan mendorongnya kuat-kuat. Kebencian Cedric terhadap ibunya ternayat sudah mendalam. Ini adalah suatu tragedi. Derita anak atau derita ibu? Yang jelas relasi keduanya sudah tidak baik lagi.

Teks : Luk 15:11-32
11Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 13Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. 14Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. 15Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. 17Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 18Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 19aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 21Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 22Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. 24Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. 27Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. 29Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. 31Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. 32Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Konteks
Injil Lukas bab 14 boleh disebut “percakapan pada perjamuan”. Sedangkan Injil Lukas bab 15 terdiri atas tiga perumpamaan mengenai belas kasihan Tuhan (ayat 1-7 : tentang domba yang hilang; ayat 8-10 : tentang dirham yang hilang; ayat 11-32 : tentang anak yang hilang). Dapat dikatakan bab 15 merupakan semacam lanjutan dari bab 14. Mengapa demikian ? Sebab Yesus “menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka" (15:2). “Makan bersama” memiliki arti yang lebih mendalam, yaitu menunjuk kepada hidup bersama dengan orang berdosa.
Tindakan Yesus itu dalam posisi-Nya sebagai Rabi dianggap memberi sandungan bagi mereka yang takut dinajiskan karena bergaul dengan kaum pendosa. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat adalah kelompok terhormat di kalangan orang Yahudi. Kaum Farisi berupaya menaati perintah Taurat sampai sekecil-kecilnya, sedangkan para ahli Taurat mempunyai pengetahuan tentang hukum Taurat lebih baik dari umat kebanyakan. Karena kesetiaan mereka pada pelaksanaan hukum Taurat, mereka menganggap diri sebagai kelompok yang harus menjauhkan diri dari para pendosa (pemungut cukai, penjahat, pencuri, pelacur, dan juga bangsa kafir). Rupanya banyak dari para pendosa itu yang tertarik untuk mengikuti Yesus dan mendengarkan ajaran-Nya. Yesus menerima mereka dengan tangan terbuka agar dapat membawa mereka pada pertobatan. Sikap dan tindakan Yesus inilah yang memicu kritik dari kaum Farisi dan para ahli Taurat. 
Yesus mengisahkan tiga perumpamaan tersebut untuk menanggapi kritik mereka. Masing-masing perumpamaan diakhiri dengan kegembiraan karena yang hilang telah ditemukan. Kegembiraan diungkapkan secara komunal, yaitu dengan mengundang orang-orang lain untuk ikut berpesta bersama. Lewat tiga perumpamaan ini Yesus menjelaskan  mengapa Dia menerima kaum pendosa dan makan bersama mereka. Jika kaum Farisi dan para ahli Taurat bersikap atas dasar perintah Taurat, Yesus memakai dasar tindakan-Nya dari sikap Allah sendiri yang menghendaki bertobatnya para pendosa. Kalau para lawan Yesus tersebut lebih mementingkan kebersihan atau ketahiran diri sendiri, Yesus lebih memikirkan keselamatan umat-Nya.
Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Luk. 15:11-32 adalah perumpamaan ketiga yang dikisahkan oleh Yesus untuk menanggapi kritikan orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Struktur dan isi perumpamaan ini berbeda dengan dua perumpamaan terdahulu. Anak yang hilang tidak dicari tetapi ditunggu kedatangannya kembali. Di dalam perumpamaan ini bukan barang atau binatang yang hilang, tetapi seorang manusia yang sengaja pergi meninggalkan orangtuanya. Di dalam perumpamaan dengan jelas digambarkan proses hilang dan kembali sebagai proses jatuh dalam dosa dan pertobatan. Perumpamaan yang ketiga ini merupakan puncak dari rangkaian tiga perumpamaan tentang “yang hilang”.

Keterangan Teks
ayat 11-12 : 
Ada seorang bapa mempunyai dua anak laki-laki. Bapa ini kemungkinan adalah seorang pemilik tanah dan peternak yang kaya. Menurut hukum warisan waktu itu (bdk Ul 21:17) anak sulung mendapatkan warisan 2/3 dari harta ayahnya, sedangkan adiknya mendapatkan 1/3 dari harta orangtuanya. Persoalan yang muncul di dalam perumpamaan ini bukanlah pada perbedaan jumlah warisan tetapi pada permintaan anak bungsu atas warisan yang menjadi haknya. Seharusnya warisan itu baru akan diterimanya setelah bapaknya meninggal. Namun, dia memintanya selagi bapanya masih hidup. Dengan meminta seluruh haknya, berarti si bungsu tersebut sudah tidak memiliki hak apapun atas harta yang tersisa pada ayahnya. Semua yang tersisi akan diwariskan kepada anak sulung. Meminta warisan ketika orangtua masih hidup, jelas suatu tindakan durhaka. Dalam masyarakat Yahudi pada waktu, kedurhakaan seorang anak kepada orang tuanya termasuk dosa yang serius dengan ancaman hukuman mati (Ul 21:18-21). Tokoh bapa dalam perumpamaan ini rupanya tidak menganggap anaknya durhaka karena meminta warisan selagi dia masih hidup. Dia mencoba berpikir positip terhadap anak-anaknya. Barangkali anak bungsunya ingin segera mandiri dan butuh modal untuk itu. Sikap bapa tersebut dapat dibilang simpatik tetapi juga lugu.
ayat 13 : 
Tetapi ternyata harta warisan itu tidak dipakai anak bungsu itu sebagai modal usaha tetapi dipakai untuk berfoya-foya. Setelah menerima haknya, anak bungsu itu menjual semua harta warisannya. Dengan uang banyak di tangannya, anak bungsu itu pergi ke negeri yang jauh, meninggalkan bapanya. Dengan pergi ke negeri yang jauh, kelihatan bahwa anak bungsu itu sengaja meninggalkan ayahnya dan tidak ambil peduli pada nasib sang ayah pada masa tuanya. Apa yang dia lakukan di negeri yang jauh itu? Dia memboroskan harta warisannya dengan hidup berfoya-foya. Dosa anak bungsu itu terhadap ayahnya berlipat-lipat, yaitu: meminta warisan selagi ayahnya masih hidup, menjual harta warisan yang sebenarnya tidak diperbolehkan karena orangtuanya masih hidup, meninggalkan bapanya dengan pergi ke negeri yang jauh, memboroskan harta warisan untuk hidup berfoya-foya.
ayat 14-16 : Ternyata uang yang diboroskan itu segera habis. Malangnya, ketika uangnya sudah habis, timbullah kelaparan di negeri itu dan ia menjadi melarat. Anak itu tidak punya jalan lain selain mencari pekerjaan demi menyambung hidup. Ia terpaksa menghamba pada seorang majikan di negeri itu, yang memberinya pekerjaan menjaga babi. Bagi orang Yahudi, pekerjaan tersebut adalah pekerjaan najis. Karena tidak ada jalan lain, pekerjaan najis itupun dijalaninya. Pekerjaan najis yang harus dikerjakannya itu mencapai puncaknya ketika dia ingin memakan ampas yang menjadi makanan babi. Dengan menginginkan makanan babi, anak bungsu itu tanpa sadar telah menyamakan dirinya (setidaknya dalam makanan) dengan babi. Kondisi yang ekstrim tersebut melengkapi proses kedosaan yang semakin lama semakin parah. Menurut cara pandang orang Yahudi pada waktu itu, anak bungsu itu layak dianggap berdosa karena telah melakukan kenajisan ganda yaitu kenajisan moral dan kenajisan kultis. Kenajisan moral dilakukannya karena karena dia telah berbuat jahat kepada bapanya. Kenajisan kultis dilakukannya karena dia dengan sadar berurusan dengan binatang najis yaitu babi. Akibat dari perbuatannya sendiri, anak bungsu itu mengalami penderitaan rohani dan jasmani. Penderitaan rohani dirasakannya ketika mulai muncul rasa bersalah di dalam dirinya terhadap Allah dan bapanya. Penderitaan jasmani dialaminya karena kelaparan. Meskipun anak itu sudah merendahkan diri sedemikian rupa, tak seorangpun memberinya makan, bahkan ampas makanan babi pun tidak didapatkannya. Kemalangan anak bungsu itu digambarkan secara lengkap dan tragis secara rohani dan jasmani. Dia menderita lapar, miskin, tidak lagi mempunyai harga diri, tidak ada yang peduli padanya, jauh dari Tuhan dan dari bapanya.
ayat 17 : 
Setelah mengalami penderitaan yang begitu tragis, dia mulai sadar bahwa semuanya itu terjadi akibat dosa-dosanya terhadap bapanya dan terhadap Allah (terhadap sorga). Kesadarannya muncul ketika dia teringat pada berlimpahnya makanan di rumah bapanya. Orang-orang upahan bapanya tidak ada yang menderita kelaparan. Padahal di saat itu dia sedang kelaparan dan tidak ada yang peduli padanya. Ada pepatah Yahudi yang mengatakan: “Ketika seorang anak (yang sedang menderita di negeri yang jauh) harus berjalan dengan kaki telanjang, dia akan teringat pada kenikmatan di rumah ayahnya.” Pepatah itu terjadi pada si anak bungsu. Penderitaannya membawa kepada penyesalan, dan penyesalannya membawa pada pertobatan, dan pertobatan membawanya kembali ke rumah bapanya.
ayat 18-19 : Setelah menyesali keadaannya, anak itu berniat untuk kembali kepada bapanya. Rumus pertobatan yang dirancangnya berisi pengakuan dosa yang disusul dengan suatu permohonan sebagai denda dosanya, yaitu kesediaan untuk menjadi salah seorang upahan bapanya: “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa”. Ia tidak hanya merasa bersalah pada bapanya, tetapi juga telah “berdosa”, artinya telah melakukan hal yang salah di mata Allah. Dalam konteks ini, berdosa terhadap bapanya dan berdosa terhadap Allah secara teologis tidak bisa dipisahkan. Anak bungsu itu pulang dengan keyakinan bahwa bapanya akan mengampuni dia. Dia merasa sudah tidak pantas lagi dianggap sebagai anak. Oleh karena itu, dia tidak berharap terlalu tinggi. Diterima sebagai orang upahan bapanya pun dia bersedia. Yang penting bapanya mau mengampuni dia. Pertobatannya membawa ke sikap pasrah.
ayat 20 : 
Apa reaksi bapanya ketika si bungsu pulang ke rumah? Dia membuktikan dirinya sebagai bapa yang baik. Keunggulannyua sebagai bapa yang baik diperlihatkan lewat sambutannya yang tak terduga pada si bungsu: “Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.”. Tidak ada kesan sedikitpun bahwa bapa itu marah atau setidaknya bersikap dingin dengan kepulangan si bungsu. Baginya si bungsu tetaplah anaknya, apapun yang telah dilakukannya dan apapun yang terjadi padanya. Melihat anak bungsunya pulang, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Dia “berlari” menyambut anak bungsunya. Menurut tradisi Yahudi, “berlari” bagi orang tua dianggap sebagai perendahan martabat. Namun karena belas kasihan dan sukacitanya begitu meluap, dia tidak peduli dengan martabatnya. Apa yang dianggap sebagai perendahan martabat ternyata justru menjadi ungkapan kasih yang mengagumkan.
ayat 21-24 : 
Begitu sampai di hadapan bapanya, anak bungsu itu mengungkapkan pertobatannya: “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.” Pengakuan dosa si anak bungsu belum selesai (setidaknya belum sesuai dengan rencana), tetapi bapanya telah memotongnya dengan seruan perintah agar para hambanya mengambilkan jubah yang terbaik, cincin dan sandal untuk dipakaikan kepada anaknya. Pada waktu itu, jubah yang terbaik adalah jubah yang dimiliki oleh bapa keluarga. Cincin adalah pertanda pengangkatan seseorang pada martabat baru, dalam konteks ini martabat seorang anak. Sandal menjadi perlambang dari status bebas. Para budak waktu itu biasanya tidak memakai sandal. Jika anak bungsu itu diberi sandal, artinya diakui sebagai orang bebas, bukan budak. Dari sikap bapanya yang luar biasa baik itu, keinginan si bungsu agar dianggap sebagai orang upahan tidak akan terjadi. Mengapa bapanya tidak menunggu sampai pengakuan dosa anaknya selesai? Kepulangan anaknya ke rumah sudah merupakan bukti pertobatan yang membuatnya amat bersukacita. Pengakuan dosa hanyalah ungkapan dari pertobatan si bungsu yang sudah jelas baginya. Bapa yang baik itu tidak menyimpan dendam, tidak menunjukkan kemarahan, tidak berniat memberi hukuman, tidak menolak kedatangan si bungsu. Ikatan kasih dengan anaknya telah membuatnya mampu mengatasi segala perasaan manusiawi itu. Sukacita atas kembalinya si anak bungsu diwujudkan dengan pesta besar bersama dengan tetangga-tetangganya. Disembelihnya lembu tambun menunjukkan secara tidak langsung bahwa tamu yang diundangnya cukup banyak, yaitu seluruh warga desanya. Para penari dan pemusik juga dipanggil untuk memeriahkannya.
ayat 25-27 : Kemeriahan pesta desa itu ternyata ditanggapi dengan sinis oleh anak sulung. Anak sulung yang tidak disebut-sebut di awal cerita, muncul dengan tiba-tiba. Ketika dia baru pulang dari ladang, didengarnya kemeriahan pesta di rumahnya. Dia sampai bertanya pada salah seorang hambanya apakah arti pesta itu. Rupanya anak sulung tidak diberitahu kepulangan adiknya. Karena marah campur iri, anak sulung tidak mau masuk ke ruang pesta. 
ayat 28-30 : 
Protes si anak sulung kepada bapanya dapat dipahami. Kendati begitu sikap dan kata-kata si anak sulung sulit dipahami sebagai sikap dan kata-kata seorang kakak mengenai adiknya. Tahu bahwa anak sulungnya tidak mau masuk, bapa itu keluar menemuinya dan berupaya mengajaknya masuk. Bapa keluar untuk keduakalinya, menyambut anak bungsu dan anak sulung. Akan tetapi anak sulung itu berkata: “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa (terjemahan aslinya: anakmu) yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.” Tanggapan si anak sulung membuka sisi negatif perilakunya yang selama ini tersembunyi di balik ketaatan melakukan perintah bapanya. Dia cemburu melihat adik bungsunya yang pernah durhaka itu dipestakan sedemikian rupa. Dia protes karena ayahnya menyembelih anak lembu tambun untuk adiknya, sementara itu tak seekor anak kambing pun pernah diberikan bapa kepadanya. 
ayat 31-32 : Nampaknya bapa yang baik itu sempat terkejut ketika mendengar jawaban anak sulungnya. Tidak terlintas baginya untuk berbuat tidak adil kepada mereka. Selama ini anak sulung ada bersama dengan, diandaikan juga selalu ada di pihaknya. Ternyata anak sulung itu justru merasa tidak diperhatikan dan diperlakukan tidak adil. Dengan halus bapa tersebut mengingatkan si sulung: “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu”. Memang benar demikian, harta milik bapanya adalah juga harta milik anak sulungnya. Seandainya anak sulung itu mau menyembelih lembu tambun atau kambing domba milik mereka, tidak ada masalah, karena itu semua miliknya juga. Jika dia sehati dan seperasaan dengan bapanya, tentu ia akan ikut bersukacita dengan kembalinya “adiknya” yang bungsu. Ternyata itu tidak terjadi karena rasa iri dan cemburunya yang berlebihan. Dia tidak mengakui anak bungsu itu sebagai adiknya lagi. Kepada bapanya, anak bungsu itu disebut “anakmu” artinya anak bapanya, dan bukan “adikku”. Betapa sedih hati bapanya. Ketika anak bungsu sudah kembali ke pelukannya lagi, ternyata anak sulung justru melepaskan diri. Dari jawabannya kelihatan bahwa anak sulung menempatkan dirinya sebagai orang upahan yang harus melayani bapanya dan diam-diam berharap mendapatkan upah. Bapa yang baik itu masih dengan sabar mengingatkan anak sulungnya: “Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali” (ay. 32). Kembalinya anak bungsu merupakan suatu kejutan yang sangat membahagiakan bagi bapanya. Sebelumnya dia sudah tidak ada harapan untuk bertemu anaknya lagi. Oleh karena itu dia diibaratkan sudah hilang dan didapat kembali, sudah mati dan hidup kembali. Wajar jika anak sulung diharapkan punya kegembiraan yang sama. Ada suatu ironi di akhir perumpamaan ini. Sebagai silih atas dosanya, anak bungsu itu bersedia menjadi salah seorang upahan bapanya. Kesediaan anak bungsu itu tidak ditanggapi oleh bapanya, karena bagaimanapun juga dia tetap anaknya. Tidak ada yang dapat memutus ikatan kasih yang telah dibuktikannya dengan pengampunan tanpa syarat itu. Ketika ikatan kasih bapa-anak itu dirayakan, ternyata si anak sulung justru kehilangan roh sebagai anak. Dia lebih memilih status orang upahan yang bekerja untuk mendapatkan upah. Sambutan bapanya terhadap kepulangan adiknya menimbulkan rasa iri bercampur marah.

Amanat Teks
Pada dasarnya dosa adalah keinginan untuk hidup tak tergantung dari Allah, keinginan untuk pergi jauh dari Allah, meninggalkan-Nya. Orang yang melakukan dosa menganggap Allah sebagai penghalang kebebasannya, sebagai musuh, bukan bapak. Secara teoritis manusia tahu bahwa Allah menghendaki kebahagiaannya. Ia tahu bahwa tujuan semua perintah Allah ialah menjadi sarana agar manusia hidup secara benar dan lengkap. Ia tahu kasih Allah tanpa pamrih. Tetapi semua “pengetahuan” itu menjadi kabur dan kehilangan kekuatannya pada saat manusia tergoda. Secara otomatis perintah Allah tampak sebagai peraturan yang dibuat oleh seorang diktator. Manusia mulai bertanya, “Mengapa Allah melarang melulu?”
Namun dalam waktu singkat dosa biasanya menampakkan wajahnya yang sebenarnya. Negeri jauh yang dirindukan dengan sekuat tenaga dan tampak indah, segera berubah menjadi daerah yang lebih buruk daripada negeri sendiri. Manusia mengalami kehampaan, kekosongan bila tercabut dari lingkungan kasih. Dosa menyebabkan cinta diri, berkebalikan dengan kasih. Itulah sebabnya orang yang melakukan dosa tidak pernah mencari kasih melainkan kesenangan dan kepuasan semata-mata.
Hubungan antara Allah dan manusia sampai kini masih banyak dipahami sebagai hubungan antara seorang tuan dan orang-orang upahannya. Kebajikan yang diwarnai oleh keinginan mendapat upah pasti berbeda dengan kebajikan yang didasari oleh kasih yang tulus. Ketika kasih yang tulus menjadi pedoman tindakan kita, maka soal untung atau rugi tidaklah menjadi perhitungan lagi. Sebaliknya, ketika mental untung rugi begitu dominan, maka kasih tidak akan pernah tulus, alias menjadi barang dagangan saja.
Bukankah tiga perumpamaan tentang “yang hilang” ini menggambarkan tiga macam kondisi pendosa? Dirham yang hilang adalah pendosa yang tidak sadar bahwa dia berdosa, domba yang hilang adalah pendosa yang sadar bahwa dia berdosa tetapi tidak punya daya dan cara untuk melepaskan diri dari dosa. Untuk kedua macam pendosa ini, yang dilakukan oleh Allah adalah mencari mereka dan membantunya untuk kembali kepada-Nya. Anak hilang adalah pendosa yang sadar akan dosa-dosanya dan mau serta mampu melakukan pertobatan. Mereka inilah yang datang kepada Yesus pada waktu itu, yaitu: para pemungut cukai dan para pendosa. Yesus tidak mencari mereka, tetap menyambut mereka dengan ramah.
Dengan perumpamaan tentang Anak yang hilang ini, kita disadarkan bahwa kasih Allah adalah suatu anugerah. Allah tidak menunggu kesiapan kita untuk mencurahkan anugerah-Nya. Bapa di dalam perumpamaan ini tampil sebagai tokoh belas kasih tanpa syarat. Demikian pula Allah bagi kita senantiasa siap menyambut kita dengan belas kasih-Nya yang tak terhingga. Ketika kita sedang jauh meninggalkan-Nya, Allah tetap menunggu pertobatan kita. Dia bukan Allah penghukum, tetapi Allah yang mengasihi setiap umat-Nya lebih lebih umat yang jatuh di dalam dosa. Ada sukacita Ilahi jika manusia mau bertobat dan kembali kepada-Nya. Relasi yang telah rusak menjadi baik kembali. Kebebasan dan keceriaan persahabatan muncul kembali!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^