IMAN MEMBUATKU SANGGUP
Tahun ini aku, suami dan anak-anak memanfaatkan liburan bersama ke Nederland. Negeri Belanda yang indah, pemandangan yang luar biasa, bunga-bunga tulip warna-warni di taman, perahu-perahu, kincir angin, museum, orang-orang,……..semua membangkitkan kenangan saat aku melalui masa mudaku untuk menuntut ilmu demi mencapai cita-citaku di negeri itu.
Tak terasa air mataku menetes membasahi pipi saat kami melalui jalan-jalan dan singgah di tempat-tempat yang kini menjadi kenangan saat aku tinggal di sana. Saat itu usiaku masih sangat belia, 17 tahun. Selepas SMU aku meneruskan study di sana, yang nota bene aku harus tinggal terpisah jauh dari keluargaku, dari papa, mama, dan juga adik-adikku. Satu pengalaman baru yang belum pernah aku alami sebelumnya.Aku terkenang banyak masa indah tapi juga banyak persoalan hidup yang dirasa sangat berat yang harus aku alami saat itu.
Orangtuaku bukanlah orangtua yang memanjakan anak-anaknya dengan cara mengunjungi aku setiap saat aku merasa sangat merindukan dan membutuhkan mereka. Tidak sama sekali. Aku pun tidak bisa sering pulang ke Indonesia untuk bertemu, memecahkan segala permasalahan yang ada atau sekedar melepas kerinduan, walau mereka mampu membeli tiket pesawat pp kapanpun mereka menginginkan. Komunikasi kami melalui telpon pun tidak setiap hari. Bahkan saat itu aku merasa orangtuaku mendidik kami anak-anaknya sangat keras dalam segala hal, baik itu soal disiplin ilmu, pekerjaan, etika, dan juga terutama dalam hal iman.
Sebagai contohnya mama dan papaku mendidik kami untuk dapat melakukan pekerjaan apa pun, terlebih-lebih pekerjaan sehari–hari seperti membersihkan rumah, memasak, membetulkan pipa air yang rusak atau mengganti bohlam lampu yang putus,……..,apa pun pekerjaan rumah tangga harus bisa kami lakukan sendiri, tanpa tergantung pada orang lain. Mamaku bilang: “Apa pun yang kelihatan mata, bisa kita kerjakan.” Papaku juga mengatakan : “Kita harus memiliki ilmu. Walau seandainya kita kaya harta, memiliki jabatan penting, memiliki banyak pekerja, tetap kita harus bisa melakukan semuanya, kita harus mengerti dan mahir mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja kita, kita juga bisa mengajarkan kepada mereka bila mereka belum bisa mengerjakan pekerjaan mereka.” Sampai soal masakan pun papaku mengatakan : “Walau yang masak pekerjamu, tapi kalau kamu bisa, kamu akan tahu apakah masakan itu sudah cukup bumbu, atau kurang pas rasanya. Bila sudah enak dan cocok, pujilah pekerjamu itu dan bila ada yang dirasa kurang, kamu bisa memberitahunya dan mengajarkannya bagaimana dan apa saja yang harus disiapkan agar masakannya terasa enak.” Hal semacam itu bukan hanya perkataan-perkataan atau nasehat-nasehat belaka, karena walaupun mereka juga orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka, tapi mereka selalu punya waktu untuk mempraktekkan apa yang mereka ajarkan kepada kami anak-anaknya. Walau ada pembantu di rumah, kami tidak boleh menyerahkan semuanya kepada pembantu. Mereka mengajarkan kepada kami, bahwa pembantu itu tugasnya hanya membantu, selebihnya harus kami kerjakan sendiri. Sehingga akhirnya kami bisa mengerti dan bersyukur memiliki orangtua yang membuat kami bisa menghargai banyak hal, juga menghargai orang lain dengan penuh cinta.
Aku juga bersyukur, pada saat aku jauh dari orangtuaku, tidak bisa bertemu secara fisik, mereka selalu dan terus menerus memberi semangat yang menguatkan aku hingga akhirnya aku berhasil menyelesaikan study dan bisa menjadi berkat bagi orang lain dengan mengamalkan/membagikan ilmu yang aku miliki.
Seringkali aku jatuh saat berusaha untuk meraih kesuksesan. Ada rasa khawatir, bahkan pernah hampir putus asa, merasa stres…..tapi lagi-lagi aku bersyukur kepada Allah atas kasih karunia-Nya yang meng-anugerahkan aku orangtua yang selalu membimbing anak-anaknya. Aku tahu, siapa pun bisa mengalami putus asa, tapi…benarkah kita harus berhenti setelah berulang kali mengalami kejatuhan atau kegagalan dalam mencapai keberhasilan/kesuksesan yang kita cita-citakan? Bagaimana kita harus memiliki semangat agar bisa bangkit? Memang tidak instant, tapi ada proses. Orangtuaku selalu memberi semangat agar aku berpikir dan melakukan yang positif, tidak gampang menyerah walau memang tidak mudah. Selalu andalkan Tuhan, serahkan diri pada Tuhan, karena dengan beriman kepada-Nya kita akan berpengharapan, tidak mudah menyerah pada keadaan dan tidak mudah putus asa. Orangtuaku membimbing imanku dengan bacaan Injil Lukas 17 : 6. Dalam ayat itu Yesus menegaskan : “Kalau sekiranya kamu memiliki iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini : Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.” Aku mengalami sukacita dalam hidup doa dan iman saat aku menyerahkan diri pada Tuhan. Aku menjadi bisa bertahan untuk mencari dan menemukan jalan keluar bila ada permasalahan, tidak mudah menyerah dan tidak mudah putus asa.
Aku dikuatkan juga dengan bacaan dari Injil Lukas 21 : 5 – 19, yang kalau kita baca atau dengar secara harafiah seakan menimbulkan rasa ngeri. Tapi sesungguhnya bacaan Injil tersebut memberitakan kegembiraan bagi kita. Dalam bacaan itu Yesus mengajarkan pada kita untuk tidak takut menghadapi kesulitan-kesulitan hidup, karena hidup itu memang sulit dan harus dihadapi dengan iman. Jika kita bertahan menghadapi kesulitan hidup, maka kita bisa menjadi lebih kuat dalam iman sehingga kesulitan tidak lagi menjadi kesulitan. Yesus meneguhkan kita untuk tetap bertahan dalam setiap tantangan, penderitaan, ketidak adilan, dan penganiayaan. Justru dalam penderitaan itu kita dapat bersaksi tentang kesetiaan Tuhan. ( ayat 13 ) Tuhan akan memberikan kata-kata hikmat agar kita mampu menghadapi para penguasa dunia. ( ayat 15 ) Tuhan sangat setia mendampingi perjuangan hidup kita.Yesus sudah membuktikan dengan salib, wafat dan kebangkitan-Nya, bahwa akhir dari semua kesulitan bukanlah kegelapan tapi cahaya. Ia juga menjanjikan penyertaan-Nya yang menguatkan kita. Keyakinan akan penyertaan Tuhan membuat kita bersukacita dalam menghadapi hidup ini. Tuhan menyertai kita dalam setiap pergumulan dan bila tetap setia dan berpegang pada firman-Nya, kita akan selamat dan memperoleh hidup dalam kelimpahan. ( ayat 19 )
Rasul Paulus juga mengalami banyak penderitaan. Ditentang, dicemooh, dipenjara, disiksa dan dianiaya. Tapi ia tidak menyerah, ia terus berjuang mewartakan firman Tuhan sampai akhir. Ia percaya kuasa Tuhan selalu menyertainya hingga akhirnya dalam 2 Tim 4 : 7 – 8 kita boleh mengucap syukur:” Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya ; tetapi
Aku bersyukur dan berterimakasih atas semua yang terjadi dalam hidupku, atas setiap permasalahan yang boleh aku alami dan lalui hingga Tuhan memperkenankan aku mengalami berkat dan hasilnya.
Tiba-tiba kurasakan sentuhan hangat di pundakku. Suamiku tercinta memelukku dan memberi senyum pengertian. Anak-anakku menggodaku dengan tawa canda khas mereka dan mengatakan : “ mama masih mau melanjutkan bernostalgia? “ Rupanya tanpa kusadari, mereka telah memperhatikan aku. Kami tertawa bersama.
Dalam kesempatan liburan ini kami manfaatkan waktu kami untuk juga mengunjungi para kerabat dan sahabat yang tinggal di beberapa daerah di Belanda, kami juga menyempatkan makan di restaurant Indonesia milik orang Indonesia yang tinggal di sana dan sudah ada sejak aku menuntut ilmu. Kami juga mengunjungi orang-orang jompo di satu daerah tempat mereka tinggal, memberi mereka semangat dan juga menularkan semangat kepada anak-anakku, karena setelah pulang dari liburan, kami pun harus menerima kenyataan bahwa kami tidak tinggal dalam satu rumah yang sama karena anak-anak juga menuntut ilmu di kota lain.
Aku berharap anak-anakku dapat lebih kuat menghadapi dan menjalankan hidup mereka. Kuajarkan kepada mereka bahwa hidup kadang sulit dan tidak menyenangkan, tapi mereka tidak boleh cengeng, mereka juga harus memiliki semangat pantang menyerah dalam perjuangan hidup, menghadapi kesulitan dengan iman, karena kesulitan bisa menjadi sarana kita untuk memperdalam iman.
Seperti tulisan dalam Karya Kecil Yohanes dari Salib – Tahap-tahap Kesempurnaan, art. 9 : “Janganlah mengabaikan doa dan carilah selalu kekeringan dan kesukaran, bertahanlah dengan setia di dalamnya. Allah ingin melihat kualitas cinta yang ada dalam jiwa Anda; Cinta tidak diuji dengan istirahat dan kepuasan.” Juga dalam art. 14 : “Jangan cemas bila tugas-tugas Anda sulit dan tidak menyenangkan. Allah sedang menguji jiwa Anda dengan perintah yang samar-samar seperti pencobaan. Suatu saat, Ia akan memperkenankan Anda mengalami berkat dan hasilnya.” Semoga kita selalu bertekun dalam doa dan bertumbuh dalam iman, selalu mau datang, menyembah dan mempercayakan hidup kepada Allah, karena Dia lah sang pemilik kehidupan ini, Dialah yang berkuasa atas kehidupan ini. (eestee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^