STANDAR YESUS BERTENTANGAN DENGAN STANDAR DUNIA
Kita tidak dapat lagi terus-menerus menipu diri sendiri. Kita tahu benar bahwa setan itu dengan amat cerdiknya menggoda manusia di dunia. Dia menggoda setiap pengikut Kristus dengan berkata: “Nikmatilah hidup ini, ikutilah gaya hidup orang kaya dan orang terkenal, pesta yang penuh gemerlapan…mobil yang mutakhir…rumah yang harganya aduhai. Hin-darilah penderitaan dan kesengsaraan. Kebahagiaan berarti ‘anggur, wanita dan kenikmatan dunia’. Demikian inilah pola nilai-nilai dunia yang kini berlaku.
Tetapi setan akan menolak mengakui bahwa kaum selebriti di dunia ini dapat mengungkapkan penderitaan dan kesengsaraan tersembunyi di bawah tampang luar suka-cita, senda-gurau dan tawa-ria. Kebanyakan dari mereka itu, walaupun tidak semuanya, mengalami depresi mental, penderitaan batin, kecanduan obat terlarang, perkawinan yang berantakan, anak-anak yang kacau balau dan rasa kesepian yang mendalam, meskipun kepuasan nampaknya mereka peroleh dalam perjalanan karir mereka. Mungkin saja orang menikmati kehidupan dan tetap tidak bahagia.
Tuhan kita Yesus Kristus berulangkali mengatakan kepada murid-muridNya bahwa akan tiba waktunya Dia harus naik ke Yerusalem, di mana para tua-tua dan pemimpin-pemimpin agama Yahudi akan membuat Dia menderita dan membunuhNya, tetapi pada hari ketiga Dia akan bangkit kembali (Mat 16:21 , 17:22-23 , 20:17-19). Pada suatu waktu Petrus (mungkin dipengaruhi standar dunia) menegur Tuhan: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau. (Mat 16:22).
Tuhan Yesus hanya mengatakan ini kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.(Mat 16:23). Dapatkah Anda membayangkan bagaimana perasaan Petrus waktu itu ketika dia dipanggil oleh Tuhan Yesus dengan nama yang diberikan kepada malaikat yang telah jatuh ke dalam dosa? Dan mengapa Yesus menyebut Petrus setan? Karena Yesus ingat kembali bagaimana setan menggoda Dia pada awal pelayananNya di hadapan umum dengan kata-kata yang sama ini: saya berikan kepadaMu kerajaan saya tetapi dengan syarat bahwa Engkau bersedia untuk tidak mengalami kesengsaraan dan kematian. Ini bukanlah standar dunia (Luk 4:1-13).
Ketika Yesus sangat lapar sesudah berpuasa empat puluh hari empat puluh malam, setan dengan cekatan menyuruh Yesus untuk mengubah batu menjadi roti. Setan menggoda Yesus dengan berkata: “Engkau lapar, makanlah sampai kenyang. Ingatlah bahwa rasa lapar itu suatu insting yang perlu dipuaskan. Demikian juga nafsu seks maupun nafsu akan kekuasaan itu perlu dipenuhi. Nikmatilah nafsu-nafsu itu. Engkau tidak dapat memenangkan dunia kalau Engkau menekan nafsu-nafsuMu. Puaskanlah semua keinginanMu, maka Engkau akan menjadi pria sejati. Lakukanlah apa yang dilakukan dunia kepadaMu!”
Seluruh dunia menentang kematianNya yang akan dialami: kematian yang mendatangkan keselamatan bagi manusia. Godaan terakhir yang dialami Tuhan Yesus adalah teriakan orang di Kalvari: “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkanlah diriMu!” (Mrk 15:29-30).
Standar Tuhan Yesus jauh berbeda dengan standar dunia bahkan bertolak belakang. Berulang kali kita perlu mengingatkan diri kita sendiri bahwa perayaan Paskah yang megah tidaklah mungkin tanpa persiapan pertobatan masa Puasa dan tanpa Jumat Suci. Tidak ada kebangkitan bagi kita masing-masing jika kita tidak menjalani “penyaliban dan kematian kita sendiri di kayu salib”. Sebab inilah Allah ingin menyelamatkan dunia: dengan melawan standar dunia. Kriteria dunia untuk memperpanjang hidup ialah memanjakan ke-hidupan dengan berbagai macam kepuasan, kenikmatan dan kesenangan. Dalam pemuridan Kristiani berlaku prinsip “mendapatkian hidup berarti menghabiskannya”, seperti lilin yang meleleh memberikan terang dalam kegelapan.
Orang besar menurut ukuran dunia ialah orang yang menguasai orang-orang lain, yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang besar. Di jaman Kristus hidup di dunia, orang-orang besar itu misalnya Kaisar yang dianggap sebagai dewa, gubernur Romawi dengan puluhan hamba sahayanya, senator-senator Romawi dengan kekuasaan legislatifnya. Dunia memandang mereka sebagai yang tidak dapat mati, sebagai makhluk yang tak terkalahkan.
Dijaman ini, di pusat-pusat ibu kota di seluruh muka bumi, dunia terus menilai kebesaran orang perorang dari jumlah orang yang diawasi atau dikuasai, dari prestasi intelektual dan akademis, dari jumlah jabatan yang dipegangnya atau dari jumlah uang yang ada di rekeningnya di Bank. Kalau kita gunakan standar Yesus, semuanya ini tidak ada artinya.
Yesus adalah Utusan Allah terbesar. Mereka yang datang sebelum Yesus adalah utusan-utusan Allah, tetapi tidak dapat dibandingkan dengan Yesus. Namun demikian, Yesus tidak hanya Utusan Allah, tetapi juga Warta Allah, Firman yang menjadi Daging (Yoh 1:1-18). Yesus Kristus lebih besar daripada Abraham, Musa, Elia, Daud dan Yohanes Pembaptis digabungkan. Sebenarnya Dia akan selalu yang terbesar, sebab Dia Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal. Walaupun Dia yang terbesar, Dia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani (Mat 20:28). Dia datang bukan untuk menduduki tahta, tetapi salib. Orang-orang Yahudi memimpikan Mesias, Raja yang kuasa, pemimpin yang perkasa, orang yang akan mengalahkan semua musuh-musuh Israel (Luk 1:68-73). Sementara mereka menantikan seorang penakluk, mereka diberi tubuh yang hancur di salib. Sementara mereka mencari Singa dari Yehuda yang marah, mereka melihat Anak Domba Allah. Anak Manusia datang untuk memberikan hidupNya sebagai tebusan bagi banyak orang (Yes 53). Dengan berbuat demikian, Sang Guru sendiri memenuhi standar yang Dia tuntut dari murid-muridNya.
Dalam pemuridan Kristiani, kebesaran tidak terletak pada tuntutan kepada orang-orang lain untuk melakukan sesuatu untuk Anda, tetapi bahwa Anda melakukan sesuatu untuk orang-orang lain.
Setiap murid Kristus yang mengambil keputusan untuk mengikuti Sang Guru mempunyai kewajiban untuk menerima standarNya dan menanamkannya dalam hatinya. Jika dia ingin menjadi besar, dia dipanggil untuk menjadi pelayan (Mat 23:11). Jika dia ingin menjadi yang pertama diantara sesamanya, dia ditantang dan dinasihati untuk menjadi yang terakhir (Mrk 9:34-35).
KEUNIKAN AJARAN-AJARANNYA
Silahkan Anda baca Sepuluh Perintah Allah yang terdapat dalam Keluaran 20:1-17. Bacalah perikop ini dengan teliti. Karena Sepuluh Perintah Allah merupakan tuntutan minimum dalam Perjanjian Lama, siapa saja yang telah melaksanakan semua perintah ini adalah seorang Yahudi yang baik, warga negara yang baik dari masyarakat Yahudi. Moralitas Perjanjian Baru yang ditegakkan dengan kelahiran Tuhan Yesus menuntut lebih banyak dari pengikut-pengikut Kristus dan pemuridan Kristiani menuntut lebih banyak daripada pelaksanaan kesepuluh perintah Allah. Ketaatan, kepercayaan dan kasih merupakan keharusan. Kesempurnaan hidup moral dituntut dari kita semua. Yesus, Guru dan Tuhan kita bersabda: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 5:20). Asas pemuridan Kristiani dan keunikan ajaran-ajaran Sang Guru dapat ditemukan dalam Kotbah di Bukit. Siapa saja yang ingin mengevaluasi atau menguji hidupnya sebagai orang Kristiani harus membaca Injil Matius bab 5 – 7.
Kotbah di Bukit berisi ajaran Tuhan Yesus yang resmi, tetapi yang membawa kejutan. Kotbah di Bukit merupakan ringkasan pikiran Sang Guru. Tuhan Yesus berbicara dengan penuh wibawa sehingga para pendengarnya terkagum-kagum, “Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaranNya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka”. (Mat 7:28-29).
Tuhan Yesus mengajar murid-muridNya yang per-tama: “Kamu telah mendengar….. Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala” (Mat 5:21-22).
Perjanjian Lama menghukum pembunuhan yang sebenarnya, sedangkan pemuridan Kristiani sudah menghukum kemarahan yang hanya ada di dalam hati dan bibir seseorang.
Selanjutnya Yesus bersabda: “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, ka-rena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka” (Mat 5:27-30). Perjanjian Lama melarang perbuatan zinah, sedangkan pemuridan Kristiani melarang penggunaan mata dengan sengaja untuk merangsang nafsu badaniah seseorang.
Marilah kita juga melihat perintah Yesus yang disampaikan dalam bentuk positif. Orang-orang Yahudi juga mempunyai perintah, tetapi dalam bentuk negatif. Kitab Tobit memerintahkan: “Apa yang tidak kau sukai sendiri, janganlah kau perbuat kepada siapapun” (Tobit 4:15a). Ini dikutip oleh Rabbi Yahudi yang bernama Hillel ketika memberikan instruksi kepada orang Yahudi yang bertobat: “Apa yang menyebalkan kamu, jangan kau lakukan kepada orang lain”.
Di antara orang-orang Timur, Confusiuslah yang mengajarkan suatu ajaran sebagai salah satu prinsip pokok kehidupan, tetapi juga dalam bentuk negatif: “Jangan engkau berbuat kepada orang lain apa yang engkau sendiri tidak ingin orang lain perbuat kepadamu”.
Di antara orang-orang Yunani dan orang-orang Romawi, Epictetus mengutuk perbudakan dengan berkata: “Penderitaan yang anda sendiri menghindarinya, jangan kau timpakan kepada orang-orang lain”. dengan penuh sesal dalam hatinya, Kaisar Alexander Severus memerintahkan supaya kata-kata yang bijaksana ini diukir pada dinding istananya supaya dia tidak pernah melupakannya sebagai aturan hidup.
Aturan hidup dalam bentuk negatif berarti tidak melakukan sesuatu atau menolak untuk melakukan sesuatu. Tidak melakukan sesuatu itu tidak pernah sulit. Bahwa kita menahan diri untuk tidak berbuat jahat terhadap orang lain bukanlah sesuatu yang istimewa. Orang selamanya dapat menahan diri untuk tidak melakukan yang jahat terhadap orang lain hanya dengan tidak berbuat apa-apa dari pihaknya. Meskipun demikian, dia tetap orang Kristiani yang tidak ada gunanya.
Melakukan sesuatu yang positif itulah yang istimewa. Justru ajaran Tuhan Yesus disampaikan dalam bentuk positif, sehingga jauh melebihi ajaran yang disampaikan dalam bentuk negatif. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. (Mat 7:12). Di sinilah letaknya keunikan ajaran Tuhan Yesus. Memang…..tidak ada duanya.
(St. S T)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^