Yang Paling Indah . . .
Intan bergegas melangkahkan kaki setelah turun dari angkot. Dia masih harus berjalan sekitar 500 meter lagi untuk sampai di tempat mamanya berada. Setengah jam yang lalu dia mendapat sms dari mamanya yang meminta dia untuk menjemput mamanya yang pusing karena tensinya turun. Tidak sampai lima belas menit, sampailah Intan di tempat mamanya berada. Wah, mamanya kelihatan pucat dan lemas. Dia duduk di sofa di beranda gedung tua itu. “Aduh, bagaimana keadaan mama?”, dengan agak gugup, Intan memegang tangan mamanya yang agak dingin, lalu mengusap-usapnya.
“Mama sudah agak mendingan Intan”, tiba-tiba ada seseorang muncul, membawa secangkir teh hangat yang ditaruhnya di meja, disebelah sofa, sambil melayani mama Intan, “Ibu minum teh dulu Yuk.” Intan menoleh kaget, suara itu tidak asing bagi dirinya. Benar, setelah dia bertatapan mata dengan sumber suara itu, betapa kagetnya dia. Rino…. dialah pemilik suara itu. Wajahnya ganteng, orangnya tenang, cerdas, cool, mandiri, dinamis, terpelajar dan banyak lagi kelebihan dia. Pokoknya, kriteria cowok ideal ada padanya. Empat tahun tidak bertemu, kini setelah bertemu kembali dan saling memandang, Intan berdebar-debar tidak karuan. Intan mengeluh dalam hati “Tatap matamu masih seperti dulu, mempesona.… “Sebaliknya Rino merasakan sesuatu yang menggetarkan hatinya. Dibiarkannya hatinya berfantasi ria, “Intan, kamu telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, mata dan bibirmu indah…, seandainya saja…”
Maka, siang itu menjadi sebuah moment yang sangat indah bagi Intan dan Rino. Mereka sama-sama menyadari nyala api asmara yang dulu masih teramat kecil, ternyata sampai dengan saat ini masih ada, bahkan terasa semakin nyata. Mungkin perasaan sayang, perasaan suka atau perasaan cinta. Tidak seorangpun bisa menolaknya, bila perasaan itu mulai hinggap padanya. Bukankah cinta itu anugerah? Bukankah cinta itu sumbernya dari Allah? Cinta tidak pernah bisa dilogika, kenapa datang tanpa pandang bulu… Konon busur asmara itu dilepaskan oleh Dewa Asmara, melesat dan membidik sepasang hati, tanpa mempedulikan perbedaan status, budaya, fisik, tingkatan, umur dan banyak hal lain. Rino pernah praktek mengajar di sekolah Intan empat tahun lalu. Dosen pembimbingnya adalah mama Intan. Sejak awal bertemu, Rino dan Intan merasakan ada sesuatu yang mengkaitkan hati mereka. Entah kekuatan perasaan apa? Kini mereka menyadari, itulah kekuatan cinta. Cinta akan mempertemukan dua pribadi yang berbeda, meski suatu saat dipisahkan oleh jarak, ruang dan waktu. Tapi, ada satu kenyataan yang juga mereka sadari sepenuhnya : mereka tidak mungkin bersatu. Sekalipun begitu, budi dan hati mereka selalu rela menerima kenyataan itu, sehingga terpeteri sebuah keputusan yang membuat pedih, tapi pasti : cinta tidak harus memaksakan untuk selalu bisa bertemu dan saling memiliki. Yang terindah, cinta itu selalu ada dalam hati, selalu berharap akan kebahagiaan dan kebaikan akan terjadi pada orang yang dicintainya.
Kepedihan akan sebuah kenyataan bahwa mereka tidak akan pernah bisa bersatu, selalu bisa tersapu oleh kebahagiaan hati karena kesempatan bertemu pada suatu saat. Seperti yang terjadi pada suatu siang. Waktu itu gerimis turun. Mereka berjanji untuk bertemu, meskipun sesaat. Rino mengusap rambut panjang Intan yang terkena siraman gerimis, kemudian dipeluknya Intan sambil berjalan. Mereka melangkah menuju ke sebuah taman, tempat mereka berdua bertemu bila ada kesempatan, sambil menceritakan kisah-kisah suka duka mereka selama mereka tidak bertemu. Saat itu bunga-bunga Akasia bermekaran indah di taman, seakan-akan menghibur mereka. Ada kekuatan kudus yang selalu membuat mereka tidak jemu untuk saling mendukung dan menyemangati, ada daya suci yang membuat mereka tidak pernah merasa lelah untuk menanti saat bertemu, sekalipun mereka tidak mungkin bersatu. Dewa Asmara pun tersenyum, melihat kesucian cinta mereka.
( Elis )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^