Kamis, 01 Juli 2010

Renungan

MENGASIHI TUHAN

Seorang kawan berkata, kalau Tuhan itu sangat baik dan sangat mengasihi kita dan oleh sebab itu, kita harus lebih mengasihi Dia lagi. Ada lagi yang mengatakan bahwa kita bisa dekat dengan Tuhan dengan berdoa khusuk, bermeditasi atau membaca kitab suci di kamar yang tertutup. Sudah tentu ada banyak cara lainnya dalam mengasihi Tuhan sesuai dengan cara pemikiran masing-masing orang yang ber Tuhan.
Bagi saya, mencintai dan dekat dengan-Nya tidak harus terlalu “berliku-liku” karena untuk “jumpa dan temu” dengan-Nya mudah. Dia berada dalam jangkauan kita, setiap saat dan dimanapun.
Cara mengasihi Tuhan.
Saya percaya, bahwa apabila Tuhan mengasihi kita, maka Dia tidak ingin kita membalasnya dengan lebih mengasihi lagi. Kalau kita balas-membalas mengasihi antara kita dan Tuhan saja, kapan berakhirnya dan apa untungnya bagi Dia? Yang Tuhan inginkan adalah kita meneruskan cinta kasih-Nya ini kepada orang-orang lain dan orang-orang lain ini berkewajiban pula meneruskan lagi cinta kasih ini pada orang-orang lain berikutnya lagi dan seterusnya. Dengan demikian, maka cinta kasih ini terus melebar dan melebar kesemua arah dan dapat dirasakan setiap orang dimanapun sehingga dunia dikelilingi “jaring-jaring cinta kasih manusia”. Semacam sistem “Multilevel Marketing”. Inilah yang berkenan kepada Tuhan.

Kedekatan dengan Tuhan.
Apakah dengan berdoa atau membaca kitab suci dengan khusuk di kamar atau berpuasa, kita akan dekat dengan Tuhan?. Belum tentu. Bukankah Tuhan berfirman, bahwa Dia berada diantara orang miskin dan menderita, yang sengsara dan berduka?. Apabila ingin dekat dengan Tuhan, maka kita harus penuh tenggang-rasa dan berada diantara mereka yang memerlukan uluran cinta kasih, perhatian dan bantuan kita. Sangat mudah untuk menemui dan dekat dengan Dia bukan?

Cinta kasih Tuhan.
Anselmus, seorang pemikir besar Katolik abad pertengahan berkata: “Tuhan adalah cinta kasih. Siapa yang diam dalam cinta kasih, diam dalam Tuhan dan Tuhan dalam dia”. Kalau kita ingin Tuhan tinggal didalam kita, maka kita pun jangan ragu-ragu untuk mencintai sesama manusia tanpa pamrih.
Bagaimana dapat merasakan cinta kasih Tuhan kalau kita terus saja bertengkar dengan sesama atau keluarga atau perbuatan kita merugikan orang lain?. Orang-tua kita yang telah meninggal pasti merasa sedih apabila anak-anaknya bertengkar satu dengan yang lainnya dan akan tersenyum bahagia di “diatas sana” (begitu juga Tuhan) apabila melihat anak-anaknya hidup saling mengasihi. .

Mencintai Tuhan dengan perbuatan kita.
Mencintai Tuhan bukanlah dengan berdoa terus menerus sambil menyebut Namanya ribuan kali sehingga melupakan atau mentelantarkan keluarga atau orang tua kita atau menjadi tidak peka terhadap sesama. Tidak juga dengan bakaran atau persembahan melimpah untuk memuliakan-Nya.
Sosok ibu Theresia yang membhaktikan diri kepada orang-orang yang paling miskin di India dengan cara membantu tanpa pamrih, menghibur dan menolong orang-orang yang paling hina ini, saat itu juga ibu Theresia adalah bagaikan “batu berlian” Tuhan dan layak disebut sebagai “anak emas”Tuhan.
Orang-tua belum bisa disebut orang-tua sebenarnya dan berkenan di Tuhan apabila perbuatan sehari-hari-nya tanpa kasih dan tidak bertanggung-jawab terhadap anak-anak atau keluarganya.
Seorang kawan belum dapat disebut kawan sejati dan berarti di mata Tuhan apabila ia tidak tenggang-rasa terhadap kawan lainnya yang dalam kesusahan dan butuh pertolongannya.
Seorang dokter belum dapat disebut dokter sebenarnya dan disebut anak Tuhan apabila dalam me-nolong orang dia pilih-kasih, memasang tarif jasa yang “mencekik” pasien dlsb. Bukankah dokter ini melang-gar sumpah profesinyanya?
Seorang Romo belum bisa disebut Romo sebenar-nya apabila dia lebih mementingkan diri sendiri daripada umatnya yang memerlukan bantuannya setiap saat.
Firman Tuhan juga sangat menekankan ini. Bukankah iman tanpa perbuatan baik dan benar adalah sia-sia?. Bukankah dengan perbuatan kita-lah maka nama Dia akan dimuliakan?
Khalil Gibran, pujangga terkenal Libanon mengatakan bahwa: “Perbuatan keseharian kita adalah ibadah yang sebenarnya”.
Hati yang bahagia.
Bagi saya, hati merasa bahagia dan surga ada dalam hati saya apabila melihat orang lain bahagia oleh sebab perbuatan saya. Bukankah firman Tuhan mengatakan: “Berbuatlah kepada orang lain apa yang kita ingin orang lain berbuat kepada kita. Kalau kita ingin bahagia, maka kewajiban Lita membuat orang lain bahagia.
Sebagai orang Katolik, saya percaya akan Firman-Nya yang utama yang mengatakan bahwa: “Cintailah Tuhan-mu dengan sepenuh hati, jiwa dan segenap akal budi dan mencintai sesame manusia seperti diri kita sendiri.”
Mencintai Tuhan dan mencintai sesama manusia adalah bagaikan mata uang dengan dua sisi. Kedua perintah ini ibarat kedua sisi dari mata uang. Tidak dapat dipisahkan atau masing-masing berdiri sendiri atau yang satu lebih penting dari yang lainnya tetapi merupakan satu kesatuan dan dasar dari semua perbuatan kita. Perbuatan tanpa iman atau kasih dapat membuat kita memikirkan hanya diri kita sendiri dan tidak peka terhadap sesama. Mencintai Tuhan adalah mencintai sesama manusia. Mencintai sesama ma-nusia adalah mencintai Tuhan. Jadi, apabila kita tidak mencintai sesama manusia maka kita tidak mencintai Tuhan.
Tuhan inginkan kita sebagai pelaku Firman bukan hanya pendengar saja. Tuhan memuliakan manusia yang berkenan kepada-Nya tetapi perbuatan ma-nusialah yang memuliakan Tuhan.

Arsian Wirawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^