Selasa, 02 Agustus 2011

Ruang Kitab Suci

MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2011 : Mendengarkan Tuhan Bercerita

 Manusia-Gandum dan Manusia-Lalang

Oleh : Peter Suriadi

Pernahkah Anda menonton film Schindler’s List arahan Steven Spielberg? Dengan latar belakang kacaunya situasi seputar Perang Dunia II, Steven Spielberg menampilkan betapa sengsaranya orang-orang Yahudi yang dikirim Nazi ke kamp-kamp konsentrasi. Kerja paksa yang harus mereka jalani di situ rupanya hanyalah sebuah langkah awal menuju kematian. Pada akhirnya jutaan orang Yahudi itu secara bergilir diakhiri hidupnya di kamar-kamar gas. Kejadian yang mengerikan dan traumatis yang tercatat dalam sejarah.
Dalam dunia nyata, kejadian tragis di atas masih menyisakan satu hal penting. Banyak orang Yahudi menjadi kecewa kepada Tuhan. Karena merasa kecewa, banyak orang Yahudi yang dari masa kelam itu kemudian menolak Tuhan dan keberadaan-Nya. Mereka memilih menjadi atheis.  Mengapa Tuhan membiarkan dan tidak mengenyahkan orang-orang jahat dan kejam itu sehingga umat pilihan-Nya mengalami kejadian tersebut? Mengapa “lalang” dibiarkan tumbuh bersama “gandum” ? Mengapa orang-orang jahat dibiarkan hidup bersama orang-orang baik ?

Teks (Mat 13:24-30.36-43)
24Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. 25Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. 26Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. 27Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu? 28Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? 29Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. 30Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku."
36Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: "Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu." 37Ia menjawab, kata-Nya: "Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; 38ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat. 39Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. 40Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. 41Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. 42Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. 43Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"

Konteks
Secara sederhana, Injil Matius dapat dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu : bagian khotbah dan bagian narasi. Bagian khotbah terdiri 5 bagian, yaitu bab 5-7 (khotbah di bukit), bab 10 (khotbah perutusan), bab 13:1-52 (perumpamaan-perumpamaan), bab 18 (khotbah tentang hidup berjemaat) dan bab 24-25 (khotbah tentang akhir jaman). Sedangkan bagian narasi terdiri 5 bagian, yaitu Yesus berbicara tentang kerajaan Allah kepada semua orang (bab 3-4 dan bab 8-9), dan Yesus berbicara tentang kerajaan Allah kepada para murid-Nya (bab 13:53-17:27, bab 19-23, dan bab 26-28).
Mat 13 berisi tentang perumpamaan-perumpamaan Yesus. Secara garis besar bab 13 dapat dibagi sebagai berikut : pengantar (13:1-3a), perumpamaan tentang penabur (13:3b-9), alasan Yesus mengajar dengan perumpamaan (13:10-17), penjelasan perumpamaan tentang penabur (13:18-23), perumpamaan tentang lalang dan perumpamaan tentang biji sesawi (13:24-35), catatan tentang perumpamaan Yesus yang menggenapkan Kitab Suci (13:34-35), penjelasan perumpamaan tentang lalang, yang disusul dengan perumpamaan tentang harta, mutiara dan pukat (13:36-50), penutup (13:51-52). Dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut Matius berusaha menjelaskan Kerajaan Sorga (Markus dan Lukas lebih suka memakai istilah Kerajaan Allah, namun artinya sama saja dengan Kerajaan Sorga. Dengan latar belakang Yahudinya, Matius enggan menyebut nama Allah. Oleh karena itu dia menggantinya dengan ungkapan Kerajaan Sorga) karena keberadaan Kerajaan Sorga masih berupa misteri yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dengan bahasa manusia. Yesus sendiri tidak mengatakan seperti apakah Kerajaan Sorga itu sebenarnya, tetapi Dia selalu memakai perbandingan yang diambil dari kehidupan sehari-hari: “Kerajaan Sorga seumpama ....” Dari berbagai perumpamaan yang dikisahkan oleh Yesus, Kerajaan Sorga lebih dipahami sebagai suatu peristiwa atau kejadian merajanya Allah, yaitu ketika Allah diakui sebagai raja oleh seluruh umat manusia. Kerajaan Sorga dapat dipahami pula sebagai pemerintahan Allah atas kehidupan umat manusia di dalam segala aspeknya.
Teks (Mat 13:24-30.36-43), yang hanya terdapat dalam Injil Matius, menggambarkan salah satu aspek Kerajaan Sorga, yaitu hadirnya kuasa kejahatan yang menaburkan pengaruh buruk di tengah kehidupan manusia. Dari bentuknya, perumpamaan tentang lalang di ladang gandum ini lebih cocok disebut sebagai suatu alegori. Masing-masing unsur dari alegori menunjuk pada orang, barang atau realitas tertentu (orang yang menabur benih yang baik = Anak Manusia, ladang = dunia milik Yesus, benih yang baik = anak-anak Kerajaan, lalang = anak-anak si jahat, musuh yang menaburkan benih lalang = iblis, waktu menuai = akhir zaman, para penuai = malaikat). Bagaimana sikap Allah terhadap tumbuhnya kuasa kejahatan itu? Alegori ini berupaya menjawabnya.

Susunan Teks
Teks dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1.         Perumpamaan tentang lalang (ayat 24-30).
2.        Penjelasan perumpamaan tentang lalang (ayat 36-43).

Keterangan Teks
·         ayat 24
Ada seorang pemilik ladang yang “menaburkan benih yang baik di ladangnya”. Demikianlah awal cerita Yesus. Tetapi sebelumnya Yesus sempat berkata, “Hal Kerajaan Surga seumpama orang yang menaburkan…” Ya, antara Kerajaan Allah dan kenyataan hidup manusiawi sehari-hari ada suatu kemiripan. Justru karena itu Yesus berperumpamaan sambil mengajak para pendengar-Nya berpikir dalam-dalam. Siapa saja yang benar-benar “mencari Kerajaan Allah”, hendaknya memperhatikan perumpamaan-perumpamaan Yesus. Di dalamnya ‘tersirat’ banyak petunjuk tentang musuh Yesus dan Kerajaan-Nya.
Kerajaan Sorga digambarkan dengan kejadian yang umum terjadi di lingkungan pertanian. Seorang pemilik ladang menabur benih gandum yang baik di ladangnya. Diharapkan benih gandum itu akan bertumbuh baik dan nantinya menghasilkan panenan berlimpah. Benih gandum yang baik ditaburkan di ladang agar nanti dapat berbuah melimpah. Pemilik ladang rupanya menunjuk hamba-hamba yang mengawasi ladangnya.
·         ayat 25
Ketika semua orang tidur, datang musuh yang menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Karena semua orang tidur maka tidak ada yang menjadi saksi. Semuanya terjadi diam-diam, apalagi musuh itu segera pergi. Kejahatan memang dekat dengan suasana gelap malam dan tindakan diam-diam. Jenis lalang yang ditabur disebut zizania, yaitu sejenis rumput beracun yang dapat merusak tanaman gandum. Bentuk daun zizania mirip sekali dengan gandum dan hanya tumbuh di ladang yang ditanami tanpa melebihi ketinggiannya dari 1 m. Lalang telah mengambil kelembaban udara dan vitamin dari dalam tanah yang seharusnya diambil oleh tanaman gandum, sehingga akan mempengaruhi hasil panen.
·         ayat 26
Ketika masih belum berbuah, bentuk tanaman gandum dan zizania amat mirip sehingga kedua jenis tumbuhan itu sulit dibedakan. Ketika sudah mulai tumbuh besar dan berbuah barulah kelihatan bedanya, yang nampak dari bentuk bulir-bulirnya. Memisahkan zizania dari gandum adalah pekerjaan para wanita dan anak-anak yang membosankan.
·         ayat 27-29
Para hamba pemilik ladang itu tidak habis mengerti mengapa tumbuh lalang beracun di tengah tanaman gandum yang baik. “Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu?”, demikian pertanyaan mereka kepada pemilik ladang.
Pemilik ladang tahu bahwa itu semua adalah pekerjaan musuhnya. Hamba-hamba yang tidak sampai hati melihat tanaman gandum itu terganggu pertumbuhannya, mengusulkan: “Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu?”. Usul itu bagus namun tidak mudah dilakukan. Bisa saja lalang itu dicabuti, akan tetapi tanaman gandum dapat ikut tercabut.
Pemilik ladang menjawab: “Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu”. Jawaban pemilik ladang memang masuk akal tetapi tidak memberi jalan keluar yang praktis.
·         ayat 30
Pemecahan yang diajukan oleh pemilik ladang adalah: “Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku". Pemecahan tersebut memang satu-satunya kemungkinan yang paling aman untuk memisahkan tanaman gandum dari tanaman lalang. Namun, pemilik ladang tidak memberi jalan keluar ketika tanaman gandum pada masa pertumbuhannya dirusak oleh lalang. Adakah dia sengaja membiarkan keduanya tumbuh agar gandum yang dipanen nanti adalah gandum yang sudah tahan uji?
·         ayat 36
Yesus selesai berperumpamaan (Mat 13:34). Setelah itu Ia “meninggalkan orang banyak, lalu pulang” – lapor penulis Injil Matius. Apakah selanjutnya Yesus akan istirahat? Tidak! Antara lain karena Ia segera didatangi murid-murid-Nya. Kata mereka, “Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu”. Yesus “menceritakan” beberapa perumpamaan. Tetapi, murid-murid-Nya sangat tertarik pada perumpamaan tentang lalang saja. Apakah mereka merasa bahwa di antara mereka sendiri ada seorang (atau lebih?) yang mirip lalang di tengah gandum?
·         ayat 37-39
Dalam ayat 37-39 ini tersaji semacam kunci yang dapat membuka sedikit misteri perumpamaan tentang lalang. Penabur benih yang baik ialah Anak Manusia, yaitu Yesus sendiri. Ladang meliputi seluruh dunia. Benih baik yang ditaburkan Yesus ialah anak-anak Kerajaan, para sahabat Allah, juga pengikut Yesus. Penabur benih lalang disebut: Si jahat (ay 38), Musuh (ay 39) dan Iblis (ay 39). Lalang ialah “anak-anak si jahat”. Waktu menuai ialah akhir zaman. Para penuai ialah malaikat. Seluruh daftar “arti kata” ini singkat dan cukup jelas. Tetapi kalau direnungkan lebih lama, isinya tetap misterius. Sebab daftar ini bisa menimbulkan banyak macam pertanyaan. Ini sebagai satu contoh saja: Mengapa musuh Kerajaan Allah diberi sampai tiga nama?
·         ayat 40-42
Perumpamaan ini sesungguhnya terpusat pada satu masalah saja, yaitu ‘peristiwa’ akhir zaman. Tanpa hambatan sedikit pun Yesus menjelaskan arti kata penabur, ladang, lalang, dll. Sebab inti perumpamaan-Nya bukan arti kata-kata melainkan penyingkiran ‘sampah’ dari tengah-tengah Kerajaan Allah. Kata Yesus, “Jadi, seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan dari dalam kerajaan-Nya segala sesuatu yang menyebabkan orang berbuat dosa dan semua orang yang melakukan kejahatan. Semuanya akan dicampakkan ke dalam tungku berapi; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi“.
·         ayat 43
Pada akhir penjelasan-Nya Yesus berkata begini, “Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka”. Muncul ungkapan “orang-orang benar”. Inilah gandum di tengah lalang. Mereka terpaksa hidup di tengah-tengah banjir dosa yang melanda ladang dunia. Tetapi mereka bertahan sebagai gandum, tidak membiarkan diri terbujuk oleh nikmat sesaat hidup sebagai lalang. Mereka akan bercahaya seperti matahari. Artinya, sinar mereka akan sekuat sinar matahari yang tidak sanggup dipandang manusia yang tidak benar. Mereka akan bersinar dalam Kerajaan Bapa mereka. Pada akhir zaman, manusia yang benar akan berkumpul sebagai satu keluarga di rumah Bapa. Manusia yang benar-benar anak Allah, selalu merindukan Bapa. Kalau ia tidak merindukan-Nya, maka ia dalam bahaya menjadi atau sudah menjadi ‘sampah’. “Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar!” – kata Yesus.

Amanat
Perumpamaan tentang lalang yang tumbuh di antara gandum menegaskan bahwa orang-orang percaya kepada Yesus (dilambangkan dengan gandum) tinggal di tengah dunia yang berdosa (dilambangkan dengan lalang) dan memang tidak ada kehendak Tuhan untuk mencabut mereka dari tempat itu. Mengapa orang-orang jahat tidak dienyahkan dan dihukum saja sehingga bumi hanya dihuni oleh orang-orang baik. Yang harus diingat, memandang manusia secara hitam putih seperti itu tentu saja tidak tepat karena setiap manusia pasti memiliki kelemahan. Dan jangan-jangan jika Tuhan benar-benar menyingkirkan orang-orang jahat, bumi mendadak kosong! Masyarakat manusia di dunia ini berwarna abu-abu, tidak putih dan tidak hitam. Menghancurkan sama sekali kejahatan sama saja dengan memisahkan warna hitam dari warna putih pada benda yang berwarna abu-abu. Sulit tetapi bukan tidak mungkin selama setiap manusia masih diberi kesempatan untuk bertobat. Ada saatnya nanti Tuhan datang menghakimi manusia dan saat itu belum tiba.
Umat manusia mirip ladang yang siap ditaburi oleh pemiliknya dan musuhnya. Selaku ciptaan kasih Allah, setiap manusia sesungguhnyalah benih yang baik. Tetapi, manusia diberi kebebasan untuk tetap jadi benih gandum atau berbalik dari Pencipta sehingga jadi benih lalang. Orang yang mensyukuri kebebasannya sebagai karunia mahabesar, adalah manusia-gandum. Orang yang memanfaatkan kebebasannya demi mengacau, adalah manusia-lalang. Dua jenis ‘benih’ itu tumbuh di bumi serentak. Tetapi pada akhir waktu, nasib kedua jenis itu akan berbeda: Yang satu akan dimasukkan ke dalam lumbung agar menjadi makanan bagi yang memerlukannya; yang lain itu akan dibakar habis agar jangan mengganggu lagi.
Yesus jelas-jelas berbicara tentang pembakaran “sampah”. Jenis sampahnya dua, yaitu: “segala sesuatu yang menyebabkan orang berbuat dosa” dan “semua orang yang melakukan kejahatan”. Sungguh mengerikan! Orang-orang yang berbuat kejahatan akan dimasukkan ke dalam tungku yang sudah dipenuhi berbagai macam sampah. Tidak jelas, apakah suatu saat sampah itu akan terbakar habis atau nyalanya akan terus hidup dan tetap ‘membakar’. Ungkapan Yesus tentang “akan terdapat ratapan dan kertak gigi” bisa diartikan sebagai suatu proses yang tidak berkesudahan.
Kiranya tepat kalau Anda merenung sejenak soal ”sampah” tadi. Yesus memang tidak pernah menyebut manusia yang berbuat jahat sebagai ‘sampah’. Namun – menurut ukuran manusiawi – para pembuat kejahatan akhirnya diperlakukan oleh-Nya bagaikan sampah.
Apa yang dimaksud dengan “segala sesuatu yang menyebabkan orang berbuat dosa”? Wah, sulit dirinci! Sebab tidak ada barang apa pun di bumi ini yang dengan begitu saja menyebabkan orang berbuat dosa. Pisau yang dipakai ibu rumah tangga di dapur tidak pernah dipikirkannya sebagai alat pembunuhan. Tetapi lain halnya dengan orang yang biasa membunuh sesamanya dengan pisau.
Dilihat dari sudut lain, harus diakui bahwa di dunia ini ada macam-macam hal yang secara sadar dan terencana disodorkan kepada manusia (oleh “anak-anak si jahat”) untuk menjebak, menjatuhkan ke dalam dosa, menjauhkannya dari Allah. Nah, kiranya ‘sampah’ semacam inilah yang dipikirkan Yesus. Di sini dapat disebut uang, seks, kedudukan, dan macam-macam hal lain, yang dari sendirinya bukan dosa, tetapi oleh pihak tertentu dijadikan sarana untuk membelokkan manusia dari Tuhan.
Lebih jelas masalahnya dengan “orang yang berbuat kejahatan”. Mereka itu profesional, spesialis, ahli. Mereka bukan pendosa amatiran. Mereka sudah menutup diri bagi Roh Kudus. Mereka menertawakan Allah dan umat-Nya. Mereka bukan pendosa dalam arti “pernah berbuat dosa”, melainkan pendosa dalam arti “tiap saat menikmati dosa sebagai makanan yang lezat”.
Pengajaran Yesus tentang pengadilan terakhir tidak bertujuan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk mengingatkan para pendengar-Nya agar waspada terhadap pengaruh kejahatan yang ada di sekitar mereka. Setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah.
Kerajaan Sorga bukanlah peristiwa keselamatan yang otomatis terjadi tanpa keterlibatan dari pihak manusia. Setiap manusia diundang untuk terlibat pada perjuangan menciptakan keselamatan dengan bertekun pada perbuatan baik. Kerajaan Sorga bukanlah peristiwa yang baru akan terjadi di masa datang, tetapi sudah dimulai di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda. ^^