Hidup manusia dalam peziarahannya di dunia ini penuh dengan cerita dan kisah. Berbagai pengalaman suka-duka, pahit-manis, susah-senang, membahagiakan-menyedihkan dan sebagainya, telah dialami oleh tiap-tiap orang. Dan yang pasti ada sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh setiap orang, mulai dari bayi hingga lanjut usia, yaitu penderitaan. Saat dilahirkan sang bayi sudah harus menangis karena menderita, padahal orang-orang di sekitarnya merasa bersukacita karena telah hadir seorang manusia baru di dunia ini. Kemudian orang muda maupun orang tua, mereka tidak luput dari pencobaan dan penderitaan, entah itu sakit-penyakit, masalah kesulitan ekonomi, beban pikiran dan masih banyak lagi masalah di dalam hidup ini yang dapat membuat orang menderita. Orang akan berusaha dan berjuang, memang hidup adalah merupakan suatu perjuangan, untuk mencari jalan agar dapat keluar dari masalah yang menghimpit, membebani dan membuatnya menderita.
Pengamatan manusia dari segala zaman mengatakan, bahwa pencobaan tidak dapat dipisahkan dari hidup, dan nasihat yang diberikan adalah kesabaran dan ketekunan yang akan membawa kemenangan. Sejak lahir dari ibu, manusia harus melepaskan yang aman dan bergulat menuju yang baru, begitu anak yang meninggalkan rumah menuju sekolah; remaja yang meninggalkan alam kanak-kanak, melewati perjuang-an masa puber, menjelang dewasa. Dan sesudah masa kedewasaan, baru mulai pencobaan yang akan menentukan nasib hidup. Dalam menghadapi kesulitan dan pencobaan serta penderitaan hidup, orang sering mengalami kebimbangan, jalan mana yang harus ditempuh, ke mana harus pergi mencari pertolongan? Apa yang harus dilakukan agar tidak makin menemui kehancuran? Tidak jarang orang pergi ke sana ke mari, sibuk mencari jawaban apa sesungguhnya kehendak Allah atas dirinya. Kadang-kadang dapat menemukan jawaban melalui orang-orang yang diminta nasihat atau pendapatnya. Tetapi tidak jarang menemui kekecewaan demi kekecewaan dan kegagalan. Tidak kurang pula yang berputus asa, melihat kegelapan ter-bentang dihadapannya
Dalam pergulatan merebut kemenangan hidup, manusia merasa dicoba, direndahkan, dianggap remeh tak berarti, sampai juga dihimpit, ditindas oleh nasib, oleh orang dalam pergulatan menuju pertumbuhan sampai menemukan tempat mantap di dalam hidup.
Kita menyadari bahwa Tuhan Pencipta segala se-suatu, bahwa Tuhan yang mengatur perjalanan semesta alam ini, bahwa Tuhan mempunyai maksud baik bagi manusia, makhluk ciptaanNya yang istimewa dibandingkan ciptaan yang lain. Kita sadar bahwa Tuhan berkehendak baik, tetapi bagaimana caranya untuk mengetahui “kehendak Allah”? Apakah Tuhan mendengar dan menjawab doa atau permohonan kita? Mengapa manusia harus menderita dan mengalami kesusahan yang kadang-kadang bukan akibat ke-salahannya? Mengapa “orang baik” sering diberi ganjaran yang tidak setimpal dengan kebaikannya? Apakah Tuhan tidak adil? Apakah Tuhan tidak memperhitungkan jasa dan perbuatan baik manusia? Jadi, apa sebenarnya maksud dan rencana Allah dengan membiarkan begitu banyak penderitaan dan pen-cobaan kepada manusia? Jalan mana yang harus ditempuh agar manusia menjadi berbahagia, dapat menerima semua suka-duka, manis-pahit, kesenangan-kesusahan, kebahagiaan-penderitaan, pencobaan dan berbagai anugerah hidup ini secara layak untuk menyatakan bahwa ia mengakui adanya keha-diran Tuhan dan mau menerima kehendakNya, mau bekerja sama dengan Tuhan?
Berbagai macam cara dan jalan ditempuh orang untuk keluar dari masalah dan pencobaan yang membuatnya menderita. Ada yang jalannya mulus: “Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, dan tuntunlah aku di jalan yang rata” (Mzm 27:11), sehingga cepat teratasi segala rintangan yang menghambat kehidupan seseorang, ada pula yang membutuhkan waktu yang lama dengan jalan yang berliku-liku dan sangat menguras tenaga, pikiran serta sangat melelahkan seperti pengalaman umat Israel ketika keluar membebaskan diri dari perbudakan di Mesir selama empat puluh tahun lamanya, hanya perlu disyukuri karena masih dapat teratasi problem hidup yang menghimpitnya. Tetapi ada yang telah berusaha dengan sekuat tenaga, dengan segenap kemampuannya, berbagai macam cara dan jalan telah diusahakan dan ditempuhnya, hanya hasilnya masih tetap nihil. Sungguh ini merupakan suatu perjuangan dan pengorba-nan yang sia-sia: “Sebab empat puluh tahun lamanya orang Israel itu berjalan melalui padang gurun, sampai habis mati seluruh bangsa itu, yakni prajurit yang keluar dari Mesir, yang tidak mendengarkan firman TUHAN” (Yos 5:6).
Sebagai manusia lemah, rapuh dan tidak berdaya, kita, orang yang beriman kepada Kristus Yesus, seyogianya harus bersandar kepada Tuhan: “Kemudian Asa berseru kepada TUHAN, Allahnya: “Ya TUHAN, selain dari pada Engkau, tidak ada yang dapat menolong yang lemah terhadap yang kuat. Tolonglah kami ya TUHAN, Allah kami, karena kepada-Mulah kami bersandar dan dengan nama-Mu kami maju melawan pasukan yang besar jumlahnya ini. Ya TUHAN, Engkau Allah kami, jangan biarkan seorang manusia mempunyai kekuatan untuk melawan Engkau!” (2Taw 14:11), dan mengandalkan Tuhan saja: “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” (Yer 17:7), selalu dan selamanya, agar tujuan harapan iman kita dapat menjadi kenyataan yang sangat membahagiakan, yaitu keselamatan di dalam dan bersama Yesus Sang Juru selamat.
Akibat pencobaan dan penderitaan membuat orang merasa kuatir menghadapi hidup yang penuh tantangan ini. Tuhan memahami perasaan manusia, Tuhan punya jalan keluar-Nya dan berkenan memberikan kepada manusia agar dapat dikuatkan: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Ke-rajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Mat 6:24-34).
Tuhan tahu akan ketakutan, kekuatiran manusia terhadap hidup, keresahan hatinya, kalau teringat akan kebutuhan makan-minum, pakaian. Tuhan berbicara blak-blakan terang-terangan, supaya nampak di mata, mengena di hati: Ia menunjukkan penyelenggaraan-Nya sebagai Pencipta terhadap burung di langit dan bunga bakung di ladang. Terhadap manusia, Tuhan bukan hanya “Pencipta” yang memberi hidup dalam tubuh, Ia lebih dari itu, Ia itu “Bapamu yang di surga” Ia tahu dalam cintaNya sebagai Bapa, “bahwa kamu me-merlukan semua itu” (ay 32). Bukankah Ia akan lebih memperhatikan anak-anakNya itu, asal manusia lebih dulu, - sebab untuk itu ia diberi hidup dalam tubuh di dunia – mengutamakan mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, lain-lain akan ditambahkan sebagai ke-perluan, pelengkap hidup.
Keindahan karya penyelenggaraan ilahi kita temukan kalau Tuhan mengarahkan pandangan kita pada perhatian Bapa kepada seluruh ciptaan, yang kecil maupun yang besar: terbitnya matahari, jatuhnya embun dan hujan untuk semua, makanan untuk semua makhluk, dandanan untuk bunga. Burung yang tak akan jatuh tanpa sepengetahuan Bapa, rambut ma-nusia yang sudah terhitung, sebab itu janganlah kamu takut (bdk Mat 10:29-31). Di situ kita merasa aman terjamin. Namun Tuhan juga berkata, “orang tidak da-pat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya” (ay 27) – “jangan kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri” (ay 34). Tuhan membatasi pengertian dan pemandangan, untuk tidak membebani kita. Ada tanggung jawab yang tetap Tuhan bawa sendiri, tentang umur kita, tentang masa depan, tentang hari besok. Menjauhkan kekhawatiran dengan mempercayakan diri kepada Tuhan dalam penyelenggaraan ilahiNya harus dilengkapi dengan kata: dari hari ke hari. Ada pembagian tugas dan pembatasan. Yang hari ini, itulah yang harus menjadi pusat perhatian manusia. Yang masa depan dan hari besok tanggung jawabnya diambil oleh Tuhan secara pribadi dan baik. Tugas khusus pada hari ini ialah “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-nya” (ay 33) – inilah tugas untuk hari ini, dari hari ke hari, dan itu cukup bagi setiap dari kita. Kita harus rela membatasi fantasi kita, yang bisa berjalan liar tanpa kepercayaan kepada Bapa. Kita diminta membatasi apa yang kita cari: bukan harta, kehormatan, prestasi, keenakan, kenikmatan dunia melainkan Kerajaan Allah di mana-mana. Lalu Tuhan berjanji “maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (ay 33). Sekali lagi dijelaskan, serahkanlah yang lebih jauh segala kekhawatiranmu kepada Bapa, cukup manusia dengan urusan satu hari saja: “Berilah kami rejeki pada hari ini” (Mat 6:11).
Mungkin saja dunia melihat bahwa kita begitu menderita, tetapi jiwa kita mengalami ketenangan dan kedamaian apabila kita tidak ‘berjalan sendiri’, me-nurutkan kehendak sendiri, namun menyerahkan se-mua beban yang kita pikul kepada Yesus dan bersama Dia kita akan melangkah dengan ringan. Dengan selalu berpegang pada Hukum dan PerintahNya, de-ngan menyatukan kehendak bebas kita agar ‘diatur’ oleh kehendak Allah, setiap saat dari kehidupan kita selalu mohon bimbingan dan petunjukNya, yakinlah akan janji Kristus bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman dan Ia tidak akan membiarkan kita seperti anak yatim piatu.
Tuhan tidak berdiam diri, Ia bersabda melalui para Nabi, dan UtusanNya, terlebih melalui PuteraNya Ye-sus Kristus yang telah menjelma menjadi manusia, menderita sengsara, wafat dan bangkit kembali untuk menyatakan KemuliaanNya. Untuk menunjukkan Ja-lan, Kebenaran dan Hidup. Supaya semua yang per-caya kepadaNya akan diselamatkan. Perjalanan hidup dan ajaranNya tertera dalam Kitab Suci dan ajaran GerejaNya, dan kita diberi anugerah untuk membaca., merenungkan, mencari makna kehendakNya, men-jalankannya dalam hidup kita. Hidup manusia merupa-kan suatu perjalanan ziarah yang cukup panjang, tidak terhenti hanya karena kematian raga saja. Apakah sudah terpikirkan oleh kita bekal perjalanan jiwa kelak? Apakah yang sudah kita lakukan untuk keselamatan jiwa menuju alam kebahagiaan kekal? Sudahkah kita manfaatkan semua anugerah Tuhan ke-pada kita: jiwa raga, bakat, kemampuan, kesehatan, kekayaan, kekuasaan, kecantikan, keindahan, ke-pribadian, dan apa saja yang boleh kita miliki selama di dunia ini, untuk kesejahteraan jiwa raga kita dan sesama, untuk memuliakan Tuhan?
Kitab Suci adalah pedoman untuk perjalanan zia-rah dalam mencari makna kehidupan dengan jalan mencari pesan dan kesan dari Sabda Tuhan yang ter-tulis dalam Kitab Suci, bukan sekadar yang tersurat te-tapi terlebih yang tersirat. Kita mencoba mengetrap-kannya dalam kehidupan kita dengan membandingkan atau melihat dari pengalaman iman saudara/i yang telah merasakan sentuhan cinta kasih Allah. Kita dapat melewati jalan kehidupan ini dengan berbekalkan Sab-da dan kehendak Allah, yang kita gali dari Kitab Suci: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.” (Mzm 25:8-9)
Pengamatan manusia dari segala zaman mengatakan, bahwa pencobaan tidak dapat dipisahkan dari hidup, dan nasihat yang diberikan adalah kesabaran dan ketekunan yang akan membawa kemenangan. Sejak lahir dari ibu, manusia harus melepaskan yang aman dan bergulat menuju yang baru, begitu anak yang meninggalkan rumah menuju sekolah; remaja yang meninggalkan alam kanak-kanak, melewati perjuang-an masa puber, menjelang dewasa. Dan sesudah masa kedewasaan, baru mulai pencobaan yang akan menentukan nasib hidup. Dalam menghadapi kesulitan dan pencobaan serta penderitaan hidup, orang sering mengalami kebimbangan, jalan mana yang harus ditempuh, ke mana harus pergi mencari pertolongan? Apa yang harus dilakukan agar tidak makin menemui kehancuran? Tidak jarang orang pergi ke sana ke mari, sibuk mencari jawaban apa sesungguhnya kehendak Allah atas dirinya. Kadang-kadang dapat menemukan jawaban melalui orang-orang yang diminta nasihat atau pendapatnya. Tetapi tidak jarang menemui kekecewaan demi kekecewaan dan kegagalan. Tidak kurang pula yang berputus asa, melihat kegelapan ter-bentang dihadapannya
Dalam pergulatan merebut kemenangan hidup, manusia merasa dicoba, direndahkan, dianggap remeh tak berarti, sampai juga dihimpit, ditindas oleh nasib, oleh orang dalam pergulatan menuju pertumbuhan sampai menemukan tempat mantap di dalam hidup.
Kita menyadari bahwa Tuhan Pencipta segala se-suatu, bahwa Tuhan yang mengatur perjalanan semesta alam ini, bahwa Tuhan mempunyai maksud baik bagi manusia, makhluk ciptaanNya yang istimewa dibandingkan ciptaan yang lain. Kita sadar bahwa Tuhan berkehendak baik, tetapi bagaimana caranya untuk mengetahui “kehendak Allah”? Apakah Tuhan mendengar dan menjawab doa atau permohonan kita? Mengapa manusia harus menderita dan mengalami kesusahan yang kadang-kadang bukan akibat ke-salahannya? Mengapa “orang baik” sering diberi ganjaran yang tidak setimpal dengan kebaikannya? Apakah Tuhan tidak adil? Apakah Tuhan tidak memperhitungkan jasa dan perbuatan baik manusia? Jadi, apa sebenarnya maksud dan rencana Allah dengan membiarkan begitu banyak penderitaan dan pen-cobaan kepada manusia? Jalan mana yang harus ditempuh agar manusia menjadi berbahagia, dapat menerima semua suka-duka, manis-pahit, kesenangan-kesusahan, kebahagiaan-penderitaan, pencobaan dan berbagai anugerah hidup ini secara layak untuk menyatakan bahwa ia mengakui adanya keha-diran Tuhan dan mau menerima kehendakNya, mau bekerja sama dengan Tuhan?
Berbagai macam cara dan jalan ditempuh orang untuk keluar dari masalah dan pencobaan yang membuatnya menderita. Ada yang jalannya mulus: “Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, dan tuntunlah aku di jalan yang rata” (Mzm 27:11), sehingga cepat teratasi segala rintangan yang menghambat kehidupan seseorang, ada pula yang membutuhkan waktu yang lama dengan jalan yang berliku-liku dan sangat menguras tenaga, pikiran serta sangat melelahkan seperti pengalaman umat Israel ketika keluar membebaskan diri dari perbudakan di Mesir selama empat puluh tahun lamanya, hanya perlu disyukuri karena masih dapat teratasi problem hidup yang menghimpitnya. Tetapi ada yang telah berusaha dengan sekuat tenaga, dengan segenap kemampuannya, berbagai macam cara dan jalan telah diusahakan dan ditempuhnya, hanya hasilnya masih tetap nihil. Sungguh ini merupakan suatu perjuangan dan pengorba-nan yang sia-sia: “Sebab empat puluh tahun lamanya orang Israel itu berjalan melalui padang gurun, sampai habis mati seluruh bangsa itu, yakni prajurit yang keluar dari Mesir, yang tidak mendengarkan firman TUHAN” (Yos 5:6).
Sebagai manusia lemah, rapuh dan tidak berdaya, kita, orang yang beriman kepada Kristus Yesus, seyogianya harus bersandar kepada Tuhan: “Kemudian Asa berseru kepada TUHAN, Allahnya: “Ya TUHAN, selain dari pada Engkau, tidak ada yang dapat menolong yang lemah terhadap yang kuat. Tolonglah kami ya TUHAN, Allah kami, karena kepada-Mulah kami bersandar dan dengan nama-Mu kami maju melawan pasukan yang besar jumlahnya ini. Ya TUHAN, Engkau Allah kami, jangan biarkan seorang manusia mempunyai kekuatan untuk melawan Engkau!” (2Taw 14:11), dan mengandalkan Tuhan saja: “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” (Yer 17:7), selalu dan selamanya, agar tujuan harapan iman kita dapat menjadi kenyataan yang sangat membahagiakan, yaitu keselamatan di dalam dan bersama Yesus Sang Juru selamat.
Akibat pencobaan dan penderitaan membuat orang merasa kuatir menghadapi hidup yang penuh tantangan ini. Tuhan memahami perasaan manusia, Tuhan punya jalan keluar-Nya dan berkenan memberikan kepada manusia agar dapat dikuatkan: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Ke-rajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Mat 6:24-34).
Tuhan tahu akan ketakutan, kekuatiran manusia terhadap hidup, keresahan hatinya, kalau teringat akan kebutuhan makan-minum, pakaian. Tuhan berbicara blak-blakan terang-terangan, supaya nampak di mata, mengena di hati: Ia menunjukkan penyelenggaraan-Nya sebagai Pencipta terhadap burung di langit dan bunga bakung di ladang. Terhadap manusia, Tuhan bukan hanya “Pencipta” yang memberi hidup dalam tubuh, Ia lebih dari itu, Ia itu “Bapamu yang di surga” Ia tahu dalam cintaNya sebagai Bapa, “bahwa kamu me-merlukan semua itu” (ay 32). Bukankah Ia akan lebih memperhatikan anak-anakNya itu, asal manusia lebih dulu, - sebab untuk itu ia diberi hidup dalam tubuh di dunia – mengutamakan mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, lain-lain akan ditambahkan sebagai ke-perluan, pelengkap hidup.
Keindahan karya penyelenggaraan ilahi kita temukan kalau Tuhan mengarahkan pandangan kita pada perhatian Bapa kepada seluruh ciptaan, yang kecil maupun yang besar: terbitnya matahari, jatuhnya embun dan hujan untuk semua, makanan untuk semua makhluk, dandanan untuk bunga. Burung yang tak akan jatuh tanpa sepengetahuan Bapa, rambut ma-nusia yang sudah terhitung, sebab itu janganlah kamu takut (bdk Mat 10:29-31). Di situ kita merasa aman terjamin. Namun Tuhan juga berkata, “orang tidak da-pat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya” (ay 27) – “jangan kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri” (ay 34). Tuhan membatasi pengertian dan pemandangan, untuk tidak membebani kita. Ada tanggung jawab yang tetap Tuhan bawa sendiri, tentang umur kita, tentang masa depan, tentang hari besok. Menjauhkan kekhawatiran dengan mempercayakan diri kepada Tuhan dalam penyelenggaraan ilahiNya harus dilengkapi dengan kata: dari hari ke hari. Ada pembagian tugas dan pembatasan. Yang hari ini, itulah yang harus menjadi pusat perhatian manusia. Yang masa depan dan hari besok tanggung jawabnya diambil oleh Tuhan secara pribadi dan baik. Tugas khusus pada hari ini ialah “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-nya” (ay 33) – inilah tugas untuk hari ini, dari hari ke hari, dan itu cukup bagi setiap dari kita. Kita harus rela membatasi fantasi kita, yang bisa berjalan liar tanpa kepercayaan kepada Bapa. Kita diminta membatasi apa yang kita cari: bukan harta, kehormatan, prestasi, keenakan, kenikmatan dunia melainkan Kerajaan Allah di mana-mana. Lalu Tuhan berjanji “maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (ay 33). Sekali lagi dijelaskan, serahkanlah yang lebih jauh segala kekhawatiranmu kepada Bapa, cukup manusia dengan urusan satu hari saja: “Berilah kami rejeki pada hari ini” (Mat 6:11).
Mungkin saja dunia melihat bahwa kita begitu menderita, tetapi jiwa kita mengalami ketenangan dan kedamaian apabila kita tidak ‘berjalan sendiri’, me-nurutkan kehendak sendiri, namun menyerahkan se-mua beban yang kita pikul kepada Yesus dan bersama Dia kita akan melangkah dengan ringan. Dengan selalu berpegang pada Hukum dan PerintahNya, de-ngan menyatukan kehendak bebas kita agar ‘diatur’ oleh kehendak Allah, setiap saat dari kehidupan kita selalu mohon bimbingan dan petunjukNya, yakinlah akan janji Kristus bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman dan Ia tidak akan membiarkan kita seperti anak yatim piatu.
Tuhan tidak berdiam diri, Ia bersabda melalui para Nabi, dan UtusanNya, terlebih melalui PuteraNya Ye-sus Kristus yang telah menjelma menjadi manusia, menderita sengsara, wafat dan bangkit kembali untuk menyatakan KemuliaanNya. Untuk menunjukkan Ja-lan, Kebenaran dan Hidup. Supaya semua yang per-caya kepadaNya akan diselamatkan. Perjalanan hidup dan ajaranNya tertera dalam Kitab Suci dan ajaran GerejaNya, dan kita diberi anugerah untuk membaca., merenungkan, mencari makna kehendakNya, men-jalankannya dalam hidup kita. Hidup manusia merupa-kan suatu perjalanan ziarah yang cukup panjang, tidak terhenti hanya karena kematian raga saja. Apakah sudah terpikirkan oleh kita bekal perjalanan jiwa kelak? Apakah yang sudah kita lakukan untuk keselamatan jiwa menuju alam kebahagiaan kekal? Sudahkah kita manfaatkan semua anugerah Tuhan ke-pada kita: jiwa raga, bakat, kemampuan, kesehatan, kekayaan, kekuasaan, kecantikan, keindahan, ke-pribadian, dan apa saja yang boleh kita miliki selama di dunia ini, untuk kesejahteraan jiwa raga kita dan sesama, untuk memuliakan Tuhan?
Kitab Suci adalah pedoman untuk perjalanan zia-rah dalam mencari makna kehidupan dengan jalan mencari pesan dan kesan dari Sabda Tuhan yang ter-tulis dalam Kitab Suci, bukan sekadar yang tersurat te-tapi terlebih yang tersirat. Kita mencoba mengetrap-kannya dalam kehidupan kita dengan membandingkan atau melihat dari pengalaman iman saudara/i yang telah merasakan sentuhan cinta kasih Allah. Kita dapat melewati jalan kehidupan ini dengan berbekalkan Sab-da dan kehendak Allah, yang kita gali dari Kitab Suci: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.” (Mzm 25:8-9)
(St. S T).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^