TOPAN MENGAMUK
oleh : Peter Suriadi
TeksMrk 4:35-41
35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.”
36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.
37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.
38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”
39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.
40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”
41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepadaNya?”
Konteks
Mrk 4:1-5:43 menceritakan karya Yesus dalam sehari : pengajaran dalam perumpamaan-perumpamaan (4:1-34), penyeberangan danau (4:35-41), karya di Gerasa (5:1-20), penyembuhan dan pembangkitan (5:21-43). Melalui karya Yesus dalam sehari, Markus memperkenalkan Yesus sebagai yang berkuasa atas maut. Dalam karyaNya tersebut Yesus menjumpai berbagai orang, termasuk para murid-Nya, sedang menghadapi bahaya potensial kematian. Tetapi semuanya itu dihadapi Yesus dengan ketenangan yang luar biasa.
Pada awal bab 4 diceritakan sepanjang hari Yesus duduk di dalam sebuah perahu untuk mengajar orang banyak yang duduk di tepi Danau Galilea. Setelah itu Yesus memutuskan untuk menyeberang Danau Galilea. Para murid Yesus pun mengikuti Dia bertolak meninggalkan orang banyak. Kisah peredaan topan terjadi ketika perahu Yesus dan para muridNya sedang berada di tengah Danau Galilea.
Susunan Teks
Teks dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.”
36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.
37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.
38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”
39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.
40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”
41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepadaNya?”
Konteks
Mrk 4:1-5:43 menceritakan karya Yesus dalam sehari : pengajaran dalam perumpamaan-perumpamaan (4:1-34), penyeberangan danau (4:35-41), karya di Gerasa (5:1-20), penyembuhan dan pembangkitan (5:21-43). Melalui karya Yesus dalam sehari, Markus memperkenalkan Yesus sebagai yang berkuasa atas maut. Dalam karyaNya tersebut Yesus menjumpai berbagai orang, termasuk para murid-Nya, sedang menghadapi bahaya potensial kematian. Tetapi semuanya itu dihadapi Yesus dengan ketenangan yang luar biasa.
Pada awal bab 4 diceritakan sepanjang hari Yesus duduk di dalam sebuah perahu untuk mengajar orang banyak yang duduk di tepi Danau Galilea. Setelah itu Yesus memutuskan untuk menyeberang Danau Galilea. Para murid Yesus pun mengikuti Dia bertolak meninggalkan orang banyak. Kisah peredaan topan terjadi ketika perahu Yesus dan para muridNya sedang berada di tengah Danau Galilea.
Susunan Teks
Teks dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
4:35-37 : Topan dahsyat
4:38-39 : Yesus peduli
4:40-41 : Takut karena tidak percaya
Keterangan Teks
· ayat 35
Ungkapan “pada hari itu” menegaskan bahwa karya Yesus terjadi dalam hari yang sama dengan pengajaranNya menggunakan perumpamaan-perumpamaan (4:1-34). Penyeberangan danau terjadi pada petang hari sehingga kegelapan mulai meliputi Danau Galilea. Perkataan “marilah kita bertolak ke seberang.” mengungkapkan bahwa inisiatif penye-berangan berasal dari Yesus. Yesus menyeberangi danau supaya keesokan harinya Ia dapat mem-perluas tempat karyaNya sampai ke seluruh Galilea.
· ayat 36
Para murid Yesus menuruti inisiatif Yesus itu dengan meninggalkan orang banyak yang masih duduk setelah mendengarkan pengajaran Yesus seharian. Yesus beserta dengan para murid segera naik ke dalam perahu. Selain para murid ada perahu-perahu lain yang menyertai penyeberangan Yesus.
· ayat 37
Danau Galilea terletak 200 m di bawah permukaan laut dan di lereng Gunung Hermon yang berketinggian 2500 m. Oleh orang Yahudi, Danau Ga-lilea sering juga disebut Laut Galilea. Karena letaknya yang demikian, di Danau Galilea sering terjadi topan yang dahsyat. Topan yang dahsyat itu disebabkan bertemunya angin dingin dari puncak Gunung Her-mon dan udara panas disekitar Danau Galilea ter-sebut. Kedahsyatan itu sering diperburuk oleh angin yang bertiup dari Laut Tengah dan Padang Gurun Siria. Topan yang paling berbahaya biasanya terjadi di bagian timur danau dan terjadi pada waktu malam.
Kebanyakan murid Yesus adalah nelayan sehingga mereka pasti mengenal Danau Galilea dengan baik dan terbiasa menghadapi bahaya di air. Tetapi topan yang mereka alami pada hari itu sangat dahsyat. Dahsyatnya topan itu menyebabkan ombak menyembur masuk ke dalam perahu dan perahu itu mulai penuh dengan air. Sebentar lagi mereka akan tenggelam. Suatu situasi yang mencekam. Ditambah lagi menurut mentalitas Yahudi, danau atau laut dipandang sebagai tempat kediaman roh-roh jahat, tempat yang sangat menakutkan.
· ayat 38
Pada saat situasi mencekam itu di tengah topan dahsyat, Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. (bdk Yun 1:1-17 yang menceritakan Yunus yang tertidur di tengah badai). Karena kelelahan setelah mengajar sepanjang hari Yesus benar-benar lelap. Yesus tidak tahu bahwa para murid-Nya yang justru lebih berpengalaman di danau berteriak ketakutan. Dalam keadaan panik, mereka mengira Yesus yang tertidur tidak mungkin menyelamatkan Yesus. Mereka segera membangunkanNya dan
secara emosional menegur Yesus : “ Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”. Iman mereka mulai goyah.
· ayat 39
Setelah bangun, Yesus menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” (bdk 1:25; 9:25). Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Menurut pandangan orang Yahudi, kuasa atas laut/danau dan kuasa untuk meredakan badai merupakan tanda-tanda nyata tindakan ilahi, sedangkan peredaan angin dan penyelamatan orang-orang yang hampir tenggelam adalah bukti pemeliharaan ilahi terhadap manusia (bdk Mzm 107:23-32).
· ayat 40
Ternyata para murid pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan orang banyak. Mereka sudah diberi “misteri Kerajaan Allah” (bdk 4:11.34) namun tetap tidak memahami Yesus. Jadi sangatlah wajar Yesus berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”. Yesus mempertanyakan kecemasan dan kepanikan mereka yang bertentangan dengan iman kepada Allah. Itulah bukti orang kurang percaya. Jika mereka percaya seharusnya mereka tidak boleh takut di saat apapun dan dalam situasi apapun.
· ayat 41
Kisah diakhiri dengan pujian kepada kuasa Yesus sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya. Para murid pun seharus memuji Dia, bukan memaksa-Nya untuk melakukan kehendak mereka.
Amanat Teks
Pernahkah Anda mengalami bahwa Anda rajin berdoa, teratur ke gereja dan teratur menerima Sakramen Tobat tetapi Anda harus mengalami hal buruk ? Jika ya, mungkin Anda berkesimpulan : jangan-jangan justru karena taat beragama saya harus menderita melulu, menerima malapetaka yang bertubi-tubi. Sedangkan orang-orang yang jarang berdoa, tidak pernah ke gereja dan tidak pernah menerima Sakramen Tobat malahan tak pernah menderita. Dan pada akhirnya Anda tidak senang pada Tuhan dan menyalahkan dan “menyerang” Tuhan atas “ketidakadilan” tersebut.
Rupanya pengalaman tersebut “ketidakadilan” tersebut bukan milik manusia zaman modern. Ketika para rasul mengalami topan dahsyat di Danau Galilea, mereka pun “menyerang” Yesus dengan kata-kata yang amat menyakitkan dan emosional, “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa ?” Mereka melihat dan merasa kok bisa yah Yesus tenang-tenang saja tidur dan seolah-olah tidak peduli dengan nasib mereka. Padahal Yesus bukan nelayan yang mengenal situasi Danau Galilea seperti para rasul yang memang dulunya biasa mencari ikan di situ. Bisakah Ia sebagai Guru mereka berbuat sesuatu untuk menyelamatkan mereka dari bahaya ?
Meskipun “diserang” para rasul, akhirnya Yesus bangun dan langsung membentak angin yang sedang mengamuk, lalu berkata kepada danau, “Diam! Tenanglah!”. Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Tetapi mengapa Yesus tidak langsung menanggapi “serangan” pertanyaan para rasul yang berbau tuduhan yang menyakitkan itu ? Sebab Ia tahu bahwa lebih mudah menjinakkan angin dan air dibandingkan “menjinakkan” para rasulNya. Mengapa? Sebab mereka tidak percaya.
Kehilangan kepercayaan akan Allah adalah sesuatu yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Itulah hal yang paling tragis. Hidup cuek terhadap Allah adalah topan yang paling berbahaya, bukan topan alam. Yang harus diwaspadai bukan mengamuknya topan alam tetapi mengamuknya topan cuek terhadap Allah. Dan parahnya topan cuek pada Tuhan itu malah membuat orang terlena, sehingga orang tidak merasa ketakutan, namun menikmati. Yesus pun tidak berdaya jika orang tidak mau menangkal topan cuek tersebut. Dengan kata lain, Yesus sekalipun tidak bisa membuat manusia percaya kepada-Nya, mengandalkanNya, menyerahkan diri kepadaNya, selama manusia tidak percaya. Jadi, meredakan “topan yang mengamuk” berpulang pada hati manusia : mau percaya atau tidak. Topan cuek terhadap Allah akan menyebabkan kecemasan, kepanikan, dan ketakutan. Iman akan Allah menjadikan manusia tidak mengalami kecemasan, kepanikan, dan ketakutan dalam hidup di du-nia. Karena itu dibutuhkan sikap kritis terhadap diri sendiri.
Pada kenyataannya manusia lebih mudah percaya pada sesuatu yang kelihatan. Angin dan laut adalah sesuatu yang terasa dan kelihatan. Sedangkan percaya adalah kenyataan yang tak pernah kelihatan. Oleh karena itu percaya adalah suatu sikap terhadap Allah yang lahir dari diri mansuia sendiri dan tidak pernah bisa dihadiahkan oleh pihak lain. Jadi manusia harus menghendaki dan mengusahakannya sendiri kepercayaan itu.
Percaya adalah meyakini bahwa Allah selalu ada, selalu mau dan siap menolong orang yang mengalami kesulitan. Tetapi mengapa orang tetap sulit untuk percaya ? Karena yang dipikirkan dan dipentingkan manusia pada umumnya adalah bagaimana ia terhindar dari kematian dan bahaya. Padahal kematian adalah sesuatu yang mau tidak mau harus diterima dan tidak bisa diubah begitu saja. Sedangkan Allah tidak pernah mengutamakan apa yang paling dipentingkan oleh manusia tersebut. Bagi Allah kematian bukan malapetaka sebab bagi Allah manusia yang mati sekalipun tetap saja hidup. Itulah yang harus diutamakan oleh orang supaya bisa percaya.
Menjadi murid Yesus berarti belajar percaya - belajar meraih keyakinan tentang sesuatu yang tidak bisa dibuktikan secara hitam atas putih. Belajar percaya berarti menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Dia yang memberi hidup itu. Menjadi murid Yesus berarti berani menjadi senasib dengan Yesus. Kepercayaan sejati bukanlah percaya akan Allah yang bisa dipanggil begitu saja dan dijadikan pemuas kehendak manusia. Kepercayaan bukanlah memaksa Allah untuk bebruat sesuai keinginan manusia. Bagaimana dengan Anda ?
4:40-41 : Takut karena tidak percaya
Keterangan Teks
· ayat 35
Ungkapan “pada hari itu” menegaskan bahwa karya Yesus terjadi dalam hari yang sama dengan pengajaranNya menggunakan perumpamaan-perumpamaan (4:1-34). Penyeberangan danau terjadi pada petang hari sehingga kegelapan mulai meliputi Danau Galilea. Perkataan “marilah kita bertolak ke seberang.” mengungkapkan bahwa inisiatif penye-berangan berasal dari Yesus. Yesus menyeberangi danau supaya keesokan harinya Ia dapat mem-perluas tempat karyaNya sampai ke seluruh Galilea.
· ayat 36
Para murid Yesus menuruti inisiatif Yesus itu dengan meninggalkan orang banyak yang masih duduk setelah mendengarkan pengajaran Yesus seharian. Yesus beserta dengan para murid segera naik ke dalam perahu. Selain para murid ada perahu-perahu lain yang menyertai penyeberangan Yesus.
· ayat 37
Danau Galilea terletak 200 m di bawah permukaan laut dan di lereng Gunung Hermon yang berketinggian 2500 m. Oleh orang Yahudi, Danau Ga-lilea sering juga disebut Laut Galilea. Karena letaknya yang demikian, di Danau Galilea sering terjadi topan yang dahsyat. Topan yang dahsyat itu disebabkan bertemunya angin dingin dari puncak Gunung Her-mon dan udara panas disekitar Danau Galilea ter-sebut. Kedahsyatan itu sering diperburuk oleh angin yang bertiup dari Laut Tengah dan Padang Gurun Siria. Topan yang paling berbahaya biasanya terjadi di bagian timur danau dan terjadi pada waktu malam.
Kebanyakan murid Yesus adalah nelayan sehingga mereka pasti mengenal Danau Galilea dengan baik dan terbiasa menghadapi bahaya di air. Tetapi topan yang mereka alami pada hari itu sangat dahsyat. Dahsyatnya topan itu menyebabkan ombak menyembur masuk ke dalam perahu dan perahu itu mulai penuh dengan air. Sebentar lagi mereka akan tenggelam. Suatu situasi yang mencekam. Ditambah lagi menurut mentalitas Yahudi, danau atau laut dipandang sebagai tempat kediaman roh-roh jahat, tempat yang sangat menakutkan.
· ayat 38
Pada saat situasi mencekam itu di tengah topan dahsyat, Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. (bdk Yun 1:1-17 yang menceritakan Yunus yang tertidur di tengah badai). Karena kelelahan setelah mengajar sepanjang hari Yesus benar-benar lelap. Yesus tidak tahu bahwa para murid-Nya yang justru lebih berpengalaman di danau berteriak ketakutan. Dalam keadaan panik, mereka mengira Yesus yang tertidur tidak mungkin menyelamatkan Yesus. Mereka segera membangunkanNya dan
secara emosional menegur Yesus : “ Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”. Iman mereka mulai goyah.
· ayat 39
Setelah bangun, Yesus menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” (bdk 1:25; 9:25). Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Menurut pandangan orang Yahudi, kuasa atas laut/danau dan kuasa untuk meredakan badai merupakan tanda-tanda nyata tindakan ilahi, sedangkan peredaan angin dan penyelamatan orang-orang yang hampir tenggelam adalah bukti pemeliharaan ilahi terhadap manusia (bdk Mzm 107:23-32).
· ayat 40
Ternyata para murid pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan orang banyak. Mereka sudah diberi “misteri Kerajaan Allah” (bdk 4:11.34) namun tetap tidak memahami Yesus. Jadi sangatlah wajar Yesus berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”. Yesus mempertanyakan kecemasan dan kepanikan mereka yang bertentangan dengan iman kepada Allah. Itulah bukti orang kurang percaya. Jika mereka percaya seharusnya mereka tidak boleh takut di saat apapun dan dalam situasi apapun.
· ayat 41
Kisah diakhiri dengan pujian kepada kuasa Yesus sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya. Para murid pun seharus memuji Dia, bukan memaksa-Nya untuk melakukan kehendak mereka.
Amanat Teks
Pernahkah Anda mengalami bahwa Anda rajin berdoa, teratur ke gereja dan teratur menerima Sakramen Tobat tetapi Anda harus mengalami hal buruk ? Jika ya, mungkin Anda berkesimpulan : jangan-jangan justru karena taat beragama saya harus menderita melulu, menerima malapetaka yang bertubi-tubi. Sedangkan orang-orang yang jarang berdoa, tidak pernah ke gereja dan tidak pernah menerima Sakramen Tobat malahan tak pernah menderita. Dan pada akhirnya Anda tidak senang pada Tuhan dan menyalahkan dan “menyerang” Tuhan atas “ketidakadilan” tersebut.
Rupanya pengalaman tersebut “ketidakadilan” tersebut bukan milik manusia zaman modern. Ketika para rasul mengalami topan dahsyat di Danau Galilea, mereka pun “menyerang” Yesus dengan kata-kata yang amat menyakitkan dan emosional, “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa ?” Mereka melihat dan merasa kok bisa yah Yesus tenang-tenang saja tidur dan seolah-olah tidak peduli dengan nasib mereka. Padahal Yesus bukan nelayan yang mengenal situasi Danau Galilea seperti para rasul yang memang dulunya biasa mencari ikan di situ. Bisakah Ia sebagai Guru mereka berbuat sesuatu untuk menyelamatkan mereka dari bahaya ?
Meskipun “diserang” para rasul, akhirnya Yesus bangun dan langsung membentak angin yang sedang mengamuk, lalu berkata kepada danau, “Diam! Tenanglah!”. Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Tetapi mengapa Yesus tidak langsung menanggapi “serangan” pertanyaan para rasul yang berbau tuduhan yang menyakitkan itu ? Sebab Ia tahu bahwa lebih mudah menjinakkan angin dan air dibandingkan “menjinakkan” para rasulNya. Mengapa? Sebab mereka tidak percaya.
Kehilangan kepercayaan akan Allah adalah sesuatu yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Itulah hal yang paling tragis. Hidup cuek terhadap Allah adalah topan yang paling berbahaya, bukan topan alam. Yang harus diwaspadai bukan mengamuknya topan alam tetapi mengamuknya topan cuek terhadap Allah. Dan parahnya topan cuek pada Tuhan itu malah membuat orang terlena, sehingga orang tidak merasa ketakutan, namun menikmati. Yesus pun tidak berdaya jika orang tidak mau menangkal topan cuek tersebut. Dengan kata lain, Yesus sekalipun tidak bisa membuat manusia percaya kepada-Nya, mengandalkanNya, menyerahkan diri kepadaNya, selama manusia tidak percaya. Jadi, meredakan “topan yang mengamuk” berpulang pada hati manusia : mau percaya atau tidak. Topan cuek terhadap Allah akan menyebabkan kecemasan, kepanikan, dan ketakutan. Iman akan Allah menjadikan manusia tidak mengalami kecemasan, kepanikan, dan ketakutan dalam hidup di du-nia. Karena itu dibutuhkan sikap kritis terhadap diri sendiri.
Pada kenyataannya manusia lebih mudah percaya pada sesuatu yang kelihatan. Angin dan laut adalah sesuatu yang terasa dan kelihatan. Sedangkan percaya adalah kenyataan yang tak pernah kelihatan. Oleh karena itu percaya adalah suatu sikap terhadap Allah yang lahir dari diri mansuia sendiri dan tidak pernah bisa dihadiahkan oleh pihak lain. Jadi manusia harus menghendaki dan mengusahakannya sendiri kepercayaan itu.
Percaya adalah meyakini bahwa Allah selalu ada, selalu mau dan siap menolong orang yang mengalami kesulitan. Tetapi mengapa orang tetap sulit untuk percaya ? Karena yang dipikirkan dan dipentingkan manusia pada umumnya adalah bagaimana ia terhindar dari kematian dan bahaya. Padahal kematian adalah sesuatu yang mau tidak mau harus diterima dan tidak bisa diubah begitu saja. Sedangkan Allah tidak pernah mengutamakan apa yang paling dipentingkan oleh manusia tersebut. Bagi Allah kematian bukan malapetaka sebab bagi Allah manusia yang mati sekalipun tetap saja hidup. Itulah yang harus diutamakan oleh orang supaya bisa percaya.
Menjadi murid Yesus berarti belajar percaya - belajar meraih keyakinan tentang sesuatu yang tidak bisa dibuktikan secara hitam atas putih. Belajar percaya berarti menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Dia yang memberi hidup itu. Menjadi murid Yesus berarti berani menjadi senasib dengan Yesus. Kepercayaan sejati bukanlah percaya akan Allah yang bisa dipanggil begitu saja dan dijadikan pemuas kehendak manusia. Kepercayaan bukanlah memaksa Allah untuk bebruat sesuai keinginan manusia. Bagaimana dengan Anda ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^