Prolog Injil Yohanes membuka seluruh tata rencana karya penciptaan dan penyelamatan sekaligus. Karya penciptaan dengan “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia”, oleh Sang Sabda (Yoh 1:3), dan karya penyelamatan dengan “Terang bercahaya dalam kegelapan” (Yoh 1:5) memberikan hidup ilahi, karena seperti kesaksian Yohanes tentang terang yang sesungguhnya adalah Tuhan Yesus yang telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya (Yoh 1:6-10), sehingga baik penciptaan maupun penyelamatan memberikan makna hidup di dunia fana ini maupun hidup kekal di surga.
Sabda telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14). Ini adalah pusat, sejarah awal. Allah yang abadi, Pencipta langit dan bumi, menjadi seperti kita, manusia yang lemah dan fana. Ia menjadi bayi yang membutuhkan seorang ibu, dikandung dalam rahimnya, diberi makan oleh susunya, membutuhkan kasih ibunya dan kasih serta kehadiran Yusuf agar dapat hidup dan berkembang sebagai manusia.
Allah, Sumber hidup, menganugerahkan pada manusia suatu kehidupan baru dengan awalnya memnbentuk janin yang dikandung dalam rahim seorang ibu. Ini terjadi karena kasih Allah yang memberkati perkawinan pasangan suamu-isteri yang saling mengasihi. Bagi Yesus yang datang untuk menyatakan, meneguhkan, dan memperdalam kasih, perkawinan adalah merupakan tanda persatuan suci yang dibungkus dengan ikatan tali kasih, yang memungkinkan orang untuk berkembang dalam pengampunan, kelembutan, kebaikan, dan bela-rasa. Perkawinan adalah perjanjian kasih. Dari kepenuhan cinta kasih ini terjadilah awal dari hidup di dunia fana ini. Dari manusia lemah, dari kelemahan keadaan kita, semula sebagai seorang anak yang baru lahir menuju kelemahan yang akan kita alami sebagai pribadi dewasa dan lanjut usia untuk mencapai kepenuhan hidup kekal di surga.
Hidup kita menjadi sebuah kisah karena kebebasan kita, yakni proses historis kita yang menciptakan masa. Inti kisah itu adalah cinta kasih – kasih manusia dan kasih Allah. Manusia benar-benar dapat hidup sepenuhnya dalam kasih, bila mereka mengasihi dan dikasihi. Meskipun hal-hal lain seperti kesehatan, makanan, dan tempat tinggal diperlukan, tetapi untuk hidup yang sesungguhya tiada yang lebih penting daripada kasih. Tidak ada hal lain yang dapat menggantikannya, betapapun penting atau menyenangkannya hal tersebut, karena Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8,16). Kehilangan kasih berarti kematian atau tragedi. Hidup dalam kasih adalah hidup dalam mati dan menjadikannya sebagai pusat kehidupan.
Tiga keutamaan yakni iman, penghargaan dan kasih (1 Kor 13:13) sangat jelas. Tiga hal yang saling terkait, seperti halnya hidup manusia merupakan proses yang rumit tetapi tetap satu kehidupan. Tiga hal ini menandai semangat manusia yang jelas berbeda satu dengan yang lain tetapi saling terkait erat.
Bagi orang Kristen inti dari hidup adalah persatuan dengan Tuhan. Bagi orang Kristen menjadi manusia berarti bersatu dengan Tuhan, tinggal di dalam Dia dan Dia di dalam kita. Relasi kita dengan Tuhan menjadi wahana kita dan wahana semua yang kita lakukan. Tuhan bukan suatu pribadi yang bersama dengan pribadi-pribadi lain yang bisa kita abaikan begitu saja atau bebas berurusan dengan denganNya. Tuhan adalah Sang Pencipta dan Allah bagi semua makhluk tanpa kecuali dan melingkupi semua makhluk. Kita diciptakan segambar dan secitra dengan Allah., dipanggil untuk berhubungan secara pribadi dengan Allah. Jelas, tujuan kerinduan manusia terletak pada kesatuan dengan Allah.
Pewahyuan adalah anugerah Allah yang luar biasa. Dan pewahyuan itu mencapai puncaknya dalam hidup, wafat dan kebangkitan Kristus, kita mengenal pewahyuan yang menentukan akan kasih Allah yang setia dan berbela rasa. Terhadap doa pengharapan Yesus yang terakhir: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”. Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. (Luk 23:46), Allah mengangkatNya ke dalam hidup yang baru. Maka orang Kristen bersama Santo Paulus menyatakan: “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, dan kuasa-kuasa, baik yang diatas, maupun yang dibawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 8:31-32, 38-39).
Bela rasa dan kasih setia Allah yang secara meyakinkan diwahyukan dalam Kristus itulah yang mendasari dan menopang kerinduan untuk memperoleh keselamatan dariNya. Pewahyuan diri Allah dalam Kristus bukan angan-angan, tetapi manusia, hidup, dan tujuan Yesus yang nyata. Yesus hidup dengan cara tertentu karena ia memahami kasih Allah, kehendak Allah atas kita, dan kehendak Allah bahwa kita ada untuk orang lain dan untuk Allah. Maka Yesus adalah sumber dan model hidup Kristiani.
Tidak ada sesuatupun yang dikatakan kepada kita dengan lebih baik betapa Tuhan “memikirkan masa depan”, yaitu dengan pengajaran Yesus tentang pengampunan baik dalam kata maupun tindakan. Pengampunan memberi kita masa depan dengan membebaskan kita dari dosa-dosa kita dan memulihkan serta mendapatkan kembali masa awal dari hidup kita.
Misteri Allah dengan pilihan bebas, telah menjadi Allah beserta kita. Ini adalah kenyataan. Allah mencintai kita orang perorang. Allah memanggil kita untuk hidup dan mengalami kasihNya. Allah berbagi hidup ilahi dan kasih dengan kita. Kasih Allah itu setia, terus menerus mengampuni. Allah memanggil kita pada kepenuhan hidup dan kasih dalam Kerajaan Allah. Itulah kabar baik. Kabar baik itu menopang awal dari hidup untuk tercapainyatujuan hidup kita, hidup kekal.
Hidup yang kita lalui di dunia ini merupakan suatu perjalanan menuju tanah surgawi untuk dapat masuk ke dalam persekutuan dengan Allah. Perjalanan itu dilakukan dengan suatu perjuangan yaitu perjalanan perkembangan dari ketidaktahuan menuju pengetahuan yang arif, dari cinta diri menuju cinta pemberian diri, dari rasa bersalah menuju pembebasan cacat cela, dari kedosaan menuju pemulihan kesempurnaan.
Kita manusia tidak memiliki hidup. Kita menerima hidup dalam tubuh yang rapuh. Dan hidup ini bertumbuh, berkembang, dan menjadi lebih dinamis selama kita memelihara dan merawatnya.
Seiring berjalannya waktu, kemudian anak manusia itu meneladani apa yang dilakukan Yesus sesuai dengan kehendak Allah yaitu dibaptis: “Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya : “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepaku?” Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepdanya: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah”. Dan Yohanes pun menuruti-Nya (Mat 3:13-15). Oleh Yesus pembaptisan ini dimasukkan ke dalm GerejaNya sebagai sakramen dan merupakan awal dari hidup sebagai umat beriman. Yesus pada Yoh 3:5, 7-8 mengatakan : “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau kemana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh”. Kita menerima anugerah hidup kekal dan dilahirkan kembali dalam Roh melalui iman dan kepercayaan kita kepada Yesus, dan ini pun merupakan awak dari hidup.
Ketika kita dibaptis artinya dibersihkan dengan air dan Roh, ini adalah anugerah Allah, anugerah yang merupakan awal dari hidup baru, yang diberikan kepada kita sebagai benih yang kecil. Benih itu perlu dipelihata agar pelan-pelan dapat tumbuh sampai pada penyerahan diri tanpa syarat kepada Allah yang tidak jarang harus melalui hal-hal yang mendatangkan penderitaan. Hidup baru ini adalah hidup kekal. Kekal dalam hal ini tidak hanya berkaitan dengan sesuatu sesudah kematian kita. Hidup kekal adalah hidup ilahi yang dianugerahkan kepada kita sekarang ini. Ini adalah hidup Dia Yang Abadi yang ada di dalam diri kita masing-masing, yang mengalir dalam dan melalui diri kita, yang diberikan kepada kita ketika kita dilahirkan dati “atas” melalui baptis dan melalui kepercayaan kita kepada Yesus.
Hidup dan kepercayaan membuat kita tinggal dalam Yesus dan Yesus dalam diri kita dan ketika bertumbuh dan menjadi semakin mendalam, hidup dan kepercayaan itu memasukkan kita ke dalam transformasi atau pembaruan hidup dalam Allah. Sesudah diperbarui, kita dapat mengerjakan hal-hal yang menurut perhitungan manusiawi, tidak dapat kita lakukan dengan kekuatan sendiri: mencintai musuh, mengampuni, dan mengampuni tanpa batas, hidup bersama dengan orang miskin dan lemah, murah hati seperti Bapa murah hati.
Dengan baptisan, lahir kembali dan dibersihkan dengan air dan Roh, kita dipanggil untuk pelan-pelan berkembang dalam kasih. Benih roh telah ditanamkan dalam diri kita. Kita perlu belajar untuk memelihara benih ini agar dapat tumbuh dan menghasilkan buah. Ketika kita menjadi semakin sadar bahwa kita dikasihi, maka kita akan terdorong untuk menanggapi kasih itu dengan kasih da berkembang dalam kasih. Kasih adalah pemberian diri kepada orang lain. Bila kita mengasihi, kita menerima untuk tidak menguasai orang lain.
Yesus yang rindu untuk menyelamatkan dan memberi hidup kepada manusia, memberikan tanda kasihNya yaitu dengan melakukan penyembuhan dari berbagai macam sakit-penyakit melalui mukjizatNya, pengusiran roh-roh jahat dan membangkitkan orang mati. Semua dilakukan agar orang bisa mengawali hidup dengan benar dan berkembang dalam kasih. Memang tidak mudah bagi orang untuk menerima resiko penyembuhan hati mereka dan berubah untuk menjadi semakin mengasihi dan semakin terbuka terhadap orang lain. Mereka yang berada dalam keadaan demikian perlu menemukan orang yang penuh harapan dan hidup secara penuh, yang dapat menyatakan kepada mereka bahwa mereka adalah penting dan pantas dikasihi dan membantu mereka untuk menemukan makna hidup mereka.
Apa yang dikatakan Yesus pada Yoh 6:51 : “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia:. Ini sungguh merupakan makna hidup sebenarnya. Dialah roti hidup dan daging untuk dimakan. Tetapi makan yang dimaksud Yesus di sini bukan kejadian alamiah, yang mengenyangka, tetapi proses rohani yang memberi hidup kekal. Kita harus beralih dari alam bendawi pada alam rohani.
Yesus dengan kedatanganNy, dengan ajaran dan contoh hidup serta perbuatanNya sudah mulai dengan proses peralihan ini. Ia datang untuk menyelamatkan kita dari segala rasa takut yang membuat kita menutup diri. Ia datang untuk membebaskan dan membuka hati kita agar terbuka terhadap cinta kasih. Ia datang untuk memberikan kepada kita hidup Allah sendiri, agar hidup Allah ini mengalir dalam diri kita dan melalui kita. Hidup itu mengalir dalam diri kita karena Yesus ditinggikan di salib, diangkat dalam kebangkitan, diangkat dalam kemuliaan Bapa. Ia datang sebagai Anak Domba Allah yang akan dikorbankan dan dimakan sebagai Anak Domba paskah. Yesus menawarkan kepada kita relasi dengan diriNya yang amat pribadi dan dekat. Relasi itu akan membawa kita masuk ke dalam hidup Allah dan Ia memberi TubuhNya untuk dimakan bagi hidup kita. Relasi itu akan membuat kita tinggal dalam Yesus dan Yesus tinggal dalam diri kita. Kita hidup satu dalam diri yang lain. Inilah artinya tinggal satu dalam yang lain. Kita saling mengingat dan terus berhubungan walaupun secara jasmani terpisah. Kalau Yesus adalah sahabat kita yang terkasih, kita mau mengerjakan apa yang Ia kehendaki, dan hidup bagiNya dan bagi pekerjaan serta janji-janjiNya, sama seperti Ia mau mengerjakan apa yang dikehendaki; Ia akan mendengarkan doa-doa kita. Yesus menghendaki, agar kita masuk ke dalam persekutuan dengan BapaNya, dan agar kita mencintai sesama, bahkan musuh-musuh kita, dan tidak mengadili, mneghakimi atau menghukum orang, melainkan mengampuninya.
Membiarkan Yesus tinggal dalam diri kita berarti bahwa kita sudah membuka dan membersihkan hari kita untuk memberi ruang bagiNya sehingga Ia dapat tinggal dalam diri kita. Kita tidak lagi dipenuhi dengan diri kita sendiri. Kita menemukan kebahagiaan dengan berada dan hidup bersama Yesus Yang Terkasih, dan dalam mengerjakan yang Ia harapkan dari kita. Janji untuk tinggal satu dalam kehendakNya, perintahNya melalui firmanNya secara lebih mendalam, sehingga sikap hati, tingkah laku dan perbuatan kita sungguh berkenan dan sesuai dengan kehendakNya. Yesus membuka pintu masuk ke dalam misteri kasih, persekutuan dan kebersamaan. Yang dijanjikan Yesus itu anugerah Bapa, pemberian Putera, tetapi hanya terlaksana, hanya dapat ditangkap, diterima, dihayati sepenuhnya kalau orang ditarik oleh Bapa, diterima oleh Kristus dengan jiwa Roh.
Pertumbuhan ilahi harus didukung oleh roti ilahi, daging Kristus. Jika orang ingin mengikuti Kristus, mengenakan Kristus, pemikiran dan perasaan Kristus yang ilahi, orang tidak dapat mencapai itu dengan perkembangan jiwa, hati dan budi secara manusia belaka. Pada suatu saat dengan kekuatan Allah timbul pertumbuhan cabang baru yang dari Roh, yang akan mendesak, mengalahkan dan menggantikan batang hidup, yang berasal dari benih manusia lama. Untuk pertumbuhan ilahi yang membebaskan, sekalgus membahagiakan ini, untuk bersemi dan berkembangnya awal dari hidup dalam Kristus yang baru ini tidak cukup Kristus sekali datang. Perlu setiap kali orang makan roti yang juga daging Kristus dalam Ekaristi. Hidup ilahi, yang kita peroleh, tidak bisa bertahan dan tumbuh dari daya kodrat manusiawi kita. Kodrat ilahi hanya bisa berkembang oleh daya ilahi, yang hanya dapat kita peroleh dari Kristus. Perkembangan baru mulai dalam kehidupan manusia dengan kedatangan Roh Kudus, yaitu setelah kebangkitan Yesus. Kebangkitan merupakan perwujudan kasih Allah. Karena kasihYa, Allah yang setia memanggil kita pada hidup kekal. Allah “bukan Allah orang mati tetapi Allah orang hidup” (Mat 22:32). Kebangkitan menegaskan bahwa kita dipanggil untuk hidup kekal dalam kesatuan dengan dengan Allah. Dalam kebangkitan Yesus, Allah membuka kepenuhan Kerajaan Allah. Yesus yang naik ke surga disebut kepala tubuh (Kol 1:18). Hidup, kemenangan dan kemanusiaan Yesus bukan demi diriNya, tetapi demi kita dan demi keselamatan kita. Roh kudus yang datang akan membimbing kita untuk datang dan mengikuti Yesus secara lebih menyeluruh, agar dapat menjadi seperti Dia. Roh juga membimbing kita untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah dan dengan sesama. Kita menyerahkan diri dan hidup kita sepenuhnya untuk dipimpin olehNya.
Barangsiapa ingin memelihara dan menumbuh kembangkan awal dari hidup itu, ia harus selalu makan roti Paskah, daging Kristus, roti kehidupan baru, yang diberikan oleh Kristus.
(St. S T).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda. ^^